BAB VIII ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KOTA BONTANG - DOCRPIJM 1478161071BAB VIII Aspek Sosial dan Lingkungan Fix

BAB VIII ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KOTA BONTANG

8.1 Petunjuk Umum

  Perlindungan (safeguard) pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipial wastewater) yang terdiri dari atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain-lain. Terkait dengan perkembangan penduduk di Kota Bontang khususnya penduduk pendatang (migran), maka hal ini menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan permukiman dan perumahan. Secara umum pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya adalah mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola, dan struktur, serta bahan material yang digunakan. Ketersediaan perumahan dan permukiman serta keterjangkauan dari sarana prasarana perumahan dan permukiman tersebut dalam pelayanan kepada masyarakat merupakan permasalahan yang banyak dijumpai pada berbagai wilayah. Keterbatasan pendanaan pemerintah pada banyak kasus menjadikan pelayanan perumahan dan permukiman dibebankan kepada masyarakat.

  Dampak sosial yang harus menjadi pertimbangan dalam pengembangan permukiman dan perumahan adalah kesiapan dari masyarakat akan kebijakan pengembangan perumahan dan permukiman seperti RUSUNAWA dan RUSUNAMI. Kesiapan masyarakat dalam beradaptasi dengan kebijakan penyediaan perumahan dan permukiman dirasa masih belum sepenuhnya dapat berjalan. Dalam bidang Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah: (1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

  Sub Bidang Persampahan pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih dari sampah. Tatanan program yang digunakan adalah sama dengan tatanan program pada Renstra Dep. PU (2004-2009), Renstra SKPD, dan RPJMD. Pemrograman harus mengacu pada kebijakan dan strategi yang dituangkan dalam Renstra di pusat maupun daerah dan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pengembangan daerah. Sasaran program dan kegiatan pengelolaan persampahan mengacu pada RPJMN 2010-2014 yaitu (1) meningkatkan jumlah sampah terangkut; (2) meningkatkan kinerja pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berwawasan lingkungan pada semua kota metropolitan, kota besar dan sedang. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan

  Persampahan (KSNP-SPP), upaya pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009, dapat dilakukan meliputi:

  1. Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya.

  2. Peningkatan peran aktif masyarakat dan usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan.

  3. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan. Dampak sosial yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan persampahan adalah masyarakat disekitar lokasi pengembangan TPA Bontang Lestari. Secara umum sampah adalah masalah tanggung jawab bersama yang harus dipikirkan dan perlu diselesaikan. Pertimbangan mendasar adalah sebagai antisipasi pencemaran lingkungan akibat kurang kesadaran masyarakat akan lingkungan.

  Tujuan dari penyusunan rencana pembangunan sub bidang drainase adalah untuk memberikan suatu manual yang dapat memberikan arahan khususnya bagi Dinas PU & Kimpraswil Kabupaten/Kota dan bagi pihak lain yang berkepentingan dalam pengelolaan/penataan sistem drainase. Sehingga pada akhirnya dapat diwujudkan suatu sistem drainase yang terintegrasi dan dengan kualitas pelayanan yang memadai. Acuan yang dipakai adalah Kepmen PU No. 239/KPTS/1987 tentang fungsi utama saluran drainase sebagai drainase wilayah dan sebagai pengendalian banjir. Sistem drainase tidak dapat berdiri sendiri dan selalu berhubungan dengan sektor infrastruktur lainnya seperti pengembangan daerah, air limbah, perumahan dan tata bangunan serta jalan kota. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Perencanaan sistem drainase harus mendukung skenario pengembangan dan pembangunan wilayah, serta terpadu rencana pengembangan prasarana lainnya.

  2. Perencanaan sistem drainase harus mempertimbangkan pengembangan infrastruktur air limbah, karena faktanya menunjukkan bahwa saluran air limbah kebanyakan masih bercampur dengan sistem pembuangan air hujan.

  3. Perencanaan sistem drainase harus dikoordinasikan dengan rencana pengembangan perumahan, terutama dalam kaitannya dengan perencanaan sistem jaringan dan kapasitas prasarana.

  4. Perencanaan drainase yang menjadi satu kesatuan dengan jaringan jalan harus disinkronkan dengan sistem jaringan drainase yang sudah direncanakan oleh istitusi atau lembaga pengelola jaringan drainase. Secara pasti dapat dikatakan bahwa penyelesaian masalah drainase (banjir) di suatu kawasan selain memfokuskan pada penyelesaian masalah kawan internal, juga tidak terlepas dari penyelesaian masalah kawasan eksternal, terutama menyangkut aspek

  • – aspek yang terkait secara langsung dengan permasalahan drainase di Kawasan studi.
Sub bidang air minum Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya bersama Dinas PDAM Kota Bontang mengembangkan program pembangunan penyediaan air bersih baik untuk skala Kota Bontang, IKK dan wilayah-wilayah Kelurahan terutama untuk wilayah IKK dan Kelurahan yang penduduknya miskin dan berada di kawasan yang sangat rawan air bersih.

