PERPU No 51 Tahun 1960

Pe r a t u r a n Pe m e r in t a h Pe n gga n t i Un da n g Un da n g
N o. 5 1 Ta h u n 1 9 6 0
Te n t a n g : La r a n ga n Pe m a k a ia n Ta n a h Ta n pa I j in Ya n g
Be r h a k At a u Ku a sa n ya

Presiden Republik I ndonesia,

Menim bang :
a.

b.

c.

d.

e.

f.

bahwa oleh Kepala St af Angkat an Darat selaku Penguasa Perang Pusat

unt uk Daerah Angkat an Darat berdasarkan Undang- undang No 74/
1957 t ent ang “ Keadaan Bahaya” ( Lem baran Negara t ahun 1957
No.16) t elah dikeluarkan Perat uran Penguasa Perang Pusat No. Prt /
Peperpu/ 011/ 1958 t ent ang “ Larangan Pem akaian Tanah Tanpa I j in
Yang Berhak At au Kuasanya ” , yang kem udian dit am bah dan diubah
dengan Perat uran Penguasa Perang Pusat No. Prt / Peperpu/ 041/ 1959
;
bahwa berhubung dengan ket ent uan dalam pasal 61 Perat uran
Pem erint ah Penggant i Undang- undang No. 23 t ahun 1959 t ent ang “
Keadaan Bahaya ” ( Lem baran Negara t ahun 1959 No.139) j o
Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang No. 22 t ahun 1960
( Lem baran Negara t ahun 1960 No.66) w akt u berlakunya Perat uranPerat uran Penguasa Perang Pusat t ersebut akan berakhir pada t anggal
16 Desem ber 1960 ;
bahwa dewasa ini perlindungan t anah – t anah t erhadap pem akaian
t anpa ij in yang berhak at au kuasanya yang sah m asih perlu
dilangsungkan, lagi pula kepada penguasa – penguasa yang
bersangkut an m asih perlu diberikan dasar hukum bagi t indakant indakannya unt uk m enyelesaikan pem akaian t anah dem ikian it u;
bahwa ket ent uan- ket ent uan dalam Ordonansi “ Onrecht m at ige
Occupat ie Van grondon “ ( S. 1948- 110) dan Undang- undang Darurat
No. 8/ 1954 ( Lem baran Negara t ahun 1954 No.65) sert a Undangundang Darurat No. 1/ 1956 ( Lem baran Negara t ahun 1956 No.45)

karena berbagai pert im bangan t idak dapat dipakai lagi;
bahwa berhubung dengan hal- hal t ersebut diat as dan m engingat sifat
m asalahnya sebaiknya soal t erm aksud sekarang diat ur dalam bent uk
perat uran perundang- undangan biasa;
bahwa karena keadaan yang m em aksa soalt ersebut diat ur dengan
Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang;

Mengingat :
a.
2.

Pasal 22 ayat 1 Undang- undang Dasar;
Undang- undang Pokok Agraria ( Undang- undang No. 5 Tahun 1960)

Mendengar :
Musyawarah Kabinet Kerj a pada t anggal 13 Desem ber 1960

Mem ut uskan :
Dengan m encabut :
a.

Ordonansi “ Onrecht m at ige Occupat ie Van grondon “ ( S. 1948- 110) ;
b.
Undang- undang Darurat No.8 / 1954 ( Lem baran Negara t ahun 1954
No.65) ;
c.
Undang- undang Darurat No.1 / 1956 ( Lem baran Negara t ahun 1956
No.45) ;

Menet apkan :
Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang t ent ang “ Larangan
Pem akaian Tanah Tanpa I j in Yang Berhak at au Kuasanya”

Pasal 1.
Dalam Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang ini yang dim aksud
dengan :
1.
t anah ialah :
a.
Tanah yang langsung dikuasai oleh negara,
b.

Tanah yang t idak t erm asuk huruf a yang dipunyai denga hak
oleh perseorangan at au badan hukum ;
2.
Yang berhak ialah :
1/ a. Negara dalam hal ini Ment eri agraria at au pej abat yang
dit unj uknya,
1/ b. orang at au badan hukum yang berhak at as t anah it u.
3.
Mem akai t anah ialah m enduduki, m engerj akan dan at au m enguasai
sebidang t anah at au m em punyai t anam an at au bangunan diat asnya,
dengan t idak dipersoalkan apakah bangunan it u dipergunakan sendiri
at au t idak.
4.
Penguasa Daerah ialah :
a.
Unt uk daerah- daerah yang berada dalam keadaan bahaya
sepert i yang dim aksudkan dalam Perat uran Pem erint ah
Penggant i Undang- undang no. 23 Tahun 1959 ( Lem baran
Negara t ahun 1959 No.139) : “ Bupat i / Walikot am adya Kepala
Daerah yangsangkut an, sedang unt uk daerah t ingkat I Jakart a

Raya : Gubernur / Kepala Daerah Jakart a Raya”

b.

