Optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara.

(1)

OPTIMISME HIDUP SEHATPADA WANITA PENDERITA KANKER PAYUDARA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Erisa Wahyuningtyas B77213061

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

     


(5)

   


(6)

INTISARI

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara, serta mengetahui proses optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara yang dilakukan subjek dan significant other dan didukung oleh dokumentasi. Subjek penelitian yaitu 2 orang wanita penderita kanker payudara, masing-masing berumur 35 tahun dan 40 tahun. Hasil penelitian menunjukkan gambaran perilaku optimisme hidup sehat yang dimiliki kedua subjek yakni memiliki ciri-ciri mampu mencari pemecahan sebagian permasalahan, memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur, menghentikan pemikiran negatif, meningkatkan kekuatan apresiasi, menggunakan imajinasi untuk melatih sukses, selalu gembira meskipun sedang tidak bahagia, merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diukur, suka bertukar berita baik, membina cinta dalam kehidupan, dan menerima apa yang tidak bisa diubah. Kedua subjek memiliki 3 aspek gaya penjelasan optimisme yang sesuai dalam menanggapi peristiwa buruk, yakni temporer, spesifik, dan eksternal. Proses optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara berlangsung dari awal kondisi subjek tidak mampu menemukan pemecahan masalah, hingga subjek mampu menemukan pemecahan masalah. Dari awal kondisi subjek berpikir negatif akan penyakit yang derita, hingga menjadi berpikir positif atas penyakit yang diderita. Dari kondisi awal tidak mampu menerima kenyataan menderita kanker payudara, menjadi mampu menerima kenyataan menderita kanker payudara. Terjadi perubahan pola pikir pesimisme menjadi optimisme pada subjek.


(7)

ABSTRACT

The aim of this research is to understand the portrayed healthy life optimism of the women with breast cancer and to understand the process of the healthy life optimism of the women with breast cancer. This research uses qualitative method and case study approach. The data collection of this research uses observation method and interview that has been done between the subject and significant order

and supported by the documentation. The subjects of research are 2 women with breast cancer, each aged 35 years old and 40 years old. The result of the research shows the description of the healthy life optimism behavior of the two subjects that has the characteristics of being able to solve some problems, allowing regular renewal, stopping negative thinking, increasing the power of appreciation, using imagination to train success, always being happy even when unhappy, convinced that it has an almost unlimited ability to measure, love to exchange good news, build love in life, and accept what cannot be changed. Both subjects have 3 aspects of an optimist explanatory style in respons bad events; temporary, specific, and external. The process of the healthy life optimism of the women with breast cancer take place from the beginning of the subject’s condition that is not able to find the solution of the problem, until the subjects are able to find the solution of the problem. From the beginning, the subjects have been thinking of her condition negatively until subject thinks of the disease positively. From the beginning the subjects are not able to accept the reality of breast cancer. There is a change of mindset of pessimism into optimism in the subjects.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA...16

A.Kanker Payudara ... 16

1. Definisi Kanker Payudara ... 16

2. Faktor Resiko Kanker Payudara... 18

3. Gejala Kanker Payudara ... 20

4. Pengobatan Kanker Payudara ... 22

5. Masalah Psikologis Penderita Kanker Paayudara ... 25

B. Optimisme Hidup sehat ... 27

1. Pengertian Optimisme ... 27

2. Pengertian Hidup Sehat ... 30

3. Optimisme Hidup Sehat ... 31

4. Perbedaan Optimisme dan Pesimisme ... 33

5. Ciri-ciri Optimisme ... 34

6. Aspek-aspek Optimisme ... 38

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Optimisme ... 41

8. Optimisme Hidup Sehat pada Wanita Penderita Kanker Payudara………..42

BAB III METODE PENELITIAN...44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Lokasi Penelitian ... 46

C. Sumber Data ... 46

D. Cara Pengumpulan Data ... 51

1. Observasi ... 51


(9)

3. Dokumentasi ... 53

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi ... 53

F. Keabsahan Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...59

A. Deskripsi Subjek ... 59

B. Hasil Penelitian ... 71

1. Deskripsi Hasil Temuan ... 71

2. Analisis Temuan Penelitian... 108

C. Pembahasan ... 125

BAB V PENUTUP ... 148

A. Kesimpulan ... 148

B. Saran ... 152

DAFTAR PUSTAKA ... 153


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti dan penyebab kematian utama di seluruh dunia. Kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Kanker sering dikenal sebagai tumor, padahal tidak semua tumor adalah kanker. Ada dua jenis tumor, yakni tumor jinak dan tumor ganas. Tumor ganas yang digolongkan ke dalam penyakit kanker memiliki sel yang tumbuh dengan cepat. Sel tumor ganas tumbuh dengan menyusup ke jaringan sehat pada organ tubuh lain. Hal tersebut dapat merusak organ tubuh tersebut sehingga fungsi organ dapat terganggu. (Setiati, 2009)

Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC), diketahui bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker diseluruh dunia. Pada wanita, kanker payudara menempati urutan pertama kasus baru dan kematian akibat kanker, yaitu sebesar 43,3% dan 12,9%. Kanker payudara (carcinoma mammae) merupakan kanker yang menyerang jaringan payudara dan paling umum diderita oleh kaum wanita. Namun kanker payudara juga dapat menyerang pria, setidaknya 1 dari 100 kasus yang terjadi.


(11)

2

Meskipun pria tidak memiliki payudara seperti wanita, namun pria memiliki sejumlah kecil jaringan payudara yang memungkinkan pria mendapatkan jenis kanker payudara yang sama dengan wanita. Kanker payudara merupakan penyakit dengan kasus kanker terbanyak kedua setelah kanker serviks di Indonesia. Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta mencatat pada tahun 2012 terdapat 809 kasus baru dengan jumlah kematian sebanyak 130 orang. Kemudian pada tahun 2013 tercatat 819 kasus baru dengan jumlah kematian 217 orang. Berdasarkan data tersebut jumlah kasus baru dan jumlah kematian pada penderita kanker payudara setiap tahun terus meningkat. Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang kelenjar payudara (Setiati, 2009).

Kanker payudara terjadi bila pada payudara terdapat pertumbuhan sel-sel yang berlebihan maka akan terjadi suatu benjolan atau tumor. Tumor ini dapat bersifat jinak maupun ganas, tumor yang ganas yang terdapat pada payudara inilah yang disebut dengan kanker payudara (Diananda, 2008).

Menurut American Cancer Society (2012), kanker payudara adalah sekelompok sel yang tidak normal pada payudara yang terus menerus tumbuh berlipat ganda. Kemudian, sel-sel itu membentuk benjolan pada payudara. Apabila sel-sel kanker ini tidak terkontrol atau tidak di buang, maka sel-sel ini dapat menyebar (metastase) ke bagian-bagian tubuh yang lain dan nantinya dapat mengakibatkan kematian. Beberapa faktor dapat dihubungkan dengan meningkatnya resiko terkena kanker payudara, yaitu faktor keturunan atau genetik dan faktor hormonal.


(12)

3

Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi perempuan beresiko mengidap kanker payudara, meliputi: (a) usia diatas 30 tahun; (b) riwayat kehamilan atau melahirkan; (c) riwayat pernikahan; (d) faktor genetik; (e) riwayat masa haid pertama (Menarche) dan berakhir (Manopause); (f) menderita kanker payudara dan riwayat operasi. (Hawari, 2004)

Ditambahkan pula oleh Notari (dalam Francis, S., & Satiadarma, M.P, 2004) bahwa semua faktor tersebut saling berkaitan sehingga dapat memacu individu mengidap kanker payudara. Diananda (2008) mengungkapkan gejala kanker payudara meliputi: (a) adanya gumpalan benjolan dibawah ketiak; (b) jaringan buah dada yang menebal dan terasa sakit; (c) puting susu terasa sakit dan keluar darah; (d) perubahan kulit pada daerah puting susu. Pengobatan pada kanker payudara dapat dilakukan dalam beberapa cara, misalnya operasi dan berbagai macam terapi yakni kemoterapi, radiasi, terapi target dan terapi hormon (Pennery, Speechley & Rosenfield, 2009).

Kanker merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi aspek hidup wanita karena dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini tidak hanya mempengaruhi fungsi biologis, namun juga fungsi psikologis dan psikososial. Seorang wanita akan mengalami berbagai macam perasaan atau emosi ketika mendengar dirinya menderita kanker payudara. Payudara sangat berarti bagi seorang wanita, selain memproduksi Air Susu Ibu (ASI)


(13)

4

payudara merupakan daya tarik seksual sekaligus daerah erogen yang sensitif untuk membangkitkan sensasi-sensasi sensual (Hawari, 2004).

Payudara adalah salah satu organ yang menjadi identitas kesempurnaan wanita. Sehingga, jika payudara wanita terserang oleh kanker maka dampak yang akan muncul ialah stress berat, takut, marah, dan merasa tidak berguna (Andysz, 2015).

Berdasarkan wawancara awal terhadap kedua subjek pada tanggal 19 April 2017, keduanya mengatakan merasa terkejut dan takut, bahkan merasa stress saat pertama kali didiagnosa mengidap kanker payudara. Kedua subjek saat itu hanya bisa menangisi keadannya. Nafsu makan kedua subjek menurun serta sulit tidur. Kedua subjek juga mengalami perubahan emosi. Subjek menjadi sering marah-marah. Subjek pertama membanting barang-barang dirumah dan sering melamun. Subjek pertama pada awalnya merasa takut apabila penyakit kanker payudara pada dirinya tidak mampu disembuhkan dan merenggut usianya sebelum subjek sempat menyaksikan kesukesan dan pernikahan anak semata wayangnya. Serta subjek pertama juga belum sempat beribadah haji.