  Program ini dibarengi dengan penguatan sistem kelembagaan dan peningkatan kerjasama dengan pihak swasta dalam be rinvestasi guna mewujudkan MDG’s 2015. Air merupakan sumber daya alam yang memegang peranan penting di dalam kehidupan umat manusia

  (makhluk hidup dimuka bumi). Sebagian besar air dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan seperti pertanian, peternakan, perikanan, industri, pariwisata dan sebagainya. Fungsi-fungsi strategis tersebut telah menempatkan air sebagai sarana yang vital dalam kehidupan manusia. Namun demikian, kondisi saat ini menunjukkan bahwa kualitas air di alam sudah jauh menurun. Air sudah tercemar sedemikian oleh berbagai macam kontamin seperti logam berat, garam, pestisida, herbisida, bakteri, virus, dan bahan-bahan beracun. Sumber airpun sudah banyak yang rusak sehingga jumlah cadangan air yang layakpun semakin berkurang. Salah satu kontaminan yang banyak dijumpai adalah tingginya kadar besi di dalam air baku. Kebijakan sub bidang penataan bangunan gedung dan lingkunan adalah mewujudkan pembangunan prasarana sarana dan prasarana berkualitas. Kebijakan terkait PBL adalah meningkatkan penataan kawasan konsisten sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Bangunan-bangunan di wilayah Kota Bontang secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kawasan yang telah direncanakan yaitu perdagangan dan jasa, pemukiman, perkantoran dan pendidikan.

8.1.1 Prinsip Dasar Safeguard

  Prinsip-prinsip dasar safeguard adalah sebagai berikut ini:

  1. Semua pihak terkait RPIJM wajib memahami, menyepakati dan melaksanakan kerangka perlindungan lingkungan dan sosial dengan baik dan konsisten

2. Perkuatan kapasitas lembaga pelaksana diperlukan agar pelaksanaan kerangka perlindungan dapat dilakukan secara lebih efektif.

  3. Kerangka perlindungan harus dirancang sesederhana mungkin, mudah dimengerti, jelas kaitannnya dengan tahap-tahap investasi, dan dapat dijalankan sesuai prinsip dalam kerangka proyek.

  4. Prinsip utama perlindungan adalah untuk menjamin program investasi infrastruktur tidak mengakibatkan dampak negatif yang serius. Bila terjadi dampak negatif maka perlu dipastikan adanya upaya mitigasi/pencegahan yang dapat meminimalisir dampak negatif tersebut, baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahapan pelaksanaannya.

  5. Diharapkan RPIJM tidak mebiayai kegiatan investasi yang karena kondisi lokal tertentu tidak memungkinkan terjadinya konsultasi perlindungan dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau (PAP-Potentially Affected People) warga terasing dan rentan (IVP-Isolated and Vlnerable People) atau warga yang terkena dampak pemindahan (DP-Displaced People), secara memadai.

  6. Untuk memastikan bahwa perlindungan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka diperlukan tahap-tahap sebagai berikut:

   Identifikasi, penyaringan, dan pengelompokkan (kategorisasi) dampak;  Studi dan penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan. Pada saat yang sama, juga perlu didiseminasikan dan didiskusikan dampak dan alternatif rencana tindak penanganannya;  Perumusan dan pelaksanaan rencana tindak;  Pemantauan dan pengkajian terhadap semua proses di atas; dan

   Perumusan mekanisme penanganan dan penyelesaian keluhan (complaints) yang cepat dan efektif;

  7. Setiap keputusan, laporan dan draft perencanaan final yang berkaitan dengan kerangka perlindungan harus dikonsultasikan dan didiseminasikan secara luas terutama kepada warga yang berpotensi terkena dampak, harus mendapatkan kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dan menyampaikan aspirasi dan/ atau keberatannya atas rencana investasi yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negatif atau tidak diinginkan bagi mereka.

8.1.2 Lingkup Kerangka Safeguard

  Sesuai dengan karakteristik kegiatan yang didanai dalam rencana program investasi infrastruktur, kerangka perlindungan RPIJM infrastruktur bidang PU/Cipta Karya terdiri dari 2 komponen yakni:

  1. Aspek Lingkungan Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten/Kota untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak atau PAP (Potentially Affected People).