Unt uk daerah- daerah yang berada dalam keadaan bahaya
dengan t ingkat an keadaan darurat sipil, darurat m ilit er at au
keadaan perang, m asing- m asing penguasa daruruat sipil
daerah, penguasa darurat m ilit er daerah at au penguasa perang
daerah yang bersangkut an, sepert i yang dim aksudkan dalam
Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang no. 23 Tahun
1959 ( Lem baran Negara t ahun 1959 No.139) ;
Pasal 2.

Dilarang m em akai t anah t anpa ij in yang berhak at au kuasanya yang sah.
Pasal 3.
( 1)

( 2)

( 1)


( 2)

Penguasa Daerah dapat m engam bil t indakan- t indakan unnt uk
m enyelesaikan pem akaian t anah yang bukan perkebunan dan bukan
hut an t anpa ij in yang berhak at au kuasanya yang sah, yang ada di
daerahnya m asing- m asing pada suat u wakt u.
Penyelesaian t ersebut pada ayat 1 pasal ini diadakan dengan
m em perhat ikan rencana perunt ukan dan penggunaan t anah yang
bersangkut an.
Pasal 4.
Dalam rangka m enyelesaikan pem akaian t anah sebagai yang
dim aksudkan dalam pasal 3, m aka penguasa daerah dapat
m em erint ahkan kepada yang bersangkut an dengan segala barang dan
orang yang m enerim a hak dari padanya.
Jika set elah berlakunya t enggang wakt u yang dit ent ukan didalam
perint ah pengosongan t ersebut pada ayat 1 pasal ini perint ah it u
belum dipenuhi oleh yang bersangkut an, m aka penguasa daerah at au
pej abat yang diberi perint ah olehnya m elaksanakan pengosongan it u
at as biaya pem akai t anah it u sendiri.

Pasal 5.

( 1)

( 2)

Pem akai t anah- t anah perkebunan dan hut an yang m enurut undangundang darurat No. 8 / 1954 ( Lem baran Negara t ahun 1954 No.65) j o
undang- undang darurat No. 1/ 1956 ( Lem baran Negara t ahun 1956
No.45) harus diselesaikan, dan yang pada t anggal m ulai berlakunya
Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang ini belum
diselesaikan m enurut ket ent uan – ket ent uan dalam Undang- undang
darurat t ersebut , selanj ut nya aakan diselesaikan m enurut ket ent uan –
ket ent uan yang dit et apkan oleh Ment eri agraria, set elah m endengar
Ment eri Pert anian.
dengan t idak m engurangi berlakunya ket ent uan dalam ayat 1 pasal
ini, m aka Ment eri agraria dengan m endengar Ment eri Pert anian, dapat
pula m engam bil t indakan – t indakan unt uk m enyelesaikan pem akaiaan

( 3)


t anah- t anah perkebunan dan hut an t anpa ij in yang berkah at au
kuasanya yang sah, yang dim ulai sej ak t anggak 12 Juni 1954.
Didalam m enggunakan wewenangnya sebagai yang dim aksud dalam
pasal ini, m aka m engenai penyelesaian pem akaian t anah- t anah
perkebunan Ment eri Agraria harus m em perhat ikan kepent ingan rakyat
pem akai t anah yang bersangkut an, kepent ingan penduduk lainnya
didaerah t em pat let aknya perusahaan kebun dan luas t anah yang
diperlukan perusahaan it u unt uk m enyelenggarakan usahanya, dengan
ket ent uan , bahwa t erlebih dahulu harus diusahakan t ercapainya
penyelesaian dengan j alan m usyawarah dengan pihak- pihak yang
bersangkut an.
Pasal 6.

