PERBEDAAN BUNYI PADA KATA DALAM ANTOLOGI TEMPO DOELOE DENGAN KATA DALAM BAHASA BETAWI

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Robertus Dewangkara G. Anggara NIM: 054114009 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

  JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA April 2011

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERBEDAAN BUNYI PADA KATA DALAM ANTOLOGI TEMPO DOELOE DENGAN KATA DALAM BAHASA BETAWI

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Robertus Dewangkara G. Anggara NIM: 054114009 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

  JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

April 2011

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERBEDAAN BUNYI PADA KATA DALAM ANTOLOGI TEMPO DOELOE DENGAN KATA DALAM BAHASA BETAWI

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan kekuatan kepada penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan

tepat pada waktunya.

  Rasa penuh syukur dan terima kasih penulis haturkan kepada: (1) Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum selaku pembimbing I yang telah

membantu dengan sabar kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

(2) Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M. Hum selaku pembimbing II yang telah

membantu dengan sabar kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

  (3) Drs. B. Rahmanto, M. Hum, Drs. Hery Antono, M. Hum, Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum, S.E. Peni Adji, S.S, M. Hum, dan Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum selaku Bapak / Ibu dosen pengampu mata kuliah di Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang telah mengajar dengan sabar dan penuh kasih sayang kepada penulis. (4) Staf Sekretariat Sastra Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan dengan baik.

  (5) Petugas perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan dengan baik.

  (6) Bapak P.Y Tri Sudaryatno dan Ibu V. Evi Kristiani selaku orang tua yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

  (7) Christiana Sepi, orang yang penulis cintai, yang telah memberikan dorongan semangat kepada penulis.

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO • Hidup tak semudah membalikkan telapak tangan.

  • Kebahagiaan ada di depan mata, tinggal bagaimana caranya mendapatkan kebahagiaan itu.

  Skripsi ini penulis persembahkan untuk Orang yang penulis cinta, kedua orang tua, dan saudara-saudara

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Dewangkara, Robertus. 2011. “Perbedaan Bunyi pada Kata dalam Antologi

  Tempo Doeloe dengan Kata dalam Bahasa Betawi”. Skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  Skripsi ini membahas perbedaan bunyi pada kata dalam antologi Tempo

Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut. Pertama, aneka jenis perbedaan bunyi pada kata dalam

antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi. Kedua, kategori kata

yang maknanya sama tetapi berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe

dengan kata dalam bahasa Betawi.

  

Tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai berikut.

Pertama, mendeskripsikan perbedaan bunyi pada kata yang maknanya sama tetapi

berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa

Betawi. Kedua, mendeskripsikan kategori kata yang maknanya sama tetapi

berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa

Betawi.

  Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap strategis yang berurutan:

pengumpulan data, penganalisisan data, dan penyajian hasil analisis data. Ketiga

tahapan itu membutuhkan metode dan teknik, yaitu metode dan teknik

pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode penyajian hasil

analisis data. Dalam metode pengumpulan data, metode yang digunakan adalah

metode simak, dan teknik yang digunakan adalah teknik catat. Dalam metode

analisis data, metode yang digunakan adalah metode agih, dan teknik yang

digunakan adalah teknik ganti, teknik padan referensial, dan teknik perluas.

Dalam penyajian hasil analisis data, metode yang digunakan adalah metode

informal.

  Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, kata yang berakhir

bunyi [a] dalam antologi Tempo Doeloe menjadi kata yang berakhir bunyi [e]

dalam bahasa Betawi, kata yang berakhir bunyi [ah] dalam antologi Tempo

Doeloe menjadi kata yang berakhir bunyi [e] dalam bahasa Betawi, bunyi [h], [i],

[s], dan [ ə] pada awal kata dan menjadi hilang dalam bahasa Betawi, kata yang

mempunyai bunyi tengah [a] dalam antologi Tempo Doeloe menjadi kata yang

mempunyai bunyi [

  ə] dalam bahasa Betawi, kata yang mempunyai diftong [ai]