Pada subjek kedua, ketika didiagnosa kanker payudara, subjek merasa takut apabila subjek tidak mampu lagi mengurus anak-anaknya yang masih kecil, terutama anak keempatnya yang baru berusia beberapa bulan akibat kanker payudara yang derita.

Subjek telah mengalami serangkaian proses pengobatan yakni pengobatan yang paling lazim dilakukan dengan pembedahan dan


(14)

5

kemoterapi. Subjek pertama mengatakan sejak awal takut dengan proses pengobatan kemoterapi, karena ketika didagnosa mengidap kanker payudara, subjek mulai mencari tahu apa saja proses pengobatan yang harus dijalani. Kemoterapi merupakan proses pengobatan yang memberikan dampak perubahan fisik ekstrim pada diri penderita. Selain itu dalam menjalankan kemoterapi, penderita harus dalam kondisi fisik yang baik.

Ketika melakukan kemoterapi pertama, selama tiga hari penderita kanker payudara harus menjalani rawat inap guna melakukan serangkaian proses kemoterapi tersebut. Terdapat beberapa obat kimia dalam bentuk cairan yang di masukan kedalam tubuh pasien melalui infus. Ketika subjek kedua menjalani kemoterapi, subjek memiliki kekhawatiran akan keadaan anak-anaknya dirumah. Subjek khawatir anak-anak tidak mampu mengurus diri mereka sendiri dengan baik. Subjek kedua juga pernah mengalami pengalaman buruk ketika melakukan proses kemoterapi, subjek mendapati penderita lain yang meninggal dunia dalam satu lokasi kemoterapi dengannya. Peristiwa tersebut membuat subjek kedua merasa takut serta tertekan selama menjalani proses kemoterapi.

Kedua subjek mengatakan ketika proses kemoterapi berlangsung tidak merasakan sakit, Namun setelah proses kemoterapi selesai, tubuh penderita menjadi lemah, sering mual dan muntah, rambut rontok, kehilangan nafsu makan, sulit tidur, serta kulit menjadi sangat kering. Tidak semua penderita kanker payudara mampu menahan rasa sakit serta efek samping yang diakibatkan oleh proses pengobatan. Beberapa wanita


(15)

6

menolak operasi, kemoterapi, atau radiasi sehingga dapat memperparah keadaanya. Kenyataannya penelitian menunjukkan bahwa tidak menjalani kemoterapi sebanyak 15% mengakibatkan kualitas hasil yang sangat kurang (Chang, A.F., & Heber, S.B., 2007).

Kedua subjek telah mengalami operasi pengangkatan payudara (mastektomi). Mastektomi adalah pengangkatan jaringan payudara sebagian atau total untuk mengobati kanker. Namun subjek pertama telah melakukan implan payudara yang diambil dari bagian tubuhnya yang lain. Kedua subjek mengatakan pada awal akan dilakukan operasi mereka merasa takut karena akan kehilangan anggota tubuh yang penting bagi seorang wanita. Setelah melakukan mastektomi, subjek kedua menyatakan pada awalnya kurang percaya diri dalam berpenampilan, subjek sangat memperhatikan pakaian yang akan digunakan agar tidak menonjolkan bagian payudara yang telah diangkat. Terkadang subjek kedua menyumpal bra yang digunakan dengan kaos kaki. Pengobatan jenis ini paling berdampak traumatis dan menakutkan pada wanita (Galgut, 2010, dalam Mahleda dan Hartini, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arroyo dan Lopez (2011), menyatakan bahwa wanita yang telah mengalami mastektomi mengalami permasalahan mengenai pandangan tentang dirinya sendiri dan kepuasan seksual. Hilangnya payudara yang mereka banggakan, membuat mereka kehilangan kepercayaan diri dan merasa malu, serta sulit untuk melakukan kegiatan yang mengekspos tubuh misalnya berjemur atau berenang. Sebisa


(16)

7

mungkin mereka menutupi tubuhnya agar bentuk payudaranya yang tidak sempurna tersebut tidak terlihat. Selain itu, mereka juga merasa tidak menjadi wanita seutuhnya karena kehilangan payudara.

Berdasarkan hasil penelitian Janet M. de Groot (2002) menunjukkan bahwa kanker berpengaruh terhadap kondisi psikologis pasien yang mengalami kondisi tertekan atau distress. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi psikologis pasien-pasien kanker dengan kondisi distress yang senantiasa memperoleh dukungan sosial ternyata berhubungan positif dengan berkurangnya depresi.

Penelitian Saheen et all (2011) yang berjudul Effect of Breast Cancer on Physiological and Psychological Health of Patients memberikan hasil bahwa kanker payudara memberikan dampak besar pada kesehatan fisik dan psikologis dari penderita. Hasilnya menunjukkan bahwa 80% penderita kanker payudara mengalami stress tingkat tinggi pada saat mendapat diagnosis atas penyakitnya dan saat menjalani perawatan. Stress yang dialami penderita kanker payudara dapat memperburuk kondisi penyakitnya. Emosi negatif yang muncul pada penderita akibat stress dapat menyebabkan penderita berhenti melakukan hal baik dan memulai hal-hal yang buruk yang cukup mengkhawatirkan bagi seseorang yang menderita penyakit serius.

Perubahan fisik yang dialami oleh penderita kanker payudara akibat dari gejala-gejala penyakit kanker payudara, serta dampak dari pengobatan yang harus dijalani oleh penderita kanker payudara termasuk proses


(17)

8

mastektomi mempengaruhi kesehatan psikologis penderita. Kesehatan psikologis merupakan hal yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kesehatan fisik, (Nevid, Rathus, & Greene, 2005).

Seligman (2006) mengemukakan bahwa optimisme dan pesimisme mempengaruhi kesehatan. Optimisme dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, sehingga diharapkan akan mempengaruhi perilaku individu kearah positif. Seligman (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) menyataan bahwa optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif, dan mudah memberikan makna bagi diri. Penderita kanker payudara harus menghindari pemikiran negatif dan mengembangkan pemikiran dan sikap positif. Hal tersebut penting bagi penderita kanker payudara karena berperan meningkatkan harapan positif terhadap hidup sehat. Hal tersebut menjadikan optimisme hidup sehat diperlukan dalam meningkatkan kesehatan psikologis penderita kanker payudara.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 19 April 2017, dalam menghadapi penyakit kanker payudara yang sedang diderita, subjek rela melakukan mastektomi dan melakukan kemoterapi demi hidup sehatnya. Meskipun kedua pengobatan tersebut menimbulkan efek perubahan terhadap kondisi fisik maupun psikologis subjek. Selain itu kedua subjek tetap bersemangat menjalankan aktifitas sehari-hari tanpa terhalang oleh penyakit kanker payudara yang dideritanya. Salah satu subjek yang berprofesi sebagai guru Sekolah menengah pertama


(18)

9

(SMP) dan Sekolah menengah atas (SMA) tetap bersemangat mengajar muridnya, bahkan subjek sering menceritakan pengalamannya berjuang melawan penyakit kanker payudara kepada orang disekitarnya agar dapat dijadikan motivasi dalam menjalani kehidupan.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap optimisme yang dimiliki kedua subjek dalam menghadapi penyakit kanker payudara yang diderita. Ketika individu memiliki sikap positif berupa semangat dalam melawan penyakit kanker payudara yang diderita, maka hal tersebut akan mempengaruhi kesehatan psikologisnya, sehingga tetap berusaha untuk melakukan hal-hal positif untuk mencapai hidup sehat, tidak putus asa, serta memiliki kepastian untuk memandang masa depan.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka penelitian ini disusun untuk menjawab pernyataan-pernyataan berikut:

1. Bagaimanakah gambaran optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara?

2. Bagaimanakah proses optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara?


(19)

10

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian diatas tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara.

2. Untuk mengetahui proses optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial, terutama untuk pemahaman mengenai optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara.

2. Manfaat Praktis

a. Subjek penelitian dan Penderita Kanker Payudara

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan kepada subjek penelitian maupun penderita lain yang memiliki karakteristik serta kondisi yang hampir serupa dalam menghadapi proses pengobatan kanker payudara yang sedang dihadapi, sehingga diharapkan penderita mampu menghadapi situasi yang tidak menyenangkan maupun tidak diharapkan dalam proses pengobatan dengan optimisme.


(20)

11

b. Keluarga atau Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahanam akan pentingnya dukungan keluarga dan masyarakat di sekeliling penderita kanker payudara agar dapat mengembangkan ptimisme terhadap hidup sehat penderita dalam menjalani pengobatan. c. Yayasan Kanker Payudara

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kebutuhan yang diperlukan oleh penderita kanker payudara dalam mengembangkan optimisme yang dimiliki serta memberikan motivasi bagi penderita kanker payudara sehingga dapat mempercepat hidup sehatnya.

d. Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti terutama mengenai bagaimana optimisme hidup sehat yang dimiliki oleh seorang wanita penderita kanker payudara dalam menjalani proses pengobatan.

E. Keaslian Penelitian

Untuk membedakan dan mendukung dalam penelitian ini, peneliti telah menemukan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan tema dengan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan A.M. Setyana Mega Cahyasari dan Histaning Sakti (2014) yang berjudul Optimisme Kesembuhan Pada Penderita Mioma Uteri. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif


(21)

12

fenomenologis. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa penderita mioma uteri mengalami fluktuasi psikologis antara optimisme dan pesimisme. Optimisme Kesembuhan muncul setelah subjek mengalami peristiwa tertentu yang menyebabkan perubahan pola pikir. Optimisme Kesembuhan menyebabkan subjek memiliki kekuatan dan keyakinan untuk mengatasi mioma uteri.