  2. Aspek Sosial Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten/Kota untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko sosial yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak pemindahan atau DP (Displaced People).

8.1.3 Pembiayaan

  Pembiayaan rencana perlindungan sosial dan lingkungan dapat dilaksanakan melalui APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kota.

8.2 Komponen Safeguard

8.2.1 Aspek Lingkungan

  Seluruh program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi dampak sub- proyek, dirumuskan dalam bentuk:

   Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

   Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).  Standar Operasi Baku (SOP)  Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

  2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub-proyek.

  3. Sejauh mungkin, subproyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa harus dilengkapidengan AMDAL.

  4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Disamping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau penggunaan:  Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau;

   Bahan-bahan mengandung asbes;  Bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 (bahan beracun dan berbahaya).

  Rencana investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau eksplosif atau bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 menurut hukum yang berlaku di Indonesia;

   Pestisida, herbisida, dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukkan membiayai kegiatan yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida;  Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai pembangunan atau rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun;  Perusakan kekayaan budaya. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tida membiayai kegiatan yang dapat merusak dan menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual; dan  Penebangan kayu. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu.

8.2.2 Aspek Sosial Komponen safeguard sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan permukiman kembali.

  Pengadaan tanah dan permukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini. Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut ini:

  1. Transparan: Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan lainnya) yang akan terkena dampak;

  2. Partisipatif: Warga yang berpotendi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek jumlah dan bentuk kompensasi/ganti tugi, serta lokasi tempat permukiman kembali;

  3. Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan DP. Warga tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, sepert tanah pengganti dan /atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. DP harus diberi kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan /atau permukiman kembali;

  4. Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan atau jika memungkinkan, secara sukarela mengkontribusikan/hibah sebagian tanahnya pada kegiatan. Dalam kasus dimana tanah dihibahkan secara sukarela, DP akan melakukan musyarawah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah benar-benar dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun;

5. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila:

   DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga tanah miliknya (dibuktikan dengan perhitungan yang disepakati kedua belah pihak); dan Tanah yang dihibahkan nilainya

  10% dari nilai tanah, bangunan ata aset lain yang produktif dan nilanya 1 (satu) juta Rupiah.

8.3 Metode Pendugaan Dampak

8.3.1 Meode Pendugaan Dampak Lingkungan

  Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari berbagai kegiatan utama, yakni: pentapisan awal sub proyek sesuai dengan kriteria persyaratan perlindungan, evaluasi dampak lingkungan; pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari sub proyek yang diusulkan (lihat tabel 5.2), perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL), pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan.

Tabel 8.1 Kategori Pendugaan Dampak Lingkungan

  1 Normalisasi Sungai Kota Besar/Metropolitas (panjang atau luas)

  5 Km s/d < 15 Km

  b. Perdesaaan (panjang sungai)

  3 Km s/d < 10 Km

  a. Kota Sedang (panjang sungai)

  Perubahan keseimbangan alur sungai, perubahan kondisi sosial ekonomi, masyarakat yang lahannya terpotong proyek

  5 Ha Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, pengaruhnya terhadap lingkungan sosial ekonomi dan budaya, pengaruh penerapan teknologi pada lingkungan

  1 Km s/d < 5 Km, 1 Ha s/d

  

No.17/KPTS/M/2003

No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus

  Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah

Tabel 8.2 UKL dan UPL Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah

  Pendugaan dampak lingkungan juga mengacu pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.17/KPTS/M/2003 tentang : Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah Yang Wajib Dilengkapi Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :

  Tidak ada Catatan : ANDAL : Analisis Dampak Lingkungan RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan

  Sub proyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah dan air.

  UKL/UPL C

  Sub proyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan

  ANDAL dan RKL/RPL B

  A Sub proyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan

  c. Sodetan Semua Besaran

  No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus

  2 Ha s/d <25 Ha

  5 Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi

  >= 1 Ha

  c. Revitalisasi kawasan (memfungsikan kembali kawasan)

  b. Kota Sedang >= 2 Ha

  Besar >= 1Ha

  Perubahan kepadatan penduduk, perubahan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kota, perubahan kondisi sosial ekonomi dan budaya, kehilangan bangunan bersejarah atau peningkatan nilai asset bangunan bersejarah a. Kota Metropolitan dan

  Perubahan bentuk lahan, pengaruhnya terhadap lingkungan sosial, ekonomi dan budaya dan pelestarian cagar budaya

  4 Peremajaan Perumahan dan Permukiman

  2 Ha s/d 100 Ha

  c. Kota Sedang (luas)

  2 Ha s/d 50 Ha

  b. Kota Besar (luas)

