MAHBUB DJUNAIDI : STUDI PEMIKIRAN TENTANG KHITTAH PLUS NU TAHUN 1987.

(1)

MAHBUB DJUNAIDI

(Studi Pemikiran Tentang Khittah Plus NU Tahun 1987)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebuayan Islam (SKI)

Oleh:

EDI EKA SETIAWAN NIM: A92212166

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “MAHBUB DJUNAIDI (Studi Pemikiran Tentang

Khittah Plus NU Tahun 1987). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi: 1). Bagaimana riwayat hidup Mahbub Djunaidi? 2). Bagaimana kondisi politik NU pasca Khittah NU 1926? 3). Bagaimana pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus?.

Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode sejarah dengan pendekatan biografis-historis dan menggunakan teori partisipasi politik, langkah-langkah yang digunakan yaitu Heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi, agar dalam penelitian ini dapat tercapai tujuan: 1). Mengetahui bagaimana riwayat hidup Mahbub djunaidi. 2). Mengetahui kondisi politik NU pasca Khittah NU 1926. 3). Mengetahui bagaimana pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus.

Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa (1). Mahbub Djunaidi yang lahir di Jakarta pada 27 juli 1933 dari pasangan H. Djunaidi dengan ibu Muchsinati merupakan tokoh besar dalam dunia jurnalistik, organisasi dan politik. Pada usia muda Mahbub sudah aktif dalam dunia organisasi NU dan pada tahun 1960 menjadi anggota DPR-GR/MPRS dari fraksi partai NU. Mahbub Djunaidi meninggal di Bandung pada 1 Oktober 1995 pada usia 63 tahun. (2). Dinamika yang terjadi setelah adanya Khittah adalah ketidakjelasan sikap NU apakah NU meninggalkan politik praktis ataukan NU masih ada hubungan dengan PPP, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya tokoh NU yang berada dalam kepengurusan partai PPP, kemudian muncul ketegangan politik antara NU dan PPP yang kemudian disusul dengan aksi penggembosan suara PPP oleh para tokoh NU untuk menjaga kenetralan politik dalam tubuh NU.(3). Pada tahun 1987 tepatnya pada Munas dan Konbes NU di Cilacap, muncul pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus yang menginginkan NU menjadi partai politik kembali, latar belakang pemikirannya adalah karena masih banyaknya tokoh NU yang masih berada di PPP, NU hanya dijadikan alat pendulang suara bagi partai-partai lain dan menurut Mahbub politik merupakan satu-satunya cara efektif untuk mencapai tujuan. Dampak yang timbul dari pemikiran Mahbub Djunaidi antaranya mempertegas identitas NU bahwa NU benar-benar meninggalkan politik praktis yang dilakukan pada muktamar ke 28 , tetapi juga membuka peluang bagi para politisi untuk tetap berpolitik praktis.


(7)

ABSTRACT

The title of this thesis is “MAHBUB DJUNAIDI (Studi Pemikiran

tentang Khittah Plus NU Tahun 1987)”. While the problems that are discussed in this research are: 1) how is life story of Mahbub Djunaidi? 2) how is the political condition of NU after Khittah NU 1926? 3) how is Mahbub Djunaidi’s consideration about Khittah Plus NU?

To answer those problems the writer uses method of history with method approach of biografis-historis and uses theory of political participation, the ways that are use are Heuristic, resources critic, interpretation, and historiography, so in this research the writer can get some objectives: 1) understanding how life story of Mahbub Djunaidi. 2) understanding political condition of NU after Khittah NU 1926.3) understanding how Mahbub Djunaidi’s consideration about Khittah Plus.

In this research, we can take the conclusion that (1) Mahbub Djunaidi who is born in Jakarta on 27 of July 1933 from couple H. Djunaidi and Mrs. Muchsinati who are big figure in journalistic, organisation and politic. When he was young, Mahbub was active in organisation NU and in 1960 he became DPR-GR/MPRS from faction of NU party. Mahbub Djunaidi died in Bandung on October 1, 1995 at the age of 63 years. (2). The problem that is happened after existence of Khittah is obscurity of NU, does NU leave practical politics or NU still has relationship with PPP, it is proofed with many NU figures that are still in leadership of PPP party, then there is strained situation between NU and PPP. Then there is boycott voting PPP by NU figures for keeping the neutral of politic in NU. (3) in 1987 exactly in Munas and Konbes NU in Cilacap, there is Mahbub Djunaidi’s consideration about Khittah Plus that wants NU become political party again, the background of consideration is because there are many NU figures who are in PPP, they just get NU become supporting vote for other parties and according Mahbub politic is one effective way for get purpose. The impact of Mahbub Djunaidi’s consideration is not only affirm identity of NU that NU really leave practical politics that is done in 28th muktamar, but also open opportunity for politicians to


(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ... iii

PENGESAHAN PENGUJI ... ... iv

PERSEMBAHAN... ... v

MOTTO ... ... vi

ABSTRAK ... ... vii

KATA PENGANTAR ... ... ix

DAFTAR ISI ... ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 6

C. Tujuan Penelitian ... ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... ... 6

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... ... 10

G. Metode Penelitian ... ... 11

H. Sistematika Pembahasan ... ... 13

BAB II BIOGRAFI MAHBUB DJUNAIDI A. Latar Belakang Kehidupan Mahbub Djunaidi ... ... 15

B. Latar Belakang Pendidikan Mahbub Djunaidi ... ... 21

C. Karir Politik dan Organisasi Mahbub Djunaidi ... ... 23


(9)

BAB III DINAMIKA POLITIK NU PASCA KHITTAH 1926 TAHUN 1984-1987

A. NU Kembali ke Khittah 1926 ... ... 30

B. Munculnya Generasi Baru dalam Kepengurusan PBNU ... ... 38

C. Ketegangan Politik NU dan PPP ... ... 41

BAB IV PEMIKIRAN MAHBUB DJUNAIDI TENTANG KHITTAH PLUS NU TAHUN 1987 A. Latar Belakang Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang Khittah Plus NU ... ... 48

1. Tetap Terlibatnya Para Tokoh NU Dalam Urusan Politik Pasca Khittah NU ... ... 49

2. NU Hanya Dijadikan Alat Pendulang Suara ... ... 50

3. Politik Adalah Satu-satunya Cara Mencapai Tujuan ... ... 52

B. Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang Khittah Plus NU ... ... 54

C. Dampak Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang Khittah Plus Dalam Tubuh NU... ... 61

1. Penegasan Identitas NU Pasca Khittah NU ... ... 62

2. Membuka Peluang Politisi NU Untuk Tetap Berpolitik Praktis ... ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... ... 67

B. Saran ... ... 68

Daftar Pustaka ... ... 70

Lampiran ... ... 73


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Nahdatul Ulama (NU) dalam mengarungi dunia perpolitikan banyak mengalami pasang surut. Nahdatul Ulama yang awal berdirinya sebagai

organisasi sosial keagamaan didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari beserta para ulama

pesantren lainya dengan haluan Ahl As-Sunnah Wa Al-Jamaah telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

NU yang lahir pada tanggal 31 Januari 1926 merupakan wacana pemikiran paham keagamaan untuk ikut berkiprah dalam memperkuat barisan kebangkitan nasional. Perjuangan NU dlam mendapatkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, terlibatnya ulama- ulama NU seperti KH. Wahid Hasyim dalam BPUPKI dan KH. Hasyim Asy’ari yang menetapkan fatwa Jihad merupakan wujud dari keikutsertaan NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang didapatkan melalui politik.

Politik yang dilakukan oleh organisasi Islam terbesar di Indonesia ini merupakan gerakan politik yang diwarnai oleh motivasi keagamaan yang bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Hingga pada akhirnya NU terang-terangan menyatakan dirinya sebagai partai politik. Lewat Muktamar NU ke- 19 di Palembang pada Tahun 1925, NU menjadi partai sendiri, setelah sekian lama bergabung dalam Masyumi.1 Mudahnya NU mengganti bajunya menjadi baju

1Soelaiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU, Sejrah, Istilah, Amaliah,


(11)

2

politik merupakn kekecewaan yang dirasakan selama ikut dalam tubuh Masyumi dan terhadap pemerintahan saat itu.

Setelah NU menjadi partai politik yang bertujuan untuk mewadahi aspirasi umat Islam Indonesia harus dihadapkan dengan permasalah pemilu pada tahun 1955. Dengan masa yang begitu banyak meski merupakan partai baru tetapi memiliki kekuatan yang sangat besar. Hasil pemilu 1955 menunjukkan, NU berhasil keluar sebagi empat besar setelah masyumi dan PNI. NU berhasil mendapatkan suara sebanyak 6.955.141 suara. Sehingga jumlah kursi di parlemen yang semasa bergabung dengan Masyumi hanya 8 kursi, melonjak menjadi 45 kursi.2

Setelah keberhasilan NU dan permainan politik di Indonesia dan banyak tokoh NU yang menguasai posisi strategis dalam kabinet dan pemerintahan, NU berfusi ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejak tahun 1973, pemerintah orde baru menertibkan patai- partai peserta pemilu pada tahun 1971 yang menjadikan bergabungnya partai- partai islam menjadi satu wadah yakni PPP. Tetapi bukan keuntungan yang didapatkan oleh NU, tetapi malah banyak kerugian dan konflik yang timbul karena perbedaan visi dan orientasi dan menimbulkan kekecewaan beberapa tokoh kiai dan politikus NU.

Akibat kekecewaan yang dialami di dalam tubuh NU, maka timbul gagasan untuk kembali ke Khittah 1926. Pemikiran untuk kembali ke Khittah yang dilontarkan oleh KH. Ahmad Shiddiq pada muktamar ke 27 di Situbondo. Intisari paham atau ajaran yang sudah berkembang dan akhirnya disebut Khittah NU 1926


(12)

3

ini oleh para Ulama pendiri dituangkan dan disalurkan kedalam NU, untuk diwarisi dan dilestarikan sebagai “trayek” (garis perjalanan) bagi organisasi ini.3Secara garis

besar ini dari Khittah NU adalah mengembalikan NU menjadi organisasi sosial keagamaan dan tidak terlibat dalam politik praktis.

Disisi lain muncul pula pemikiran dari Mahbub Djunaidi sebagai respon atas keputusan kembali ke Khittah NU. Menurut Mahbub Djunaidi kembali ke Khittah adalah langkah yang bagus tetapi tanpa meninggalkan segala bentuk perpolitikan (praktis), atau yang sering disebut Khittah Plus. Setelah adanya Khittah NU, berarti NU tidak terikat secara organisatoris dengan organisasi sosial politik lainya, termasuk PPP. Seperti dalam jargonya “NU tidak kemana- mana tetapi NU ada dimana-mana”.4Ini menandakan bahwa tokoh politik NU dengan bebas dipilih dan memilih partai politik untuk ditempati dan melangsungkan kembali catur perpolitikan. Banyaknya tokoh NU yang berhasrat untuk tetap berpolitik meskipun sudah ada rambu Khittah NU tetap sajatidak terbendung karena didalam tubuh NU sudah tertanam budaya politik.

Maka tidak salah lagi jika Mahbub Djunaidi melontarkan pemikiranya tentang Khittah Plus dengan mengintropeksi diri dari pengalaman selama NU menjadi partai politik. Karena dengan tidak adanya partai politik yang mengatasnamanakan Islam selama itu pula umat Islam tidak akan bisa menyalurkan aspirasinya dan akan hanya menjadi seorang penonton dan penilai. Ketidakjelasan sikap politik NU merupakan hal yang wajar karena tokoh NU meski sudah ada

3Abdul Mutchitch Muzadi, NU dalam Prespekrif Sejarah dan Ajaran (Refleksi 65 th. Ikut NU) (Surabaya: Khalista, 2006), 43.