Penelitian yang dilakukan oleh meilisa Lidya (2013) berjudul Hubungan Optimisme dan Kualitas Hidup Penderita Kanker Payudara, Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan antara optimisme dan kualitas hidup pada penderita kanker payudara. Semakin besar penderita kanker payudara mempercayai hal-hal positif akan terjadi pada kehidupannya maka ia akan semakin merasa puas terhadap kehidupan nya terkait dengan penyakit kanker payudara yang diderita. Selain itu hubungan yang sama juga terdapat antara optimisme dengan 4 domain kualitas hidup yaitu kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial, dan lingkungan.

Dengan demikian dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar penderita kanker payudara mempercayai hal positif akan terjadi pada kehidupannya maka penilaian dan persepsi mereka mengenai kondisi kesehatan fisik, psikologi, relasi sosial, dan lingkungan yang mereka miliki terkait dengan penyakit kanker payudara yang diceritakan semakin baik pula.

Penelitian yang dilakukan Aryanti Wardiah (2014) berjudul Faktor yang Mempengaruhi Optimisme Kesembuhan Pada Pasien Kanker Payudara,


(22)

13

hasil penelitian ini menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap optimisme kesembuhan respondennya adalah dukungan sosial dan tingkat stress. Semakin tinggi stress semakin menurun skor optimisme kesembuhan responden.

Penelitian yang dilakukan Albertin Winda R dan Y. Sudiantara (2014) dengan judul Hardinness pada Wanita Penderita Kanker Payudara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hardiness pada wanita penderita kanker payudara. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa hardiness

berkembang karena pola asuh orang tua.

Penelitian yang dilakukan oleh Rati Nuraini (2015) dengan judul Ketahanan Psychologist pada Perempuan Penderita Kanker Payudara, menyatakan bahwa ketahanan psikologis dengan melakukan keterampilan

transformational coping dan sel-sel dalam menjalani peristiwa penuh stres yang dialami, dengan secara aktif melakukan adaptasi dengan kondisi nya dan lebih bersyukur dan memasrahkan permasalahan hidupnya pada Tuhan, serta sosial, dari keluarga, tetangga dan para medis.

Penelitian terpublikasi di luar negeri diantaranya; Nighat Shaheen (2011) yang berjudul Effect of Optimism on Psychological Stress in Breast Cancer Women. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa optimisme mempengaruhi pengalaman psikologis seorang wanita yang sebelum maupun sesudah di diagnosis menderita kanker payudara dalam meminimalisir stress kehidupan.


(23)

14

Penelitian yang dilakukan oleh Charles s. Carver (1994) yang berjudul Optimism Versus Pessimism Predict The Quality of Women’s Adjustment to

Early Stage Breast Cancer. Diperoleh hasil penelitian yakni sifat kepribadian opitimisme versus pesimisme sebagai prediktor penyesuaian selama tahun pertama pasca operasi hasilnya 70 wanita dengan kanker payudara stadium awal menyatakan pada awal diagnosis mengalami pesimisme mereka juga menilai hubungan seks mereka, serta mengalami ketidaknyamanan fisik yang terjadi dengan aktivitas sehari-hari mereka dan mengatakan adanya gangguan pikiran hasilnya menunjukan pesimisme memiliki penyesuaian yang lebih buruk pada setiap waktu.

Penelitian yang dilakukan Karademas EC, Karvelis S (2007) Stress-Related Predictors of Optimism in Breast Cancer Survivors. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah optimisme diprediksi oleh variabel terkait stress yang mewakili informasi tentang diri dan lingkungan (yaitu stress yang berhubungan dengan penyakit self-efficacy) pada sample penderita kanker payudara. Penelitian ini menunjukan hasil bahwa stress yang berhubungan dengan optimisme melalui penanganan, sedangkan self-efficacy berpengaruh baik secara langsung maupun melalui penanganan temuan ini mengkonfirmasi hipotesis bahwa pengetahuan tentang kemampuan pribadi serta kesulitan lingkungan dapat memprediksi cara seseorang mengevaluasi hasil dimasa depan.

Penelitian yang dilakukan oleh Bruce E. Compas and Linda Luecken (2002) berjudul Psychological Adjusment to Breast Cancer. Penelitian ini


(24)

15

memberikan gambaran dampak emosional dan sosial dari kanker payudara pada kehidupan pasien dan faktor yang terkait dengan penyesuaian yang lebih baik dan lebih buruk. Intervensi psikososial telah bermanfaat dalam mengurangi kesusahan pasien dan kualiatas hidup mereka.

Melihat beberapa hasil penelitian terpublikasi baik diluar negeri maupun di Indonesia, persamaan yang muncul adalah pertama tentang optimisme dan kedua dari sisi pendekatan atau metode penelitian yakni kualitatif. Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Fokus penelitian kali ini adalah gambaran optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara dan proses optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara. Sementara penelitian lain lebih fokus pada faktor yang mempengaruhi optimisme dan fokus pada hubungan antara optimisme dengan variabel psikologis lain seperti halnya kualitas hidup.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kanker Payudara

1. Definisi Kanker Payudara

Semua kanker adalah penyakit sel. Sel adalah bangunan terkecil dalam tubuh yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Kelompok sel membentuk jaringan dalam organ tubuh dan memiliki fungsinya masing-masing. Sel-sel normal memperbanyak diri yang menyebabkan jaringan tubuh dapat memperbaiki diri dari kerusakan. Jika fungsi normal terganggu, dapat menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkontrol dan akhirnya membentuk benjolan yang disebut tumor. Ada dua jenis tumor, yakni tumor jinak dan tumor ganas. Tumor ganas inilah yang disebut kanker (Pennery, Speechley dan Rosenfield, 2009).

Sel-sel kanker dapat menyebar dan mengembangkan diri ke seluruh tempat didalam tubuh, termasuk tumbuh di payudara. Tumor ganas yang berisi sel-sel kanker yang menyerang kelenjar payudara disebut dengan kanker payudara (Setiati, 2009).

Kanker payudara adalah sekelompok sel yang tidak normal pada payudara yang terus menerus tumbuh berlipat ganda. Kemudian, sel-sel itu membentuk benjolan pada payudara. Apabila sel-sel kanker ini tidak terkontrol atau tidak di buang, maka sel-sel ini dapat menyebar (metastase) ke bagian-bagian tubuh yang lain dan nantinya dapat mengakibatkan kematian. Beberapa faktor dapat dihubungkan dengan


(26)

17

meningkatnya resiko terkena kanker payudara, yaitu faktor keturunan atau genetik dan faktor hormonal (American Cancer Society, 2012).

Dixon, MR. J. Michael., & Leonard, MR. Robert C. F (2002) menyatakan bahwa kanker payudara merupakan penyakit di organ payudara yang disebabkan oleh adanya sel-sel yang tumbuh dan membelah diri lebih cepat dari pada sel-sel yang mati. Sehingga sel-sel membentuk benjolan menjadi lebih besar dan terus membesar. Saat benjolan berkembang ukurannya, beberapa sel akan mengembangkan kemampuannya untuk menyingkir dari benjolan tersebut dan pindah ke bagian tubuh lain melalui aliran darah. Ini disebut penyebaran (metastasis) kanker dan mulai membentuk benjolan baru di tempat lain dalam tubuh.

Sukardja (2000) menyatakan bahwa kanker payudara adalah kelainan pada payudara yang terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Hampir tidak ada kanker yang dapat sembuh dengan spontan dan bila kanker itu dibiarkan terus tumbuh cepat dan lambat akhirnya akan menimbulkan kematian penderitanya.

Diananda (2008) kanker payudara terjadi bila pada payudara terdapat pertumbuhan sel-sel yang berlebihan maka akan terjadi suatu benjolan atau tumor. Tumor ini dapat bersifat jinak maupun ganas, tumor yang ganas yang terdapat pada payudara Inilah yang disebut dengan kanker payudara.


(27)

18

Dari definisi-definisi yang dijelaskan maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kanker payudara adalah tumor ganas yang terdapat pada payudara yang terjadi karena kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel yang dapat mengakibatkan kematian pada penderita jika tidak cepat ditangani.

2. Faktor Resiko Kanker Payudara

Etiologi kanker payudara belum diketahui secara pasti karena bersifat multifaktorial. Tjindarbumi (Hawari, 2004) menemukan beberapa faktor risiko yang diduga berhubungan dengan kanker payudara, yaitu:

a. Usia

Wanita yang berusia lebih dari 30 tahun mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mendapat kanker payudara dan risiko ini akan bertambah sampai usia 50 tahun dan setelah

menopause.

b. Riwayat kehamilan atau melahirkan

Wanita yang hamil diatas usia 30 tahun atau melahirkan anak pertama pada usia diatas 35 tahun memiliki risiko dua kali lebih besar menderita kanker payudara.

c. Riwayat pernikahan

Wanita yang tidak atau belum pernah kawin risikonya 2-4 kali lebih besar menderita kanker payudara.


(28)

19

d. Faktor genetik

Riwayat Keluarga menderita kanker payudara, misalnya ibu, saudara kandung (saudara perempuan) atau saudara perempuan ibu memiliki resiko 2-3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.

e. Riwayat masa haid pertama (Menarche) dan berakhir (Manopause)

Wanita yang mengalami masa haid pertama lebih awal kurang dari 12 tahun dan masa haid berakhirnya terlambat lebih dari diatas 55 tahun akan meningkatkan risiko terkena kanker payudara.

f. Riwayat menderita kanker payudara dan riwayat operasi

Wanita yang pernah mengalami infeksi, trauma, atau tumor jinak payudara, pernah mengalami operasi mastektomi akan memiliki risiko munculnya kanker payudara pada payudara yang sehat atau, pernah mengalami operasi tumor ovarium.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa faktor risiko penyebab kanker payudara berasal dari berbagai macam faktor yang tidak kita sadari secara langsung. Sehingga diperlukan pengetahuan mengenai faktor risiko penyebab kanker payudara sejak dini guna meminimalisir terjadinya kanker payudara.