  Perubahan tata guna lahan skala kawasan, perubahan daya dukung dan tingkat pelayanan kota, bangkitan LHR, bangkitan sampah dan limbah, perubahan tingkat konsumsi air bersih, perubahan volume run-off, perubahan kawasan resap air, kesenjangan sosial dengan masyarakat a. Kota Metropolitan (luas)

  2 Persampahan

  3 Pembangunan Perumahan dan Permukiman Perubahan bentang alam, eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pemborosan dan kemerosotan, pengaruhnya terhadap lingkungan fisik- kimiawi, biologi, sosial ekonomi dan budaya

  2

  >4 ton/ hari > 500 M

  e. Bangunan Komposting dan Daur Ulang (kapasitas sampah baku)

  Semua ukuran

  <1000 ton/ hari d. Pembangunan incenarator

  c. Pembangunan Transfer Station (kapasitas operasional)

  Kedalam proses pembusukan, kecuali untuk lokasi yang berada di bantaran sungai Tidak dibangun di sekitar sungai/ berbatasan langsung dengan sungai

  b. TPA di daerah pasang surut (luas < 5 Ha dan kapasitas < 50.000 ton)

  Gangguan kesehatan, estetika, bau, asap, pembakaran, emisi bio gas (H2S, NOX, Sox, Cox, dixioan), pencemaran air tanah maupun air permukaan leachate (air lindi), gangguan lalat, keluahan penduduk sekitar terhadap keberadaan tempat pembuangan sampah disekitar, dll

  Perubahan tentang bentang alam dan bentuk lahan, pengaruh penggunaan teknologinya terhadap lingkungan fisik, kimia dan sosial ekonomi budaya, introduksi jenis kawasan

  (luas < 10 Ha dan kapasitas < 10.000 ton)

  a. Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan sistem control landfill atau sanitary landfill

  Perubahan bentuk Gangguan kesehatan,

  • Drainase Utama (panjang)

  • Drainase Skunder dan
    • – 5 Km

  • Drainase Utama (panjang)
    • ) pembangunan drainase skunder dan tertier di kota sedang kemungkinan melewati permukiman padat

  • Drainase Skunder dan
    • – 10 Km*
    • )skala besaran wajib UKL?UPL untuk pengambilan dari mata air > 5 l/dt s/d <50 l/d (khususnya di P. Jawa dan pulaupulau kecil)
    • ) sepanjang belum diatur oleh instansi yang berwenang

  Tertier (panjang)

  2

  c. Pembangunan Saluran di Kota Kecil (panjang)

  < 5 Km

  8 Pembangunan Bangunan Gedung, meliputi apartemen/ perkantran dan rumah sakit kelas A, B, dan C

  Perubahan bentuk lahan, penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik, kimiawi, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan budaya, flora fauna, perubahan intensitas bangunan gedung terhadap linkungan

  Gangguan lalulintas, kebisingan, kesehatan, getaran, gangguan genagan lokal, gangguan cahaya, gangguan kebakaran, bangkitan LHR, air limbah, sampah, peningkatan kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (air bersih, air limbah, jalan akses, drainase, area parkir), perubahan KDB, KLB, pningkatan emisi gas, bahan bersifat ozon

  (Luas Lantai) < 10.000 m

  2

  9 Air Bersih Perkotaan Penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik, kimia, proses dan hasilnya mempengaruhi

  Gangguan lalulintas, kecemburuan sosial antar konsumen air bersih, konflik pemakaian sumber daya air, perubahan pasokan air, penurunan muka tanah

  a. Pembangunan Jaringan Distribusi (luas layanan) 100 Ha s/d <

  500 Ha

  b. Pembangunan Jaringan Pipa Transmisi

  2 Km s/d <10 Km

  < 10 Km

  1 Km

  b. Pembangunan Saluran di Kota Sedang

  Penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik, kimiawi, proses dan hasil kegiatannya mempengaruhi lingkungan

  No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus

  Pengolahan Air Limbah (IPAL) lahan, pengaruh proses teknologi terhadap lingkungan fisik, kimiawi, biologi, sosial, ekonomi dan budaya estetika, bau, perubahan kualitas air tanah maupun air permukaan sekitar

  IPAL/IPLT, perubahan pola mata pencaharian masyarakat sekitar

  a. IPLT < 2 Ha

  b. IPAL < 3 Ha

  6 Pembangunan Sistem Perpipaan Air Limbah (sewerage)

  Gangguan lalulintas, kerusakan prasarana dan sarana umum, ketidapuasan atas nilai kompensasi

  Tertier (panjang)