( 1)

( 2)

( 3)

dengan t idak m engurangi berlakunya ket ent uan dalam pasal – pasal 3,

4 dan 5 , m aka dapat dipidana dengan hukum an kurungan selam alam anya 3 ( t iga) bulan dan at au denda sebanyak- banyaknya Rp
5000.- ( Lim a ribu rupiah ) :
a.
Barang siapa m em akai t anah t anpa ij in yang berhak at au
kuasanya yang sah , dengan ket ent uan, bahwa j ika m engenai
t anah – t anah perkebunan dan hut an dikecualikan m erela yang
akan diselesaikan m enurut pasal 5 ayat 1;
b.
Barang siapa m engganggu yang berhak at au kuasanya yang
sah di dalam m enggunakan haknya at as suat u bidang t anah;
c.
Barang siapa m enyuruh, m engaj ak, m em buj uk at au
m enganj urkan dengan lisan at au t ulisan unt uk m elakukan
perbuat an yang dim aksud dalam pasal 2 at au huruf b dari pasal
2 ayat 1 pasal ini;
d.
Barang siapa m em beri bant uan dengan cara apapun j uga unt uk
m elakukan perbuat an t ersebut pada pasal 2 at au huruf b dari
ayat 1 pasal ini
Ket ent uan – ket ent uan m engenai penyelesaian yang diadakan oleh

m ent eri agraria dan penguasa perang daerah sebagai yang dim aksud
dalam pasal- pasal 3 dan 5 dapat m em uat ancam an pidana dengan
hukum an kurungan selam a- lam anya 3 bulan dan at au denda
sebanyak- banyaknya Rp 5000,- t erhadap siapa yang m elanggar at au
t idak m em enuhinya.
Tindak pidana t ersebut dalam pasal ini adalah pelanggaran
Pasal 7.

Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang ini m ulai berlaku pada
t anggal 16 Desem ber 1960

Agar supaya set iap orang dapat m enget ahuinya m em erint ahkan
pengum um an Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang ini dengan
penem pat an dalam Lem baran- Negara Republik I ndonesia.

Dit et apkan di Jakart a
pada t anggal 14 Desem ber 1960.
Presiden Republik I ndonesia,
ttd
SUKARNO


Diundangkan di Jakart a
pada t anggal 14 Desem ber 1960.
Pej abat Sekret aris Negara,
ttd
SANTOSO.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERI NTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG
No. 51 Tahun 1960
Tent ang PERTAMBANGAN MI NYAK DAN GAS BUMI .

I . UMUM.
1.

Dewasa ini banyak sekali t anah- t anah, baik yang ada di dalam
m aupun di luar kot a besar, dipakai oleh orang- orang t anpa ij in dari
penguasa yang berw aj ib at au yang berhak. Pem akaian t anah t ersebut
m eliput i pula t anah- t anah pekebunan.
Pem erint ah pada um um nya dapat m em aham i keadaan yang t idak
sewaj arnya it u, yang disebabkan karena sangat kurangnya persediaan
t anah bagi rakyat , baik unt uk perum ahan m aupun unt uk bercocok
t anam .

2.

Dalam pada it u unt uk pem bangunan negara, penggunaan t anah
haruslah dilakukan dengan cara yang t erat ur. Pem akaian t anah secara
t idak t erat ur, lebih- lebih yang m elanggar norm a- norm a hukum dan
t at a t ert ib, sebagaim ana t erj adi di banyak t em pat , benar- benar
m engham bat , bahkan seringkali sam a sekali t idak m em ungkinkan lagi
dilaksanakannya rencana pem bangunan di pelbagai lapangan.
Pem buat an bangunan- bangunan di dalam kot a unt uk t em pat t inggal,
berj ualan dan yang lain sebagainya yang berj ej al- j ej al dan t idak
t erat ur let ak dan t em pat nya, dari bahan- bahan yang m udah t erbakar,
t idak saj a m enam bah besarnya kem ungkinan kebakaran, t et api
dipandang dari sudut kesehat an dan t at at ert ib keam anan sungguh

t idak dapat dipert anggungj awabkan. Belum lagi diperhit ungkan berapa
kerugian yang diderit a negara dan m asyarakat , m isalnya dari t indakan
– t indakan yang berupa perusakan t anah- t anah perkebunan, yang
m erupakan salah sat u cabang produksi yang pent ing bagi
perekonom ian negara dewasa ini, punt elah sam a- sam a kit a m aklum i
pula.
Dem ikianlah m aka bagaim anapun j uga pem akaian t anah – t anah
secara dem ikian it u, sungguhpun dapat dipaham i sebab- m usababnya
t et api t idaklah dapat dibenarkan, dan karena it u harus dilarang.
3.

4.