(29)

20

3. Gejala Kanker Payudara

Payudara selalu berubah dalam kehidupan seorang wanita seiring dengan meningkatnya usia. Pada tahap awal kanker payudara, biasanya penderita tidak merasakan sakit atau tidak ada tanda-tandanya sama sekali. Namun, sel kanker semakin lama semakin membesar dan adapun gejala kanker payudara yang diungkapkan oleh Diananda (2008), yaitu:

a. Adanya gumpalan benjolan dibawah ketiak. b. Jaringan buah dada yang menebal dan terasa sakit. c. Puting susu terasa sakit dan keluar darah.

d. Perubahan kulit pada daerah puting susu.

Dinyatakan oleh Sukardja (2000) bahwa riwayat penyakit kanker payudara dapat dibagi menjadi dua stadium, yaitu:

a. Stadium Praklinik

Stadium praklinik yaitu stadium pada saat kanker itu belum dapat diketahui adanya dengan pemeriksaan klinik yang ada sampai batas tertentu. mungkin masih dapat diketahui dengan pemeriksaan penunjang klinik pada saat tumor ini yang lebih kecil dari 1/2 cm hampir tidak dapat diketahui adanya dengan pemeriksaan klinik maupun penunjang klinik. Diperkirakan lama stadium praklinik itu kurang lebih 2/3 dari lama perjalanan hidup kanker dan hanya kurang lebih 1/3 dari lama hidupnya berada dalam stadium klinik.


(30)

21

b. Stadium Klinik

Ialah stadium pada saat kanker itu telah cukup besar atau telah memberikan keluhan sehingga dapat diketahui adanya dengan pemeriksaan klinik atau penunjang klinik. Selanjutnya stadium klinik itu dibagi lagi menjadi 3 atau 4 stadium tergantung dari jenis kanker itu.

Keparahan kanker payudara dapat dilihat dari setiap stadium. Stadium kanker payudara menurut Ramli (2000), yaitu:

a. Stadium I

Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada fiksasi, ke kulit dan jaringan dibawahnya. Besar tumor 1-2 cm. Kelenjar getah bening regional belum teraba.

b. Stadium II

Besar tumor menjadi 2,5-5 cm dan sudah ada salah satu atau beberapa kelenjar getah bening yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm.

c. Stadium IIIa

Tumor sudah meluas dalam payudara, dengan ukuran 5-10 cm tapimasih bebas dijaringan sekitarnya.

d. Stadium IIIb

Tumor sudah meluas dengan ukuran 5-10 cm, fiksasi pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada oederma, ulserasi, dan atau nodul satelit, kelenjar getah bening aksila melekat satu sama


(31)

22

lain, atau melekat dengan jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5 cm belum ada metastasis jauh.

e. Stadium IV

Tumor seperti pada yang lain, Tetapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan metastasis jauh lainnya.

4. Pengobatan Kanker Payudara

Pengobatan kanker payudara dapat dilakukan dalam berbagai cara tergantung dari kanker itu sendiri, misalnya operasi dan berbagai macam terapi kemoterapi, radiasi, terapi target dan terapi hormon. Berikut adalah cara-cara pengobatan kanker payudara (Pennery, Speechly dan Rosenfield, 2009), yaitu:

1. Operasi

Pengobatan ini lebih banyak ditawarkan sebagai pengobatan pertama. Tujuannya adalah untuk mengangkat dan menghilangkan kanker sepenuhnya dari payudara. Ada dua jenis operasi kanker payudara, yakni operasi konservasi payudara dan mastektomi. Operasi konservasi payudara merupakan operasi kecil yang hanya menghilangkan sebagian kecil dari jaringan di payudara. Mastektomi merupakan pengangkatan seluruh jaringan payudara termasuk puting.


(32)

23

2. Kemoterapi

Pengobatan kanker payudara jenis ini menggunakan obat-obatan guna membunuh sel-sel abnormal. Tujuan dari terapi ini adalah untuk menghancurkan sel-sel racun dan sel-sel kanker yang telah menyebar dari payudara ke bagian tubuh yang lain. Pemberian terapi bisa dilakukan sebelum dan sesudah pembedahan.

3. Radioterapi

Radioterapi adalah pengobatan yang menggunakan sinar x energy tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker yang mungkin menyebar setelah operasi. Sel-sel kanker membelah lebih cepat dari sel normal, sehingga perlu bantuan radioterapi untuk memudahkan sel normal untuk memperbaiki diri. Pengobatan ini dilakukan setelah operasi payudara.

4. Terapi Target

Terapi ini termsuk dalam jenis pengobatan yang baru berkembang beberapa tahun terakhir. Pengobatan ini juga menggunakan obat-obatan yang bekerja menghalangi protein yang merangsang tumbuhnya sel-sel kanker payudara. Pengobatan ini dilakukan dengan cara pemberian cairan infus ke pembuluh dara di tangan atau lengan. Terapi ini dilakukan setelah melakukan operasi payudara.


(33)

24

5. Terapi Hormon

Terapi Hormon adalah terapi obat yang mencegah hormone estrogen yang bertugas merangsal tumbuhnya kanker payudara. Pemberian terapi hormon sama dengan kemoterapi, yakni diberikan pada sebelum dan sedsudah operasi payudara.

Pemberian pengobatan dilakukan pada setiap stadium kanker payudara (Manjoer, 2008), yaitu:

1. Pada stadium I dan II dilakukan mastektomi radikal atau modifikasi mastektomi radikal. Dapat juga dilanjutkan dengan radiasi regional dan kemoterapi adjuvan

2. Pada stadium IIIa dilakukan mastektomi radikal ditambah kemoterapi adjuvan. Dapat juga dilakukan mastektomi simpleks ditambah radioterapi pada tumorbed dan KGB regional

3. Pada stadium lebih lanjut dilakukan tindakan paliatif

Menurut Sukardja (2000) terapi yang diberikan pada penderita kanker memiliki dua macam tujuan yaitu:

a. Terapi kuratif bertujuan untuk menyembuhkan

Terapi kuratif adalah tindakan untuk menyembuhkan penderita yaitu membebaskan penderita dari kanker yang dideritanya untuk selama lamanya penyembuhan umumnya hanya mungkin dilakukan pada kanker Dini yaitu kanker yang masih kecil dan operable.


(34)

25

b. Terapi paliatif bertujuan untuk meringankan

Terapi paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita kanker terutama bagi yang tidak mungkin disembuhkan lagi tujuan paliatif adalah untuk memperbaiki kualitas hidup dua mengatasi komplikasi yang terjadi dan 3 mengurangi atau meringankan keluhan.

Terapi yang diberikan pada penderita kanker pada umumnya adalah cara consequence yaitu setelah selesai dengan cara terapi yang satu terapi yang lain akan mulai diberikan pemberian bermacam-macam cara terapi sekaligus yang diberikan dalam waktu yang bersamaan. Penderita umumnya tidak mampu menahan pemberian terapi sekaligus. Pemberian terapi berupa operasi radioterapi atau kemoterapi akan menurunkan imunitas penderita usaha menjaga imunitas penderita untuk tidak turun terlalu banyak sangat diperlukan agar tidak mengakibatkan bahaya infeksi yang memungkinkan fatal.

5. Masalah Psikologis Penderita Kanker Payudara

Permasalahan yang berkaitan dengan kondisi payudara kemungkinan mempengaruhi wanita secara kejiwaan maupun emosional. Karena bentuk dan ukuran payudara adalah aspek seksualitas yang penting bagi setiap wanita. Seorang wanita akan mengalami berbagai macam perasaan atau emosi ketika mendengar dirinya menderita kanker payudara. Payudara sangat berarti bagi seorang wanita, selain memproduksi Air Susu Ibu (ASI) payudara merupakan


(35)

26

daya tarik seksual sekaligus daerah erogen yang sensitive untuk membangkitkan sensasi-sensasi sensual. (Hawari, 2004)

Penelitian Saheen dkk (2011) yang berjudul Effect of Breast Cancer on Physiological and Psychological Health of Patients memberikan hasil bahwa kanker payudara memberikan dampak besar pada kesehatan fisik dan psikologis dari penderita. Hasilnya menunjukkan bahwa 80% penderita kanker payudara mengalami stress tingkat tinggi pada saat mendapat diagnosis atas penyakitnya dan saat menjalani perawatan. Stress yang dialami penderita kanker payudara dapat memperburuk kondisi penyakitnya. Emosi negatif yang muncul pada penderita akibat stress dapat menyebabkan penderita berhenti melakukan hal-hal baik dan memulai hal-hal yang buruk yang cukup mengkhawatirkan bagi seseorang yang menderita penyakit serius.

Hal yang sangat penting untuk diperhatikan bagi para penderita kanker payudara dan juga orang disekitarnya adalah adanya mental psikologis penderita yang bisa saja akan mengalami penurunan secara drastis akibatnya penderita mengalami depresi dan bahkan bisa melakukan bunuh diri. Wanita yang pernah menderita kanker payudara memiliki resiko bunuh diri 37% lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah menderita kanker payudara dan meningkatkan resiko tersebut terus berlangsung setidaknya hingga 25 tahun setelah diagnosis. (Diananda, 2008)


(36)

27

Resiko bunuh diri juga makin besar dengan peningkatan stadium kanker. Peran serta keluarga dan orang di sekitarnya untuk memberikan dukungan hidup untuk penderita akan sangat besar artinya sehingga keluarga harus merawat penderita agar tidak mengalami stress atau depresi.