dalam antologi Tempo Doeloe menjadi kata yang mempunyai bunyi [e] dalam

bahasa Betawi, kata yang mempunyai bunyi tengah [i] dalam antologi Tempo

Doeloe menjadi kata yang mempunyai bunyi tengah [

  ε] dalam bahasa Betawi,

kata yang mempunyai diftong [au] dalam antologi Tempo Doeloe menjadi kata

yang mempunyai bunyi [o] dalam bahasa Betawi, bunyi [h] pada akhir kata dan

menjadi hilang dalam bahasa Betawi, bunyi pada antologi Tempo Doeloe berbeda

dengan bunyi dalam bahasa Betawi, dan kata yang mempunyai bunyi tengah [u]

dalam antologi Tempo Doeloe menjadi kata yang mempunyai bunyi tengah [ò]

dalam bahasa Betawi. Kedua, kata yang sama maknanya tetapi berbeda bunyinya

dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dimasukkan ke dalam beberapa kategori kata. Kategori itu meliputi kata ganti

(pronomina), kerja (verba), keterangan (adverbia), benda (nomina), sambung

(konjungsi), sifat (adjektif), bilangan (numeralia), dan depan (preposisi).

  Perbedaan bunyi pada kata dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata

dalam bahasa Betawi mempunyai dua hal penting. Pertama, bunyi vokal dan

konsonan yang berubah bunyi, dan kedua, bunyi vokal dan konsonan yang hilang.

Bunyi vokal dan konsonan yang mengalami perubahan bunyi yaitu bunyi [a], [ah],

dan [ai] menjadi [e], bunyi tengah [a] menjadi [

  ə], bunyi tengah [i] menjadi [ε],

bunyi [au] menjadi [o], dan bunyi [u] menjadi [ò]. Bunyi vokal dan konsonan yang hilang yaitu bunyi [h], [i], [s], dan [

ə]. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Dewangkara, Robertus. 2011. “Difference of speech in words in the Tempo

  Doeloe Antology by The word in Betawi Language". Thesis on Indonesian Literature Studies Program, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

  This thesis discusses the difference of speech in words in the Tempo Doeloe antology with the words in Betawi language. Issues discussed in this paper are as follows. First, various kinds of sound difference on the word in the Tempo Doeloe antology with the word in Betawi language. Second, the category of words whose meaning is similar but different sounds in the Tempo Doeloe antology with

the words in Betawi language.

  The goal of this thesis is as follows. First, describe the difference of speech in the word whose meaning is similar but different sounds in the Tempo Doeloe antology with the words in Betawi language. Second, describe the category of words same with similar meanings but different speech in the Tempo Doeloe antology with words in Betawi language. This research was conducted through three strategic phase’s sequence: collecting data, analyzing data, and presenting the results of data analysis. The three stages that require the methods and techniques, the methods and techniques of data collection methods and data analysis techniques, and methods of presenting the results of data analysis. In the data collection method, the method used is the method of observe, and the techniques used are the technique of note. In the method of data analysis, the method used is allot methods, and techniques used is the technique of substitute, referential frontier techniques, and techniques expand. In presenting the results of data analysis, the method used is the informal method. The results of this study are as follows. First, a word that ends the speech [a] in the Tempo Doeloe antology becomes a word that ends the speech [e] in Betawi language, a word that ends the speech [ah] in the Tempo Doeloe antology becomes word that ends the speech [e] in Betawi language, the speech [h], [i], [s], and [ ə] at the beginning of the word and become lost in Betawi language, words that have a speech middle of [a] in the Tempo Doeloe antology become a word that has the speech [

  ə] in Betawi language, word which has the diphthongs [ai] in the Tempo Doeloe antology become a word that has the speech [e] in Betawi language, words that have a speech middle [i] in the Tempo Doeloe antology become into a speech middle of a word that has the speech [

  ε] in Betawi language, words that have diphthongs [au] in the Tempo Doeloe antology become words that have the speech [o] in Betawi language, the speech [h] at the end of the word and become lost in Betawi language, the speech of the Tempo Doeloe antology is different from Betawi language speechs, and words that have middle speech [u] in the Tempo Doeloe antology become into words that have a speech middle [ò] in Betawi language. Second, the words with similar meanings but different speech in the Tempo Doeloe antology with words in the Betawi language can be incorporated into a few categories of words. Categories include pronouns PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(pronouns), work (verb), description (adverb), object (noun), connecting

(conjunctions), properties (adjectives), numbers (numeralia), and front

(preposition).