4Ali Masykur, Pemikiran Politik Nahdatul Ulama Periode 1987- 1994(Studi Tentang Paham


(13)

4

Khittah yang mengatur posisi NU yang tidak terikat dengan partai politik manapun tetapi para politisi NU dapat masuk partai manapun yang akan bersaing merebutkan kursi kepemimpinan di Indonesia. Masyarakat Nahdliyyin (sebutan pengikut NU) pada akhirnya juga harus merasakan konflik yang ditimbulkan oleh tokoh elit NU dengan pecah menjadi beberapa kelompok karena mendukung tokoh yang ikut bermain politik.Pemikiran Mahbub Djunaedi tentang Khittah Plus yang disampaikan pada muktamar ke 27 dan Konbes Cilacap pada tahun 1987 belum mendapatkan dukungan karena pengaruh kharismatik dari tokoh sentral KH. Ahmad Shiddiq dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) perlu diuraikan lebih lanjut sebagai sikap atau respon terhadap ditetapkannya Khittah NU.

Menurut Mahbub Djunaidi masyarakat muslim di Indonesia sangat memprihatinkan dalam dunia perpolitikan, meski didalam menjalankan syariat keagamaan cukup membanggakan. Tanpa adanya politik yang menaungi warga NU akan sulit untuk menyatukan aspirasi dan mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Karena dalam pemikiranya, politik merupakan satu- satunya cara untuk mencapai tujuan.5

Pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus memang belum banyak diketahui oleh masyarakat umum, padahal pemikiran ini juga sedikit banyak mempengaruhi para kader dan politisi NU yang ingin terus berpolitik praktis. Banyak golongan elit NU yang termasuk dalam pengurus besar yang tetapberpolitik dan saling berebut pendukung dari masyarakat Nahdliyyin yang mengakibatkan pecahnya masyarakat Nahdliyyin berdasarkan tokoh yang didukungnya. Sampai


(14)

5

akhirnya muncul berbagai partai yang mengatasnamakan NU seperti PKB, PNU, dan PKU. Dari ketiga partai yang mengatasnakan NU tersebut hanya PKB yang memiliki kekuatan yang kuat. Sedangkan, partai lainya hanya dianak tirikan kemudian dibubarkan. Hal ini berbanding gerbalk dengan dengan jargon “NU tidak kemana- mana tapi NU ada dimana- mana”. Seharusnya kalau NU tidak kemana-mana berarti tidak pilih kasih dengan partai- partai yang ada karaena secara organisatoris seharusnya NU tidak boleh ada partai manapun. Hal ini merupakan ketidakjelasan sikap NU setelah kembali ke Khittah.

Adapun alasan penulis memilih judul “Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang Khittah Plus” adalah disebabkan pertama, karena penulis sangat mengagumi tokoh Mahbub Djunaidi. Tokoh NU yang memiliki peran begitu banyak bagi perkemangan NU, seorang yang piawai dalam menulis dan juga mempunyai pemikiran- pemikiran yang sangat cemerlang dalam politik khususnya pada Khittah Plus.

Kedua, karena pemikiran Mahbub Djunaidi mengenai Khittah Plus tidak banyak diketahui oleh khlayak umum khususnya bagi kaum Nahdliyyin sekalipun. Istilah Khittah Plus tidak sepopuler istilah Khittah NU 1926. Padahal Khittah Plus merupakan gagasan sebagi respon keidaksetujuan terhadap keputusan kembali ke Khittah NU, meskipun banyak tokoh yang menentangnya, karena menganggap bahwa ketika NU berpolitik atau menjadi partai politik kembali akan dengan mudah menyatukan umat Islam sesuai apa yang dicita-citakan oleh Agama dan Negara.

Ketiga, karena dari sekian banyak penelitian masih belum banyak yang membahas tentang Mahbub Djunaidi baik dalam bentuk buku ataupun penelitian


(15)

6

akademik lainnya. Begitupun dengan istilah Khittah Plus belum banyak yang meneliti, kebanyakan penelitian yang dilakukan adalah mengenai Khittah NU 1926. Padahal pemikiran tentang Khittah Plus juga harus diketahui sebagi sebuah perjalanan sejarah yang pernah terjadi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka permasalahan yang dapat dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana riwayat hidup Mahbub Djunaidi?

2. Bagaimana kondisi politik NU pasca Khittah NU 1926? 3. Bagaimana pemikiran Mabub Djunaidi tentang Khittah Plus?

C. Tujuan Penilitian

Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Mengetahui bagaimana riwayat hidup Mahbub Djunaidi.

2. Mengetahui kondisi atau dinamika politik NU pasca Khittah NU 1926. 3. Mengetahui bagaimana pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberian pengetahuan dan gambaran secara jelas mengenai seorang tokoh besar bernama Mahbub Djunaidi yang memiliki banyak peran dan pemikiran mengenai dunia politik khususnya setelah adanya Khittah NU 1926. Diharapkan pula dapat memberi manfaat bagi kalangan intelektual Islam khususnya mengenai biografi Mahbub Djunaidi dan pemikirannya tentang Khittah Plus. Kegunaan penelitian ini adalah:


(16)

7

1. Secara teoritis, menambah khazanah Inteletual dalam pengetahuan tentang Mahbub Djunaidi dan pemikiranya tentang Khittah Pkus, yang merupakan dinamika politik NU pasca Khittah NU 1926.

2. Dapat memperkaya kajian sejarah mengenai tokoh Islam yang bergelut dalam dunia politik, sehingga dapat memberikan wawasan dan pengetahuan masyarakat Indonesia secara jelas mengenai adanya pemikiran politik sebagi respon adanya ketetapan Khittah NU 1926.

3. Secara praktis, sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Strata Satu (S-1) jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini yaitu pendekatan biografis-historis yang bertujuan mengurai lebih dalam sosok Mahbub Djunaidi yang ditari pada apa yang terjadi pada masa lampau pada zamannya. Biografi adalah riwayat hidup atau catatan harian yang merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data yang ditulis oleh orang lain. Melalui pendekatan ini diharapkan mampu untuk mengungkapkan pemikiransosok Mahbub Djunaidi dalam ranah politik yang dituangkan dalam Khittah Plus NU tahun 1984- 1987.

Teori merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih dan fakta adalah sesuatu yang dapat diuji secara empiris. Dalam sejarah spekulatif, teori merupakan perenungan filsafat mengenai tabiat atau sifat-sifat gerak sejarah,sehingga diketahui struktur dalam yang terkandung dalam proses gerak sejarah dalam keseluruhannya.6


(17)

8

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan teori partisipasi politik atau political participation. Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting karena partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dalam demokrasi.

Dalam devinisi umum partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintahan (public policy).7

Pada awalnya partisipasi politik hanya menitik beratkan partai politik sebagai pelaku utama dalam melakukan kegiatan politik. Kemudian berkembang tidak hanya partai politik atau sekelompok orang saja tetapi setiap individu berhak untuk ikut mempengaruhi kebijakan politik.

Dalam kajian political participation atau partisipasi politik ada beberapa tokoh yang sarjana yang memelopori studi partisipasi dengan partai politik sebagai prilaku utama. Diantaranya adalah Herbert McClosky seorang tokoh masalah partisipasi dalam bukunya yang berjudul Political Participation, International Encyclopedia of the Social Sciences,berpendapat bahwa:

Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum (The term political participation will refer to those voluntari activities by which member of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy).8

7Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 367. 8Ibid., 367. Lihat Herbert McClosky.Political Participation, International Encyclopedia of the


(18)

9

Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karyan penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington dan Nelson memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik.9

Mengenai kegiatan individu dalam partisipasi politik ada yang dilakukan dengan paksaan ataupun kesadaran sendiri seperti misalnya pemberian suara atau kegiatan-kegiatan lain yang lahir dari keyakinan diri sendiri untuk menyalurkan kepentingan seseorang untuk bisa diperhatikan oleh pihak yang berwenang yang sifatnya positif.

Partisipasi politik dibedakan menjadi dua bagian yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Yang termasuk dalam kategori partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan. Sebaliknya, kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah adalah termasuk kategori partisipasi pasif.10

teori partisipasi politik dalam penulisan ini karena dirasa sesuai dengan pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus NU. Pemikiran Mahbub Djunaidi yang termasuk dalam kategori partisipasiaktif dalam politik telah menyumbangkan

9

Seta Basri,Pengertian Partisipasi Politik dan Bentuk-bentuk Partisipasi Politik..diakses di

http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/partisipasi-politik.html?m=1pada 24 Agustus 2016 10Ramlan Surbakti,Memahami Ilmu Politik(Jakarta: Grasindo, 2010), 182.


(19)

10

sebuah pemikiran dan usulan mengenai prilaku politik dalam tubuh NU yang dilakukan secara individu untuk mempengaruhi sebuah kebijakan sebelumnya yang telah disetujui dan disahkan dalam muktamar NU di situbondo.

Pemikiran Mahbub Djunaidi yang merupakan sikap penolakan terhadap keputusan merupakan analisis politik yang sangat kuat tanpa didasari tekanan oleh siapapun. Mahbub Djunaidi hanya melihat kondisi atau efek ketika keputusan larang berpolitik tetap dipertahankan dalam tubuh NU. Mahbub sadar akan sulit untuk mencegah syahwat politik seseorang yang telah lama bergelut dengan dunia politik. Maka dari itu muncul penolakan yang disampaikan Mahbub secara terbuka dalam forum Konferensi Besar (Konbes) di cilacap tahun 1987.

F. Penelitian Terdahulu

Untuk menunjang penelitian mengenai pemikiran Mahbub Djunaidi mengenai Khittah Plus maka penulis melakukan penelusuran dari hasi karya ilmiah dalam bentuk buku, skripsi ataupun bentuk penelitian ilmiah lainya yang mempunyai kemiripan pembahasan atau terdapat keterkaitannya dengan objek yang penulis teliti. Dalam melakukan peneusuran tersebut penulis menemukan beberapa penelitian yang mempunyai kemiripan dan keterkaitan dengan topik yang penulis teliti, yaitu:

1. Vivit Evi Puspitasari, Skripsi, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel. 2013. “Mahbub Djunaidi (Study Tentang Perananya dalam Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia pada Tahun 1960-1970)”.Skripsi dengan judul tersebut membahas tentang perkembangan pers Islam di Indonesia


(20)

11

sewaktu Mahbub Djunaidi menjabat sebagai seorang penulis aktif diberbagai media massa pada batasan tahun 1960-1970.

2. Ali Maskur, Tesis, 1988. “Pemikiran Politik Nahdatul Ulama Periode 1987-19994 (Studi Tentang Paham Kebangsaan Indonesia)”. Tesis ini menfokuskan masalah pemikiran- pemikiran tentang politik ebangsaan setelah adanya keputusan kembali ke Khittah NU 1926 pada tahun 1984. Meskipun ada keterkaitan dengan penelitian yang penulis teliti, tetapi penulis lebih menitik fokuskan pada satu pemikiran tentang politik sebagai respon dari ketidak setujuan terhadap keputusan kembali ke Khittah NU 1926 pada Mukhtamar ke 27 di Situbondo tahun 1984.

G. Metode Penelitian

Metode memiliki arti cara atau prosedur yang sifatnya sistematis, metode juga dapat diartikan sebagai langkah- langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya.11 Metode sejarah adalah seprangkat aturan dan prisnsip-psrinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber- sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan menyebutkan sintesa dari hasil- hasil yang dicapai dalm bentuk tulisan.12

Tahapan- tahapan metode penelitian sejarah meliputi empat lagkah yaitu Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi.13

1. Heurustik

11Helius Sjamsuddin,Metode Sejarah(Yogyakarta: Ombak, 2007), 15.