  Kota Besar/ Metropolitan (luas/ layanan)

  < 500 Ha

  7 Drainase Permukiman Kota

  a. Pembangunan saluran di Kota Besar dan Metropolitan

  Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik, kimiawi, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan budaya

  Gangguan lalulintas, kerusakan prasarana dan sarana umum, ketidapuasan atas nilai kompensasi kerusakan property atau kompensasi pembebasan lahan, perubahan kualitas air di bagian hilir saluran

  < 5 Km

  c. Pengambilan Air Baku dan Sungai, Danau dan 50 l/dt < 250 l/d*

  No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus

  Sumber Air Lainnya (debit) lingkungan sosial budaya, eksploiatsi sumberdaya air yang pemanfaatnnya berpotensi menimbulkan pemborosan maupun kerusakan sumber daya alam, ekologi waduk akibat penyedotan air tanah yang berlebihan, intusi air asin, perubahan kualitas air badan penerima limbah hasil proses pengolahan air.

  d. Pembangunan Instalasi Pengelohan Air Lengkap (debit)

  < 50 l/d

  e. Pengmbilan Air Tanah < 5 l/d dan <

  50

  10 Pembangunan Kawasan Permukiman Untuk Pemindahan Penduduk dan atau Permukiman Kembali

  Perubahan bentang alam, eksploitasi sumber daya alam, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan fisik kimia biologi, mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam

  Perubahan tata guna lahan kawasan, ketidakpuasan atas pemberian kompensasi penggantian bangunan, adaptasi dengan penduduk sekitar, perubahan ekosistem kawasan, perubahan daya dukung kawasan (lahan, sumber daya air, pertanian, kehutanan, perkebunan, dll), perubahan koefisien run off , perubahan KDB, KLB. Catatan

  a. Jumlah Penduduk Pendukung Yang Dipindahkan

  50 KK – 200 KK

  b. Atau Luas Lahan Kawasan

  2 Ha

  • – 100 Ha
    • ) kedalam kegiatan ini termasuk yang dipersiapkan untuk menampung pengungsi dan memukimkan kembali, penduduk yang dipindahkan akibat pembangunan proyek misalnya waduk, jalan, bencana sosial, dll.

  Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum untuk mempertimbangkan skal/besaran menggunakan ketentuan berdasarkan jumlah populasi, yaitu :

  • Kota Metropolitas : > 1.000.000 jiwa
  • Kota Besar : 500.000
    • – 1.000.000 jiwa
    • – 500.000 jiwa

  • Kota Sedang : 200.000
    • – 200.000 jiwa Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang terkait dengan Bidang Pekerjaan Umum Cipta Karya adalah sebagai berikut:

  • Kota Kecil : 20.000
  • Terjadi timbunan tanah galian kana kiri sungai yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial, dan gangguan
  • Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan gangguan dampak
  • Panjang >= 5 km
  • Volume pengerukan >= 500.000 m

  • Panjang >= 500.000 m
  • Volume pengerukan
  • Panjang >= 15 km
  • Volume pengerukan >= 500.000 m

  >= 500 ton/ hari

  g. Transportasi sampah dengan kereta api

  >= 100 ton/ hari

  f. Bangunan Komposting dan Daur Ulang (kapasitas sampah baku)

  e. Pembangunan incenarator >= 500 ton/ hari

  >= 500 ton/ hari

  d. Pembangunan intalasi pengolahan sampah terpadu kapasitas

  Station (kapasitas operasional) <1000 ton/ hari

  (luas land fill < 5 Ha dan kapasitas < 5000 ton) c. Pembangunan Transfer

  (luas < 10 Ha dan kapasitas < 10.000 ton) b. TPA di daerah pasang surut ,

  a. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah domestik dengan sistem control landfill atau sanitary landfill

  b. Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate, udara, bau, vektor, penyakit dan gangguan kesehatan c. Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate, udara, gas beracun, bau, vektor, penyakit dan gangguan kesehatan

  d. Dampak potensial berupa fly ash dan bottom ash, pencemaran udara, emisi biogas, limbah, cooling water, bau dan gangguan kesehatan e. Dampak potensial berupa pencemaran dari bau, dan gangguan kesehatan

  a. Dampak potensial adalah pencemaran gas/udara, resiko kesehatan masyarakat dan pencemaran dari leachate

  2 Persampahan

  3

  c. Perdesaaan

  3

  b. Kota sedang >= 10 km

  3

  a. Kota besar/ metropolitas

  1 Normalisasi Sungai (termasuk sodetan) dan pembuatan kanal banjir

  No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah

Tabel 8.3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006

  3 Pembangunan perumahan/ permukiman Besaran untuk masing-

  No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah

  >= ha masing tipologi kota

  a. Kota metropolitan diperhitungkan berdasarkan :