Berhubung dengan it u m aka oleh penguasa m ilit er/ kepala st af
angkat an darat t elah dikeluarkan perat uran penguasa m ilit er/ kepala
st af angkat an darat No. Prt / PM / 014 / 1957 t ent ang “ Larangan
pem akaian t anah t anpa ij in pem iliknya at au kuasanya “ yang
didasarkan at as “ Regeling op de st aat van oorlog en beleg ” ( S. 1939582) . Berhubung dengan berlakunya Undang- undang No. 74 t ahun
1957 ( Lem baran Negara t ahun 1957 No. 160) t ent ang “ Keadaan
Bahaya” Perat uran t ersebut digant i dengan perat uran kepala st af
angkat an darat selaku penguasa perang pusat unt uk daerah angkat an
darat No. Prt / Peperpu/ 011/ 1958. Perat uran ini kem udian dit am bah
dan diubah dengan perat uran penguasa perang pusat No. Prt /
Peperpu/ 041/ 1959 hingga m eliput i pula t anah- t anah perkebunan.
Kini Undang- undang No. 74 t ahun 1957 t ersebut t elah digant i pula
dengan Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang No. 23 t ahun
1959 t ent ang “ Keadaan Bahaya” ( Lem baran Negara t ahun 1959 No.
139) . Berhubung dengan it u m aka perat uran- perat uran penguasa
perang pusat No. Prt / Peperpu/ 011/ 1958 dan Prt / Peperpu/ 041/ 1959
it u wakt u berlakunya akan berakhir pada t anggal 16 desem ber 1960
berdasarkan Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang No. 22
t ahun 1960.
Dengan t idak berlakunya lagi perat uran- perat uran penguasa perang
pusat t ersebut m aka berlakulah kem bali Ordonansi “ Onrecht m at ige
occupat ie van gronden” ( S.1948- 110) dan Undang- undang Darurat No
8 t ahun 1954 ( Lem baran Negara t ahun 1954 No. 65) dan No. 1 t ahun
1956 ( Lem baran Negara t ahun 1956 No. 45) t ent ang “ Penyelesaian
soal pem akaian t anah perkebunan oleh rakyat ” . Tet api ordonansi
t esebut dalam S 1948- 110 it u karena keberat an- keberat an prakt is
kedua undang- undang darurat t ersebut perlu digant i.
Berhubung dengan it u m aka oleh karena perlindungan t anah- t anah
t erhadap pem akaian yang t idak t erat ur dan m elaw an hukum it u
dewasa ini m asih perlu dilangsungkan , lagi pula kepada penguasa –
penguasa yang bersangkuat an m asih perlu diberikan dasar hukum
bagi t indakan- t indakannya unt uk m enyelesaikan pem akaian t anah
yang dem ikian it u, perlu diadakan perat uran baru yang dapat
dilaksanakan secara yang lebih efekt if.
Mengingat m asalahnya yang t idak bersifat “ sem ent ara” , m aka
dipandang lebih baik j ika perat uran it u t idak dikeluarkan lagi dalam

5.

7.

bent uk perat uran yang didasarkan at as ket ent uan Undang- undang
keadaan bahaya, m elainkan dalam bent uk perundang- undangan biasa.
Oleh karena keadaan m endesak m aka perat uran yang dim aksud it u
dit et apkan sebagai perat uran pem erint ah penggant i undang- undang.
Pem erint ah m enginsafi, bahwa pem ecahan m asalah pem akaian t anah
secara t idak sah it u m em erlukan t indakan- t indakan dalam lapangan
yang luas yang m em punyai berm acam - m acam aspek, yang t idak saj a
t erbat as pada bidang agraria dan pidana, m elainkan j uga m engenai
lapangan- lapangan sosial, perindust rian, t ransm igrasi dan lain- lainya.
Tet api sebagai langkah pert am a pem erint ah m em andang perlu
m engam bil t indakan unt uk m encegah m eluasnya perbuat an yang
dim aksudkan diat as dan m engeluarkan perat uran sebagai dasar
hukum nya dalam bent uk perat uran pem erint ah penggant i undangundang ini.
Pert am a- t am a perat uran pem erint ah penggant i undang- undang
( disingkat : PERPU) ini m enyat akan bahw a pem akaian t anah t anpa ij in
dari yang berhak at au kuasanya yang sah adalah perbuat an yang
dilarang dan diancam pula dengan pidana ( pasal 2 j o. Pasal 6 ayat 1
huruf a) .
Dalam pada it u t idaklah selalu harus dilakukan t unt ut an pidana
m enurut pasal 6 t ersebut . Ment eri agraria dan penguasa daerah
m enurut pasal 3 dan pasal 5 dapat m engadakan penyelesaian secara
lain, dengan m engingat kepent ingan pihak- pihak yang bersangkut an,
pula dengan m engingat rencan perunt ukan dan penggunaan t anah
yang dipakai it u. Pem akaian t anah t anpa ij in yang berhak t idak
diperbolehkan. Tet api j uga t idak dibenarkan j ika yang berhak it u
m em biarkan t anahnya dalam keadaan t erlant ar. Bahkan m enurut
pasal – pasal 27,34, dan 40 Undang- undang Pokok agraria hak m ilik,
hak guna bangunan dan hak guan usaha hapus j ika t anahnya
dit erlant arkan.
Agar supaya unt uk m em peroleh penyelesaian dapat diselenggarakan
secara yang efekt if, m aka j ika dipandang perlu Ment eri agraria dan
Penguasa Daerah dapat m em erint ahkan kepada yang m em akainya
unt uk m engosongkan t anah yang bersangkut an ( oasal 4 dan pasal 5
ayat 3) . Dengan dem ikian m aka unt uk m engadakan pengosongan
t idaklah diperlukan perant araan pengadilan. Sudah barang t ent u j ika
m em ang perlu, selain perint ah pengosongan dapat pula dilakukan
t unt ut an pidana .
Dengan dem ikian m aka t indakan- t indakan unt uk m engat asi dan
m enyelesaikan soal pem akaian t anah – t anah secara t idak sah it u
dapat disesuaikan dengan keadaan dan keperluannya, dengan
m engingat fakt or- fakt or t em pat , wakt u, keadaan t anah dan
kepent ingan pihak- pihak yang bersangkut an.
Mengingat bahwa dewasa ini negara kit a m asih dalam keadaan bahaya
dalam berbagai t ingkat an ( keadaan perang, keadaan darurat m ilit er
dan keadaan darurat sipil) , m aka selam a keadaan bahaya it u m asing
berlangsung dipandang perlu unt uk m engikut sert akan penguasa –