12Lilik Zulaika,laporan Penelitian Metodologi Sejarah I(Surabaya: Fakultas Adab, 2005), 16. 13Nugroho Notosusanto,Norma- norma Penelitian dan Penulisan Sejarah.(Jakarta: Dep. Hamkam. 1978), 18.


(21)

12

Heuristik atau pengumpulan sumber yaitu suatau proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber- sumber, data- data atau jejak sejarah.14Dalam tahap ini penulis berupaya untuk mencari sumber- sumber dan data yang berkaitan dengan judul skripsi. Dalam pengumpulan sumber yang berkaitan, penulis mendapatkan buku dan data mengenai Mahbub Djunaidi, buku- buku politik, buku- buku sejarah,beberapa Koran dan surat kabar dan wawancara kepada orang yang mengerti tentang tokoh dan pemikirannya. Yang semuanya berkaitan dengan pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus NU.

2. Verifikasi

Setelah sumber dan data berhasil dikumpulkan berikutnya adalah verifikasi atau juga disebut dengan kritik sumber untuk memperoleh keabsahan sumber yang telah penulis dapatkan. Dalam hal ini yang peru diperhatikan adalah keaslian sumber. Penulis melakukan pengujian atas asli dan tidaknya sumber kemudian mengkritisi melalui kritik intern. Kritik intern ini dapat membuktikan adanya kesaksian yang diberikan oleh sumber data tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Setelah sumber dapat dipastikan keakuratnya maka sumber tersebut selanjutnya akan digunakan untuk penulis.

3. Interpretasi

Setelah melakukan kritik sumber untuk menentukan keaslian sumber maka tahap berikutnya adalah interpretasi. Interpretasi atau penafsiran sejarah sering disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan untuk melakukan


(22)

13

sintesis atau faka- fakta yang diperoleh dari sumber- sumber dan dengan teori-teori kemudian disusunlah fakta tersebut kedalam suatu interpretasi secara menyeluruh. Dalam hal ini dengan memahami mengenai kondisi politik NU pasca Khittah NU 1926 maka timbul pula reaksi dan pemikiran Khittah Plus NU tahun 1984-1987.

4. Historiografi

Historiografi disisi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. 15 Dalam tahap ini penulis meyajikan tulisan karya ilmiah yang sistematis tentang gambaran pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus NU melalui sumber dan data yang telah didapatkan dan juga memperhatikan tahap- tahap metode penelitian sejarah.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan ini maka penulis menyusunya dan membagi menjadi lima bab yaitu.

Bab I, Pendahuluan yang terdiri dari Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II, akan membahas tentang biografi dari Mahbub Djunaidi, yang meliputi latar belakang Kehidupan Mahbub Djunaidi, latar belakang pendidikan Mahbub Djunaidi dan karir politik Mahbub Duunaidi.

Bab III, berisi kondisi atau dinamika politikNU yang terjadi setelah adanya keptusan Khittah NU 1926 pada Muktamar NU 1984 di situbondo yang di


(23)

14

dalamnya akan di bahas proses kembalinya NU ke Khittah, munculnya genrasi baru dalam tubuh NU dan ketegangan poitik NU dan PPP

Bab VI, latar belakang, pemikiran dan dampak dari pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Pus NU terhadap sikap politik NU, dampak yang muncul dari dalam tubuh NU sendiri dan dampak yang terjadi diluar NU.


(24)

BAB II

BIOGRAFI MAHBUB DJUNAIDI

A. Latar Belakang Kehidupan Mahbub Djunaidi

Sosok Mahbub Djunaidi tidaklah asing bagi kalangan jurnalistik, kaum Nahdliyyin (sebutan warga pengikut Nahdlatul Ulama), dan para politikus. Mahbub Djunaidi, seorang tokoh yang lahir di Jakarta pada tanggal 27 juli 1933 atau 3 Robiul Akhir 1352 H ini merupakan tokoh yang aktif dalam dunia tulis-menulis, berorganisasi dan politik.

Mahbub Djunaidi lahir dari keluarga yang juga aktif dibidang politik. Mahbub Djunaidi adalah anak pertama dari 13 bersaudara pasangan dari H. Djunaidi dan ibu Muchsinati. Ayahnya merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang pernah menjadi anggota DPR hasil pemilu tahun 1955. Ayahnya juga sebagai kepala biro peradilan pada kementerian agama yang setiap awal bulan Ramadlan dan malam Idul Fitri mengumumkan hasil rukyah melalui radio.16

Garis keturunan Mahbub Djunaidi dari pihak ibu adalah Intern Louis atau Muhammad Alwi yang menikah dengan gadis lokal Indonesia (Nenek Mahbub). Sedangkan nama kakek dari pihak ayah adalah Abdul Aziz bin Sainan dan neneknya bernama Siti Hasanah.17

Mahbub yang lahir dari pasangan H. Djunaidi dan ibu Muschsinati ini adalah anak yang pertama dari 13 bersaudara. Menurut isfandiari mahbub Djunaidi, salah satu putra dari Mahbub Djunaid menyebutkan dengan singkat beberapa saudara dari

16Mahbub Djunaidi,Mahbub Djunaidi Asal Usul(Jakarta:Kompas Media Nusantara,1996), xx. 17Mahbub Djunaidi,Dari Hari ke Hari(Jakarta:Pustaka Jaya, 1975), 34.


(25)

✂6

Mahbub diantaranya adalah Muhibbah, Mohammad Izzi, Masfufah, Kuupa, Masyrafah, Opah, Sofie, Masykur dan Yayoh dan saudara kembarnya.18

Mahbub Djunaidi yang lahir pada saat indonesia masih dalam masa penjajahan harus ikut merasakan kesengsaraan akibat kebijakan-kebijakan Belanda. Akibatnya, Mahbub harus ikut beberapa kali pindah dari Jakarta ke Solo karena adanya pertempuran fisik antara Belanda dan para pejuang Indonesia. Mahbub menghabiskan masa kecilnya di kampung Kauman Solo, beliau bergaul dengan anak-anak kampung dan bahkan sering bermain bola dengan raja Solo.19

Mahbub Djunaidi memiliki hobi menulis, kegemarannya menulis sudah di asah ketika beliau masih kecil, beliau diperkenalkan oleh gurunya karya-karya modern seperti karyanya Sutan Takdir Alisjahbana, Karl Mark dll. Kegemarannya menulis terus dikembangkan sampai pada akhirnya beliau menjadi seorang penulis dengan ciri khas tersendiri. Banyak karya-karya sastra yang dihasilkan oleh Mahbub Djunaidi. Mahbub pernah mengaku lebih menyukai sastra daripada jurnalistik.20

Dalam urusan menulis, beliau pernah berstatment bahwa “saya akan terus

menulis dan terus menulis hingga saya tak mampu lagi menulis”. Dari ungkapan

Mahbub tersebut menunjukkan sikap yang sangat tegas dalam urusan tulis menulis. Dengan tulisan beliau yang mempunyai gaya khas yang tidak dimiliki oleh penulis lain itulah beliau mendapat julukan “Sang Pendekar Pena”, sebutan itu tidaklah

18Isfandiari Mahbub Djunaidi,WawancaraViaWhatsapp, 15 April 2016.

19Ibid.

20Soeleiman fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU, Sejarah-istilah, Amaliah-Uswah (surabaya:Khalista,2007), 240.


(26)

17

berlebihan di anugerahkan kepada Mahbub Djunaidi dengan kepiawaiannya dalam urusan tulis-menulis.

Selain mempunyai gemar dalam bidang tulis menulis, Mahbub Djunaidi juga mempunyai beberapa hobi lain diantaranya adalah beliau gemar sekali berenang, beliau juga sangat sayang terhadap binatang, hobi memelihara binatang ini sudah mulai dari kecil. Binatang peliharaannya mulai dari ayam, kuda bahkan monyet juga dipelihara oleh Mahbub.21

Mahbub Djunaidi juga merupakan seorang yang sangat dekat dengan orang-orang besar di indonesia, diantaranya Mahbub sangat dekat dengan orang-orang nomer satu di indonesia waktu itu yakni Ir. Soekarno, Gus Dur, KH, As’ad Samsul Arifin

Situbondo, dan kiai pesantren lainnya. Dari kedekatan dengan orang-orang besar inilah Mahbub banyak mendapatkan pengalaman dan pelajaran baru yang mengantarkan beliau menjadi orang besar pula.

Tradisi silaturrahmi atau berkunjung kepada tokoh-tokoh agama, kiai atau ulama merupakan tradisi NU yang melekat pada diri Mahbub, disela kesibukannya menulis dan menjadi aktivis beliau tidak pernah meninggalkan berkunjung atau Sowan ke para ulama, kerabat dan teman-teman semasa sekolah Mahbub. Dalam tradisi NU berkunjung kepada para ulama merupakan cara untuk mencari berkah dan doa dari sang ulama. Begitupun dengan Mahbub, meskipun tidak ada


(27)

18

kepentingan tetapi Mahbub selalu rutin berkunjung kepada para ulama. Kiai yang rutin dikunjungi adalah KH. As’ad Samsul Arifin Situbondo.

Dalam pemikirannya, Mahbub lebih condong ke aliran kiri. Hubungan beliau juga sangat dekat dengan tokoh-tokoh PKI. Menurut keterangan infandiari Mahbub Djunaidi bahwa Mahbub Djunaidi sangat dekat dengan Nyoto, salah satu tokoh PKI, beliau sangat mengagumi Nyoto karena merupakan tokoh yang cerdas dan intelektual. Bahkan buku dengan judulAnimalFarm yang diterjemahkan Mahbub dan diberi judul Binatangisme juga merupakan usul dari Nyoto. Dari pemikiran dan kedekatannya dengan tokoh PKI ini banyak orang yang beranggapan bahwa Mahbub adalah seorang PKI bahkan ayahnya sendiri H. Djunaidi. Namun, Mahbub malah memilih NU sebagai pahamnya.

Hj. Hasni Asjmawi Djunaidi, sang istri yang dinikahi pada tanggal 24 September 1960. Hasni Asjmawi adalah seorang putri dari seorang anggota konstituante bernama KH. Asjmawi, berasal dari Bukittinggi yang menetap dibandung. Pernikahan tersebut berlangsung setelah Mahbub dan kawan-kawan berhasil mendirikan organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) sebagai wadah aspirasi genarasi muda NU ditingkat mahasiswa. Dari pernikahannya Mahbub dengan Hj. Hasni Asmawi dikaruniai tujuh orang anak, tiga putri dan empat putra yakni Fairuz Djunaidi, Tamara Hanum Djunaidi, Mirasari Djunaidi, Rizal djunaidi, Isfandiari Mahbub Djunaidi, Yuri Djunaidi dan Verdi Haikal Djunaidi.22


(28)

19

Dalam urusan jurnalistik, Mahbub mengawali karirnya pada tahun 1958 dengan ikut membantu Harian Duta Masyarakat. Tidak lama kemudian karena kepiawaiannya dalam urusan tulis-menulis beliau diangkat menjadi direktur Harian Duta Masyarakat pada tahun 1960-1970. Mahbub yang semakin hari semakin mempunyai pengaruh besar terhadap dunia jurnalistik dan kewartawanan akhirnya, pada kongres XI bulan Agustus 1963 di Jakarta, terpilih sebagai ketua umum PWI pusat A. Karim DP dan Mahbub sebagai salah seorang ketua, Sekjennya Satya Graha.23 Tahun 1965-1970 menjadi ketua umum PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pusat dengan jacob oetama sebagai sekretarisnya, kemudian menjadi dewan kehormatan PWI, sampai tahun 1978. Sejak tahun 1970 menjadi kolumnis di Harian Kompas dan Majalah Tempo.24

Mahbub Djunaidi juga pernah ditangkap dan dimasukkan kedalam tahanan, karena Mahbub selalu melancarkan kritik-kritik pedasnya kepada pemerintah orde baru melalui tulisan-tulisannya. Selama dipenjara tidak membuatnya kapok dan berhenti menulis, melainkan banyak karya-karya yang dihasilkan ketika beliau didalam tahanan.