  >= 50 ha

  b. Kota besar >= 100 ha - Tingkat pembebasan lahan

  c. Kota sedang dukung lahan;

  • Daya seperti daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar kebutuhan air
  • Tingkat sehari-hari
  • Limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil kegiatan perumahan dan permukiman pembangunan
  • Efek terhadap lingkungan sekitar (mobilisasi material dan mnusia)
  • KDB dan KLB Air limbah domestik

  4 instalasi Luas >= 2 ha a. Pembangunan

  3 /

  pengolahan lumpur tinja Kapasitas 11 m hari dengan layanan

  • Setara (IPLT), termasuk fasilitas untuk 100.000 orang penunjangnya
  • Dampak potensial berupa bau, gangguan kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan baik dan gangguan visual instalasi Luas >= 3 ha

  b. Pembangunan pengolahan air limbah Kapasitas 2.4 ton/ hari dengan layanan

  • Setara (IPAL) limbah domestik untuk 100.000 orang termasuk fasilitas penunjangnya sistem Luas >= 500 ha

  c. Pembangunan

  3

  perpipaan air limbah Kapasitas 16.000 m / hari - Setara dengan layanan untuk 100.000 orang

  • Setara dengan 20.000 unit
  • Dampak potensial berupa gangguan lalulintas, kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian atau nilai kompensasi

  Pembangunan saluran 5 drainase (primer dan/atau menimbulkan

  • Berpotensi skunder) di permukiman gangguan lalulintas,

  >= 5 km kerusakan prasarana

  a. Kota besar/ metropolitas umum, pencemaran di daerah hilir, perubahan

  >= 10 km

  b. Kota sedang, panjang tata air disekitar jaringan, bertambahnya aliran puncak dan perubahan perilaku masyarakat disekitar jaringan jaringan

  • Pembangunan skunder di kota sedang

  No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah

  yang melewati permukiman padat Jaringan air bersih di kota Berpotensi menimbulkan 6 besar/ metropolitas dampak hidrologi dan persoalan keterbatasan air

  >= 500 ha

  a. Pembangunan jaringan distribusi >= 10 km

  b. Pembangunan jaringan transmisi

  7 Pengambilan air dari danau, >= 250 l/d - setara kebutuhan air bersih sungai, mata air permukaan 200.000 orang atau sumber air permukaan - setara kebutuhan kota lainnya sedang

  8 Pembangunan pusat Luas lahan >= 5 ha Besaran diperhitungkan

  3

  perkantoran, pendidikan, Bangunan >= 10. 000 m berdasarkan : olahraga, kesenian, tempat

  • Pembebasan lahan ibadah, pusat perdagangan/
  • Daya dukung lahan perbelanjaan relatif kebutuhan air
  • Tingkat terkonsentrasi sehari-hari
  • Limbah yang dihasilkan pembangunan
  • Efek terhadap lingkungan sekitar (getaran, kebisingan, polusi udara dan lain-lain)
  • KDB dan KLB
  • Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang Khusus bagi pusat perdagangan/perbelanjaan relatif terkonsentarsi dengan luas tersebut diperkirakan akan menimbulkan dampak penting : sosial akibat
  • Konflik pembebasan lahan (umumnya berlokasi dekat pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi) bangunan
  • Struktur bertingkat tinggi dan bassement menyebabkan masalah dewatering dan gangguan tiang-tiang pancang terhadap akuifer sumber air sekitar
  • Bangkitan pergerakan dan kebutuhan permukiman dari tenaga kerja yang besar
  • Bangkitan pergerakan dan kebutuhan perkir pengunjung
  • Produksi sampah

  9 Pembangunan kawasan Luas lahan >= 2000 ha Berpotensi menimbulkan permukiman untuk dampak yang disebabkan pemindahan penduduk/ oleh :

  No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah

  transmigasi

  • Pembebasan lahan
  • Tingkat kebutuhan air dukung lahan;
  • Daya seperti daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar, dan lain-lain

  

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib

Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

8.3.2 Meode Pendugaan Dampak Sosial

  Metode pendugaan perlindungan sosial atau pembebasan tanah dan permukiman kembali dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku antara lain sesuai dengan Keputusan Presiden No 55/1993 tentang Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. Prosedur pelaksanaan perlindungan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri dari beberapa kegiatan utama yang meliputi: penyiapan awal dari usulan kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan permukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian/kategorisasi dampak pembebasan tanah dan permukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai tabel 5.1; perumusan surat pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK Walikota.