B. Optimisme Hidup Sehat

1. Pengertian Optimisme

Seligman (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) menyatakan bahwa optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif, dan mudah memberikan makna bagi diri. Menurut Segerestrom (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) optimisme adalah cara berpikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Kassin (1995) mendefinisikan optimisme sebagai suatu kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang positif. Bishop (1994) menambahkan bahwa seseorang yang optimis adalah orang yang selalu melihat sisi baik dari segala sesuatu.

Carver dan Scheier (dalam Snyder dan Lopez, 2002) mendefinisikan optimisme sebagai sikap individu yang selalu memiliki harapan-harapan positif walaupun sedang dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Individu yang memiliki optimisme merupakan individu yang mengharapkan hal-hal baik terjadi pada mereka, sedangkan individu pesimis adalah individu yang mengharapkan hal buruk terjadi atas mereka.


(37)

28

Optimisme merupakan kemampuan yang dimiliki individu untuk menginterpretasi secara positif kejadian dan pengalaman dalam kehidupannya. Optimisme membuat individu untuk tetap percaya bahwa individu dapat mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan pesimisme ragu akan kemampuannya (Baumgardner & Crothes, 2010). McGinnis (1995) menyatakan bahwa individu yang optimis adalah individu yang bertindak karena mereka yakin bahwa mereka mempunyai pengendalian yang besar sekali atas masa depan mereka. Sedangkan menurut segerstrom (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) optimisme adalah cara berpikir positif dan realistis dalam memandang suatu masalah.

Compton (2005) menyatakan bahwa optimisme dapat digambarkan dalam beberapa cara, yakni: (1) Optimisme dapat digambarkan sebagai sebuah pengharapan bahwa sesuatu akan membaik di masa yang akan datang, (2) Optimisme dapat digambarkan sebagai sebuah harapan atau keyakinan bahwa sebuah tindakan dan ketekunan akan mengiring kita pada tujuan yang ingin kita raih, (3) Optimisme juga dapat digambarkan sebagai sebuah gaya penjelasan atau cara dimana seseorang menjelaskan sebab dari sebuah kejadian kepada diri mereka sendiri.

Optimisme dalam pandangan islam adalah wujud keyakinan hamba kepada RobbNya, sebagai hamba Allah seseorang tidak boleh merasa rendah diri karena memiliki Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu


(38)

29

lagi Maha Pemberi. Seperti yang dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 139, Allah SWT berfirman:

ينمؤم متنك نإ نولعْٱ متنأو

۟اون َو ۟اونه َو

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

Al-Quran mengingatkan manusia terutama orang-orang yang beriman dan beramal saleh untuk optimis dalam kehidupan. Sebab, Allah SWT tidak pernah mengingkari janjinya. Dalam surat al-Fushilat ayat 30 dan 31, Allah SWT berfirman:

إ

َو ۟اوفا َأ ةكئٰ ٰٰلملٱ مهيلع ل نت ۟اومٰ ٰٰقتسٱ م ََٱ انبر ۟اولاق ني

لٱ ن

َ

ن لٱب ۟او ِ

شبأو ۟اون

نو عو متنك ِت

لٱ ة

َ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".

مك فنأ ِت ت ام اهيف مكلو ۖ ة خاءلٱ فو اين لٱ ة وي لٱ ف مكؤايلوأ ن ن

نوع ام اهيف مكلو


(39)

30

“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.”

Optimisme merupakan bagian dari akhlak yang mulia. Sikap itu juga akan memberi dorongan untuk mengatasi setiap kesulitan. Kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Hal tersebut dijelaskan dalam surat Al-Insyiroh ayat 4 dan 5, Allah SWT berfirman:

ك كذ كل انعفرو

“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu,”

عم نإف

اًشي شعلٱ

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,” Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa optimisme adalah suatu pola berpikir yang positif dalam melihat suatu permasalahan dan dengan adanya keyakinan ini, akan menimbulkan harapan bahwa hasil yang baik akan mudah datang dari pada hasil yang buruk.

2. Pengertian Hidup Sehat

Menurut kementrian kesehatan (2012) mendefinisikan hidup sehat adalah hidup tanpa gangguan masalah kesehatan baik berupa penyakit-penyakit fisik (kondisi tubuh) maupun non fisik (kondisi jiwa, hati, dan pikiran). Perilaku sehat merupakan tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk


(40)

31

pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga, serta makan makanan bergizi.

Praktik perilaku hidup sehat dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan hidup sehat, atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai hidup dengan cara yang sehat, untuk mendapatkan kesejahteraan badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial maupun ekonomi. Perilaku hidup sehat sebagai perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Menurut pandangan World Health Organization (WHO) Hidup sehat adalah suatu keadaan mental, fisik maupun kesejahteraan sosial, dan bukan hanya pada ketiadaan penyakit pada seluruh manusia.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hidup sehat merupakan kondisi dimana seseorang berupaya untuk mendapatkan kesehatan, atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai hidup dengan cara yang sehat, untuk mendapatkan kesejahteraan badan, jiwa dan sosial.

3. Optimisme Hidup Sehat

Optimisme adalah salah satu faktor dalam psikologi positif yang terbukti dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Optimisme sangat berhubungan dengan hasil-hasil positif yang diinginkan seseorang seperti memiliki moral yang bagus, prestasi yang bagus, kondisi


(41)

32

kesehatan yang bagus, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang muncul (Chang, L dan McBride, 1996).

Carver dan Scheier (dalam Snyder dan Lopez, 2002) mendefinisikan optimisme sebagai sikap individu yang selalu memiliki harapan-harapan positif walaupun sedang dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Individu yang memiliki optimisme merupakan individu yang mengharapkan hal-hal baik terjadi pada mereka, sedangkan individu pesimis adalah individu yang mengharapkan hal buruk terjadi atas mereka.

Dalam penelitian ini, variabel psikologis yang digunakan merupakan optimisme. Optimisme seseorang yang sedang dalam kondisi yang tidak menyenangkan seperti halnya menderita sakit, adalah mereka berharap mendapatkan hasil yang positif yakni mencapai hidup sehat.

Seligman (2006) mengemukakan bahwa optimisme dan pesimisme mempengaruhi kesehatan. Optimisme dapat membantu meningkatan kesehatan psikologis, sehingga diharapkan akan mempengaruhi perilaku individu ke arah yang lebih positif. Optimisme dapat mempengaruhi kesehatan individu selama masa kehidupan dengan mencegah ketidakberdayaan, sehingga membuat sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi lebih baik (Seligman, 2008).

Optimisme membuat individu memiliki kesehatan yang lebih baik, jarang mengalami depresi, serta memiliki produktivitas kerja yang


(42)

33

tinggi, apabila dibandingkan dengan individu yang cenderung pesimisme. Berdasarkan penjelasan diatas, optimisme hidup sehat dapat diartikan sebagai harapan positif individu yang menghasilkan sikap positif dalam mendapatkan kesehatan, atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai hidup dengan cara yang sehat, untuk mendapatkan kesejahteraan fisik dan psikis.

4. Perbedaan antara Optimisme dan Pesimisme

Carver & Scheier (dalam Synder & Lopez, 2005) menyatakan bahwa individu yang optimis dan individu yang pesimis memiliki perbedaan dalam beberapa cara yang berpengaruh besar dalam hidup mereka. Perbedaan mereka terletak pada cara pendekatan dalam menghadapi masalah dan tantangan yang mereka alami, dan mereka berbeda dalam tata cara serta kesuksesan dalam mengatasi permasalahan hidup. Individu yang optimis memiliki kecenderungan untuk menganggap bahwa seluruh Masalah dapat terselesaikan, baik dengan satu cara maupun cara lainnya. Mereka juga memiliki keyakinan dan kegigihan dalam menghadapi suatu masalah.

Dilain pihak individu yang pesimis memiliki kecenderungan untuk mengantisipasi kemungkinan bertambah buruknya masalah, dan mereka juga cenderung ragu-ragu dalam menghadapi masalah yang mereka alami.

McClean (dalam Lestari dan Lestari, 2005) berpendapat bahwa optimisme dan pesimisme mengandung tiga dimensi, yaitu:


(43)

34

1. Time Factor, yaitu menerangkan hal yang ber hitungan dengan waktu.

2. Space Factor, yaitu menerangkan pengaruhnya terhadap situasi yang berbeda.

3. Cause Factor, yaitu menerangkan Siapa yang menjadi penyebab terhadap peristiwa yang dialami.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki optimisme adalah individu yang mengharapkan akan terjadi hal-hal baik dimasa yang mendatang, sedangkan pesimis adalah sikap individu yang mengharapkan akan terjadi hal-hal yang buruk dimasa yang akan datang.

5. Ciri-ciri Optimisme

Menurut McGinnis (1995) ciri-ciri optimisme diantaranya meliputi:

1. Jarang merasa terkejut oleh kesulitan. Hal ini dikarenkan orang yang optimis berani menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari esok.

2. Mencari pemecahan sebagian permasalahan. Orang optimis berpandangan bahwa tugas apa saja, tidak peduli sebesar apapun masalahnya bisa ditangani kalau kita memecahkan bagian-bagian dari yang cukup kecil. Mereka membagi pekerjaan menjadi kepingan-kepingan yang bisa ditangani.


(44)

35

3. Merasa yakin bahwa mampu mengendalikan atas masa depan mereka. Individu merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuasaan yang besar sekali terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini membantu mereka bertahan lebih lama setelah lain-lainnya menyerah.

4. Memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur. Orang yang menjaga optimisnya dan merawat antusiasmenya dalam waktu bertahun-tahun adalah individu yang mengambil tindakan secara sadar dan tidak sadar untuk melawan entropy (dorongan atau keinginan) pribadi, untuk memastikan bahwa sistem tidak meninggalkan mereka.