  Difference of speech in words in the Tempo Doeloe Antology by the word

in Betawi language have two important thing. First, speech vocal and consonant

which change of speech, and, second, speech vocal and consonant lost. Speech

vocal and consonant which to experience change of speech there are speech [a],

[ah], and [ai] become [e], middle speech [a] become [ ə], middle speech [i] become [

ε], speech [au] become [o], and speech [u] become [ò]. Speech of vocal and

consonant which lost are speech [h], [i], [s], and [ ə].

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI…………………………….... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………………………………. v KATA PENGANTAR………………………………………………….. vi MOTTO………………………………………………………………..... viii HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………….. ix ABSTRAK…………………………………………………………….... x ABSTRACT …………………………………………………………….. xii DAFTAR ISI………………………………………………………….... xiv

  BAB I PENDAHULUAN………………………………………………

  1 A. Latar Belakang Masalah……………………………………..

  1 B. Rumusan Masalah …………………………………………...

  4 C. Tujuan Penelitian…………………………………………….

  4 D. Manfaat Penelitian…………………………………………..

  5 E. Tinjauan Pustaka…………………………………………….

  5 F. Landasan Teori……………………………………………....

  5 G. Metode Penelitian…………………………………………...

  17 H. Sistematika Penyajian……………………………………….

  21 BAB II PERBEDAAN BUNYI KATA DALAM ANTOLOGI TEMPO DOELOE DAN KATA DALAM BAHASA BETAWI………..

  23 A. Pengantar……………………………………………………

  23 B. Kata yang Berakhir Bunyi [a] dalam Antologi Tempo Doeloe Menjadi Kata yang Berakhir Bunyi [e] dalam Bahasa

Betawi………………………………………………………..

  23 C. Kata yang Berakhir Bunyi [ah] dalam Antologi Tempo Doeloe

  Menjadi Kata yang Berakhir Bunyi [e] dalam Bahasa Betawi……………………………………………………….

  28 D. Bunyi [h], [i], [s], dan [ ə] Pada Awal Kata dan Menjadi Hilang dalam Bahasa Betawi………………………………..

  29 E. Kata yang Mempunyai Bunyi Tengah [a] dalam Antologi Tempo Doeloe Menjadi Kata yang Mempunyai Bunyi [

  ə] dalam Bahasa Betawi……………………………………….

  31 F Kata yang Mempunyai Diftong [ai] dalam Antologi Tempo

Doeloe Menjadi Kata yang Mempunyai Bunyi [e] dalam

Bahasa Betawi………………………………………………

  34 G. Kata yang Mempunyai Bunyi Tengah [i] dalam Antologi Tempo Doeloe

  Menjadi Kata yang Mempunyai Bunyi Tengah [ ε] dalam Bahasa Betawi…………………………... 36

H. Kata yang Mempunyai Diftong [au] dalam Antologi Tempo

  37 I. Bunyi [h] Pada Akhir Kata dan Menjadi Hilang dalam Bahasa Betawi………………………………………………

  

Doeloe Menjadi Kata yang Mempunyai Bunyi [o] dalam

Bahasa Betawi………………………………………………

  40 K. Kata yang Mempunyai Bunyi Tengah [u] dalam Antologi Tempo Doeloe Menjadi Kata yang Mempunyai Bunyi

[ò] dalam Bahasa Betawi……………………………………

  43 BAB III KATEGORI KATA YANG SAMA MAKNANYA TETAPI BERBEDA BUNYINYA DALAM ANTOLOGI TEMPO

DOELOE DENGAN KATA DALAM BAHASA BETAWI….

  45 A. Pengantar…………………………………………................

  45 B. Kata Ganti (Pronomina)……………………………………..

  45 C. Kata Kerja (Verba)…………………………………………..

  47 D. Kata Keterangan (Adverbia)………………………………...

  51 E. Kata Benda (Nomina)………………………………………..

  52 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  37 J. Bunyi Pada Antologi Tempo Doeloe Berbeda dengan Bunyi Bahasa Betawi………………………………………………

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

F. Kata Sambung (Konjungsi)…………………………………..

  60 G. Kata Sifat (Adjektif)………………………………………...

  60 H. Kata Bilangan (Numeralia)………………….........................

  64 I. Kata Depan (Preposisi)……………………………………...

  65 BAB IV PENUTUP………………………………………………….....

  66 A. Kesimpulan………………………………………………….

  66 B. Saran………………………………………………………...

  67 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..