  Pembebasan tanah dan permukimkan kembali yang telah dilaksanakan sebelum usulan sub proyek disampaikan, harus diperiksa kembali dengan tracer study. Tracer study ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan denagn baik.

Tabel 8.4 Kategori Pendugaan Dampak Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali

  Kategori Dampak Persyaratan

  Sub Proyek tidak melibatkan kegiatan A pembebasan tanah

  Surat Pernyataan dari

  1. Sub Proyek seluruhnya menempati pemrakarsa kegiatan tanah negara

  Laporan yang disusun oleh

  2. Sub Proyek seluruhnya atau sebagian menempati tanah yang dihibahkan pemrakarsa kegiatan secara sukarela

  Pembebasan tanah secara sukarela: Surat Persetujuan yang disepakati dan ditandatangai

  Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif B bersama antara pemrakarsa yang dihubahkan < 10% dan memotong < kegiatan dan warga yang bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling menghibahkan tanahnya atau garis sepadan bangunan, dan bangunan

  Kategori Dampak Persyaratan

  atau aset tidak bergerak lainnya yang dengan sukarela dihibahkan senilai < Rp. 1 Juta. Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang atau 40 KK atau < 10% dari aset

  C RTPTPK sederhana produktif atau melibaykan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi Pembebasan tanah berdampak pada > 200

  D RTPTPK menyeluruh orang atau memindahkan warga > 100 orang

  Prosedur dan tata kerja penilaian oleh Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang adalah sebagai berikut: Tahap pertama (pengajuan KA AMDAL)

  1. Pemrakarsa kegiatan/ usaha mengajukan KA AMDAL kepada komisi penilai AMDAL daeah kota bontang sebanyak 25 eksemplar dokumen yang diserahkan melalui Skretariat Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang.

2. Skretariat memberikan tanda terima dokumen KA ANDAL yang diketahui oleh Skretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang.

  3. Skreatriat memeriksa kelengkapan dan syarat dokumen KA AMDAL yang diajukan tersebut, apabila sudah lengkap persyaratannya maka akan diajukan untuk persiapan rapat Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang, yang selanjutnya hasil masukan dari Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang tersebut diajukan pada sidang Komisi AMDAL Daerah Kota Bontang. Persyaratan KA ANDAL tersebut meliputi :

  a. Sistematika dokumen harus sesuai dengan pedoman ketentuan yang berlaku

  b. Tidak menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan baik dari penulisan maupun bahan penunjang lainnya; c. Dokumen yang disampaikan sudah ditanda tangani dan di cap oleh penanggungjawab kegiatan; d. Dokumen ijin/rekomendasi bahwa lokasi kegiatan tidak menjadi sengketa atau disengketakan, baik dikeluarkan oleh walikota dan atau instansi/ badan yang berwenang;

  e. Metodologi penelitian harus lengkap dan jelas termasuk jadwal yang diajukan telah selesai (tidak kedaluarsa) f. Data mengenai deskripsi kegiatan harus lengkap, akurat, terbaru dengan disertai gambar yang dapat menjelaskan dari setiap tahapan kegiatan mulai pra tahap pra konstruksi, tahap konstruksi/operasi dan pasca operasi;

  g. Tim penyusun dokumen/ konsultan diketahui oleh seseorang yang telah memiliki sertifikat AMDAL B dan pengalaman lebih dari 5 tahun dibidangnya dengan disertai kelengkapan biodata yang harus dilampirkan

  h. Persyaratan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Apabila tidak memenuhi persyaratan dan kelengkapan sebagaimana terdapat dalam ketentuan diatas, maka Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang berhak menolak dan mengembalikan kepada pemrakarsa kegiatan untuk diperbiki kembali, sehingga memenuhi persyaratan dan kelengkapan sesuai yang ditetapkan.

  Proses penilaian KA ANDAL dilakukan selambat-lambatnya 75 hari terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen KA ANDAL Tahap kedua (Pengujian andal, RKL dan RPL)

  1. Pemrakarsa kegiatan mengajukan dokumen ANDAL, RKL, dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang sebanyak 25 eksemplar yang diserahkan melalui Sekretariat Kimisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang.