5. Menghentikan pemikiran yang negatif. Optimis bukan hanya menyela arus pemikirannya yang negatif dan menggantikannya dengan pemikiran yang lebih logis, mereka juga berusaha melihat banyak hal sedapat mungkin dari segi pandangan yang menguntungkan.

6. Meningkatkan kekuatan apresiasi, yang kita ketahui bahwa dunia ini, dengan semua kesalahannya adalah dunia besar yang penuh dengan hal-hal baik untuk dirasakan dan dinikmati.

7. Menggunakan imajinasi untuk melatih sukses. Optimis akan mengubah pandangannya hanya dengan mengubah penggunaan


(45)

36

imajinasinya. Mereka belajar mengubah kekhawatiran menjadi bayangan yang positif.

8. Selalu gembira meskipun sedang tidak merasa bahagia. Optimis berpendampingan bahwa dengan perilaku ceria akan lebih merasa optimis.

9. Merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diukur. Optimis tidak peduli berapapun umurnya, individu mempunyai keyakinan yang sangat kokoh karena apa yang terbaik dari dirinya belum tercapai.

10.Suka bertukar berita baik. Optimis berpandangan, apa yang kita bicarakan dengan orang lain mempunyai pengaruh yang penting terhadap suasana hati kita.

11.Membina cinta dalam kehidupan. Optimis saling mencintai sesama mereka. Individu mempunyai hubungan yang sangat erat. Individu memperhatikan orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan, dan menyentuh banyak arti kemampuan. Kemampuan untuk mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang lain merupakan daya yang sangat kuat yang membantu mereka memperoleh optimisme.

12.Menerima apa yang tidak bisa diubah. Optimis berpandangan orang yang paling bahagia dan paling sukses adalah yang ringan kaki, yang berhasrat mempelajari cara baru, yang menyesuaikan diri dengan sistem baru setelah sistem lama tidak berjalan. Ketika orang lain


(46)

37

membuat frustasi dan mereka melihat orang-orang ini tidak akan berubah, mereka menerima orang-orang itu apa adanya dan bersikap santai. Mereka berprinsip “Ubahlah apa yang bisa anda ubah dan terimalah apa yang tidak bisa anda ubah”.

Robinson (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) menyatakan bahwa individu yang memiliki sikap optimis jarang menderita depresi dan lebih muda menggapai kesuksesan dalam hidup, memiliki kepercayaan, dapat berubah ke arah yang lebih baik, adanya pemikiran dan kepercayaan mencapai sesuatu yang lebih dan selalu berjuang dengan kesadaran penuh.

Scheiver dan Cartier (dalam Synder & Lopez, 2005) menegaskan bahwa individu yang optimis akan berusaha menggapai penghargaan dengan pemikiran positif, yakin akan kelebihan yang dimiliki. Individu optimis biasa bekerja keras menghadapi stress dan tantangan sehari-hari secara efektif, berdoa dan mengakui adanya faktor keberuntungan dan faktor lain yang turut mendukung keberhasilan nya.

Individu yang memiliki optimisme memiliki impian untuk mencapai tujuan berjuang dengan sekuat tenaga dan tidak ingin duduk berdiam diri menanti keberhasilan yang akan diberikan oleh orang lain. Individu optimis ingin melakukan sendiri segala sesuatu dan tidak ingin memikirkan ketidakberhasilan sebelum mencoba. Individu yang optimis berpikir yang terbaik tetapi juga memahami untuk memilih bahagian mana yang memang dibutuhkan sebagai ukuran untuk mencari jalan.


(47)

38

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki optimisme yaitu orang yang merasa mampu mengatasi setiap masalah fisik maupun psikologis yang menimpanya berdasarkan pandangannya yang selalu positif terhadap suatu masalah.

6. Aspek- Aspek Optimisme

Seligman (2002) menunjukkan dua karakteristik respon terhadap kejadian-kejadian buruk yang dihadapi oleh individu. Dua karakteristik respon tersebut yaitu pessimistic explanatory style dan optimistic explanatory style. Terdapat 3 macam gaya penjelasan (explanatory style)

yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. Aspek-aspek tersebut menjelaskan gaya individu dalam menanggapi peristiwa baik dan peristiwa buruk.

Aspek permanence menjelaskan hal yang berkaitan dengan waktu, yaitu permanen/tetap dan temporer/sementara. Individu yang memiliki optimisme menganggap peristiwa baik memiliki penyebab yang permanen. Individu yang menyerah mudah percaya bahwa penyebab kejadian buruk yang terjadi pada individu adalah hal yang bersifat tetap/permanen. Individu yang percaya bahwa kejadian baik mempunya penyebab yang permanen, akan berusaha lebih keras setelah mengalami keberhasilan.

Aspek pervasiveness memaparkan tentang gaya penjelasan individu yang berkaitan dengan ruang lingkup. Individu yang membuat penjelasan universal untuk kegagalan, menyerah pada segalanya ketika kegagalan


(48)

39

menimpa individu, sedangkan individu yang membuat penjelasan yang spesifik dapat menjadi lemah di salah satu bagian dari hidup, namun tetap bertahan pada bagian yang lain. orang yang optimis memiliki penjelasan spesifik terhadap suatu permasalan sehingga hanya menciptakan ketidakberdayaan pada daerah yang tertimpa masalah saja.

Aspek personalization berkaitan dengan sumber penyebab suatu peristiwa yang meniimpa individu. Ketika hal buruk terjadi, individu dapat menyalahkan diri sendiri, atau menyalahkan orang lain atau keadaan. Individu yang menyalahkan diri sendiri ketika gagal, memiliki harga diri yang rendah sebagai konsekuensinya. Individu yang optimis cenderung menyalahkan peristiwa buruk yang menimpanya pada lingkungan eksternal. Individu yang menyalakan pada kejadian eksternal tidak kehilangan rasa penghargaan terhadap dirinya sendiri saat kejadian buruk menimpanya (Seligman, 2008).

Seligman (2008) menggambarkan tipe pesimis sebagai seseorang yang menunjukkan:

1. Kegagalan sebagai sesuatu yang :

a. Internal, yaitu menganggap bahwa kegagalan yang terjadi adalah akibat kesalahannya.

b. Permanen, menganggap bahwa dirinya telah gagal untuk selamanya.


(49)

40

c. Global, merasa bahwa dirinya tidak mampu atau buruk pada segala hal, atau tidak mempunyai kelebihan sedikitpun. 2. Kesuksesan sebagai sesuatu yang :

a. Eksternal, menganggap bahwa keberhasilan yang diperoleh berasal dari faktor keberuntungaan semata.

b. Temporer, menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai hanya karena tugas yang dilakukan tidak sulit.

c. Spesifik, merasa bahwa keberhasilan yang diperolehnya hanya dapat dicapai pada salah satu bidang saja, dan tidak mungkin bisa mendapat keberhasilan dibidang yang lain.

Sebaliknya, orang yang optimis mempunyai penilaian yang bertolak belakang dengan orang pesimis, tentang keberhasilan dan kegagalan. Berikut ini tabel untuk mempermudah membedakan antara sifat optimis dengan sifat pesimis.

Tabel 1

Perbedaan antara Optimistime dan Pesimisme

Optimist Pesimist

Good Event Internal, Permanent, Global

External, Temporary, Spesific

Bad Event External, Temporary, Spesific

Internal, Permanent, Global

Sumber: Kassin, S. (1995). Psychology. Houghton Mifflin Company, Boston. P.715.


(50)

41

Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat kita simpulkan bahwa orang yang optimis akan memandang suatu kejadian positif sebagai suatu hal yang akan terus terjadi ( permanent ) meski dalam kondisi apapun (universal), hal ini diakibatkan karena mereka percaya bahwa kejadian Positif itu muncul akibat faktor dari dalam dirinya ( internal). Sementara bila mereka berhadapan dengan kejadian negatif mereka akan memandangnya sebagai suatu hal yang sementara dan spesifik atau hanya pada saat tertentu saja. Hal ini diakibatkan karena mereka percaya bahwa hal yang negatif muncul diakibatkan faktor dari luar dirinya (external).

7. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Optimisme

Menurut para ahli ada beberapa faktor yang mempengaruhi optimisme, yaitu (Idham, 2011):

1. Pesimis, banyak orang yang menyatakan mereka ingin bisa lebih positif tetapi mereka berpikir tepuruk dengan sifat pesimistik, dan untuk dapat mengubah dirinya dari pesimis menjadi optimis dapat melalui rencana tindakan yang ditetapkan sendiri (McGinnis, 1995). 2. Pengalaman bergaul dengan orang lain, kemampuan untuk mengagumi dan menikmati hal pada diri orang lain merupakan daya yang sangat kuat, sehingga dapat membantu mereka memperoleh optimisme (Clark, dalam McGinnis, 1995).

3. Prasangka, prasangkaan hanyalah prasangkaan, bisa merupakan fakta, bisa pula tidak (Seligman, 2005).


(51)

42

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi optimisme seseorang adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, lingkungan pergaulan yang tidak baik, selalu memiliki prasangka yang tidak baik untuk dirinya maupun dengan orang lain.

8. Optimisme Hidup Sehat pada Wanita Penderita Kanker Payudara

Dari serangkaian penjelasan tentang optimisme di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa optimisme adalah suatu pola berpikir yang positif dalam melihat suatu permasalahan dan dengan adanya keyakinan ini, akan menimbulkan harapan bahwa hasil yang baik akan mudah datang daripada hasil yang buruk.