  68 LAMPIRAN…………………………………………………………….

  69 BIODATA……………………………………………………………… 105

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Tempo Doeloe adalah antologi sastra pra-Indonesia yang ditulis oleh

empat pengarang dengan delapan cerita: F. Wiggers (Dari Boedak Sampe Djadi

Radja ), Tio Ie Soei (Pieter Elberveld), F.D.J. Pangemanann (Tjerita Rossina

dan Tjerita si Tjonat), G. Francis (Tjerita Njai Dasima), dan H. Kommer (Tjerita

Kong Hong Nio dan Tjerita Nji Paina).

  Cerita-cerita dalam antologi ini bukan tergolong cerita Indonesia

sekalipun terjadi di bumi Nusantara, tetapi dimasukkan ke dalam golongan

Melayu lingua franca , sastra assimilatif atau pra-Indonesia (A. Toer, 2003:18). Di

bidang bahasa, bukan bahasa Melayu, tetapi Melayu yang terjadi karena

pertemuan antar berbagai bangsa dan suku di Nusantara, yang pada mulanya

hanya dipergunakan secara lisan. Melayu lingua franca merupakan fenomena

tunggal di Asia Tenggara yang dipergunakan dan dikembangkan oleh orang-orang

asing sewaktu memasuki Nusantara dari Malaka sebagai pangkalan (A. Toer,

2003:18).

  Salah satu hal yang menarik perhatian penulis dari antologi Tempo Doeloe

adalah penggunaan bahasanya. Bahasa yang digunakan dalam antologi Tempo

Doeloe adalah bahasa Melayu. Setelah penulis cermati, ternyata bahasa Melayu

dalam antologi Tempo Doeloe memiliki kemiripan kata dengan bahasa Betawi.

  2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

Dalam bahasa Melayu pada antologi Tempo Doeloe digunakan kata-kata yang

maknanya sama, tetapi bunyinya berbeda. Berikut ini contohnya:

  (1) Rossina tiada brani berbantah pada kehendak nyonyanya. (hal 200) (2) “Ada apa Sarina? Mengapa kau begini?” (hal 129) (3) Soeda tiga malem ampir tida dapet tidoer sama sekali, ampir tenga malem Sarina telah djadi poeles di pangkoean iboenda. (hal 138)

  Kata nyonya, apa, dan tiga dalam kalimat (1), (2), dan (3) memiliki padanan makna dengan kata dalam bahasa Betawi nyonye, ape, dan tige.

  (1a) Rossine kagak brani bantah kehendak nyonyenye. (2a) “ Ade ape Sarine? Mengapa ente begini?” (3a) Ude tige malem kagak dapet tidur ame sekali, Sarine telah pules di pangkuan ibunda.

  Kata nyonya dan nyonye memiliki persamaan makna, tetapi berbeda

bunyi. Kata nyonya, memiliki bunyi akhir [a], sedangkan nyonye, memiliki bunyi

akhir [e]. Kata apa dan ape memiliki persamaan makna, tetapi berbeda bunyinya.

Kata apa, memiliki bunyi akhir [a], sedangkan ape, memiliki bunyi akhir [e]. Kata

tiga dan tige memiliki persamaan makna, tetapi berbeda bunyi. Kata tiga,

memiliki bunyi akhir [a], sedangkan tige memiliki bunyi akhir [e].

  Persoalan pertama yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah aneka

jenis perbedaan bunyi pada kata dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam

bahasa Betawi. Perhatikan contoh berikut:

  (4) Kaloe toewan maoe simpan, baik, akoe kasih. (hal 60) (5) Dia dengar dalam atinja soewara opsir memarentah. (hal 89) (6) “Diam-diam, Raden Ajoe, diam! Berkata ia dengan pelahan. (hal 100)

  Kata simpan, dengar, dan diam memiliki padanan makna dengan simpen, denger, dan diem dalam bahasa Betawi.

  (4a) Kalo tuan mau simpen, aye kasi.

  3

   (5a) Die denger dalem atinye suare memerentah. (6a) “Raden Ayu diem!” Ia berkate dengan pelahan.