Selain dalam urusan jurnalistik beliau juga ahli politik dan aktif di berbagai organisasi. Menurut sahabatnya, Said Budairy, Mahbub adalah seorang yang mempunyaihuman-relationship bagus, jika berbincang menarik perhatian

teman-23

Said Budairy, “Mengenang H. Mahbub Djunaidi, Konsisten, Santai, Kocak”,Kompas(Rabu, 25 Oktober 1995).


(29)

20

temannya karena selain berisi juga kocak, kepribadiannya menarik, selalu konsisten dalam berpendirin, amanah, makanya selalu dipemimpinkan orang.25

Kiai Djunaidi yang juga tokoh ulama NU dan merupakan teman dekat dari putera pendiri organisasi terbesar di ndonesia yakni KH. Abdul Wahid Hasyim juga mengabdikan dirinya untuk Nahdlatul Ulama sampai beliau wafat. Hal ini pula yang dilakukan oleh Mahbub, beliau sangat aktif dalam organisasi NU bahkan sampai akhir hayatnya.

Masa tuanya Mahbub bukan halangan untuk terus aktif dalam dunia politik. Sampai Mahbub ditahan karena dianggap provokator dikalangan mahasiswa untuk menentang pemerintahan. Penahanan yang tidak jelas apa kesalahannya karena tidak pernah diproses melalui pengadilan, sejak penahanan itulah Mahbub tidak pernah sehat sepenuhnya.26

Pada tanggal 1 Oktober 1995 Pukul 03.00, Mahbub Djunaidi meninggalkan dunia pada usia 63 tahun.27 Mahbub Djunaidi Meninggalkan Istri, ibu Hasni dan tujuh orang anak. Kemudian pada tanggal 18 september 2012, sang istri tercinta ibu Hasni menghembuskan nafas terakhirnya di usia ke 71 tahun.

Meskipun Mahbub sudah tidak ada lagi tetapi pemikiran, pengabdian dan karya-karyanya tidak akan pernah ikut mati, hal ini dibuktikan dengan tetap

25Said Budairy, Mengenang H. Mahbub Djunaidi, Konsisten, Santai, Kocak”,Kompas(Rabu, 25 Oktober 1995).

26Vivit Evi Puspitasari, “Mahbub Djunaidi(Studi Tentang peranannya dalam Sejarah

Perkembangan Pers Islam di Indonesia Pada tahun 1960-1970)”,(Skripsi, IAIN Sunan Ampel. 2013), 30.


(30)

21

eksisnya organisasi yang didirikan beliau yakni PMII yang terus meneladani semangat Mahbub dan tulisanya banyak dikagumi oleh semua kalangan masyarakat Indonesia. Berbagai karya dan karangan Mahbub baik berupa novel, sastra dan terjemahan antara lain adalah politik tingkat tinggi kampus, Mahbub Djunaidi Asal-Usul, Humor Jurnalistik, Kolom Demi Kolom, Angin Musim, Dari Hari ke Hari, 100 tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah (terjemahan dari buku Michael H. Hart), Binatangisme (terjemahan dari buku George Orwell), Dikaki Langit Gurun Sinai (terjemahan dari buku Hassanein Heikal), Cakar-Cakar Irving (terjemahan dari buku Art Buchwald). Selain dalam bentuk buku, Mahbub juga menciptakan Mars antaranya Mars PMII dan Mars GP Anshor yang terus dikumandangkan sebagai penyemangat dan membentuk jiwa para kader.

B. Latar Belakang Pendidikan Mahbub Djunaidi

Mahbub Djunaidi yang lahir dikalangan Ulama dan pesantren yang basis pendidikannya lebih ke pendidikan keagamaan. Beliau adalah sosok yang sangat cerdas diantara saudara-saudaranya. Kegigihannya dalam segala hal termasuk dalam dunia pendidikan mengantarkan beliau menjadi seorang tokoh nasional yang mempunyai beberapa bakat dan pemikiran yang dibutuhkan indonesia dalam berbagai permasalahn bangsa, termasuk bidang politik.

Mahbub Djunaidi mendapatkan pendidikan pertamanya dari keluarganya terutama dari ayahnya, Kiai Djunaidi. Seperti dijelaskan diatas bahwa Kiai Djunaidi adalah seorang tokoh Ulama NU yang banyak berteman dengan tokoh-tokoh NU. Kiai Djunaidi mengajarkan ilmu-ilmu agama islam sebagai dasar awal sebelum beliau masuk sekolah formal.


(31)

22

Pada tahun 1946 sampai dengan tahun 1948, tepatnya ketika masa revolusi fisik terjadi yaitu agresi militer Belanda I, keluarga Mahbub mengungsi ke Solo.28

Mahbub mulai pendidikannya di solo dari Sekolah Dasar sampai lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia juga sempat belajar di Madrasah Mambaul Ulum, di Madrasah ini oleh seorang gurunya diperkenalkan dengan karya-karya modern, seperti Sutan Takdir Alysjahbana, Mark Twain dan Karl Marx. Dari sinilah Mahbub mulai belajar dari karya-karya tokoh dunia dan akhirnya beliau sangat gemar dalam hal tulis-menulis.

Setelah lulus SMP Mahbub diajak pindah ke Jakarta oleh orang tuanya dan meneruskan pendidikannya di SMA Budi Utomo. Kegemaran menulisnya semakin berkembang. Tulisannya banyak dimuat diberbagai media ibukota. Beliau juga yang mempunyai inisiatif untuk membuat majalah siswa dan beliau yang bertugas sebagai pimpinan redaksinya.

Karena begitu gemarnya menulis Mahbub pernah berstatement “Saya akan menulis dan terus menulis hingga saya tak mampu lagi menulis”. Dimulai dari

menulis dimajalah siswa pada saat masih bersekolah di SMA Budi Utomo akhirnya beliau mengembangkan bakat menulisnya dengan menulis berbagai cerpen, dan esai yang banyak dimuat di majalah Siasat, Mimbar Indonesia dll.

Gaya menulisnya yang kocak dan penuh humoris tetapi berisi menjadikan ciri khas tersendiri dari tulisan Mahbub. Hal inilah yang banyak digemari oleh pembaca bahkan presiden Ir. Soekarno juga sangat kagum dengan tulisan-tulisan Mahbub.29

28Ibid., 23.


(32)

23

Mahbub juga pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, namun hanya sampai tingkat II. Beliau terpaksa berhenti melanjutkan pendidikannya karena pada saat itu beliau harus kehilangan ayahandanya, H. Djunaidi yang meninggal pada usia 45 tahun yang sebelumnya sang istri, Muchsinati juga meninggal pada usia yang relatif muda yaitu 30 tahun.30 Rasa tanggung jawab sebagai anak pertama bersama 12 saudaranya. Mahbub merelakan pendidikannya harus terhenti dan harus menjadi tulang punggung keluarganya. Beliau lebih mementingkan masa depan adik-adiknya. karena kehidupan yang begitu berat yang harus dihadapi oleh Mahbub maka beliau terus berusaha untuk menghidupi keluarganya tanpa rasa mengeluh dan rasa putus asa.

Selain pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di Universitas Indonesia, Mahbub juga pernah belajar di Kolombo, Srilangka. Mahbub yang menggeluti dunia jurnalistik mendapatkan kesempatan untuk study banding dalam bidang jurnalistik. Pengalamannya dalam hal jurnalistik semakin diasah dan dipertajam sewaktu beliau belajar di Kolombo, Srilangka.

C. Karir Politik dan Organisasi Mahbub Djunidi

Di samping profesinya sebagai wartawan dan kolumnis, Mahbub juga sangat aktif dalam organisasi dan politik. Dalam dunia organisasi mula-mula Mahbub Djunaidi menjadi ketua Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) pada tahun 1952 sewaktu beliau masih dibangku SMP. Selama Sekolah Menengah Atas, Mahbub

30Vivit Evi Puspitasari,Mahbub Djunaidi(Studi Tentang peranannya dalam Sejarah


(33)

24

sudah bergabung ke dalam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), organisasi kader partai NU.31

IPNU yang lahir pada tanggal 24 Februari 1954 M/ 20 Jumadil Akhir 1373 ini merupakan wadah bagi pelajar NU yang masih muda dan masih duduk di bangku sekolah. IPNU berkembang cukup pesat karena berada dilingkungan sekolah-sekolah NU. Keberadaan IPNU memiliki posisi yang sangat penting sebagai wahana kaderisasi pelajar NU sekaligus alat perjuangan dalam menempatkan pemuda sebagai sumberdaya insani yang sangat vital.

Keikutsertaan Mahbub di IPNU dijelaskan oleh Said Budairy dalam tulisannya yang dimuat dalam koran KOMPAS. Diawal tahun 1950-an Mahbub berkenalan dengan A. A. Murtadho yang ketika itu menjadi ketua perwakilan PP IPNU di Jakarta karena pemimpin pusatnya berada di Yogyakarta. Dari perkenalan itulah Mahbub akhirnya sangat tertarik dan bergabung didalam IPNU, dan kemudian duduk sebagai salah satu fungsionaris perwakilan pengurus pusat.32

Memasuki jenjang yang lebih tinggi, Mahbub memilih menjadi aktivis di kalangan mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Di perguruan tinggi tersebut Mahbub mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). HMI adalah organisasi satu-satunya yang menjadi wadah mahasiswa islam pada waktu itu. Bahkan, Mahbub juga masuk dalam pengurus pusat HMI. Beliau juga yang meminta kepada Ir. Soekarno untuk tidak membubarkan HMI karena diangap

31Ibid. 27. 32

Said Budairy, ”Mengenang H. Mahbub Djunaidi, Konsisten, Santai, Kocak”,Kompas(Rabu, 25 Oktober 1995).


(34)

25

sebagai underbow partai Masyumi yang dianggap anti revolusi dan bersikap reaksioner.

IPNU yang secara formal adalah organisasi pelajar NU yang aktivitasnya sangat terbatas di sekitar dunia pelajar. Kenyataannya di IPNU juga berhimpun para mahasiswa NU, kendati saat itu sangat terbatas jumlahnya.33Setelah gagasan untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU tidak disetujui pada Muktamar ke II IPNU tahun 1957 di Pekalongan, akhirnya pada tanggal 14-16 Maret 1960 di Kaliurang diselenggarakan Konbes (Konferensi Besar) I IPNU dan tanggal 14-16 April tahun 1960 diSurabaya dilangsungkan musyawarah mahasiswa NU se Indonesia untuk membidani lahirnya PMII.

Mahbub Djunaidi yang telah keluar dari HMI dan ikut membidani berdirinya PMII pada tahun 1960 hasil dari musyawarah mahasiswa NU se-Indonesia dan merupakan ketua umum PMII periode pertama. Musyawarah mahasiswa NU itu juga menetapkan 3 orang formatur yang ditugasi menyusun kepengurusan. Mereka adalah H.Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, A. Cholid Mawardi Sebagai ketua satu dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum dan menetapkan Peraturan Dasar PMII yang berlaku mulai tanggal 17 April 1960. Tanggal ini dinyatakan sebagai tanggal PMIIlahir.34

Dibawah kepemimpinan Mahbub PMII yang baru lahir terus mengalami perkembangan. Hal ini terbukti pada saat kongres pertama PMII tahun 1961 yang menetapkan ketiga formatur kepengurusan tersebut yang dihadiri 13 cabang

33Otong Abdurrahman,PMII (1960-1985) Untukmu Satu Tanah Airku Untukmu Satu Keyakinanku (Jakarta: PB PMII, 2005), 26.