Seligman (2006) mengemukakan bahwa optimisme dan pesimisme mempengaruhi kesehatan. Optimisme dapat membantu meningkatan kesehatan psikologis, sehingga diharapkan akan mempengaruhi perilaku individu ke arah yang lebih positif. Optimisme dapat mempengaruhi kesehatan individu selama masa kehidupan dengan mencegah ketidakberdayaan, sehingga membuat sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi lebih baik (Seligman, 2008).

Optimisme membuat individu memiliki kesehatan yang lebih baik, jarang mengalami depresi, serta memiliki produktivitas kerja yang tinggi, apabila dibandingkan dengan individu yang cenderung pesimisme.


(52)

43

Berdasarkan penjelasan diatas, optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara dapat diartikan sebagai harapan positif yang menghasilkan sikap positif dalam menjalani kehidupan dengan cara yang sehat, untuk mendapatkan kesejahteraan fisik dan psikis pada wanita penderita kanker payudara.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menekankan pada kualitas atau hal yang terpenting dari suatu barang atau jasa. Hal terpenting tersebut bisa berupa kejadian, fenomena, dan gejala sosial. Dari beberapa hal tersebut akan memiliki makna yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pengembangan konsep teori peneliti. (Ghony & Almansyur, 2012)

Tujuan utama pada penelitian ini adalah ingin menggambarkan bagaimana optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara, dan bagaimana proses optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara. Oleh karena itu peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Sesuai dengan pendapat Ghony (2012) yang menyatakan bahwa tujuan terpenting dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Selain itu juga mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai masalah yang diteliti.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Menurut Poerwandari (2005) studi kasus digunakan untuk memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus tersebut tanpa bermaksud untuk


(54)

45

menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori tanpa upaya menggeneralisasikan.

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang wanita berusia 35 tahun dan 40 tahun yang telah didiagnosa menderita kanker payudara. Kedua subjek telah menjalani proses pengobatan berupa kemoterapi. Kedua subjek telah menjalani operasi pengangkatan payudara (mastektomi). Subjek pertama berprofesi sebagai guru, sementara subjek kedua berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang juga berdagang.

Subjek pertama hingga saat ini masih aktif dalam kegiatan mengajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain itu subjek sering menceritakan pengalamannya berjuang melawan penyakit kanker payudara kepada orang disekitarnya agar orang lain lebih waspada terhadap kanker payudara dan memberikan motivasi dalam menjalani kehidupan.

Subjek kedua berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang juga berdagang makanan didekat rumahnya. Meskipun terhalang masalah ekonomi, subjek tetap berjuang untuk penyembuhan kanker yang diderita. Keunikan kedua subjek dalam penelitian ini adalah meskipun kedua subjek menderita kanker payudara stadium lanjut, dan menjalani proses kemoterapi yang tidak mudah, serta telah melakukan operasi pengangkatan payudara (mastektomi), Subjek tetap bersemangat dalam manjalani kehidupan dan tetap mengupayakan hidup sehat.


(55)

46

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian seperti wawancara dan dokumentasi. Lokasi pengambilan data pada subjek pertama dan subjek kedua adalah dirumah masing-masing subjek. Pengambilan data pada subjek pertama, wawancara dilakukan dirumah subjek yang terletak di desa tawangsari, kecamatan taman, Kabupaten Sidoarjo. Untuk significant other subjek pertama adalah anak kandung subjek dan keponakan terdekat subjek. Sedangkan pada subjek kedua, wawancara dilakukan dirumah yang terletak di desa tawangsari, kecamatan taman, Kota Sidoarjo. Untuk significant other subjek kedua adalah dua anak kandung subjek yang bertempat tinggal yang sama dengan subjek.

C. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2008), sumberdata utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain sebagainya. Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data. Terdapat dua jenis sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang berupa tindakan atau perilaku subjek utama. Subjek utama dalam penelitian ini adalah seorang wanita penderita kanker payudara yang memiliki rasa optimisme hidup sehat. Pada penelitian ini menggunakan dua subjek agar


(56)

47

hasilnya nanti lebih variatif. Subjek pertama HF (nama inisial), dengan usia 35 tahun. Subjek kedua ATN (nama inisial), dengan usia 40 tahun.

Pada awalnya peneliti mengalami kesulitan menemukan subjek yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Selain itu tidak semua wanita penderita kanker payudara bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Peneliti menemukan subjek pertama yakni HF pada awalnya karena mendapatkan informasi dari teman peneliti, teman peneliti mengatakan bahwa salah satu gurunya di SMA masih berusia cukup muda mengidap kanker payudara yang cukup parah, namun guru tersebut tetap bersemangat dalam mengajar dan tidak terlihat seperti orang yang memiliki penyakit yang parah.

Setelah mendapatkan kontak subjek pertama, peneliti langsung menghubungi subjek pertama melalui telepon dan pada akhirnya dapat bertemu dengan subjek pertama di kediamannya. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti bertemu dengan subjek pertama dan meminta kesediaan subjek pertama untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Subjek pertama dengan senang hati dan tanpa paksaan bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.

Peneliti menemukan subjek kedua pada awalnya karena dikenalkan oleh teman peneliti yang merupakan tetangga subjek


(57)

48

kedua. Sebelumnya peneliti mencari informasi sebanyak-banyaknya dari saudara maupun teman-teman peneliti terkait kriteria subjek yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Setelah bertemu dengan subjek kedua, peneliti memastikan bahwa subjek kedua memenuhi kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian ini. kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti bertemu dengan subjek kedua dan meminta kesediaan subjek kedua untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Subjek kedua dengan senang hati dan tanpa paksaan bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.

Disamping peneliti mendapatkan sumber data primer dari subjek utama, peneliti juga menggunakan significant other. Significant other ini berperan penting dalam memberikan data tambahan yang dapat melengkapi dan mendukung hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian. Selain itu, significant other juga diperlukan untuk mengecek kembali data-data yang diperoleh dari subjek.

Significant other adalah orang yang dekat dengan subjek atau berada dilingkungan yang sama dengan subjek sehingga mengetahui kehidupan sehari-hari subjek penelitian ini. Jumlah

significant other yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 4 orang dengan ketentuan 2 orang significant other setiap subjek.


(58)

49

Untuk significant other subjek pertama adalah AFM (nama inisial) anak kandung HF, serta HZ (nama inisial) keponakan terdekat HF. Sedangkan significant other subjek kedua adalah SVN dan MAN (nama inisial) anak kandung ATN.

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder atau data pendukung untuk penelitian ini berupa transkrip wawancara dan hasil pemeriksaan medis subjek.

Menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005) prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik yaitu:

a. Diarahkan tidak pada sampel yang besar, melainkan kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian

b. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian

c. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak) melainkan kecocokan konteks.

Pengambilan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memilih subjek dan informan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Dengan pengambilan subjek secara purposive


(59)

50

(berdasarkan kriteria yang ditentukan), maka penelitian ini menemukan subjek yang sesuai dengan tema penelitian.

Adapun kriteria utama dari subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berusia minimal 30 tahun

Subjek adalah wanita dengan usia minimal 30 tahun. Wanita yang berusia lebih dari 30 tahun mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mendapat kanker payudara dan resiko ini akan bertambah sampai usia 50 tahun dan setelah menopause (Hawari, 2004)

2. Kondisi medis

Subjek sedang/telah menjalani proses pengobatan kanker payudara

3. Bersedia menjadi subjek

Subjek bersedia menjadi subjek penelitian ini. Hal ini dibuktikan dengan kesediaan subjek mengisi informed Consent yang telah ditanda tangani oleh subjek dengan bermaterai 6000.

Adapun kriteria utama significant other adalah sebagai berikut: a. Memiliki kedekatan yang baik dengan subjek

b. Telah mengetahui kondisi kesehatan dan keseharian subjek


(60)

51

Untuk mencari subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian tersebut, peneliti mencari informasi dari orang-orang terdekat peneliti dan beberapa temuan peneliti. Dengan demikian subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian tersebut dan memilih HF dan ATN sebagai subjek dalam penelitian ini.

D. Cara Pengumpulan Data

Cara mengumpulkan data berdasarkan dengan metode yang peneliti pakai adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2001) salah satu hal yang penting tetapi sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Observasi merupakan observasi yang didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat dengan cara semistruktur, misalnya dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang memang ingin diketahui oleh peneliti serta aktivitas-aktivitas dalam lokasi penelitian (Creswell, 2014).

Menurut Moleong (2007) pengamatan mengoptimalkan

kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti kehidupan budaya dari segi pandang dan anutan


(61)

52

para subjek pada keadaan waktu itu. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dihayati dan dirasakan oleh subjek sehingga memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun pihak subjek.

Pada penelitian ini akan dilakukan observasi secara langsung. Peneliti akan turun ke lapangan, dimana peneliti akan datang dan melihat secara langsung aktitivitas yang dilakukan oleh subjek. Selain itu, proses penjaringan data observasi dilakukan bersamaan dengan pada saat proses wawancara berlangsung karena pada saat menjawab pertanyaan, subjek menunjukkan ekspresi non verbal yang memiliki makna terkait dengan data informasi yang disampaikan secara verbal.

Penyusunan pencatatan observasi bertujuan untuk memfokuskan hal-hal yang diobservasi yang sifatnya non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau body language bisa teramati atau terdeteksi sehingga mampu memberikan cek dan recek terhadap informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subjek dalam wawancara.

Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan bagaimana penderita kanker payudara menjalani kehidupan sehari-hari serta proses pengobatannya.

2. Wawancara

Moleong (2011) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh


(62)

53

dua pihak, yaitu pewaawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama untuk menggali optimisme hidup sehat pada wanita penderita kanker payudara. Wawancara digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dan menemukan permasalahanyang harus diteliti dan juga hal-hal lain dari subjek secara lebih mendalam lagi yang berhubungan dengan optimisme. Jenis wawancara yang digunakan adalah jenis wawancara semi struktural.