  2. Sekretariat memberikan tanda terima dokumen KA ANDAL yang diketahui oleh Sekretaris Komisi Penilai ANDAL Daerah Kota Bontang;

  3. Sekretariat memeriksa kelengkapan dan syarat dokumen KA. ANDAL yang diajukan tersebut, apabila sudah lengkap persyaratnnya maka akan diajukan untuk persiapan rapat Tim Teknis Komisi Penilai ANDAL Daerah Kota Bontang, yang selanjutnya hasil masukan dari Tim Teknis Komis Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang tersebut diajukan pada sidang Komisi AMDAL Daerah Kota Bontang. Persyaratan KA ANDAL tersebut meliputi :

  a. Sistematika Dokumen harus sesuai dengan pedoman ketentuan yang berlaku;

  b. Tidak menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan baik dari penulisan maupun bahan penunjang lainnya; c. Dokumen yang disampaikan sudah ditanda tangani dan dicap oleh Penanggungjawab kegiatan; d. Dokumen ijin/rekomendasi bahwa lokasi kegiatan tidak menjadi sengketa atau disengketakan, baik dikeluarkan oleh walikota dan atau instansi/ badan yang berwenang;

  e. Metodologi penelitian harus lengkap dan jelas termasuk jadwal yang diajukan telah selesai (tidak kedaluarsa) f. Data mengenai deskripsi kegiatan harus lengkap, akurat, terbaru dengan disertai gambar yang dapat menjelaskan dari setiap tahapan kegiatan mulai pra tahap pra konstruksi, tahap konstruksi/operasi dan pasca operasi;

  g. Sumber material yang digunakan harus jelas dan menjelaskan asal meterial tersebut, pengangkutan yang digunakan, jumlahnya, jalan/ rute yang digunakan sebagainya; h. Desain teknis yang akan dibangun harus digambarkan secara lengkap dan jelas; i. Jenis bahan yang digunakan, metode kegiatan secara teknis dan dikerjakan sendiri atau dikontrakkan; j. Bahan material yang dipergunakan tergolong dalam B3 (Bahan Berbahaya dan

  Beracun) perlu dikemukakan dan dirinci kebutuhannya; k. Jumlah tenaga lokal dan tenaga asing yang digunakan dalam kegiatan; l. Tim penyusun dokumen/konsultan diketahui oleh seseorang yang telah memiliki sertifikat AMDAL B dan pengalaman lebih dari 5 tahun dibidangnya dengan disertai kelengkapan biodata yang harus dilampirkan m. Persyaratan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

  Apabila tidak memenuhi persyaratan dan kelengkapan sebagaimana terdapat dalam ketentuan diatas, maka Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang berhak menolak dan mengembalikan kepada pemrakarsa kegiatan untuk diperbiki kembali, sehingga memenuhi persyaratan dan kelengkapan sesuai yang ditetapkan.

  Proses penilaian KA ANDAL dilakukan selambat-lambatnya 75 hari terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen KA ANDAL Tahap Ketiga (Proses Penilaian Presentasi)

  a. Apabila proses tahap I dan II telah dipenuhi, Sekretariat Komisi Penilain AMDAL Daerah Kota Bontang membuat undangan dan jadwal kegiatan rapat Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang ;

  b. Pada tahap awal pembahasan dilakukan oleh Ketua Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang ;

  c. Rapat awal oleh Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang dipimpin oleh Ketua Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang dan/ atau sekurang-kurangnya Sekretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang yang juga dihadiri pemrakarsa dan konsultan.

  d. Apabila kegiatan tersebut layak dan telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan, maka penilaian lebih lanjut dapat diteruskan ke dalam rapat Pleno Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang;

  e. Hasil penilaian Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang merupakan acuan bagi perbaikan tahap awal yang disusun dalam bentuk berita acara atau hasil penilaian yang di tanda tangani oleh Koordinator Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang.

  f. Rapat Pleno Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang dipimpin oleh Ketua Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang dan / atau sekurang-kurangnya Sekretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang yang juga dihadiri Instansi terkait, pemrakarsa dan konsultan, wakil masyarakat yang terkena dampak, ahli / pakar lingkungan dan anggota tidak tetap lainnya;

  g. Hasil tanggapan Tim Teknis dan Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang akan disampaikan melalui surat Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang kepada Pemrakarsa Kegiatan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak penilaian rapat dilaksanakan ; h. Dalam melaksanakan rapat pleno Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang pimpinan/ penanggung jawab, pemrakarsa kegiatan wajib hadir dan / atau wakil yang dikuasakan dengan penunjukan surat kuasa;

i. Semua anggota penyusun / konsultan AMDAL wajib hadir dalam rapat pleno dan tidak diwakilkan.

  Tahap Keempat (Proses Penilaian Oleh Komisi Penilai Amdal Daerah Kota Bontang)

a. Pengajuan KA.ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL oleh pemrakarsa kegiatan kepada

  Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang ;

  b. Sekretariat Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang akan memberikan tanda terima dokumen KA.ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL yang diketahui oleh Sekretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kota Bontang