(35)

26

mengalami perkembangan pada kongres ke II PMII yang dilksanakan di yogyakarta yang dihadiri 31 cabang dan 18 cabang baru, sekaligus memilih Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum PMII (PB PMII) kembali pada periode 1963-1966. Berarti Mahbub dipercaya untuk memimpin PMII selama dua periode yakni periode pertama 1960-1963 dan periode kedua 1963-1966.

Selama kepemimpinannya di PMII beliau banyak memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pergerakan yang baru lahir tersebut. Semangat dan perjuangan yang ditanamkan oleh Mahbub kepada kader-kader mahasiswa terus melekat sampai saat ini. salah satu kontribusinya sang masih terus dikumandangkan ketika organisasi pergerakan melakukan kegiatan ataupun aksi adalah mars PMII. Salah satu cara membentuk jiwa dan menempa semangat kader adalah melalui lagu-lagu, Khususnya lagu mars organisasi. Dia sendiri yang menyusun lirik lagu Mars PMII, lagu yang selalu dinyanyikan pada setiap kesempatan dan pada saat akan memulai acara penting PMII.35Isi Mars tersebut adalah:

Inilah kami wahai Indonesia Satu barisan dan satu cita Pembela bangsa penegak agama Tangan terkepa dan maju kemuka

Habislah sudah masa yang suram Selesai sudah derita yang lama Bangsa yang jaya Islam yang benar Bangun tersentak dari bumiku subur

Denganmu PMII pergerakanku Ilmu dan bakti ku berikan

Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku.36

35

Fadeli dan Subhan,Antologi NU, Sejarah-istilah, Amaliah-Uswah. 241. 36Ibid., 241.


(36)

27

Setelah pergantian pengurus pusat PMII pada kongres ke III, Mahbub sudah tidak menjabat sebagai ketua umum dan digantikan dengan sahabatnya M.

Zamroni. Mahbub diminta untuk membantu untuk ikut berjuang dan

mengembangkan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor). Dari sifat keseriusan dalam segala hal yang ditangani akhirnya beliau sempat menduduki puncak kepemimpinan di GP Ansor sebagai organisasi kader NU dikalangan pemuda. Beliau jugalah yang menciptakan Mars GP Ansor yang selalu dinyanyikan sebagai pengobar semangat kaum pemuda NU. Mars GP Ansor yang diciptakan Mahbub Djunaidi adalah sebagai berikut:

Darah dan nyawa telah kuberikan Syuhada rebah Allahu Akbar Kini bebas rantai ikatan Negara jaya Islam yang benar

Berkibar tinggi panji gerakan Iman di dada patriot perkasa Ansor maju satu barisan S’ribu rintangan patah semua

Tegakkan yang adil Hancurkan yang zalim Makmur semua

Lenyap yang nista

Allahu Akbar, Allahu Akbar Pagar baja gerakan kita Bangkitlah bangkit Putera pertiwi

Tiada gentar dada kemuka Bela negara agama negeri.37

Setelah Mahbub aktif di organisasi BANOM (Badan Otonom) NU, diantaranya IPNU, PMII dan GP Ansor, Mahbub juga aktif di organisasi induk NU


(37)

28

sebagai sekjen PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan wakil ketua PBNU ketika Abdurrahman Wahid sebagai ketua Tanfidziyahnya.

Dalam urusan politik, Mahbub juga menjabat sebagai anggota DPR-GR/MPRS sejak tahun 1960 dari fraksi partai NU dan dari fraksi PPP hasil pemilu 1977. Kedudukannya dilembaga tinggi kenegaraan ini dimanfaatkan oleh Mahbub untuk memperjuangkan pers dengan melahirkan Undang-undang tentang ketentuan pokok pers.

Setelah partai NU berfusi ke PPP, karena peraturan dari pemerintah untuk menjadikan partai-partai Islam bergabung dalam satu wadah, Mahbub langsung menduduki posisi penting dalam partai yakni sebagai wakil ketua DPW PPP dan sebagaiwakil ketua Majlis Pertimbangan Partai(MPP) PPP. Bahkan setelah NU memisahkan diri dari PPP dan memutuskan kembali ke Khittah NU 1926, Mahbub tetap berada di PPP karena beranggapan bahwa dengan politik maka tujuan yang dicita-citakan oleh negara dan agama akan lebih cepat tercapai.

Khittah Plus adalah salah satu gagasan Mahbub dalam urusan politik. Setelah adanya keputusan kembali ke Khittah NU 1926 pada muktamar ke 27 disitubondo, mahbub merupakan golongan yang tidak menyetujui dengan keputusan tersebut. Adanya keputusan kembali ke Khittah 1926 merupakan batasan gerak untuk berpolitik secara menyeluruh. Sedangkan Mahbub adalah seorang politisi yang paham terhadap kondisi dan watak tokoh NU. Mahbub tetap berkeinginan meskipun kembali ke Khittah 1926 tetapi tokoh NU jangan sampai meninggalkan poilitik praktis. Tetapi hal tersebut belum mendapatkan respon yang bagus karena


(38)

29

mereka masih percaya dengan KH. Ahmad Sidiq selaku Rais Aam(kedudukan tertinggi di kepengurusan NU).

Disela-sela kesibukannya mengurusi partai dan NU, Mahbub juga sering keluar masuk dibeberapa perguruan tinggi sebagai pemateri ataupun tamu undangan dalam acara-acara kemahasiswaan terkait isu-isu negara. Hal ini merupakan kepedulian Mahbub terhadap generasi muda yang aktif untuk memperjuangkan keadilan. Dalam hal ini tidaklah aneh karena latar belakang Mahbub adalah seorang aktifis yang membesarkan namanya lewat organisasi kemahasiswaan yakni PMII.


(39)

BAB III

DINAMKA POLITIK NU PASCA KHITTAH 1926 TAHUN 1984-1987

A. NU Kembali ke Khittah 1926

Nahdlatul Ulama (NU) yang lahir pada tanggal 31 januari 1926 di kampung Kertopaten Surabaya38, Merupakan hasil jerih payah pemikiran para tokoh Ulama dalam mewujudkan sebuah jam’iyyah dinniyah (Organisasi Keagamaan) yang sesuai dengan tradisi yang ada di Indonesia. Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu.39Pada tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Diangkatnya Abdul Aziz bin Saud sebagai raja Hijaz membuat peraturan pelarangan semua bentuk amaliah keagamaan ala Sunni yang sudah menjadi tradisii di arab dan digantinya dengan tradisi keagamaan model wahabi.

KH. Ahmad Siddiq menilai kehadiran NU merupakan upaya untuk melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang sudah dianut jauh sebelumnya,

yaitu paham Ahlussunnah wa Al-jamaah (Aswaja).40 Sedangkan Mansur

Suryanegara berpendapat bahwa berdirinya NU dipengaruhi oleh kondisi politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan kesadaran politik yang

38Choirul Anam,Pertumbuhan dan Perkembangan NU(Surabaya:Bisma Satu,1999), 3.

✆✝

Soeleiman fadeli dan Mohammad Subhan,Antologi NU, Sejarah-istilah, Amaliah-Uswah

(surabaya:Khalista, 2007), 1.

✞✟


(40)

✠✡

ditampakkan dalam wujud gerakan Jam’iyyah (Organisasi) dalam menjawab kepentingan nasional, dan dunia islam pada umumnya.41

Dari latar belakang berdirinya NU sendiri sudah ada muatan politik yang mengharuskan para kiai dan tokoh NU turut serta didalam permainan politik tersebut. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya tokoh NU selalu terlibat dalam urusan politik demi terwujudnya cita-cita negara dan agama Islam. seperti keterlibatan KH. Wahid Hasyim dalam BPUPKI dan KH. Hasyim Asyari dengan fatwa jihad memerangi penjajah untuk membebaskan indonesia dari penjajah.

NU yang berubah haluan dari organisasi yang bergerak dibidang sosial keagamaan menjadi partai politik pada muktamar ke 29 dipalembang pada tahun 1952. Pada muktamar ke 29 tersebut NU juga merubah AD/ART yang awalnya organisasi NU bernama Jam’iyyah dirubah menjadi partai politik NU. Dari perubahan tersebut menandakan bahwa NU benar-benar ingin memperlihatkan kekuatan politik yang dimiliki, apalagi setelah merasakan kekecewaan ketika bergabung dalam tubuh Masyumi.

Tujuan partai NU dijelaskan oleh Choirul Anam dalam bukunya Perkembangan dan Pertumbuhan NU adalah NU ingin menegakkan dan membentuk masyarakat Islamiyah, menganut paham perdamaian, menginginkan terciptanya negara hukum yang berkedaulatan rakyat.42 Dengan berpolitik, merupakan alat yang paling efektif untuk ikut menentukan keputusan-keutusan

☛☞

Ahmad MansurSuryanegara, “NU Lahir untuk Menjawab Tantangan Politik”,Harian Sinar Harapan(30 Januari 1985).

☛✌


(41)

✍✎

pemerintah dengan tujuan akhir adalah demi kemaslahatan umat islam khususnya dan masyarakat Indonesia secara umum.

Tidak lama setelah NU mendeklarasikan menjadi partai politik, NU harus menghadapi permasalahan terkait pemilu yang akan diadakan tahun 1955. Dalam waktu yang cukup singkat untuk mempersiapkan segalanya termasuk tenaga professional dalam tubuh NU dan kultur sebagai jami’iyyah diniyah yang masih melekat dalam tubuh NU meski sudah menjadi partai politik.

Dalam menghadapi pemilu 1955 itu, NU menghadapi tantangan yang berat; pertama, Massa NU sendiri diperkirakan masih terbagi/ terpecah menjadi dua: mereka yang cenderung memilih NU dan mereka yang masih tetap akan memilih Masyumi, dan kedua strategi kampanye yang semula mengambil tema sentimen agama sama dengan Masyumi. Artinya, tidak ada perbedaan prinsipil antara kedua organisasi itu.43

Pemilu tahun 1955 merupakan momen penting bagi NU untuk membuktikan basis massanya cukup besar dan kuat. Hasil pemilu tahun 1955 yang diperoleh sungguh diluar dugaan. Dalam waktu kurang lebih tiga tahun, NU mampu menunjukkan kekuatan dalam perolehan suara dan menempati posisi ke tiga di bawah PNI, Partai Masyumi dan berada diatas PKI. Seperti yang terlihat dalam tabel 1.

✏✑

Laode Ida,Anatomi Konflik NU Elite Islam dan Negara(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), 24.


(42)

✒ ✒

Tabel 1.44Hasil Pemilu 1955

Nama Partai Jumlah Suara yang diperoleh

Persentase Jumlah Kursi di Parlemen PNI MASYUMI NU PKI LAIN-LAIN 8.434.653 7.903.886 6.955.141 6.176.914 8.314.705 22.3 20.9 18.4 16.4 22.0 57 57 45 39 59

Dari prestasi perolehan suara NU yang termasuk partai baru memang sangat menabjubkan, dan menjadikan NU sebagai partai yang kuat. Nu yang biasanya hanya mengisi pemerintahan dalam bidang agama saja ternyata setelah pemilu pertama tahun 1955 Nu banyak mengisi posisi menteri seperti menteri sosial, menteri keagamaan, menteri perekonomian dan menteri dalam negeri. Dari posisi yang berhasil ditempati oleh tokoh-tokoh NU, membuat NU semakin bisa mengendalikan arah pemerintahan. Peranan politik NU semakin besar ketika partai Islam terbesar di Indonesia yakni Masyumi dibubarkan oleh pemerintah karena keterlibatanya dalam pemberontakan PRRI dan sifatnya yang selalu berseberangan dengan pemerintahan Soekarno.

