fatwa 21_bid'ah isra' mi'raj dan yasinan... 39KB Jun 13 2011 06:28:12 AM

Bid’ah Isra’ Mi’raj
Pertanyaan:
1. Apakah memperingati Isra’ Mi’raj termasuk bid’ah walaupun dikemas dalam bentuk
pengajian?
2. Apakah mengadakan kegiatan Yasinan atau membaca Yasin bersama-sama tiap
malam Jum’at dibolehkan?
Jawaban:
1. Mengenai masalah bid’ah ini pernah dijelaskan dan dimuat dalam majalah Suara
Muhammadiyah No. 11 Th. ke-87 Juni 2002, No. 11 Th. ke-88 Juni 2003, dan No.
22 Th. ke-88 November 2003, namun akan kami tambah penjelasannya sebagai
berikut.
Bid’ah ialah sesuatu perbuatan atau perkataan yang dipandang sebagai
‘umurut- ta’abbudiy yang baru dan tidak pernah diperintahkan dan dicontohkan oleh
Nabi Muhammad saw semasa hidupnya. Dengan kata lain bahwa bid’ah adalah
perbuatan yang ada konotasinya dengan ‘umurut-ta’abbudiy, tidak ada konotasinya
dengan ‘umuru ghairut ta’abbudiy. Semua ‘umurut-ta’abbudiy di dasarkan kepada
nash-nash yang shahih dan maqbul, dijelaskan macam-macamnya dan cara-cara
mengerjakannya. Seperti ibadah shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Sebagai
contoh adalah sabda Nabi Muhammad saw:

‫ث قعققاَ ع‬

‫ه ع عل عي نققهك‬
‫حوعي نرك ك‬
‫ن ال ن ح‬
‫ماَل ك ك‬
‫صققنلىَّ اللقق ح‬
‫ن ع‬
‫ي ع‬
‫ل الن نب كقق ي‬
‫عع ن‬
‫ك بن ك‬
‫ح‬
‫ع‬
(‫صللي )رواه البخاَري‬
‫وع ع‬
‫ماَ عرأي نت ح ح‬
‫صيلوا ك ع ع‬
‫سل ن ع‬
‫موكني أ ع‬
‫م ع‬
Artinya: “Dari Malik bin Huwairits (diriwayatkan bahwa) Nabi Muhammad

saw bersabda: Shalatlah kamu sebagaimana engkau melihatku shalat.” (HR. alBukhari)
Berdasarkan perintah itu, kita pelajari dan cari pada nash-nash yang shahih
dan maqbul bagaimana tata-cara mengerjakan shalat, waktu-waktunya, apa yang
dibaca pada setiap gerakannya, macam-macamnya baik yang wajib maupun yang
sunat, dan sebagainya.
Demikian pula halnya dengan ibadah puasa, zakat, haji, dan sebagainya, kita
wajib mengikuti tata-caranya, waktu-waktunya, dan aturan-aturan yang lainnya,
sebagaimana yang telah dituntunkan oleh Nabi Muhammad saw.
Bagi orang yang menetapkan cara-cara melakukan, waktu-waktu
mengerjakan, bacaan-bacaan yang dibaca dalam mengerjakan ‘umurut-ta’abbudiy,
seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya, dan mengatakan bahwa itu adalah
perintah Allah dan Rasul-Nya, padahal tidak ada dasarnya atau dasarnya diragukan
kebenarannya, berarti ia telah berdusta terhadap Nabi Muhammad saw dan kaum
muslimin. Orang-orang yang mengada-adakan sesuatu tentang Nabi saw padahal
tidak ada dasarnya berarti ia telah menyediakan tempat duduknya di neraka nanti.
Hal ini berdasarkan pada hadits:

‫م لع‬
‫ل عقاَ ع‬
‫ي عقاَ ع‬

‫ه ع عل عنيقهك وع ع‬
‫سقل ن ع‬
‫صقنلىَّ اللق ح‬
‫ي ع‬
‫ل الن نكبق ي‬
‫ن ع عل ك ي‬
‫عع ن‬
‫ي فعل ني عل كققكج الن نققاَعر )متفققق‬
‫ن ك عذ ع ع‬
‫ه ع‬
‫ي فعإ كن ن ح‬
‫ب ع عل ع ن‬
‫م ن‬
‫ت عك نذ كحبوا ع عل ع ن‬
(‫عليه‬
Artinya: “Dari Ali r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Nabi Muhammad
saw bersabda: jangan kamu berdusta atas (nama)ku, barangsiapa yang berdusta
atas nama(ku), tentulah ia masuk ke dalam neraka.” (Muttafaq Alaih)
Dan hadits:


‫م عققاَ ع‬
‫ل‬
‫ن أ عكبي هحعري نعرة ع ع ع‬
‫ه ع عل عي نهك وع ع‬
‫سل ن ع‬
‫صنلىَّ الل ح‬
‫ي ع‬
‫ن الن نب ك ل‬
‫عع ن‬
‫ك‬
‫ن‬
‫م ن‬
‫قععققد عه ح ك‬
‫مقق د‬
‫ن ك عققذ ن ع‬
‫دا فعل ني عت عب عققونأ ع‬
‫مت ععع ل‬
‫ي ح‬
‫ع‬
‫مقق ع‬

‫ب ع عل عقق ن‬
‫مقق ن‬
‫ن الن نققاَرك‬
(‫)متفق عليه‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata, dari
Nabi saw beliau bersabda: Barangsiapa yang mengada-adakan kedustaan atasku,
maka berarti telah menyediakan tempat duduknya dalam neraka.” (Muttafaq Alaih)
Yang dimaksud dengan kalimat man kadzdzaba ‘alaiyya ialah seseorang
yang mengatakan sesuatu adalah ‘umurut-ta’abbudiy dan berasal atau berdasarkan
perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi saw, padahal yang sebenarnya Rasulullah saw
tidak pernah mengatakan, melakukan, atau tidak ada taqrir beliau. Urusan seperti ini
adalah semacam bid’ah dan diancam oleh Rasulullah saw dengan adzab neraka,
karena mereka telah berdusta kepada Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin.
Akan lebih besar lagi dosanya, jika kedustaan mereka diamalkan oleh kaum
muslimin yang tidak tahu sama sekali tentang hal tersebut.
Adapun mengenai ‘umuru ghairut-ta’abbudiy, boleh dilakukan sekalipun
Nabi saw tidak pernah mengerjakannya, dengan syarat tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip ajaran Islam.
Sehubungan dengan hal kegiatan Isra’ dan Mi’raj, ialah termasuk kegiatan

yang dilakukan umat Islam setelah Rasulullah saw meninggal dunia, dengan arti
bahwa pada zaman Rasulullah saw belum ada kegiatan tersebut. Peringatan itu
dilakukan oleh kaum muslimin, di samping untuk mensyiarkan agama Islam juga
untuk memperingati turunnya kepada Rasulullah perintah melakukan shalat wajib
lima waktu. Dengan peringatan itu diharapkan dapat memperkuat tekad umat Islam
untuk tetap mengerjakan shalat lima waktu dengan sebaik-baiknya. Kegiatan ini
termasuk ‘umuru ghairut-ta’abbudiy, bukan ibadah yang langsung ditujukan kepada
Allah SWT, karena itu boleh dilakukan. Bahkan dipandang sebagai sebagai suatu
ibadah kepada Allah SWT, jika kegiatan itu menambah syiar agama Islam dan tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam.
2. Kami belum menemukan nash-nash yang shahih dan maqbul yang dapat dijadikan
dasar untuk menetapkan hukum tentang membaca Yasin bersama-sama yang
diadakan pada malam Jum’at, demikian pula dasar bahwa hal itu pernah
diperintahkan Allah atau pernah diperintahkan Rasulullah mengerjakannya atau
beliau sendiri pernah mengerjakannya. Juga belum ditemukan dasar bahwa di antara
sahabat sendiri pernah melakukannya dan Rasulullah mengetahui perbuatan sahabat
itu. Yang ada ialah perintah Allah SWT agar kaum muslimin membaca al-Qur’an

dan bagi yang mendengarkan bacaan itu diperintahkan Allah SWT agar
mendengarkan bacaan itu dengan baik dan berdiam diri. Tidak ditentukan surat dan

ayat yang lebih baik dibaca, kapan harus dibaca, dan tidak ditentukan pula hari dan
jamnya. Allah SWT berfirman:

‫ع‬
‫ن‬
‫وعإ كعذا قحركئع ال ن ح‬
‫ه وعأن ن ك‬
‫ست ع ك‬
‫مققو ع‬
‫م ت حنر ع‬
‫قنرآْ ح‬
‫ن عفاَ ن‬
‫ح ح‬
‫صحتوا ل عععل نك ح ن‬
‫محعوا ل ع ح‬
(204:‫)العراف‬
Artinya: “Dan apabila dibacakan al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik,
dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raf, 7:
204)
Pada ayat yang lain Allah SWT menerangkan cara membaca al-Qur’an dan

kapan saat-saat yang terbaik membacanya. Allah SWT berfirman:

‫ع‬
‫ل إ كل ن قعكلي د‬
‫ُ قحم ك الل ني نقق ع‬.‫ل‬
‫م ح‬
‫ص‬
‫ه أ عوك ان ن ح‬
‫صقق ع‬
‫ف ح‬
‫منز ل‬
‫عياَ أي يعهاَ ال ن ح‬
‫ققق ن‬
‫ُ ن ك ن‬.‫ل‬
‫منه قعكلي د ع‬
‫ن ت عنركتي د‬
‫قي‬
‫ل ال ن ح‬
‫سن حل ن ك‬
‫قنرآْ ع‬

‫ُ إ كنناَ ع‬.‫ل‬
‫ك ن ح‬
‫ُ أون زكد ن ع عل عي نهك وععرت ل ك‬.‫ل‬
‫ع‬
‫قي د‬
‫ع عل عي نقق ع‬
‫يأ ع‬
َ‫شققد ي وعط نئ دققا‬
‫شققئ ع ع‬
‫ن عناَ ك‬
‫ك قعققونل د ث ع ك‬
‫ُ إ ك ن‬.‫ل‬
‫ل ه كقق ع‬
‫ة الل ني نقق ك‬
‫ع‬
‫حاَ ط كع‬
‫ن لع ع‬
‫م كقي د‬
:‫ويل د )المزمل‬
‫سب ن د‬

‫ُ إ ك ن‬.‫ل‬
‫وعأقنوع ح‬
‫ك كفي الن نعهاَرك ع‬
(7-1

Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk
sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya
atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah
Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan
kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah
lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya
kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).” (QS. alMuzzammil, 73: 1-7)
Dari ayat di atas, dapat difahami beberapa hal sebagai berikut:
a. Membaca al-Qur’an yang paling baik itu setelah lewat tengah malam, karena
pada waktu itu keadaan telah sepi, orang sedang tidur nyenyak, sehingga dapat
membacanya dengan khusyu’. Ayat-ayat di atas tidak menentukan ayat mana
yang paling baik dibaca.
b. Hendaklah membaca al-Qur’an dengan tartil, maksudnya ialah membaca dengan
perlahan-lahan, diusahakan dengan bacaan lafadz yang benar dan fasih sesuai
dengan kemampuan si pembaca, diresapkan arti ayat-ayat yang dibaca, dan

berjanji akan melaksanakan yang diperintah dan menghentikan yang dilarang
oleh ayat-ayat tersebut. Tentu saja hal ini dilakukan sesuai dengan kemampuan
dan tingkat pengetahuan si pembaca. Dalam pada itu si pembaca pun harus
berusaha meningkatkan kemampuan membaca dan memahami bacaannya. Dari
kata tartil ini juga dapat difahami bahwa tidak baik membaca al-Qur’an dengan
cepat asal cepat tamat (khatam) tanpa ada usaha untuk memahami isinya. Hal ini
dapat juga difahami dari hadits berikut:

‫ع عن أ ع‬
‫ل إك ع‬
‫ع‬
‫قاَ ع‬
‫ل‬
‫ع‬
‫ل‬
‫سحعود ل فع ع‬
‫ب‬
‫ا‬
َّ‫لى‬
‫ج‬
‫ر‬
‫ع‬
‫ء‬
َ‫جا‬
‫ل‬
َ‫قا‬
‫ل‬
‫ئ‬
‫وا‬
‫بي‬
‫ك‬
‫ن‬
‫ح‬
‫ع‬
‫م ن‬
‫ن ع‬
‫ك‬
‫ع‬
‫ل‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ك‬
‫ن‬
‫قققاَ ع‬
‫ص ع‬
‫ذا ك عهعقق ع‬
‫ل هعقق ع‬
‫ذا‬
‫ة فكققي عرك نععققةل فع ع‬
‫م ع‬
‫ل الل ني نل ع ع‬
‫ت ال ن ح‬
‫قععرأ ح‬
‫ف ن‬