3. Dokumentasi

Menurut Arikunto (Iskandar, 2009), teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Teknik ini merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi, foto-foto, rekaman kaset. Data ini dapat didimanfaatkan peneliti untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan jawaban dari fokus permasalahan penelitian. Dalam penelitian kualitatif studi kasus dokumentasi, peneliti dapat mencari dan mengumpulkan data-data teks atau image. Dalam penelitian ini, data dokumentasi peneliti peroleh dari hasil pemeriksaan medis dan hasil transkrip wawancara dengan subjek.

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi

Setelah memperoleh data yang di butuhkan, peneliti akan menganalisis dengan analisis data, merupakan proses akhir dalam penelitian


(1)

150

f. Subjek merasa yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk mencapai hidup sehatnya g. Subjek mampu berbagi pengalaman baik karena hal tersebut

mampu mempengaruhi suasana hati subjek

h. Subjek mampu membina cinta dalam kehidupan sehingga memiliki hubungan yang harmonis dengan orang lain i. Subjek mampu menerima apa yang tidak bisa diubah dan

mampu menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini serta bersifat apa adanya.

Kedua subjek memiliki 3 aspek gaya penjelasan optimisme yang sesuai dalam menanggapi peristiwa buruk, yakni temporer, spesifik, dan eksternal. Proses subjek dalam mencapai optimisme hidup sehat adalah:

1. Subjek Pertama

Pada awalnya subjek tidak mampu menerima kenyataan bahwa dirinya menderita kanker payudara. Subjek berpikir negatif akan penyakit yang diderita, subjek menjadi pesimis dalam menghadapi penyakitnya. Dengan banyaknya dukungan dari orang-orang disekitar subjek, subjek mulai mampu menepis pemikiran negatif yang muncul dalam menghadapi kanker payudara yang diderita. Dari kondisi awal subjek tidak mampu menemukan pemecahan masalah, akhirnya subjek mampu menemukan pemecahan masalah dengan melakukan tindakan-tindakan kecil untuk mengobati penyakitnya.


(2)

151

Pada awalnya subjek hanya melihat hal-hal buruk yang terjadi pada dirinya karena penyakit kanker payudara yang diderita, namun akhirnya subjek mampu menyadari bahwasanya banyak hal-hal baik yang patut disyukuri didalam kehidupannya. Subjek mempunyai harapan yang besar terhadap hidup sehatnya. Subjek memiliki optimisme untuk mencapai hidup sehat dan mampu menerima kondisi bahwa dirinya mengidap penyakit kanker payudara.

2. Subjek kedua

Respon subjek ketika pertama kali mengetahui bahwa dirinya menderita kanker payudara adalah terkejut dan menjadi stress atas kondisi tersebut. Subjek tidak mampu menerima kenyataan bahwa dirinya menderita kanker payudara. Subjek mengalami perasaan negatif terhadap dirinya, subjek menjadi kurang percaya diri memiliki satu payudara. Subjek merasa pesimis dalam menghadapi kanker payudara dan mengalami penurunan kondisi fisik. Sampai akhirnya subjek mengalami peristiwa penting dalam hidupnya ketika dirinya putus asa terhadap kondisi kesehatannya. Subjek mendapatkan dukungan dari orang-orang disekitarnya, hal tersebut membantu subjek mengubah pola pikir pesimisme menjadi optimisme.

Pada awalnya subjek merasa ragu akan hidup sehatnya, sampai akhirnya subjek merasa sangat yakin mampu sembuh dari kanker payudara. Pada awalnya subjek sering berpikir akan hal-hal negatif


(3)

152

terhadap penyakit yang dideritanya, namun kemudian subjek mulai mampu berpikir positif akan penyakit kanker payudara yang diderita. Dari kondisi awal subjek putus asa menjadi semangat dalam menghadapi penyakitnya. Subjek mampu menerima kondisi bahwa dirinya mengidap penyakit kanker payudara dan memiliki optimisme hidup sehat.

B. Saran

Setelah melihat dan membaca analisis hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan, maka peneliti memberikan saran:

1. Untuk orang dengan kanker payudara peneliti menyarankan untuk tetap berusaha berpikir positif dalam kondisi kesehatannya saat ini. Serta diharapkan dapat menjaga kesehatan dengan hidup teratur, mengatur pola makan, rutin melakukan pengobatan kanker payudara, berolahaga, dan senantiasa berdoa dan tidak berputus asa terhadap pertolongan Allah SWT.

2. Untuk peneliti selanjutnya peneliti menyarankan menambahkan

subjek untuk optimisme hidup sehat pada penderita kanker payudara agar hasil yang didapatkan lebih bervariatif.

3. Untuk peneliti selanjutnya peneliti menyarankan lebih

mendalami faktor-faktor yang dapat mendukung dan memperlambat optimisme hidup sehat.

4. Untuk peneliti selanjutnya peneliti menyarankan meneliti optimisme hidup sehat pada penderita lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2012). Breast Cancer. American Cancer Society. Andyz, A., Najder, A., Merecz-kot, D., & Wojcik, A. (2005). Posttraumatic

Growth in Women After Breast Cancer Surgery. Health Psychological Report, Vol.3, hal 336-344

Arroyo, J.M.G., & Lopez, L.M.D. (2011). Psychological Problems Derived from Mastectomy: A qualitative study. International journal of surgical oncolog. 1-8

Bishop, G.D. (1994). Health Psychology. Integrating Mind and Body. Boston: Allyn and Bacon.

Cahyasari, Mega. & Sakti, Hastaning. (2014). Optimisme Kesembuhan Pada Penderita Mioma Uteri. Jurnal Psikologi Undip. Fakultas Psikologi Universitas Dipenegoro.

Carver, C.S., Pozo, C., Harris, S.D., (1993). How Coping Mediates The Effect Of Optimism on Distress : A Study of Woman With Early Stage Breast Cancer. Journal Of Personality and Social Psychology, Vol. 65, No 2, Hal 376.

Compton, William. C. (2005). An introduction to positive psychology. USA: Thomas Learning, Inc.

Chang, A.F., & Haber, S.B. (2007). Breast Cancer: How your mind can help your body. APA Help Cemter (On-line). Diakses pada tanggal 18 Mei 2017.

Charmaz, K. (2006). Constracting Grounded Theory: a practical Guide through Qualitative analysis. Thousand Oaks: Sage Publications Inc.

Cresswell, J.W. (2014). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

De Groot, Janet M. (2002). The Complexity of the role of social support in relation to the psychological distress associated with cancer. Journal of psychosomatic Research. Vol. 52 No. 277-288.

Dianda, Rama. (2008) Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta: Kata Hati. Francis, S., & Satiadarma, M.P. (2004). Pengaruh Dukungan Keluarga

Terhadap Hidup sehat Ibu Yang Mengidap Kanker Payudara. Jurnal Ilmiah Psikologi: ARKHE. Th.9.No 1, hal 37


(5)

154

Ghufron, M. N. & Rini, R. S. (2010). Teori-teori psikologi. Yogyakarta: AR- Ruzz Media.

Ghony, M. J. & Almanshur, F. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Hadi, Sutrisno. (2004). Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi.

Hardjana, A.M. (1994). Stres Tanpa Distres: Seni Mengolah Stress. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hawari, Dadang. (2004). Kanker Payudara dimensi Psikoreligi. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Kassin, S. (1995). Psychology. Boston: Houghton Mifflin Company.

Karademas, E.C., Karvelis & Argyropoulou. (2007). Short Communication: Stres-Releted predictors of optimism in breast cancer survivors. Stres and Health. 23: 161-168.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Lestari, Rini & Lestari, Sri. (2005). Pelatihan Berfikir Optimis Untuk Mengubah Perilaku Coping Pada Mahasiswa. Jurnal Psikodinamika, Vol. 7. No. 2. Seligman, Martin. (2002) Authentic Happiness. Bandung: PT Mizan Pustaka. Sukardja, I Dewa Gede. (2000). Onkologi Klinik. Surabaya: Airlangga

Univercity Press.

Mahleda, M., & Hartini, N. (2012). Post-traaumatic Growth pada Pasien Kanker Payudara Pasca MasektomiUsia Dewasa Madya. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol 1, Hal.67-71

McGinnis, Alan Loy. (1995). Kekuatan Optimis. Jakarta: Mitra Utama.

Moleong, Lexy J. (2011). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Roda Karya.

Pennery, E., Speechleey, Val., & Rosenfield, Maxine. (2009). Breast Cancer Surgery: Answer at yuour fingerprints. London: Class Publishing Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Psikologi.

Jakarta: LSP3 UI.


(6)

155

Seligman, M. E. P. (2008). Menginstal optimisme: bagaimana cara mengubah pemikiran dan kehidupan anda.Terjemahan: Budhy Yogapranata. Bandung: PT Karya Kita.

Setiati, E. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta: Andi.

Snyder, C. R. & Lopez, S. J. (2002). Handbook of positive psychology. New York: Oxford University.

Shaheen, Ghazalla., Arshad, M., Shamim, T., &Arshad, S. (2011). Effect Of Breast Cancer On Psychological And Psychological Health Of Patients. International Journal Of Applied Biology and Pharmaceutical Technology. Volume: 2: Issue-1: Jan-Mar-2011.

Warddiyah, Aryanti. Afiyanti, & Budiati, T. (2012). Faktor Yang Mempengaruhi Optimisme Kesembuhan Pada Pasien Kanker Payudara. Jurnal Vol. 5 No. 2. Fakultas Ilmu Keperawatan: Universitas Indonesia.

Wilensky, Lincoln, Jackie. (2008). Kanker Payudara Diagnosis dan solusinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Karya.