✓ ✓


(43)

✔✕

Pada tahun 1960-an NU dihadapkan dengan permasalahan komunisme yang dilakukan oleh PKI. NU berusaha untuk mengahadang gerak langkah PKI dengan berbagai gerakan tandingan baik di sisi kepemudaan, pertanian, kebudayaan dan lain-lain.

Beberapa aktivis muda NU juga melakukan bebrapa aksi untuk menangkal dan memberantas komunisme di Indonesia. Tokoh Muda NU yang tampil berani adalah Subhan Zainuri Erfan atau biasa di sebut Subhan ZE dengan memelopori pembentukan gerakan Kesatuan Aksi Pengganyangan Gestapu (KAP-Gestapu), yang kemudian menjadi Front Pancasila yang didukung oleh wakil-wakil dari NU, PSII, Katholik, IPKI, Parkindo, Perti, PNI, Muhammadiyah, Soksi, dan Gasbindo.45

KAP-Gestapu yang dipimpin oleh Subhan ZE terus melakukan demonstrasi besar-besaran anti PKI dengan mengerahkan ribuan masa.

Dari rentetan masalah yang terjadi di Indonesia, muncullah kemudian dualisme kepemimpinan dalam negara yaitu antara Soekarno dan Soeharto yang memperoleh mandat berupa Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).46Dengan

mandat Supersemar yang diterima Soeharto berujung pada pemberhentian jabatan presiden Soekarno dan naiknya Soeharto menjadi presiden menggantikan Soekarno.

Peralihan pemerintahan dari rezim Soekarno ke rezim Soeharto merupakan babak baru perpolitikan di Indonesia. Selang tiga tahun pemilu diadakan kembali

✖✗

Bahrul Ulum,Bodohnya NU apa NU Dibodohi, Jejak Langkah NU Era Reformasi: Menguji Khittah, Meneropong Paradigma Politik (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2002), 78.

✖6


(44)

✘✙

tepatnya pada 3 juli 1971 yang diikuti sembilan partai dan satu golongan karya (Golkar). NU tetap menjadi partai Islam terkuat dalam pemilu tahun 1971 dengan memperoleh 58 kursi dan menempati urutan kedua setelah Golkar. Tetapi NU harus kehilangan tradisi duduk di Departemen Agama karena pasca pemilu 1971 Departemen Agama dipegang oleh Fakih Usman dari Muhammadiyah.

Sejak tahun 1973, pemerintah Orde Baru “menertibkan” partai-partai

peserta pemilu, dari 10 partai peserta pemilu 1971, disederhanakan menjadi dua partai: partai-partai yang berasas Nasionalisme dilebur ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI), sedangkan partai partai yang berasas Islam dilebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai NU tidak diakui lagi dan diharuskan melebur ke dalam PPP. Sedangkan Golongan Karya (Golkar), tidak diakui sebagai partai, tapi diperbolehkan sebagai salah satu kontestan pemilu.47

Dengan peraturan multipartai yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru ini memaksa NU bergabung ke dalam PPP bersama Parmusi, PSII, dan Perti sedangkan yang masuk ke dalam tubuh PDI adalah PNI, Parkindo Partai Katolik, IPKI dan Murba.48Berfusinya NU ke dalam tubuh PPP membawa dampak buruk bagi NU banyak politisi NU yang disingkirkan dalam kepengurusan NU. Yang akhirnya NU mengambil sikap melepaskan diri dari PPP dan meninggalkan politik praktis.

✚✛

Fadeli dan Subhan,Antologi NU, Sejarah-istilah, Amaliah-Uswah. 20.

✚8

Andree Feillard,NU vis-a-vis Negara, Pencarian Isi, Bentuk dan Makna(Yogyakarta: Lkis, 1999), 171.


(45)

✜6

Salah satu konflik yang muncul dalam ketika NU bergabung di PPP adalah masalah kepemimpinan dan budaya politik. Ketika naiknya H.J. Naro menjadi pucuk pimpinan di PPP menggantikan H. MS. Mintaredja. Ketika PPP dibawah pimpinan H. MS. Mintaredja bisa dikatakan dalam tubuh PPP hampir tidak ada konflik karena tipe kepemimpinannya lebih bersifat demokrasi sedangkan tipe kepemimpinan H.J Naro cenderung lebih Otoriter. Sedangkan dalam masalah budaya politik, memiliki orientasi berbeda dari masing-masing unsur yang megakibatkan perselisihan pendapat. Orientasi budaya politik NU bersumber pada pada tadisi pesantren yang memiliki jalinan erat antara guru dengan murid. Sebagai referensinya adalah ajaran islam, khususnyaFiqh.49

Akibat kekecewaan yang dirasakan tokoh-tokoh NU akhirnya NU memberanikan untuk keluar dari PPP dan pada muktamar NU ke 27 di situbondo pada tahun 1984 NU menyatakan kembali ke Khittah 1926. Dengan berakhirnya transformasi sosial politik itu, NU memasuki babak baru yakni meninggalkan segala macam bentuk politik praktis dan mngembalikan tujuan awal berdiri yang bergerak dibidang keagamaan, pendidikan sosial dan bidang-bidang yang yang menyentuh kesejahteraan dan nasib warga indonesia, khususnya warga NU.

Khittah NU pada tahun 1984 merupakan gagasan yang sudah lama muncul. Mulai tahun Muktamar ke 22 tahun 1959, gagasan itu muncul dari KH. Achyat Chalimi yang menganggap bahwa peranan politik NU sudah hilang dan penyalahgunaan partai sebagai alat politik. Gagasan serupa, untuk kembali ke


(46)

✢✣

Khittah 1926, muncul pada Muktamar NU ke 25 di Surabaya. Ketika itu, dalam pidato Iftitah-nya, Rois Aam PBNU K.H. Wahab Hasbullah mengajak para muktamirin untuk kembali ke Khittah 1926.50Gagasan Khittah NU 1926 berlanjut pada Muktamar ke 26 di semarang dan pada tanggal 18-21 Desember 1983 pada Munas Alim Ulama di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, situbondo. Dan pada akhirnya Khittah NU diputuskan pada Muktamar ke 27 di situbondo pada tahun 1984.

Muktamar NU ke 27 ini merupakan titik balik dari kegiatan NU selama ini. Gelanggang politik praktis segera ditinggalkan da segera memasuki gelanggan sosial keagamaan yang sebelumnya relatif terbengkalai. Muktmamar ini pula titik balik hubungan dengan pemerintah terjadi. Kalau sebelumnya NU sepertinya menjaga jarak dengan pemerintah, maka pada muktamar ini –dan bahkan terlihat pada Munas- NU pendekatan kembali dengan pemerintah. Indikator ini, misalnya, terlihat dari kesediaan presiden Soeharto membuka muktamar dan hadirnya sejumlah menteri memberikan sambutan.51

Muktamar di situbondo juga memutuskan menerima pancasila sebagai asas tunggal. NU membuat deklarasi mengenai hubungan pancasila dengan Islam (Ahlussunnah Wal jamaah) yang sebelumnya dianut sebagai asas organisasi. Deklarasi itu meliputi lima butir, sebagai berikut:

✤✥

Ibid., 133.

✤✦


(47)

✧8

1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesiabukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.

2. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. 3. Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah aqidah dan Syari’ah, meliputi aspek

hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.

4. Penerimaan dan pengamalan pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan Syariat agamanya.

5. Dari konsekuensi dari sikap diatas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.52

Kembalinya NU ke Khittah juga berdampak besar terhadap internal NU salah satunya adalah munculnya hubungan yang harmonis anatara para intelektual muda NU dengan para kiai sepuh untuk memimpin NU sebagai kombinasi untuk membawa perubahan dalam tubuh NU. Ini merupakan titik balik dari jalinan kepemimpinan sebelumnya Tanfidziyah lebih banyak di isi oleh politisi.

B. Munculnya Generasi baru dalam Kepengurusan PBNU

Muktamar NU ke 27 yang berlangsung di Situbondo merupakan langkah awal kembalinya NU menjadi organisasi sosial keagamaan setelah sekitar 35 tahun


(48)

★✩

masa kemerdekaan terlibat secara substantif di kancah politik praktis. Selain menghaslkan keputusan yang menyatakan NU kembali ke Khittah 1926, pada muktamar tersebut juga memunculkan generasi baru yang usianya tergolong muda untuk memimpin NU di tingkat Tanfidziyah.

Pada muktamar Situbindo keluar nama Abdurahman Wahid sebagai ketua umum PBNU mengantika Idham Kholid yang sudah 32 tahun memimpin PBNU yang waktu itu usia Abdurrahman Wahid masih tergolong muda yakni 43 tahun. Selain Abdurrahman Wahid banyak tokoh NU muda yang masuk dalam struktur kepngurusan NU seperti nama Mahbub Djunaid, Fahmi D. Saifuddin, Rozi Munir, Cholid Mawardi, Ghafar Rahman dan pengurus lainnya.

Pada dekade 1980-an keompok muda pembaharu NU semain memperleh tempat di dalam masyarakat uar NU. Setidaknya ada dua fenomena penting dalam perembanan gerakan pembaharuan itudi era 1980-an yang menjadikan mereka semakin memperoleh tempat baik di dalam NU sendiri maupun di luar.

Pertama, di dalam NU sendiri boleh dikatakan sebagai awal dari kemenangan kelompok progresif ini, yang ditanai dengan tampil atau terpilihnya Gus Dur sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU melalui muktamar situbondo tahu 1984, dengan KH. Ahmad Siddiq sebagai Rais Aam-nya. Kedua figur itu sekaligus mengekspresikan bersandingnya generasi muda NU dengan kyai tua yang disegani, yang secara relatif satu pemikiran dalam kaitan dengan upaya-upaya perubahan yang dikehendaki. Adapun yang terpenting dalam momentum itu adalah diterimanya gagasan-gagasan utama untuk mengembalikan NU ke garis perjuangannya semula, yang kemudian dikenal dengan istilah kembali ke Khittah


(49)

✪✫

1926 itu. Kedua, pada tahun 1980-an terjadi perkembangan yang semarak dalam gerakan LSM di Indonesia,baik LSM yang bergerak ada pengembangan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan maupun LSM yang bergerak khusus dalam advokasi atau penyadaran hak-hak rakyat (pengembangan sikap kritis masyarakat terhadap negara dengan cara menubuhkan kesadaran akan HAM, politik dan ekonomi).53

Kaum muda NU yang ingin melakukan pebaharuan dalam NU merupakan golongan yang kritis dalam menghadapi kebijakan pemerintah karena memang kaum muda NU banyak yang menempati posisi strategis dalam partai politik. Keinginan untuk melaksanaka poitik yang sehat dalam tubuh NU juga timbul karena kekecewaan yang dirasakan ketika bergabung di PPP.

Tampilnya kombinasi kaum muda dan kyai sepuh diharapkan bisa menjadi kekuaan baru dalam NU dalam menyaukan asprasi semua kalangan NU ternyata ida sepenuhnya berhasil karena tida selamanya ide-ide pembaharuan bisa diterima dan dilakukan. Perbedaan pendapat yang sering muncul adalah persoalan politik dan penafsiran-penafsiran tentang Khittah NU 1926.