8.

penguasa keadaan bahaya daerah dalam pelaksanaannya ( pasal 3
dan pasal 4) .
Oleh karena pem akaian t anah- t anah yang dim aksudkan it u t idak sam
disem ua t em pat m aka t it ik berat kebij aksanaan dalam pelaksanaannya
diserahkan kepada penguasa- penguasa daerah, hingga dapat lah
diperhat ikan segi- segi dan coraknya yang khusus, sesuai dengan
keadaan set em pat . Dalam pada it u m engingat akan fakt or- fakt or yang
m em bedakan t anah- t anah perkebunan ( dan hut an) dengan t anah
t anah lainnya m aka khusus m engenai t anah- t anah perkebunan ( dan
hut an) it u dipandang perlu unt uk m em usat kanyya pada m ent eri
agraria ( dan m ent eri pert anian ) , hingga t erj am in garis kebij aksanaan
yang seragam , t erut am a karena soal perkebunan it u kebanyakan t idak
hanya dilihat sebagai persoalan daerah- sedaerah sem at a- m at a ( pasal
5) .
Sebagai dasar kebij aksanaan dalam m enggunakan w ewenang yang
dim aksud dalam pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 m aka dit et apkan dalam
ayat 4, bahwa t erlebih dahulu haruslah diusahakan t ercapainya
penyelesaian dengan j alan m usyawarah dengan pihak pihak- pihak
yang bersangkut an.
Jika j alan m usyaw arah t idak m em bawa hasil m aka agraria lah ( set elah
m endengar m ent eri pert anian) yang akan m enet apkan
penyelesaiannya dengan m em perhat ikan kepent ingan rakyat pem akai
t anah yang bersangkut an, kepent ingan penduduk lainnya di daerah
t em pat let aknya perusahaan kebun dan luas t anah yang diperlukan
perusahaan it u unt uk m enyelenggarakan usahanya.
Didalam pasal 5 diadakan perbedaan ant ara pem akaian t anah
perkebunan dan hut an yang dim ulai sej ak t aggal 12 Juni 1954 dan
sebelum nya ( ayat 2 dan ayat 1) . Pem akaian t anah sebelum t anggal
t ersebut , yait u t anggal m ulai berlakunya undang- undang darurat No.
8 t ahun 1954, harus diselesaikan, karena m em ang dit ent ukan
dem ikian dalam undang- undang darurat t ersebut . Biarpun
pem akaian- pem akaian t anah sej ak t anggal it u perlu diselesaikan pula,
t et api karena m ulai t anggal t ersebut sudah ada perat uran yang t egas
m elarang pem akaian t anah yang dim aksudkan it u, m aka didalam
usaha penyelesaianya sudah sewaj arnya j ika diam bil sikap yang lain
t erhadap para pem akai sebelum t anggal 12 Juni 1954 it u. Terhadap
para pem akai yang t erakhir inipun t idak dapat dilakukan t unt ut an
pidana ( pasal 6 ayat 1 huruf a) .
Dengan adanya penj elasan t ersebut diat as kiranya t idak perlu lagi
diberikan penj elasan pasal dem i pasal.

______________________________________