‫ت الن ن ع‬
‫ال ل‬
َّ‫صققنلى‬
‫شعنرك ل ع ع‬
‫ظاَئ كعر ال نكتي ك عققاَ ع‬
‫قد ن ع ععرفن ح‬
‫ي ع‬
‫ن الن نب كقق ي‬
‫ع ن‬
‫م يع ن‬
‫سققوعرة د‬
‫ن فعذ عك ععر ك‬
‫قحر ح‬
‫ن ح‬
‫ه ع عل عي نهك وع ع‬
‫سل ن ع‬
‫الل ح‬
‫ري ع‬
‫ن ب عي نن عهح ن‬
‫ش ك‬
‫ن كفي ك ح ل‬
(‫ل عرك نععةل )متفق عليه‬
‫م ع‬
‫ك‬
‫ل ح‬
‫ن ال ن ح‬
‫ف ن‬
‫ص ك‬
‫م ع‬
‫سوعرت عي ن ك‬

Artinya: “Dari Abu Wa’il (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Seseorang
telah datang kepada ibnu Mas’ud lalu berkata: Tadi malam aku telah membaca
surat-surat pendek (al-mufashshal) dalam satu rakaat. Ibnu Mas’ud berkata:
(Bacaan) ini (cepat) seolah-olah (membaca al-Qur’an) adalah membaca
sya’ir? Sesungguhnya aku telah mengetahui padanan ayat yang biasa dibaca
oleh Nabi saw, lalu menyebut dua puluh surat yang termasuk surat almufashshal, tiap rakaat (dibaca) dua surat.” (Muttafaq Alaih)
c. Membaca al-Qur’an hendaklah dengan penuh perhatian dan memikirkan maksud
ayat yang dibaca, tidak asal baca. Allah SWT berfirman:

‫ع‬
(82:‫ن )النساَء‬
‫ن ال ن ح‬
‫قنرآْ ع‬
‫أفعل ع ي عت عد عب نحرو ع‬

Artinya : “Maka apakah mereka tidak mentadabburkan (memperhatikan)
Al Qur'an?” (QS. an-Nisa’, 4: 82)
Tadabbur berarti membaca dengan penuh perhatian, menggali isi ayat
yang dibaca serta melaksanakan apa yang dibaca. Tadabbur dapat dilakukan
sendirian atau bersama dalam suatu diskusi, seminar, dan sebagainya. Dari ayat
di atas juga dapat difahami adanya ancaman dan peringatan keras kepada orang
yang tidak mentadabburkan al-Qur’an. Pada hadits lain dinyatakan:

‫عع ع‬
‫م‬
‫سىَّ ع ع‬
‫ه ع عل عي نققهك وع ع‬
‫مو ع‬
‫سققل ن ع‬
‫صنلىَّ اللقق ح‬
‫ن أكبي ح‬
‫ي ع‬
‫ن الن نب ك ل‬
‫ن‬
‫ك‬
‫ع‬
‫عقاَ ع‬
‫سي ب كي عد كهك ل عهحققوع أ ع‬
‫ذي ن ع ن‬
‫دوا ال ن ح‬
‫ف ك‬
‫وال ن ك‬
‫شققد ي‬
‫قنرآْ ع‬
‫ل ت عععاَهع ح‬
‫ن فع ع‬
(‫قل كعهاَ )متفق عليه‬
‫ل كفي ع ح ح‬
‫تع ع‬
‫صدياَ ك‬
‫ف ل‬
‫ن ا نل كب ك ك‬
‫م ع‬
Artinya: “Dari Abu Musa r.a., dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa)
beliau bersabda: Pelajari dan hafalkanlah al-Qur’an dengan tekun. Demi Allah
yang jiwaku berada dalam kekuasaannya, al-Qur’an itu lebih cepat lepasnya
(dari seseorang) dibanding dengan cepatnya lepas unta dari tali pengikatnya.”
(Muttafaq Alaih)
Hadits di atas memperingatkan kepada kaum muslimin agar selalu
mempelajari dan mengamalkan ajaran al-Qur’an, karena kalau tidak diamalkan
seseorang akan mudah lupa terhadap ajaran tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa membaca surat
Yasin bersama-sama pada malam Jum’at bukan sunnah Rasulullah saw dan tidak
ditemukan nash-nash yang shahih dan maqbul yang dapat dijadikan dasar untuk
menetapkan hukumnya. Yang ada dasar hukumnya ialah perintah membaca alQur’an dengan tartil, mentadabburkan al-Qur’an, baik sekali membaca al-Qur’an
lewat tengah malam. Bila tidak demikian, maka al-Qur’an itu mudah hilang dalam
ingatan orang yang kurang memperhatikan ajarannya. *km)
Sumber:
Suara Muhammadiyah

Edisi 14 2004