KH. Ahmad Siddiq menjelaskan bahwa lebih baik masyarakat tidak melakukan kegiatan politik secara langsung melainkan bekerja dengan baik. Menurutya, kegiatan sosial dan dakwah lebih penting. Karena itu oang NU lebih baik bekerja untuk memajukan masyarakat, dan bukanna berusaha mendapatkan kekuasaan. NU berjuang lewat masyarakat, bukan lewa kekuasaan. Bagaimanapun

✬✭


(50)

✮✯

juga kenyataan bahwa negara ini adalah negara pancasila membuat kiai ini mengajak rakyat untuk bekerja dtengah masyarakat.54

Sedangkan menurut Gus Dur, NU kini sebaiknya berusaha masuk ke segala lingkungan dan kesemua partai: “NU harus berada disemua tempat, di dalam angkatan bersenjata, di PDI, di Golkar, di PPP: kita harus berada disemua tempat”.55 Dengan demikian, Khittah digunakan sebagai sarana menciptakan suatu landasan yang kuat yang justru dapat menambah bobot NU dipanggung politik.

C. Ketegangan Poltik NU dan PPP

Mengubah orientasi dari politik praktis kearah sosial kemasyarakatan, dari yang serba struktural menjadi kultural, memang tidak gampang. Lebih mudah mengubah bentuk dari parpol (partai politik) menjadi ormas atau jam’iyah. Inilah kendala awal yang dihadapi oleh NU ketika organisasi para ulama ini memutuskan kembali ke Khittah.56

Keputusan NU kembali ke Khittah 1926 merupakan langkah untuk melepaskan diri dari urusan politik dan menyatakan sikap netral terhadap partai politik manapun. Warga NU bebas memilih partai yang diinginkan yang dirasa bisa membawa perubahan bagi tubuh NU dan bangsa Indonesia.

Untuk menjamin dihormatinya kenetralan yang baru ini lalu diambil tindakan-tindakan pencegahan. Larangan jabatan rangkap dibidang politik dan sosial yang dikeluarkan di Situbondo, diterapkan mulai tanggal 11 januari 1985 melalui sebuah keputusan PBNU. Keputusan ini memberikan waktu satu tahun bagi

✰✱

Feillard,NU vis-a-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna. 264.

✰ ✰

Ibid., 265.

✰6


(51)

✲✳

para pengurus daerah untuk menentukan pilihan mereka antara karier politik atau sosial, dan dua tahun bagi para pengurus tingkat kabupaten.57

Dalam urusan perangkapan jabatan PBNU membuat SK No. 01/PBNU/I-1995, 11 januari 1985 yang isinya:

1. Pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan meragkap menjadi pengurus harian partai politik/organisasi sosial manapun.

2. Batas waktu pelaksanaan tersebut pada angka 1 (satu) diatas adalah satu tahun untuk wilayah dan dua tahun untuk cabang.

3. Kepada pengurus wilayah dan cabang NU diseluruh Indonesia supaya mengambil langkah-langkah kearah pelaksanaan keputusan itu.58

Adanya Muktamar NU ke 27 di Situbondo dan SK yang dikeluarkan oleh PBNU pada 11 januari 1985 tentang perangkapan jabatan merupakan pemutus tali hubungan NU dengan PPP secara organisatoris. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebelum NU memisahkan diri, banyak ulama-ulama NU yang menjadi dewan Majlis Syuro (dewan penasehat) dalam tubuh PPP dan sebagai penyokong utama dalam PPP.

Kepemimpinan Naro yang dinilai otoriter dan sangat merugikan NU merupakan awal kekecewaan yang dirasakan NU sebelum memutuskan untuk keluar dari PPP. Puncak kekecewaan itu adalah pada Muktamar PPP, 1984, di Ancol. Tokoh-tokoh NU idealis digusur dari kepengurusan. Hanya tokoh-tokoh realis yang masih dipertahankan. Itupun jumlahnya berkurang dan pada

✴✵

Feillard,NU vis-a-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna, 266.

✴8


(52)

✶✷

perkembangan berikutnya ada yang dtendang. Dan yang dipandang paling merugikan NU adalah digusunya lembaga Majlis Syuro, yang sebelumnya banyak diduduki oleh Ulama-ulama NU.59

Kekecewaan NU terhadap Naro tetap ada meskipun NU sudah keluar dari PPP dan adanya keputusan kembali ke Khittah 1926. Bahkan NU tetap berniat untuk menggulingkan Naro dari puncak kepemimpinan di PPP. Salah satu tokoh NU yang juga berniat menggulingkan kekuasaan Naro adalah KH. As’ad Syamsul Arifin , pada juni 1985 Kiai As’ad menyampaikan maksudnya kepada mendagri Supardjo Rustam bahwa Naro harus keluar, kalau dipetahankan, bukan sebagai figur dominan. Selain menghimbau pemerintah agar menggunakan kekuasaanya untuk membenahi NU dan agar jabatan sekjen diberikan kepada orang NU.60

Tantangan yang paling sulit dihadapi NU setelah Khittah dan keluar dari PPP adalah meyakinkan warga NU dan pemerintah bahwa NU sudah memisahkan diri dari PPP secara struktural dan organisasi sosial politik manapun. Hal ini disebabkan masih banyak tokoh-tokoh NU yang masih duduk di PPP seperti H. Imron Rosadi, Imam Sofwan, Kiai Syansuri Badawi, dan tokoh-tokoh lain.

Upaya untuk meyakinkan pemerintah bahwa NU sudah keluar dari PPP dan netral dari organisasi politik manapun dilakukan dengan ”aksi

✸✹

Ibid.,159. 60Ibid., 159.


(53)

✺ ✺

penggembosan”.61 Aksi penggembosan banyak dilakukan didaerah yang memiliki basis NU yang sangat besar seperti di di jawa timur.

H. Mahbub Djunaidi, H.M. Yusuf Hasyim, H. Safi’i Sulaiman, KH. Sohib Bisri, H. Hasyim Latief, KH. Imron Hamzah dan beberapa nama kiai lainnya, merupakan nama-nama para “pengembos” yang banyak melakukan aksinya dibasis-basis NU. Aksi semacam ini ini mulai dilakukan setahun sebelumnya. H. Safii Sulaiman misalnya, telah melakukannya sejak 20 Agustus 1986, dalam acara penutupan konferensi Cabang NU Lumajang. Ketika itu ia berkata, “NU bukan PPP, bukan Golkar, bukan pula PDI”. Aksi penggembosan ini dilakukan dalam bentuk pengajian-pengajian.62

Dalam berbagai kajian yang dilakukan untuk menyikapi aksi penggembosan ini justru menguntungkan satu partai yakni Golkar. Dalam Bahtsul Massail yang dilakukan oleh pondok-pondok pesantren se-Daerah Istimewa Yogyakarta yang menyimpulkan bahwa Golkar pantas untuk dipilih dalam pemilu karena dirasa bisa membawa manfaat bagi bangsa dan umat Islam. Selain dalam bentuk ceramah dan pengajian yang dilakukan dalam aksi penggembosan, PBNU juga menggunakan sebuah instruksi untuk tidak memilih PPP. Sebuah instruksi PBNU yang untuk menghadapi Pemilu 1987, yang ditandatangani oleh K.H. As’ad Syamsul Arifin, K.H. Achmad Siddiq, H.

61Istilah penggembosan berasal dari kata “kempes” yang dipinjam oleh Mahbub Djunaidi dan

Nurcholis, yang pernah menyatakan alasannya berkampanye untuk PPP, karena “ibarat ban dan

mobil kekuatan demokrasi yang lain itu banyak bagus-bagus. Sedang PPP itu kempes”, istilah ini

kemudian dipakai oleh Mahbub Djunaidi untuk keperluan ngempesin ban “PPP”, Bahrul Ulum,

Bodohnya NU apa NU Dibodohi, Jejak Langkah NU Era Reformasi: Menguji Khittah, Meneropong Paradigma Politik. 97.


(54)

✻✼

Abdurrahman Wahid dan H.M. Anwar Nuris, 16 April 1987. Yang berisikan tujuh hal penting:

1. Seluruh warga NU, baik aktivis/fungsionaris maupin anggota biasa/ simpatisan dimanapun berada dilarang/Haram mencoblos gambar Bintang/PPP pada pemilu 23 April 1987 nanti.

2. Seluruh warga NU tersebut tadi dilarang/Haram menjadi Golput.

3. Diperintahkan kepada seluruh warga NU untuk menyalurkan aspirasi politiknya kepada salah satu dari Golkar atau PDI dengan landasan akhlakulkarimah.

4. Agar pengurus Jamiyah Nahdlatul Ulama disegala tingkatan meningkatkan kerja sama dengan aparat pemerintah dan pelaksana Pemilu, terutama dalam rangka mengadakan pendataan terhadap aktivis/fungsionaris serta warga NU yang selama masa kampanye aktif mendukung PPP, baik tenaga, harta maupun dalam wujud tingkah laku, lebih lagi yang bersifat memfitnah dan mendikreditkan ulama danjamiyahitu sendiri

5. Agar paraAlimUlama menggerakkan dan meningkatkan gerakan batin, baik dalam sholat hajat, istighosah maupun pembacaan hizib dan doa. Bukan saja untuk meningkatkan taqarub kita kepada Allah SWT, tetapi lebih dari itu gerakan inti Ulama yang terselubungkan PPP segera mendapatkan penyelesaian dari Allah AWT sesuai dengan upayanya slama ini.

6. Agar pengajian-majlis taklim dan kegiatan keagamaan yang


(55)

✽6

1987 tidak lagi melibatkan warga NU yang termasuk data pada butir 4 (empat) diatas.63

Selain instruksi dari PBNU ada penggembosan yang dilakukan dengan syair yang isinya juga hampir sama yakni menginginkan warga NU untuk tidak memilih PPP dalam acara pengajian di berbagai kesempatan. Isi syair tersebut berbunyi:

“SYAIR PENGGEMBOSAN” Ono bumi taline tampar

Ono buku kanggone nggambar Ono NU ono Muktamar

Dukungan NU nang PPP iku wes buyar Biyen gagah saiki pincang

Main bola kena sepatu Biyen ka’bah saiki bintang Karena itu aku tak mau Ono tampar jaran dicancang Ono pupuk, bahane kompos Ono gambar lambange bintang Ditinggal NU, saiki gembos

Bintange NU jumlahe songo Bintang hitam, nomernya satu Warga NU podo ilingo

Tak ada wajib nyoblos yang itu Dino Rebo dino Jum’ah

Dino Sabtu dino bayaran Ono NU ono pemerintah

Ngadepi pemilu, ayo gandengan tangan.64

Proses penggembosan NU menjelang pemilu 1987 bisa dikatakan berhasil dengan menurunnya perolehan suara PPP dan naiknya perolehan suara Golkar. Pada tiga kali pemilu sebelumnya, suara umat Islam tetap kurang lebih stabil. Pada pemilu 1971 keempat partai Islam memperoleh 27,1% (2/3

63

Ibid.,183-184. 64Ibid., 167.


(56)

✾✿

diantaranya untuk NU), pada pemilu 1977, ada kenaikan tipis menjadi 27,8% dan pada pemilu 1982 turun sedikit menjadi 27,8%, namun pada pemilu 1987, perolehan PPP menurun menjadi 16%.65

Para tokoh NU yang berusaha untuk “nggembosi” PPP merupakan langakah balas dendam akibat kekecewaan terhadap Naro dan merupakan langkah politik untuk tidak mendukung bahkan memfatwakan haram memilih PPP dan mensukseskan Golkar untuk meraup suara terbanyak pemilu 1987.