  Kata simpan, dengar, dan diam dengan kata simpen, denger, dan diem

memiliki persamaan makna tetapi berbeda bunyinya. Kata simpan, dengar, dan

diam memiliki bunyi tengah [a], sedangkan kata simpen, denger, dan diem

memiliki bunyi tengah [

  ə]. Persoalan kedua yang dibahas dalam skripsi ini adalah kategori kata yang

maknanya sama tetapi berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe dengan

kata dalam bahasa Betawi. Perhatikan contoh berikut:

  (7) “Kenapa loe djatoin Sinjo?” (hal 152) (8) “Ach! Nona tida taoe begimana hatikoe ini, soedah lama ada tjinta pada nona.” (hal 178) (9) Apa betoel si Sa-oedin boleh di pertjaja? (hal 340)

  Kata kenapa, cinta, dan percaya memiliki padanan makna dengan kenape, cinte, dan percaye dalam bahasa Betawi.

  (7a) “Kenape ente jatoin Sinyo?” (8a) “Ah, None kagak tau begimane ati aye ni, yang ude lama cinte none.” (9a) Ape betul si Saudin bisa dipercaye?

  Kata kenapa, cinta, dan percaya dengan kata kenape, cinte, dan percaye

memiliki persamaan makna tetapi berbeda bunyinya. Kata kenapa, cinta, dan

percaya memiliki bunyi akhir [a], sedangkan kata kenape, cinte, dan percaye

memiliki bunyi akhir [e]. Kata kenapa, cinta, dan percaya termasuk kategori kata

ganti penanya, kata sifat, dan kata kerja.

  Selain karena ingin menjawab persoalan tersebut, perbedaan bunyi pada

kata dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi dipilih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  4

sebagai objek penelitian ini karena perbedaan bunyi pada kata dalam antologi

Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi belum ada yang membahas.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat kata yang sama maknanya

dalam bahasa Betawi, tetapi berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe

dengan kata dalam bahasa Betawi, maka rumusannya dapat dirinci sebagai

berikut:

  1.2.1 Perbedaan bunyi apa saja kata yang sama maknanya tetapi berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi?

  1.2.2 Kategori kata apa saja kata yang sama maknanya tetapi berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi?

  Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

  

1.3.1 Mendeskripsikan perbedaan bunyi pada kata yang maknanya

sama tetapi berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi.

  1.3.2 Mendeskripsikan kategori kata yang maknanya sama tetapi berbeda

bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa

Betawi.

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

  5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang kata-kata dalam bahasa

tertentu mirip dengan bahasa lain tetapi mempunyai persamaan makna. Selain itu,

hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan bidang ilmu fonologi dan

semantik. Dalam bidang fonologi, hasil penelitian ini menjelaskan perbedaan

bunyi pada kata dalam Melayu dan bahasa Betawi. Dalam bidang semantik, hasil

penelitian ini menerangkan kata yang maknanya sama dalam bahasa Melayu dan

bahasa Betawi

  1.5 Tinjauan Pustaka

Dalam buku Tata Bahasa Melayu Betawi (1988), Kay Ikranagara

menjelaskan kata-kata yang sering dipakai oleh masyarakat Betawi tetapi tidak

menjelaskan perbedaan bunyi pada kata dalam antologi Tempo Doeloe dengan

kata dalam bahasa Betawi. Hal serupa juga dijelaskan oleh Muhajir dalam

bukunya yang berjudul Morfologi Dialek Jakarta (1984). Dalam bukunya,

Muhajir juga menjelaskan kata-kata apa saja yang sering dipakai oleh masyarakat

Betawi, sehingga kesimpulannya belum ada yang membahas perbedaan bunyi

pada kata dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi.

  1.6 Landasan Teori Persoalan yang dibahas dalam skripsi ini adalah kategori kata yang

maknanya sama tetapi berbeda bunyinya dalam antologi Tempo Doeloe dengan

  6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kata dalam bahasa Betawi. Jadi, dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai

bahasa Melayu, kategori kata dan bunyi.

1.6.1 Bahasa Betawi

  1.6.1.1 Penduduk Para ahli mengungkapkan bahwa inti penduduk kota Jakarta pada masa

lampau bukanlah ‘asli’, dalam arti bukan penduduk yang menetap sejak sebelum

kota dan masyarakat Jakarta terbentuk. Pada awal abad ke-19, unsur terpenting

penduduk Jakarta adalah golongan budak dan golongan Cina. Pada akhir abad ke-

19, golongan budak telah bercampur menjadi satu kelompok penduduk yang

dikenal sebagai “Orang Betawi”, atau penduduk asli Jakarta (Depdikbud, 1979:1).