Setelah Golkar memenangkan pemilu 1987, beberapa otonomi NU semakin diperkuat dan diperhatikan oleh pemerintah. Karena kemenangan pemilu tersebut salah satunya adalah pemilih NU ke Golkar maka beberapa tokoh elit NU-pun diberi posisi penting di Golkar, seperti Abdurrahman Wahid yang diangkat sebagai anggota MPR, padahal waktu itu Abdurrahman Wahid masih menjabat sebagai ketua umum PBNU dan Slamet Effendi Yusuf yang waktu itu masih menjadi ketua umum Gerakan Pemuda Ansor (GP-Ansor) diangkat sebagai pimpinan Departemen Pemuda DPP Golkar.

Dari tegangnya politik yang mewarnai NU pasca Khittah merupakan keterlibatan NU dalam urusan politik yang dimana para pengikut NU hanya menjadi korban pemutaran mesin politik. Sikap netral yang diterapkan oleh NU untuk tidak mendukung salah satu partai pun masih tidak jelas. Dari proses penggembosan suara di PPP dan menggembungkan suara di Golkar apakah ini masih dinamakan netral. NU pasca Khittah memang menempati posisi yang sulit

65Martin Van Bruinessen, NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian wacana Baru (Yogyakarta: LkiS, 1999), 144.


(57)

❀8

ketika sudah bertahun-tahun menggeluti dunia politik praktis kemudian meninggalkannya begitu saja dengan para tokoh tokoh didalamnya masih memiliki keinginan berpolitik yang masih kuat.


(58)

❁ ❂ BAB IV

PEMIKIRAN MAHBUB DJUNAIDI TENTANG KHITTAH PLUS NU TAHUN 1987

A. Latar Belakang Pemikiran Mahbub Djunaidi Tentang Khittah Plus NU

Pemikiran Mahbub Djunaidi yang menjadi pembahasan penting dalam Konbes 15-18 Nopember 1987 di Cilacap menuai pro dan kontra dikalangan NU. Dukungan terhadap Khittah Plus datang dari politisi NU yang menginginkan kembali terjun kedalam masalah politik praktis. Sedangkan kubu yang menolak adalah para tokoh NU yang ingin mengembalikan NU ke garis perjuangan dengan keputusan Khittah 1926 karena pengalaman-pengalaman yang dirasakan oleh NU selama menjadi partai politik.

Latar belakang pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus ini muncul ketika melihat keputusan muktamar NU di situbondo yang menginginkan NU melepaskan keterkaitan dari dunia politik secara organisatoris. Mahbub Djunaidi beranggapan bahwa politik adalah jalan yang efektif untuk mencapai sebuah tujuan. Karena melihat definisi politik secara singkat adalah usaha untuk menggapai kehidupan yang baik.66

Selain ketidak setujuan Mahbub terhadap hasil keputusan Khittah NU 1926 pada Muktamar Situbondo, adapula beberapa hal yang melatar belakangi


(59)

❃❄

munculnya pemikiran Mahbub tentang Khittah Plus atau Politisasi NU. Diantaranya adalah:

1. Tetap Terlibatnya Para Tokoh NU Dalam Urusan Politik Pasca Khittah NU

NU memang tidak bisa dipisahkan dengan urusan politik, karena memang sejak tahun 1952 NU yang mengganti baju dari jam’iyah keagamaan menjadi sebuah partai politik. Budaya politik sudah mengakar kuat dalam tubuh NU dan para tokoh-tokohnya. Tahun 1984 menjadi momentum yang penting oleh NU karena mengembalikan jamiyah NU ke garis perjuangan yang disebut Khittah NU 1926.

Dalam keputusan Khittah NU 1926 yang dideklarasikan di Muktamar Situbondo adalah meninggalkan politik praktis secara organisatoris dan tidak terikat dengan partai politik manapun. Hal tersebut juga dipertegas dengan adanya Surat Keputusan dari PBNU tahun 1985 yang isinya melarang pengurus harian NU merangkap jabatan di partai politik.67

Meski sudah ada rambu-rambu larangan untuk merangkap jabatan tetapi masih kalah dengan keinginan para tokoh NU untuk tetap berpolitik. Banyak tokoh-tokoh NU yang dalam struktural masuk dalam pengurusan NU juga masih masuk dalam jajaran kepengurusan partai politik, utamanya di PPP. Seperti H. Imron Rosyadi, H. Imam Afwan, Kiai Syansuri Badawi dan beberapa tokoh NU lainnya.68

67

Lihat BAB III Halaman 41-42 68Marijan,Quo Vadis NU,160.


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Mahbub Djunaidi adalah akivis NU yang lahir pada tanggal 27 juli 1933, lahir dari pasangan H. Djunaidi dan ibu Muschinati. Mahub Djunaidi adalah anak pertama adari 13 bersaudara.Mahbub mengawali karirnya dengan menulis. Kepiawaiannya menulis yang dimulai sejak masih di bangku SMP mengantarkan Mahbub sampai mejadi pimpinan di koran Duta Masyarakat. Mahbub merupakan seorang penulis yang hebat dengan ciri khasnya yang jarang dimliki oleh penulis-penulis lainya.Selain aktif menulis, Mahbub djunaidi juga aktif di dunia organisasi yang masi berada dbawah naungan NU seperti IPNU dan GP ANSOR. Mahbub pada tahun 1960 mendirikan PMII dan sekaligus menjadi ketua pertama. Dalam urusan politik Mahbub pernah menjabat sebagai anggota DPR-GR/MPRS tahun 1960 dan 1977. Pada tahun 1984 Mahbub diangkat menjadi wakil ketua PBNU.

2. Pasca Khittah NU 1926 mucul bebagai permasalahan dianataranya adalah masih banyak terlibatya tokoh NU yang berkecimpung dalam urusan politik, meskipun PBNU sudah mengeluarkan surat keputusan perangkapan jabatan. Selain itu munculnya generasi muda yang memegang pucuk kepemimpinan NU juga membawa masalah bagi NU, yang semula dianggap terobosan baru malah seringkali tidak sepaham dengan para kiai sepuh NU. NU yamg semula menyatakan sikap netral harus bersitegang dengan PPP dengan dilakukannya aksi penggembosan yang dilakukan oleh Mahbub Djunaidi dan kawan-kawan.


(2)

69

Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa NU tidak ada ikatan dan tidak mendukung PPP.

3. Pemikiran Mahbub Djunaidi tentang Khittah Plus disampaikan dalam acara Munas/Konbes 1987 di cilacap yang isinya setuju dengan Khittah NU 1926 tetapi tidak meninggalkan politik praktis. Mahbub menginginkan NU kembali menjadi partai politik karena masih banyaknya tokoh NU yang masuk dan aktif dalam partai, NU hanya dijadikan tarik ulur partai untuk mendulang suara salah satu partai kontestan pemilu, politik menurut Mahbub Djunaidi adalah satu-satunya cara paling efektif untuk mencapai tujuan. Adapun dampak yang terjadi dari pemikiran Mahbub adalah diperjelasnya identitas NU bahwa NU benar-benar meninggalkan politik praktis secara organisatoris dan membuat pedoman berpolitik bagi warga NU dan disisi lain juga membuka peluang politisi NU untuk tetap berpolitik karena setuju dengan pemikiran dari Mahbub Djunaidi. B. Saran

1. Penulis menyarankan agar Nama Mahbub Djunaidi juga bisa mendapatkan tempat dalam sejarah ke-NU-an atau kebangsaan, peran aktifnya dalam NU dan Partai politik dengan pemikiran-pemikirannya akan hilang dari sejarah apabila pihak NU atau tokoh lainnya tidak mau memperhatikan sejarah Mahbub Djunaidi.

2. Diharapkan dari penyusunan skripsi ini dapat dijadikan pengkajian selanjutnya supaya lebih dalam pembahasannya, atau dijadikan bahan perbandingan bagi penulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan Mahbub Djunaidi karena Mahbub Djunaidi adalah tokoh besar bagi dunia Pers, dunia Mahasiswa dan


(3)

70

dunia politik, tetapi masih jarang sekali yang pembahasan atau penelitian tentang Mahbub Djunaidi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Dudung.Metodelogi Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta: Ombak. 2011.

Abdurrahman, Otong.PMII (1960-1985) Untukmu Satu Tanah Airku Untukmu Satu Keyakinanku.Jakarta: PB PMII. 2005.

Anam, Choirul.PertumbuhandanperkembanganNU. Surabaya: Bina Satu. 1999.

___________, Pemikiran K.H. Achmad SiddiqTentang: Aqidah,Syariah dan Tasawuf, Khittah NU 1926, Hubungan Pancasila dan Negara, Negara Kesatuan RI Bentuk Final, Watak Sosial Ahlussunah, Seni dan Agama. Jakarta: Duta Aksara Mulia. 2010.

Bruinessen, Martin Van. NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian wacana Baru. Yogyakarta: LkiS. 1999.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008.

Djunaidi, Mahbub. Mahbub Djunaidi Asal Usul. Jakarta: Kompas Media Nusantara. 1996.

___________.Dari Hari ke Hari.Jakarta: Pustaka Jaya. 1975.

Ecip, Sinarsari.NU Khittah dan Godaan Politik.Bandung: Mizan. 1994.

Fadeli, Soelaiman dan Mohammad Subhan. Antologi NU, Sejrah, Istilah, Amaliah, Uswah. Surabaya Khalista. 2007.

Fathoni, Khoirul dan Muhammad Zen. NU Pasca Khittah, Prospek Ukhuwah dengan MuhammadiyahYogyakarta: Media Widya Mandala. 1992.

Feillard, Andree. NU vis-a-vis Negara, Pencarian Isi, Bentuk dan Makna. Yogyakarta: Lkis. 1999.

Ida, Laode. Anatomi Konflik NU Elite Islam dan Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1996.

___________, NU Muda Kaum Progresif dan Sekularisme baru.Jakarta: Erlangga. 2004.


(5)

Marijan, Kacung. Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926. Jakarta: Erlangga. 1992.

Muhzin, Muh.Gerak Sejarah.Jatinangor: Universitas Padjajaran. 2007.

Muzadi, Abdul Muchith. NU dalam Prespekrif Sejarah dan Ajaran (Refleksi 65 th. Ikut NU). Surabaya: Khalista. 2006.

Notosusanto, Nugroho.Norma- norma Penelitian dan Penulisan Sejarah. Jakarta: Dep. Hamkam. 1978.

PBNU.Nahdlatul Ulama kembali ke Khittah 1926.Bandung: Risalah. 1985.

Siddiq, Ahmad.Khittah Nahdliyyah. Surabaya: Balai Buku. 1980.

Sjamsuddin, Helius.Metode Sejarah. Yogyakarta: Ombak. 2007.

Surbakti, Ramlan.Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. 2010.

Ulum, Bahrul.Bodohnya NU apa NU Dibodohi, Jejak Langkah NU Era Reformasi: Menguji Khittah, Meneropong Paradigma Politik. Yogyakarta: Ar-Ruzz. 2002.

Internet

http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/partisipasi-politik.html?m=1

SuratKabar

Amanat Hati Nurani Rakyat, NU Tetap Berpegang pada Hasil Muktamar Situbondo. XII

Mahbub Djunaidi,Khittah Plus.Tempo. 7 November 1987.

Ahmad Mansur Suryanegara,NU Lahir untuk Menjawab Tantangan Politik.Harian Sinar Harapan, 30 Januari 1985


(6)

Majalah Hikmah “H. Mahbub Djunaidi: Saya Setuju Kalau NU Berpolitik”. September 1994

Said Budairy, Mengenang H. Mahbub Djunaidi, Konsisten, Santai, Kocak. Kompas, Rabu, 25 Oktober 1995

Wawancara

Wawancara dengan Isfandiari Mahbub Djunaidi (Anak ke-5 Mahbub Djunaidi), di Media Sosial,