  1.6.1.2 Bahasa Dialek Jakarta dapat dibagi menjadi 2 subdialek sosial, yaitu: (1) dialek

Jakarta modern, dan (2) dialek konvensional. Yang pertama, ditandai oleh

pemakaian vokal /e/ yang hanya terbatas pada kata-kata tertentu saja, yakni kata-

kata yang termasuk perbendaharaan kata dasar saja, sedang yang kedua, ditandai

oleh pengucapan vokal /e/ akhir secara konsisten untuk setiap kata yang dalam

bahasa Indonesia berakhir dengan vokal /a/ (Depdikbud, 1979:5).

  1.6.1.3 Fungsi Pada akhir abad ke-19, dialek Jakarta merupakan bahasa pergaulan di

antara penduduk kota Jakarta. Dewasa ini, dialek Jakarta bukan saja dipergunakan

sebagai bahasa pergaulan di pasar, antartetangga, dan di tempat bekerja, atau

dalam kesenian tradisional, melainkan juga mulai dipakai untuk berbagai

keperluan dalam media massa (Depdikbud, 1979:5).

  7 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.2 Bahasa Melayu

1.6.2.1 Pengantar

  Bahasa Melayu ialah bahasa yang dituturkan oleh penduduk Sumatra

Tengah dari pantai Timur ke pantai Barat, jazirah (semenanjung) Malaka

(Malaya) dengan dua kepulauan yang terletak di sebelah selatannya dan di

pemukiman-pemukiman Melayu di pantai Barat Kalimantan. Bahasa Melayu

Sumatra Barat dinamakan bahasa Minangkabau, sedangkan bahasa Melayu

lainnya disebut bahasa Johor atau Riau.

  Bahasa Melayu yang tak murni oleh khalayak ramai diberi nama Melayu

Rendah berlawanan dengan bahasa Melayu murni yang bernama Melayu Tinggi.

  

Penamaan ini diberikan dengan mencontoh ungkapan yang tidak khusus yaitu

bahasa Jawa Tinggi dan bahasa Jawa Rendah. Bahasa Jawa Tinggi (krama) ialah

bahasa yang dipakai oleh bawahan kepada atasannya, maka dinamakan bahasa

khidmat dan hormat. Bahasa Jawa Rendah (ngoko) dituturkan oleh atasan kepada

bawahan. Meskipun nama tinggi dan rendah untuk bahasa Jawa kurang tepat,

tetapi paling tidak mengungkapkan sesuatu, artinya membedakan dua jenis bahasa

yang digunakan oleh bawahan dan oleh atasan (Van Wijk, 1985:XVIII).

  Dalam bahasa Melayu, berbeda dari bahasa Jawa. Bahasa Melayu tidak

terdapat gejala bahwa seorang bawahan agar dapat mengungkapkan suatu

pengertian, menggunakan kata lain dari orang atasan atau mengubah bentuk kata

yang dipakai oleh atasannya. Ini tidak terjadi meskipun bahasa Melayu

mempunyai sejumlah kecil kata yang mula-mula hanya dapat digunakan mengenai

raja, tetapi lambat laun mendapat arti yang lebih luas dan diterapkan pada para

  8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

atasan pada umumnya, apakah atasan dalam hal kedudukan dalam masyarakat,

atau lebih tua umurnya (Van Wijk, 1985:XIX).

  1.6.2.2 Asal-usul Melayu Asal-usul nama Melajoe telah diadakan bermacam-macam terkaan, tetapi

belum terdapat kepastian mengenai soal itu. Dalam kitab Sadjarah Malajoe, nama

  

Soengai Malajoe ‘sungai deras’, sebuah sungai kecil di Palembang dicantumkan.

Daerah alirannya bernama tanah Malajoe. Penduduknya bernama orang Malajoe,

dan bahasanya disebut bahasa Malajoe (Van Wijk, 1985:XX).

  Beberapa orang menjelaskan arti orang Malajoe dengan ‘orang yang lari,

pelarian’ yaitu imigran, pemboyong ke negeri lain. Orang lain dalam kata Malajoe

dianggap oleh Dr. van der Tuuk sebagai ‘penyeberang’, yaitu ke agama Islam.

Agama Islam di Kepulauan Hindia Timur (Indonesia) pertama-tama secara umum

diterima baik oleh orang Melayu. Dalam waktu singkat, mereka menjadi pengikut

ajaran Nabi Muhammad S.A.W. yang sebegitu rajin sehingga nama orang Malajoe

mendapat hati yang sama dengan orang Islam (Van Wijk, 1985:XX).

  1.6.2.3 Bunyi

  • Konsonan Dalam bukunya yang berjudul Tata Bahasa Melayu, Van Wijk (1985:3)

    menjelaskan bahwa semua bunyi dalam bahasa Melayu digambarkan dengan 23

    bunyi, yaitu 18 konsonan dan 5 vokal. Menurut alat yang bertugas untuk

    mengucapkan konsonan-konsonan, maka bunyi-bunyi dapat dibagi menjadi:

  9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Tajam Lembut Nasal Huruf cair Aspirasi Sengau (Huruf getar) (Huruf tiup) Huruf kerongkongan k g ng r h Huruf langit-langit tj dj nj Huruf gigi t d n l Huruf bibir p b m Huruf desis s Tengah vokal j dan w, di antaranya bunyi [j] termasuk huruf langit- langit, huruf w termasuk huruf bibir.

  Bunyi [h] pada awal kata kebanyakan tidak kedengaran. Pada akhir bunyi

[h] bertugas untuk membuat bunyi pendahulunya lebih pendek dan lebih redup,

tetapi tetap ditahan di belakang mulut. Dalam ucapan, hadir atau tidaknya huruf

ini sebagai penutup perlu diperhatikan. Antara dua vokal yang berlainan, bunyi [h]

lenyap sama sekali dalam ucapan (Van Wijk, 1985:4).

  Bunyi [w] sangat bersifat vokal pada awal kata dan lebih sesuai dengan bunyi [w] dalam bahasa Inggris.

  Bunyi [k] akhir hampir tidak terdengar karena tertahan dalam bagian

belakang mulut. Bunyi [k] tidak terjadi pada akhir kata saja, melainkan juga pada

akhir suku kata yang bukan suku akhir kata bunyinya jauh kurang jelas terdengar

dibandingkan dengan bunyinya dalam bahasa Belanda.

  Bunyi [p] dan [t] pada akhir kata sering menjadi kurang tegas dalam

ucapan dan dalam logat beralih menjadi [b] dan [d]. Bunyi [b] dan [d] dalam

bahasa Melayu tidak pernah terdapat sebagai penutup kata, kecuali dalam kata

Arab.

  Bunyi [r] dalam beberapa daerah diucapkan secara uvular (pada anak tekak) dan lunak, hingga bunyinya sebagai penutup sesudah vokal [ ə] hampir tidak atau sama sekali tidak terdengar.

  10 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Bunyi [s] selalu tegas, dan bila terdapat di antara dua vokal, ucapannya

tidak boleh dicampuradukkan dengan bunyi [z] yang tidak ditemukan dalam

bahasa Melayu seperti yang sering dilakukan oleh orang Belanda.

  • Vokal Dalam bukunya yang berjudul Tata Bahasa Melayu, Van Wijk (1985:6)

    menjelaskan bahwa bunyi vokal dasar dalam bahasa Melayu ialah [a], [e], [i], [o],

    dan [oe], ditambah dengan bunyi [e] bisu yang sesuai dengan bunyi [e] bahasa

    Belanda. Tentang ucapannya, bunyi bahasa Melayu selalu sedikit kurang panjang

    dan kurang bulat dibanding bahasa Belanda.

  Bunyi [a] terbuka pada akhir kata sesuai dengan bunyi [a] dalam bahasa Belanda dan diucapkan.

  Bunyi [e] dalam suku kata terbuka sama bunyinya dengan bunyi [e] dalam

suku kata pertama kata Belanda. Dalam suku kata tertutup, bunyi [e] asal bukan

pepet mendapat bunyi terakhir.

  Bunyi [i], dan [o] sama dengan bunyi [ie], dan [o] dalam bahasa Belanda. Bunyi [oe] sesuai dengan bunyi [oe] dalam bahasa Belanda juga dalam

suku kata tertutup bunyi tersebut dipertahankannya tetapi agak kurang bulat dan

sering sedikit banyak cenderung ke bunyi [o].

  Van Wijk (1985:8) menjelaskan bahwa diftong hanya ada dua buah dalam bahasa Melayu, yaitu [ai], dan [au] yang hanya tampil pada akhir kata.

1.6.3 Kategori Kata

  11 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Secara umum, kategori kata (kelas kata) dapat dibedakan menjadi kata

ganti, kerja, keterangan, benda, sambung, sifat, bilangan, depan, interogatif,

demonstratif, artikula, fatis, dan interjeksi.

  1.6.3.1 Kata Ganti (Pronomina) Kata ganti (pronomina) adalah segala kata yang dipakai untuk

menggantikan kata benda atau yang dibendakan (Keraf, 1984:65). Menurut

  

Kridalaksana (2007:76), kata ganti adalah kategori yang berfungsi untuk

menggantikan nomina. Kata ganti dapat dibedakan menjadi: kata ganti orang,

penunjuk, dan penanya.

  Kata ganti orang (pronomina persona) adalah kata yang biasa digunakan

untuk menggantikan kata ganti orang yang asli (Keraf, 1984:65). Moeliono

(1997:172) berpendapat bahwa kata ganti orang adalah pronomina yang dipakai

untuk mengacu ke orang. Kata ganti penunjuk (pronomina penunjuk) adalah kata-

kata yang menunjuk dimana terdapat sesuatu benda (Keraf, 1984 : 68). Kata ganti

penanya (pronomina penanya) adalah kata yang menanyakan tentang benda,

orang, atau sesuatu keadaan (Keraf, 1984:70). Menurut Moeliono (1997:184), kata

ganti penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan.

  1.6.3.2 Kata Kerja (Verba) Kata kerja (verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau

laku (Keraf, 1984:63). Menurut Kridalaksana (2007:51), kata kerja adalah (1) kata

yang kemungkinan dapat didampingi partikel tidak dalam konstruksi, dan (2)

tidak dapat didampingi dengan partikel di, ke, dari, atau dengan partikel sangat,

lebih , atau agak.

  12 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  1.6.3.3 Kata Keterangan (Adverbia) Kata keterangan (adverbia) adalah kata yang memberi keterangan pada

verba, adjektiva, nomina, predikatif, atau kalimat (Moeliono, 1997:223),

sedangkan kata keterangan menurut Kridalaksana (2007:81) adalah kategori yang

dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau preposisi dalam konstruksi sintaksis.

  1.6.3.4 Kata Benda (Nomina) Kata benda (nomina) adalah nama dari semua benda, dan segala yang

dibendakan (Keraf, 1984:62). Menurut Kridalaksana (2007:68), kata benda adalah

kategori yang secara sintaksis (1) tidak mempunyai potensi untuk bergabung

dengan partikel tidak, dan (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel

dari .

  1.6.3.5 Kata Sambung (Konjungsi) Kata sambung (konjungsi) menurut Kridalaksana (2007:102) adalah

kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi

hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam

konstruksi, sedangkan kata sambung adalah kata yang menghubungkan kata-kata,

bagian-bagian kalimat, atau menghubungkan kalimat-kalimat (Keraf, 1984:78).

  1.6.3.6 Kata Sifat (Adjektiva) Kata sifat (adjektiva) adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat

atau keadaan orang, benda, atau binatang (Moeliono, 1997:209). Kridalaksana

  

(2007:59) berpendapat bahwa kata sifat adalah kategori yang ditandai oleh

kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi

  13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

nomina, (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) mempunyai cirri-

ciri morfologis, dan (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks.

  1.6.3.7 Kata Bilangan (Numeralia) Kata bilangan (numeralia) adalah kata yang dipakai untuk menghitung

banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang), dan konsep (Moeliono,

  

1997:192). Menurut Kridalaksana (2007:79), kata bilangan adalah kategori yang

dapat (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai

potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan (3) tidak dapat bergabung dengan

tidak atau dengan sangat.

  1.6.3.8 Kata Depan (Preposisi) Kata depan (preposisi) adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau

bagian-bagian kalimat (Keraf, 1984:79). Kata depan menurut Kridalaksana

  

(2007:95) adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina)