ProdukHukum BankIndonesia

1

D aftar Isi
Pengantar

1

Sekilas Implementasi Basel II

2

Permodalan Bank
Rasio Kecukupan Modal (CAR)

8

Definisi dari regulatory capital

8

Rasio Modal Minimum


9

Bobot risiko

9

Evolusi Basel II
Basel Capital Accord

11

Pilar 1 -- Definisi Modal, Mitigasi Risiko Kredit, Risiko Pasar,
Risiko Operasional

11

Pilar 2 -- Proses Review Dalam Rangka Pengawasan

16


Pilar 3 -- Pengungkapan Kepada Pasar

17

Frequently Answer & Question

18

Penjelasan Beberapa Terminologi

21

2

Pengantar
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memudahkan pembaca memahami pentingnya
permodalan bagi suatu bank tidak hanya secara individu tetapi dalam kerangka menjaga
kestabilan sistem keuangan. Karena perannya yang penting itu maka pengaturan mengenai
permodalan mengacu kepada suatu standar internasional yang dikeluarkan oleh Basel

Committe on Banking Supervision. Standar yang dikenal dengan Basel I pertama kali
ditetapkan pada tahun 1988 yang dalam perjalanan waktu banyak mengalami penyesuaian
sebagai konsekuensi berkembang pesatnya instrumen di pasar keuangan. Sampai dengan
akhirnya disepakati untuk menetapkan suatu standar perhitungan permodalan bank yang lebih
sensitif yang dikenal dengan Basel II.
Melalui buku yang berusaha ditulis dengan bahasa yang sederhana ini, diharapkan pembaca
dapat mengetahui standar perhitungan modal yang sedemikian rupa telah mengalami
penyesuaian dan latar belakang dikeluarkannya Basel II dalam keterkaitan perhitungan
kecukupan permodalan bank dikaitkan dengan profil risiko suatu bank.
Buku ini tidak akan membahas teknis pengertian dari setiap aspek dalam Basel II tetapi lebih
sekedar menyajikan suatu benang merah Basel II yaitu upaya peningkatan manajemen risiko
bank sehingga melalui implementasi Basel II ini bank dapat memperoleh insentif dan sejalan
dengan itu dapat menjamin kestabilan sistem keuangan yang pada akhirnya akan mendukung
pertumbuhan perekonomian.
Jakarta, September 2006

3

Sekilas Implementasi Basel II
Peningkatan Standardisasi Perhitungan Kecukupan M odal

Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang
diterima dari nasabah. Jika sebuah bank mengalami kegagalan, dampak yang ditimbulkan
akan meluas mempengaruhi nasabah dan lembaga-lembaga yang menyimpan dananya atau
menginvestasikan modalnya di bank, dan akan menciptakan dampak ikutan secara domestik
maupun pasar internasional. Karena pentingnya peran bank dalam melaksanakan fungsinya
maka perlu diatur secara baik dan benar. Hal ini bertujuan utnuk menjaga kepercayaan
nasabah terhadap aktivitas perbankan. Salah satu peraturan yang perlu dibuat untuk mengatur
perbankan adalah peraturan mengenai permodalan bank yang berfungsi sebagai penyangga
terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.
Mengingat pentingnya modal pada bank , pada tahun 1988 BIS mengeluarkan suatu konsep
kerangka permodalan yang lebih dikenal dengan the 1988 accord (Basel I). Sistem ini dibuat
sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi risiko kredit, dengan mensyaratkan standar
modal minimum adalah 8%. Komite Basel merancang Basel I sebagai standar yang sederhana,
mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan eksposurnya kedalam kelas yang lebih luas, yang
menggambarkan kesamaan tipe debitur. Eksposur kepada nasabah dengan tipe yang sama
(seperti eksposur kepada semua nasabah korporasi) akan memiliki persyaratan modal yang
sama, tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit
dan risiko yang dimiliki oleh masing-masing individu nasabah.
Sejalan dengan semakin berkembangnya produk -produk yang ada di dunia perbankan, BIS
kembali menyempurnakan kerangka permodalan yang ada pada the 1988 accord dengan

mengeluarkan konsep permodalan baru yang lebih di kenal dengan Basel II. Basel II dibuat
berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang memberikan kerangka perhitungan modal
yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap
peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara
penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan
memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko
dari kerugian akibat kegagalan operasional

4

Basel II
3 Pillar

Minimum
Capital
Requirements

Supervisory
Review
Process


Market Discipline

Providing a flexible, risk -sensitive capital management framework

Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan
menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review
process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking
approach yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu
ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan
yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko.
Jika dilihat, Basel II memiliki berbagai kompleksitas dan prakondisi yang cukup berat bagi
perbankan. Tetapi wajar jika melihat manfaat yang akan didapat perbankan nanti, berupa
penghematan modal dalam menutup risiko yang diambilnya. Manfaat lain, karena Basel II
merupakan standar yang diakui secara internasional, akan mudah bagi suatu bank yang akan
beroperasi secara global untuk dapat diterima oleh pasar internasional, kalau mengikuti
standar ini.

M emaksimalkan manfaat implementasi Basel II
Basel II menghitung kebutuhan modal yang sesuai dengan profil risiko bank, serta memberikan

insentif bagi

peningkatan kualitas dalam praktek manajemen risiko di

perbankan.

Menggunakan berbagai alternatif pendekatan (approaches) dalam mengukur risiko kredit
(credit risk), risiko pasar (market risk) dan risiko operasional (operational risk), maka hasilnya
adalah perhitungan modal bank yang lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive capital
allocation). Dalam Basel II, perhitungan modal bank ini dimuat dalam Pilar-1 Minimum
Capital Requirement. Dalam berbagai alternatif pendekatan di atas pada dasarnya dapat

5

dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu pendekatan standar berlaku untuk
seluruh bank (standardised model) dan model yang dikembangkan secara internal sesuai
dengan karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank (internal model) sehingga
lebih sophisticated.
Komparasi di antara 2 pendekatan di atas, maka internal model secara umum diharapkan
dapat menghasilkan perhitungan kebutuhan modal yang lebih tepat sesuai dengan risiko yang

dihadapi oleh bank. Ini akan menjadi insentif bagi bank tersebut. Kondisi ini diharapkan
menjadi pemicu bagi upaya berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas manajemen risiko
sehingga pada saatnya dapat mengoptimalkan insentif yang dapat diperoleh dalam
menghitung kebutuhan modal.

MinimumCapital
CapitalRatio
Ratio==8%
8%==
Modal
Minimum
Modal
Aktiva
AktivaTertimbang
TertimbangMenurut
MenurutRisiko
Risiko
Market Risk

Credit Risk


Risiko kerugian dari
posisi dalam on dan off
balance sheet yang
timbul karena
perubahan faktor psar
(suku bunga dan nilai
tukar)

Risiko kerugian karena
debitur/counterparty
gagal memenuhi
kewajibannya sesuai
perjanjian yang
disepakati

Penyesuaian
Specific Risk

Perubahan

Signifikan

Operational
Risk
Risiko kerugian
langsung maupun tidak
langsung yang
disebabkan faktor
kelemahan atau
kegagalan proses
internal, SDM, sistem,
dan kejadian eksternal

Tambahan Risiko

Dalam menilai kelayakan modal bank, maka selain alokasi modal berdasarkan Pilar 1 harus
turut pula dihitung alokasi modal untuk antisipasi kerugian karena risiko-risik o lain seperti
risiko likuiditas (l iquidity risk), risiko strategik (strategic risk), risiko suku bunga di banking
book (interest rate risk in the banking book) dan risiko-risiko lainnya.
Pendekatan di atas dirangkum dalam Pillar 2 -- Supervisory Review Process dan disebut

sebagai Individual Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) yang akan menjadi
tantangan bagi bank dan pengawas.

Diperlukan peningkatan kompetensi dan kapasitas

pengawas yang didukung oleh perangkat ketentuan pengawasan sehingga pada waktunya
dapat melakukan penilaian secara efektif atas risiko lain selain di Pilar 1 bahkan dapat

6

meminta kesediaan bank untuk menambah modal apabila perhitungan modal bank tersebut
dipandang belum memadai.
Selanjutnya, peran aktif masyarakat dalam mengawasi bank dipandang menentukan juga
sehingga dari awal masyarakat diharapkan mampu pula menilai risiko yang dihadapi serta
mengetahui tingkat kecukupan modal yang dimiliki oleh bank seperti terangkum dalam Pillar 3
- Market Discipline. Sinergi penerapan dari ketiga Pilar yang terdapat dalam Basel II di atas
tidak dapat dipisahkan dalam mencapai industri perbankan dan sistem keuangan yang sehat
dan stabil.
Dampak implementasi Basel II terhadap ketahanan sistem perbankan
1. Apakah bank mengalami penurunan CAR sampai dibawah minimum 8% ?
Bank Indonesia bersama sejumlah bank terus melakukan secara periodik studi dampak
kuantitatif untuk melihat konsekuensi penerapan Basel II terhadap modal bank. Oleh
karena itu, dampak Basel II terhadap modal bank semestinya dilihat secara individual dan
menjadi kewajiban untuk sejak dini melakukan penilaian serta meningkatkan efektifitas
penerapan manajemen risiko agar dapat secara optimal memanfaatkan insentif yang ada.
Penurunan CAR bisa sampai terjadi bagi bank yang risikonya memang lebih besar, namun
bagi bank yang kreditnya didominasi oleh retail dan KPR akan menyebabkan perhitungan
kebutuhan modal yang lebih rendah, karena ATMR retail dan KPR lebih rendah dari yang
sekarang diterapkan.
2. Apakah Basel II akan diterapkan untuk seluruh bank umum ?
Fokus implementasi Basel II di Indonesia adalah pengembangan dan peningkatan kualitas
manajemen risiko oleh perbankan nasional sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum. Upaya ini tentu tidak memilah antara bank besar dan bank kecil karena budaya
manajemen risiko tentu berlaku sebagai patron yang umum. Sementara itu, berdasarkan
hasil survei perbankan juga menghendaki agar Basel II dapat diterapkan kepada seluruh
bank untuk mengurangi dampak negatif terhadap tingkat persaingan antar bank akibat
perbedaan kemampuan dan kesiapan bank menerapkan dan mengembangkan manajemen
risiko beserta infrastrukturnya. Pendekatan yang standar pada Basel II akan dapat
diterapkan bagi seluruh bank di Indonesia.

7

3. M ungkinkah implementasi Basel II menghambat proses intermediasi
Penerapan Basel II tidak dimaksudkan untuk menghambat proses intermediasi yang telah
dilakukan perbankan selama ini. Ataupun, dalam lingkup makro, mengurangi dominasi
perbankan dalam pembiayaan roda perekonomian. Pendekatan-pendekatan yang
ditawarkan dalam Basel II secara keseluruhan lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk
mereposisi dan meredefinisi apa yang telah dilakukan perbankan dengan fokus pada
pengelolaan risiko.
Dalam kaitannya dengan fungsi intermediasi, Basel II bukanlah suatu framework yang
mekanistis dimana tidak terdapat ruang untuk toleransi. Beberapa klausul diskresi nasional
(national discretion) memberikan keleluasaan untuk itu. Jika implementasi Basel II
diperkirakan akan menyebabkan penurunan eksposur untuk sektor tertentu (misalnya
disebabkan penggunaan peringkat dalam pemberian kredit kepada korporasi dalam
pendekatan standar untuk risiko kredit), maka pada bagian lain, implementasi Basel II juga
mendorong peningkatan eksposur untuk sektor lainnya seperti kredit untuk sektor retail
(misalnya kredit usaha kecil, perorangan, dan lain-lain) dan perumahan melalui penurunan
bobot risiko kredit untuk masing-masing sektor tersebut. Proses perpindahan tersebut
disadari akan menimbulkan efek kejutan bagi bank, debitur dan perekonomian pada
umumnya. Namun demikian, efek tersebut diharapkan tidak berlangsung lama dan hanya
bersifat ‘‘fine tuning’’ yang lazim dalam suatu perekonomian.
4. Apakah dampak bagi bank yang saat ini sedang berupaya meningkatkan permodalan
dalam kerangka implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia
Peningkatan permodalan bank dalam kerangka implementasi Arsitektur Perbankan
Indonesia secara tidak langsung merupakan sarana bagi bank untuk mengimplementasikan
Basel II dengan baik. Dukungan permodalan yang memadai akan memungkinkan bank
untuk mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi informasi yang diperlukan
dalam mengimplementasikan Basel II. Dengan demikian, kewajiban pemenuhan modal
inti minimum bank umum sebesar Rp80 miliar pada akhir tahun 2007 dan Rp100 miliar
pada akhir tahun 2010 selain dapat meningkatkan skala ekonomis dalam pelaksanaan
kegiatan operasional juga memberikan kesempatan bagi bank untuk meningkatkan
kemampuan manajemen risiko dalam kerangka implementasi Basel II.

8

5. Apakah prasyarat agar Basel II dapat diterapkan dengan baik
Prasyarat utama agar Basel II dapat diterapkan dengan baik meliputi:
- Penerapan manajemen risiko di bank sebagaimana telah diatur dalam PBI No.
5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum
- Penyesuaian standar akuntansi yang mengacu kepada standar akuntansi
internasional (IAS) antara lain IAS 32 dan IAS 39.
- Penerapan perhitungan permodalan secara konsolidasi dengan perusahaan tertentu
dalam sektor keuangan kecuali asuransi
- Pengakuan perusahaan pemeringkat oleh Bank Indonesia untuk dapat melakukan
rating terhadap debitur bank

Rencana Implementasi Basel II di perbankan Indonesia : Tuntutan Kesiapan Bank
Indonesia dan Perbankan
Dalam Basel II dinyatakan bahwa setiap otoritas pengawas perlu mempertimbangkan aspek
prioritas sebelum mengadopsi Basel II. Melalui implementasi Basel II, Bank Indonesia pada
dasarnya ingin meningkatkan aspek manajemen risiko agar bank semakin resisten terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi baik di dalam negeri, regional maupun internasional.
Dengan mempertimbangkan kondisi perbankan dewasa ini maka Bank Indonesia secara
realistis menetapkan format yang diambil dalam langkah implementasi Basel II. Untuk itu
pendekatan yang akan dilakukan sebagai default adalah pendekatan yang paling sederhana,
yaitu standardized approach. Artinya seluruh bank akan melakukan penyesuaian perhitungan
kecukupan permodalan berdasarkan pedoman yang diatur dalam Basel II. Basel II juga
memungkinkan adanya pengaturan yang disebut national descretion, suatu pertimbangan yang
diputuskan oleh otoritas pengawas setempat yang mempertimbangkan kondisi

dan

kompleksitas dari produk perbankan Indonesia.
Untuk mendapatkan rekomendasi pengaturan yang tepat dalam pembahasan substansi Basel II
termasuk national descretion, Bank Indonesia membentuk kelompok kerja (working group)
bersama perbankan. Rekomendasi pengaturan akan diformulasikan dalam bentuk Consultative
Paper (CP) yang akan didistribusikan kepada stakeholders khususnya perbankan untuk
dimintakan masukan/pendapat dan saran

9

Selama ini banyak salah paham khususnya di kalangan perbankan bahwa nantinya bank akan
diwajibkan untuk menerapkan pendekatan yang lebih advanced, sehingga mewajibkan bank
harus menginvestasikan lebih untuk IT/Database yang dinilai sangat mahal dan ini jelas
memperberat bank. Pada prinsipnya bank diberikan keleluasaan untuk dapat menerapkan
pendekatan yang lebih advanced seperti IRB apabila dari kesiapan IT, SDM dan System serta
Bank Risk Profile yang mendukung diyakini dengan menerapkan pendekatan yang lebih
advanced bank dapat memperoleh benefit, maka bank dimaksud dapat mengajukan
permohonan kepada Bank Indonesia. Pengawas BI akan melakukan validasi terhadap kesiapan
bank dimaksud sebelum mengijinkan bank menghitung kecukupan modal dengan perhitungan
yang dilakukan sendiri. Bank Indonesia sedang mendidik khusus pengawas bank yang nanti
akan bertindak sebagai validator market risk dan validator credit risk.

Penerbitan
PBI

P I L L A R

Parallel Run
(Standardized) 1) atau
Efektif
Perhit. CAR
Proses Validasi
(Internal Model)

Market Risk
2)
Standardized
3)
Internal Model

Q3 2007

Q1 2008 - Q4 2008

Q3 2007

dimulai Q3 2007

Q1 2009
Q2 2008

Credit Risk
Standardized
3)
IRBA

Q3 2007
Q4 2009

Q1 2008 - Q1 2009
dimulai Q1 2010

Q1 2009
Q4 2010

Q3 2007
Q4 2009

Q1 2008 - Q1 2009
dimulai Q1 2010
dimulai Q2 2010

Q1 2009
Q4 2010
Q2 2011

Operational Risk
Basic Indicator
3)
Standardized
3)
AMA

Q4 2009

2

Risiko Lainnya
Penerbitan
PBI

4)

Efektif Perhit.
CAR

PI LLAR

3

Transparansi
Penerbitan
PBI

Q1 2009
Q1 2009
Q1 2009

Penerapan Pendekatan
Perhitungan Risiko

1

Q3 2007

P I L L A R

Q1 2009
Q2 2011

Q1 2009
Q2 2011
Q2 2011

Implementasi Basel II di Negara Lain
Berbeda dengan negara-negara G-10, tenggat waktu implementasi Basel II bagi negara-negara
di luar anggota G-10 tidak ditetapkan. Ini sejalan dengan keberadaan Basel II yang pada
dasarnya bukan suatu ‘‘undang-undang’’ yang legally binding dan mengenakan sanksi bagi
negara yang tidak menerapkan. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa penilaian terhadap stabilitas
sektor finansial suatu negara tidak akan didasarkan pada pelaksanaan Basel II tapi lebih
didasarkan pada pemenuhan negara tersebut terhadap 25 Basel Core Principles for Effective
Banking Supervision (BCP). Untuk hal ini, pemenuhan Indonesia terhadap BCP selalu
menunjukkan arah yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.

10

Memang ragam kesiapan dan kebijakan masing-masing negara dalam mengimplementasikan
Basel II akan sangat unik. Kondisi, struktur dan kompleksitas kegiatan usaha perbankan serta
kualitas pengawasan bank menjadi faktor-faktor yang turut berperan dalam penetapan
kebijakan tersebut. Di Amerika Serikat, misalnya, advanced IRB (A-IRB) hanya akan diadopsi
oleh 10 grup bank terbesar yang memang telah dikenal sebagai internationally active banks,
sementara bank -bank lainnya akan menerapkan format Basel II yang disebut Basel IA.

11

Permodalan Bank
Permodalan bagi bank sebagaimana perusahaan pada umumnya berfungsi sebagai penyangga
terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Selain itu modal juga berfungsi untuk menjaga
kepercayaan terhadap aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi atas dana yang diterima dar nasabah.
Merupakan tugas pengawas bank yang memberikan aturan mengenai modal. Regulatory
Capital merupakan modal yang dipersyaratkan oleh otoritas pengawas untuk disiapkan dalam
rangka mengatasi kerugian potensial. Persyaratan Regulatory Capital merupakan salah satu
kompponen utama dari pengawasan bank yang tercermin dalam definisi modal regulatory dan
rasio kecukupan modal (CAR)
Rasio Kecukupan M odal (CAR)
Rasio ini bertujuan untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang timbul dari
aktivitas yang dilakukan. Rasio regulatory yang sudah dikenal adalah rasio minimum sebesar
8%. Hal ini menghubungkan modal bank dengan bobot risiko dari aset yang dimiliki.
Beberapa bank telah menggunakan pendekatan penilaian kebutuhan modal sebagai fungsi dari
manajemen risiko. Umumnya, bank akan menilai jumlah modal yang dibutuhkannya untuk
menutupi kerugiannya hingga suatu probabilitas tertentu.
Modal merupakan sumber daya dari bank yang sangat mahal sehingga bank harus memiliki
insentif yang kuat untuk mengaturnya seefektif mungkin. Sejak pertengahan 1990, beberapa
intitusi yang besar dan paling sophisticated telah mengembangkan berbagai macam ukuran
economic capital dan secara spesifik menyatukan sistem manajemen risiko untuk mengelola
risiko dan modal lebih efisien
Tujuan dari pengawasan bank adalah untuk memastikan bahwa bank beroperasi dengan aman
dan sehat. Untuk kepentingan ini maka bank harus menjaga modal dan cadangan yang cukup
untuk mendukung risiko yang timbul dari dari bisnisnya. Prinsip utama dari The Basel
Committee on Banking Supervision’s (BCBS) menyatakan bahwa pengawas bank harus
menetapkan persyaratan modal minimum yang aman dan tepat untuk semua bank.

12

Untuk memastikan kestabilan dan kesehatan sistem keuangan merupakan tujuan yang dimiliki
oleh semua otoritas pengawas perbankan. Sejak akhir 1980, penggunaan perhitungan
permodalan bank secara standar yang berdasarkan pedoman BCBS telah diikuti secara
internasional untuk mencapai tujuan tersebut.
D efinisi dari regulatory capital
Definisi umum dari regulatory capital dibuat pada tahun 1988 dalam Basel I -- pendekatan
umum pertama untuk kecukupan modal. Definisi ini tetap sama hingga saat ini dan diterapkan
dalam Basel II. Definisi tersebut menyatakan bahwa modal regulatory terdiri dari 3 tingkatan
(atau tier) modal. Sebuah item dapat dikelompokkan ke dalam salah satu tier jika
memenuhikriteria tertentu yang telah ditentukan.
Definisi dari regulatory capital menetapkan kriteria yang dibolehkan untuk dikelompokkan
sebagai komponen modal, sehingga menjamin kesesuaian kriteria antar negara-negara yang
telah menggunakan Basel I. Hal ini telah mendorong penyelarasan antar bank-bank, terutama
bank yang aktif secara internasional
Rasio M odal M inimum
Persyaratan minimum regulatory capital dibentuk berdasarkan 2 komponen:
1. Definisi dari regulatory capital -- daftar dari elemen yang termasuk modal untuk tujuan
regulatory capital dan kondisi-kondisi dari yang harus dipenuhi oleh elemen-elemen
tersebut agar dapat diperhitungkan sebagai modal.
2. Bobot risiko dari aset -- yaitu, semua eksposur setelah dikonversi menjadi aset dan
telah mendapatkan bobot risiko dari pengawas berdasarkan tingkat risikonya.

13

Bobot risiko
Bobot risiko pengawas adalah persentase yang digunakan untuk mengubah jumlah nominal
dari ekposur kredit menjadi jumlah ekposur yang berisiko. Jumlah modal yang bank harus
cadangkan untuk menutupi kerugiaan potensial yang berhubungan dengan eksposur didapat
dari jumlah ekposur yang berisiko dengan mengkalikan bobot risiko aset dengan persyaratan
modal minimum (i.e 8%)
Dibawah Basel I dan Basel II, definisi dari regulatory capital terdiri dari 3 level (atau tier)
modal. Sebuah item dapat dikualifikasikan pada suatu tier jika memenuhi spesifikasi tertentu.
Tier tersebut adalah:
o Modal Tier 1 (atau modal Inti). Tier ini terdiri dari elemen yang memiliki kapasitas
terbesar untuk menyerap kerugian yang terjadi setiap saat.
o Modal Tier 2 (atau modal pelengkap). Tier ini dibentuk dari campuran komponen
ekuitas secara umum (a broad mix of near equity components) dan modal
hybrid/instrumen hutang. Total dari tier 2 dibatasi hingga 100% dari modal tier 1. dari
terbagi menjadi dua kategori:
? Tier 2 atas, dimana dibatasi hingga 100% dari modal tier 1
? Tier 2 bawah, dimana dibatasi hingga 50% dari modal tier 1
o Modal Tier 3 (atau modal pelengkap tambahan) ditambahkan pada tahun 1995 dan
hanya digunakan untuk memenuhi persyaratan modal pada risiko pasar.
Untuk memenuhi persyaratan modal minimum (atau rasio solvency), ditentukan oleh 2
komponen yaitu:
o Bobot risiko aset bank -- yaitu, semua eksposur bank yang diubah menjadi aset
kemudian setiap eksposur dikalikan oleh bobot risiko pengawas berdasarkan tingkat
risikonya
o 2 rasio minimum (atau batas) yang berhubungan dengan modal regulatory dengan
bobot risiko dari aset:
? Total regulatory capital dibagi dengan jumlah bobot risiko aset harus lebih
besar atau sama dengan 8%
? M odal tier 1 dibagi dengan jumlah bobot risiko aset paling tidak harus sama
dengan 4%

14

EVO LUSI BASEL II
Basel Capital Accord
Para pengawas bank meyakini bahwa bank harus menjaga kecukupan modalnya untuk
mengcover seluruh risiko. Pada tahun 1988, Basel Committee on Banking Supervision
menyetujui ‘‘International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards’’
lebih dikenal sebagai Basel Capital Accord. Diterapkan sepenuhnya pada tahun 1992,
Capital Accord memperkenalkan dasar dari rezim perhitungan kecukupan modal yang
sensitif pada risiko yang memberikan satu-satunya opsi dalam perhitungan kecukupan
modal untuk bank-bank yang aktif secara internasional.
Lebih dari satu dekade kemudian, evolusi perbankan diseluruh dunia dan kenyataan
bahwa cara terbaik untuk menghitung, mengelola dan memitigasi risiko berbeda untuk
masing-masing bank meny ebabkan Basel Committee berinisiatif untuk merevisi Accord
1988. Proposal pertama dikeluarkan pada tahun 1999, dan diharapkan dapat diterapkan
pada akhir tahun 2006, revisi Capital Accord -- Basel II -- merupakan suatu kesepakatan
menyeluruh yang menetapkan suatu spektrum pendekatan yang lebih sensitif terhadap
risiko dalam persyaratan perhitungan modal minimum bank, menyediakan proses review
dalam rangka pengawasan bagi bank dalam menjaga tingkat permodalan yang sepadan
dengan profil risiko mereka dan mendorong disiplin pasar dengan mempersyaratkan
pengungkapan informasi yang terkait.
Framework kecukupan permodalan yang baru -- Basel II -- lebih fleksibel dengan
memberikan sejumlah pendekatan yang sensitif terhadap risiko dan insentif bagi
penerapan manajemen risiko yang lebih baik. Dalam Basel II, bank diminta untuk
mengalokasikan modal yang lebih kecil untuk counterparty yang memiliki peringkat lebih
tinggi dan modal yang lebih besar untuk yang lebih berisiko. Framework tersebut disusun
dalam tiga pilar yaitu:
o Pi l ar 1 yang terkait dengan persyaratan modal minimum yang harus disediakan oleh
masing-masing bank untuk mengcover eksposur kredit, pasar dan operasional.
o Pilar 2 khusus terkait dengan proses review dalam rangka pengawasan yang bertujuan
untuk memastikan bahwa tingkat permodalan bank mencukupi untuk mengcover risiko
bank secara keseluruhan.

15

o

Pi l ar 3 terkait dengan disiplin pasar dan rincian mengenai batas minimum untuk
pengungkapan kepada publik.

Pada bulan Juni 1999, Basel Committee mengeluarkan proposal pertama untuk
menggantikan Accord 1988 dengan pendekatan yang lebih sensitif untuk mengcover risiko
kredit, risiko pasar dan risiko operasional. Setelah dimodifikasi dan proses konsultasi
secara luas, framework kecukupan modal yang baru -- Basel II -- dikeluarkan pada
pertengahan tahun 2004, untuk diterapkan pada akhir tahun 2006.
Pilar 1 memberikan pilihan kepada bank dua metodologi dalam perhitungan kecukupan
modal untuk mengcover risiko kredit. Opsi pertama adalah mengukur risiko kredit dengan
ketentuan standar yang didukung oleh penilaian kredit secara ekternal sebagaimana
diberikan oleh lembaga pemeringkat. Metodologi lainnya, mengacu pada persetujuan dari
pengawas, memungkinkan bank untuk menggunakan sistem pemeringkatan internal
mereka.
Pilar 1 ---- D efinisi Modal
Pilar 1 menetapkan persyaratan modal minimum yang terkait dengan risiko kredit, pasar
dan operasional. Dalam Basel II, bank harus menjaga sekurang-kurangnya delapan persen
dari modalnya terhadap aset tertimbang menurut risiko. Dalam konteks ini, modal dibagi
menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:
o M odal Tier 1 yang merupakan modal dasar yaitu saham ditambah saham utama nonkumulatif ditambah cadangan-cadangan dikurangi goodwill.
o M odal Tier 2 terdiri dari nilai revaluasi aset dan cadangan umum maupun instrumen
modal hybrid dan hutang subordinasi.
Kategori modal ketiga, Modal Tier 3, ditambahkan dalam Amandemen Capital Accord
tahun 1996 tetapi hanya digunakan untuk memenuhi proporsi persyaratan modal bank
untuk risiko pasar. Kategori tersebut terdiri dari instrumen hutang subordinasi jangka
pendek dengan karakteristik khusus.
Modal dasar harus memenuhi sekurang-kurangnya 50 persen dari permodalan bank.
Diikuti dengan modal Tier 2 yang tidak boleh melebihi 50 persen dari permodalan.

16

Pilar 1 ----Risiko Kredit
Basel II memungkinkan lembaga keuangan untuk menghitung risiko kredit untuk
memenuhi ketentuan permodalan dengan menggunakan salah satu dari dua cara sebagai
berikut:
o Berdasarkan Standardised Approach (SA), bank menggunakan daftar pembobotan
risiko dalam penrhitungan risiko kredit dari aset-aset bank. Pembobotan risiko
dikaitkan dengan peringkat yang diberikan kepada pemerintah, lembaga keuangan dan
perusahaan oleh lembaga pemeringkat eksternal.
o Internal Rating-Based Approach (IRB) mengizinkan bank untuk menggunakan
peringkat internal mereka terhadap counterparty dan eksposur yang dimiliki yang
memungkinkan pembedaan risiko yang lebih rinci dari berbagai eksposur sehingga
menghasilkan tingkat permodalan yang lebih sesuai dengan tingkatan risiko yang
dihadapi.
Risiko Kredit ---- Standardised Approach
Berdasarkan standardised approach, bank mengalokasikan satu bobot risiko untuk setiap
aset dan pos-pos off-balance sheet yang menghasilkan jumlah keseluruhan aset tertimbang
menurut risiko sebagai berikut:
ATM R = Jumlah eksposur x bobot risiko
Alokasi untuk masing-masing bobot risiko didasarkan pada kategori umum dari debitur
(pemerintah, bank atau perusahaan), yang selanjutnya diklasifikasikan kembali dengan
peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat kredit eksternal. Standardised
approach menetapkan bobot risiko berdasarkan perbedaan kenis aset dan menggunakan
penilaian kredit eksternal untuk meningkatkan sensitivitas terhadap risiko dibandingkan
dengan Accord yang digunakan saat ini. Bobot risiko untuk pemerintah, antar bank dan
eksposur perusahaan dibedakan berdasarkan penilaian kredit eksternal.
Contoh Bobot Risiko
Lihat bobot risiko dalam tabel pemerintah, bank dan perusahaan. Bobot risiko 100 persen
menghasilkan bebena modal sebesar 8% dari nilai eksposur. Hal yang sama, bobot risiko
20% menghasilkan beban modal setara dengan 1,6% (20% x 8%) dari eksposur.
Terdapat beberapa bobot risiko lain sesuai dengan perbedaan jenis eksposur. Beberapa
kategori bobot risiko yang diterapkan:

17

-

Eksposur untuk rumah tinggal yang memenuhi kriteria kehati-hatian yang ketat
ditetapkan sebesar 35%;
Eksposur retail ditetapkan sebesar 75% (pinjaman kepada usaha kecil dan menengah
yang memenuhi kriteria tertentu dapat diperlakukan sebagai retail);
Eksposur properti komersial dengan pengecualian terbatas untuk kondisi tertentu
ditetapkan sebesar 100%;
Eksposur yang berisiko tinggi seperti pinjaman yang telah jatuh tempo ditetapkan
sebesar 150%;
Bagian-bagian sekuritisasi yang berperingkat BB+ and BB- ditetapkan sebesar 350%.

Risiko Kredit ---- IRB Approach
IRB approach mengakui bahwa bank secara umum lebih mengetahui debitur mereka
dibandingkan lembaga pemeringkat. Pendekatan ini memungkinkan bank untuk
menerapkan diferensiasi yang lebih tepat untuk masing-masing risiko dibandingkan tujuh
kelompok risiko (0, 20, 35, 50, 75, 100 dan 150%) yang terdapat dalam standardised
approach.
Terdapat dua pendekatan dalam IRB, dimana kedua pendekatan tersebut mengacu pada
standar pengungkapan dan metodologi yang ketat serta persetujuan pengawas:
- Foundation IRB -- bank menghitung probability of default yang terkait dengan masingmasing debitur dan pengawas menyediakan input lainnya seperti loss given default dan
exposure at default.
- Advanced IRB -- selain dari PD, bank menambahkan input lainnya seperti exposure at
default, loss given default dan jangka waktu. Persyaratan untuk pendekatan ini lebih
ketat.
Insentif
Penetapan ketentuan permodalan dirancang untuk mendorong bank
berpindah dari standardised approach ke IRB approach dan dari
Foundation IRB ke Advanced IRB. Dengan berpindah ke
pendekatan yang lebih maju, yang berarti keterkaitan yang lebig
akurat antara modal dengan risiko, banyak bank akan mendapatkan
pengurangan dari modal yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan.
Namun demikian, terdapat kemungkinan bahwa portofolio bank,
secara rata-rata, lebih tinggi dan IRB approach mempersyaratkan
standard yang lebih tinggi dibandingkan standardised approach.

18

Komponen Pembobotan Risiko
- Probability of Default adalah kecenderungan bahwa suatu debitur akan default
terhadap kewajibannya. Seluruh bank harus menyediakan perhitungan internal
mengenai PD dari debiturnya untuk masing-masing kelompok debitur.
- Loss Given Default (LGD) adalah persentase kerugian yang diperkirakan oleh pemberi
kredit jika suatu debitur default.
- Exposure at Default (EAD) adalah perkiraan nilai eksposur dari debitur tertentu pada
saat terjadi default.
- Maturity (M) adalah jangka waktu efektif (dalam tahun) dari eksposur bank.
Kelompok Aset
- Eksposur Perusahaan -- kewajiban hutang dari perusahaan, kerjasama atau
kepemilikan. Kelompok eksposur perusahaan dibagi menjadi lima kelompok sub-aset:
pembiayaan proyek, pembiayaan objek, pembiayaan komoditas, real estate yang
menghasilkan pendapatan dan real estate komersial yang memiliki volatilitas tinggi.
- Eksposur Bank -- eksposur kepada bank dan perusahaan sekuritas.
- Eksposur Pemerintah -- ekpsosur kepada pemerintah, bank sentral, public sector entities
dan MDBs.
- Eksposur Retail -- eksposur untuk pinjaman retail, termasuk peinjaman kepada
perorangan, usaha kecil, kartu kredit, kredit modal kerja, rumah tinggal dan kredit
angsuran. Basel II mengidentifikasi 2 sub-kelompok yaitu: eksposur yang dijamin
dengan rumah tinggal, retail dengan kualifikasi tertentu dan kredit retail lainnya.
- Eksposur Ekuitas -- kepemilikan dalam perusahaan, kerjasama dan perusahaan bisnis
lainnya.
Pilar 1 ----M itigasi Risiko Kredit
Risiko kredit dari pemberi pinjaman dimitigasi jika debitur memberikan agunan atau pihak
ketiga menjamin kewajiban debitur, ketika bank membeli proteksi kredit, sebagai contoh
melalui derivatif kredit, dan lain-lain. Basel II memberikan pengakuan yang lebih luas
terhadap teknik-teknik mitigasi risiko kredit dibandingkan Accord 1988. Basel II
memungkinkan bank untuk mengakui agunan-agunan sebagai berikut:
- Kas
- Surat hutang tertentu yang diterbitkan oleh pemerintah, public sector entities, bank,
perusahaan dan perusahaan sekuritas
- Sekuritas ekuitas tertentu yang dapat diperdagangkan

19

-

Reksadana tertentu
Emas

Untuk bank yang menggunakan standardised approach untuk menghitung risiko kredit,
Basel II menetapkan dua kemungkinan pendekatan, yaitu:
- Simple approach yang memungkinkan tagihan yang dijamin menerima bobot risiko
yang dikenakan kepada instrumen agunan dengan batasan terendah sebesar 20%.
- Comprehensive approach terfokus pada nilai tunai dari agunan. Pendekatan ini
menggunakan haircut untuk memperhitungkan volatilitas nilai agunan. Haircut dapat
berupa haircut standar yang telah ditetapkan (ditetapkan oleh Basel Committee) atau
menggunakan estimasi volatilitas agunan yang disusun oleh bank.
Bagi bank yang diizinkan menggunakan peringkat internal mereka, simple approach
sebagaimana digambarkan diatas tidak berlaku. Bagi bank-bank yang menggunakan IRB,
komponen LGD akan disesuaikan untuk menggambarkan manfaat penggunaan agunan
untuk mengurangi kerugian.
Sekuritisasi Aset
Sekuritisasi adalah teknik yang digunakan bank untuk antara lain memindahkan risiko dan
mendapatkan likuiditas. Dalam bentuk tradisional, aset bank dimasukkan dlam satu
kelompok yang selanjutnya dijual dengan menerbitkan sekuritas yang dijamin dengan
kelompok aste tersebut. Dalam Basel II, bank harus menerapkan kerangka sekuritisasi
dalam menetapkan kebutuhan modal terhadap eksposur yang berasal dari sekutitisasi
tradisional dan sintetis atau struktur yang sama yang memuat fitur-fitur tersebut.
Oleh karena sekuritisasi dapat dilakukan dalam berbagai cara, penetapan modal dalam
eksposur sekuritisasi harus ditetapkan berdasarkan muatan eksonomis dibandingkan
bentuk legalnya. Hal yang sama, pengawas akan lebih menitikberatkan perhatiannya pada
muatan ekonomis dari transaksi untuk menetapkan apakah hal tersebut mengacu pada
kerangka sekuritisasi dalam kaitannya dengan penetapan kebutuhan permodalan.
Dalam sekuritisasi, bank dapat berperan sebagai kreditur asal atau investor dari aset yang
disekuritisasi dan peran yang sebebnarnya dari dua ketgori ini sangat bervariasi.
Bagaimanapun bentuknya, Basel II menekankan bahwa bank harus mengalokasikan modal
terhadap berbagai bentuk sekuritisasi.

20

Pilar 1 ----Risiko Pasar
Sejak 1 Januari 1998, perbankan dinegara-negara G
10 dipersyaratkan untuk menyediakan modal untuk
mengcover risiko pasar (hal ini mengacu pada
amandemen risiko pasar dari Basel Accord).
Persyaratan permodalan bank untuk risiko pasar
ditetapkan dengan menggunakan dua metode:
Standardised approach mengadopsi apa yang
disebut pendekatan ‘‘building bock’’ untuk transaksi
yang terkait dengan suku bunga dan instrumen
ekuitas yang membedakan persyaratan modal (beban modal) untuk risiko spesifik dari risko
pasar yang umum.
Internal model approach yang memungkinkan bank menggunakan metode yang
dikembangkannya sendiri yang harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif yang
ditetapkan Basel Committee dan mengacu pada persetujuan dari otoritas pengawas.

Internal Model Approach
Internal model approach menetapkan beban modal yang lebih tinggi terhadap VaR hari
sebelumnya atau rata-rata nilai VaR harian selama 60 hari kerja dikalikan dengan tiga fakto
minimum. Bank harus menghitung nilai VaR berdasarkan nilai harian dengan:
- One-tailed confidence interval sebesar 99%
- Holding periode minimum selama 10 hari
- Periode pengamatan minimum selama satu tahun
Internal model yang digunakan bank harus secara akurat mencakup risiko-risiko
tertentu yang terkait dengan option dan instrumen seperti option.

21

Pilar 1 ----Risiko Operasional
Risiko operasional didefinisikan oleh Basel Committee sebagai ‘‘risiko yang baik langsung
maupun tidak langsung berasal dari ketidakmampuan atau kegagalan proses internal,
orang-orang dan sistem maupun kejadian-kejadian eksternal’’.
Terdapat tiga pendekatan dalam menetapkan beban modal untuk risiko operasional:
o Basic Indicator Apparoach menetapkan beban modal untuk risiko operasional sebesar
persentase tertentu (disebut ‘‘alpha factor’’) dari gross income yang digunakan sebagai
perkiraan terhadap eksposur risiko bank. Dalam pendekatan ini, modal yang harus
dialokasikan bank terhadap kerugian yang berasal dari risiko operasional sama dengan
persentase tertentu dari rata-rata gross income tahunan selama periode tiga tahun.
o Standardised Approach mempersyaratkan suatu institusi untuk memisahkan
kegiatannya menjadi delapan lini bisnis standar, sebagai contoh perbankan retail,
pembiayaan korporasi, dan lain-lainnya. Beban modal untuk masing-masing lini bisnis
dihitung dengan mengalikan gross income untuk masing-masing lini bisnis tersebut
dengan suatu angka (disebut ‘‘beta’’) yang ditetapkan untuk masing-masing lini bisnis.
Angka beta akan berbeda untuk masing-masing lini bisnis.
o Dalam Advanced Measurement Approach , perhitungan kebutuhan modal akan sama
dengan pengukuran risiko yang dihasilkan dari sistem pengukuran risiko operasional
yang digunakan secara internal oleh bank. Bank harus memenuhi kriteria kualitatif dan
kuantitatif sebagaimana ditetapkan dalam Basel II dan harus disetujui oleh pengawas.
Perhitungan Kebutuhan Modal
Basel II mempersyaratkan bahwa bank harus menyediakan modal sebesar 8% terhadap
aset tertimbang menurut risiko, dihitung sesuai dengan rumusan sebagai berikut:

Sebagai contoh, suatu bank memiliki jumlah ATMR sebesar USD10 miliar, beban modal
untuk risiko pasar sebesar USD300 juta dan beban modal untuk risiko operasional sebesar
USD100 juta. Kebutuhan modal minimum untuk bank tersebut adalah:
= (USD 10 miliar + 12,5 x (USD300 juta + USD100 juta) x 8% = USD1,2 miliar
Hal ini berarti bank tersebut harus menyediakan modal sekurang-kuranganya USD1,2
miliar.

22

Pilar 2 dan 3: Pengawasan dan Pengungkapan
Jika Pilar 1 memiliki dampak yang jelas dan terukur terhadap bank (sehingga dibutuhkan
perhatian yang lebih banyak terhadap Pilar 1), Pilar 2 dan Pilar 3 juga merupakan elemen
yang penting dalam Basel II. Pilar 2 menekankan pada proses review dalam rangka
pengawasan yang bertujuan untuk memastikan bahwa bank memelihara tingkat
permodalan yang sepadan dengan profil risiko mereka. Pilar 3 mempersyaratkan bank
untuk mengungkapkan informasi yang mencukupi untuk memfasilitasi pelaku pasar
memahami risiko-risiko yang dihadapi bank yang memungkinkan penerapan disiplin
pasar.
Pilar 2 ---- Proses Review Dalam Rangka Pengawasan
Proses review dalam rangka pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa bank
menghitung kecukupan modal mereka dikaitkan dengan keseluruhan risiko yang dihadapi
dan pengawas menilai da n mengambil tindakan yang diperlukan guna merespon
perhitungan modal yang dilakukan bank.
Pengawas dapat meminta bank untuk menyediakan modal melebihi rasio permodalan
minimum atau melakukan langkah-langkah perbaikan seperti memperkuat manajemen
risiko terkait atau praktek-praktek lainnya. Jika diperlukan rasio yang lebih tinggi,
pengawas perlu melakukan intervensi jika modal bank berada dibawah batasan tersebut.
Pilar 2 mempersyaratkan bank untuk melakukan stress
test
guna memperkirakan besarnya kebutuhan modal
berdasarkan perhitungan IRB pada kondisi krisis. Hasil
dari
tes tersebut harus digunakan bank dan pengawas untuk
memastikan bahwa bank memiliki permodalan yang
mencukupi.
Pilar 2 memiliki empat prinsip utama yaitu:
o Bank harus memiliki proses untuk menghitung
kecukupan modal secara keseluruhan berdasarkan profil risiko mereka termasuk
strategi untuk memelihara tingkat permodalan;
o Pengawas harus mereview dan menevaluasi strategi dan perhitungan kecukupan modal
yang dilakukan secara internal oleh bank, dan kemampuan bank untuk memonitor dan
memastikan kepatuhan terhadap rasio permodalan yang ditetapkan;

23

o

o

Pengawas dapat meminta lembaga keuangan untuk beroperasi diatas rasio permodalan
yang ditetapkan dan memiliki kemampuan untuk meminta bank menyediakan modal
diatas batas minimum;
Pengawas dapat melakukan intervensi secara dini untuk mencegah menurunnya modal
bank dibawah batas minimum dean memastikan bahwa bank melakukan langkahlangkah perbaikan jika tingkat permodalan tidak dijaga atau kembali keposisi semula.

Pilar 3 ---- Pengungkapan Kepada Pasar
Pilar 3 menetapkan persyaratan pengungkapan yang
memungkinkan pelaku pasar untuk menilai informasi-informasi
utama mengenai cakupan risiko, modal, eksposur risiko, proses
pengukuran risiko dan kecukupan modal bank.
Dalam beberapa kasus, pengungkapan merupakan kriteria
khusus dalam Pilar 1 untuk mendapatkan pembobotan risiko yang lebih rendah dan/atau
untuk dapat menerapkan metodologi tertentu. Diharapkan akan adanya sanksi langsung
karena tidak memnuhi persyaratan pengungkapan tersebut (seperti tidak diizinkan untuk
mendapatkan bobot risiko yang lebih rendah atau menggunakan metodologi tertentu).
Pilar 3 juga mendiskusikan peranan dari informasi yang bersifat material, frekuensi
pengungkapan dan isu mengenai informasi rahasia tau yang bersifat khusus.

24

Frequently Answ er & Q uestion
1. Apa itu BIS?
The Bank for International Settlement (BIS) merupakan organisasi internasional yang
mendorong kerjasama moneter dan keuangan secara internasional dan melakukan tugas
sebagai bank bagi bank sentral. Untuk memenuhi kewajibannya BIS melakukan tugas sebagai
berikut
o Sebagai forum untuk mendorong diskusi dan analisa kebijakan antar bank sentral
dan komunitas keuangan internasional
o Sebagai pusat penelitian untuk ekonomi dan moneter
o Sebagai rekan kerja utama bagi bank sentral dalam transaksi keuangan
o Sebagai agen atau wakil dalam hubungannya dengan kegiatan keuangan
internasional
2. Apa itu the Basel Committee on Banking Supervision?
The Basel Committee on Banking Supervision atau lebih dikenal dengan komite Basel,
merupakan komite yang dibentuk secara sukarela dan tidak memiliki badan otoritas
pengawasan lintas negara yang resmi, sehingga semua keputusannya tidak dan tidak pernah
dimaksudkan untuk memliki kekuatan hukum.
Basel Committee, didirikan oleh para gubernur bank sentral dari negara-negara G 10 pada
akhir tahun 1974, bertemu empat kali setahun. Negara-negara tersebut diwakili oleh bank
sentral dan juga otoritas yang bertanggungjawab terhadap pengawasan bisnis perbankan
dimana kewenangan tersebut tidak berada di bank sentral. Committee mengembangkan
pedoman kebijakan dimana otoritas pengawas dimasing-masing negara dapat menetapkan
kebijakan pengawasan yang akan mereka terapkan.
Basel Committee merumuskan standar dan pedoman pengawasan yang bersifat umum dan
memberikan penyataan yang berlaku secara umum (best practice), dengan harapan masingmasing otoritas akan akan mengambil langkah untuk menerapkan standar yang dibuat oleh
komite melalui pengaturan melalui undang-undang yang cocok dengan sistem negara masingmasing.
Hal utama dari upaya Basel Committee terkait dengan penetapan standar permodalan
minimum untuk bank-bank diseluruh dunia. Basel Capital Accord yang pertama

25

dipublikasikan pada bulan Juli 1988 dan diterapkan sepenuhnya oleh seluruh anggota Basel
Committee pada tahun 1992. Disepakati bahwa penerapan ditujukan untuk bank -bank yang
aktif secara internasional. Namun demikian, Basel Accord diterima secara luas oleh perbankan
dan otoritas pengawas secara internasional dan lebih dari 100 negara didunia telah
mengadopsi Basel Accord.
3. Apakah perbedaan Basel I dengan Basel II?
Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord untuk menentukan persyaratan
modal yang berhubungan dengan risiko kredit dan pasar, serta mengembangkan sensitivitas
dari kerangka modal sehingga lebih menggambarkan risiko sesungguhnya yang dihadapi oleh
bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian
kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang
disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional
Namun demikian, secara umum komite Basel mempertahankan tingkat agregate dari
persyaratan minimum dan memberikan insentif untuk menerapkan pendekatan tingkat lanjut
yang lebih sensitif terhadap risiko dari kerangka pada Basel II
Basel II menyatukan persyaratan modal minimum dengan peninjauan oleh pengawas
(supervisory review) dan disiplin pasar (market discipline) untuk mendorong pengembangan
dari manajemen risiko.
4. Apakah tujuannya Basel?
Tujuan yang ingin dicapai pada Basel I dan Basel II pada dasarnya adalah sama yaitu yang
pertama adalah kerangka Basel I diharapkan untuk memperkuat tingkat kesehatan dan
stabilitas sistem perbankan internasional. Yang kedua adalah kerangka Basel I pada
penerapannya dinegara-negara yang berbeda diharapkan akan fair dan memiliki tingkat
konsisten yang tinggi dalam pandangan untuk mengurangi sumber kompetisi yang tidak sama
antara bank yang berskala internasional
Pada kerangka Basel II, Komite meyakinin perubahan pendekatan yang ada akan mendorong
industri perbankan untuk menggunakan metode manajemen risiko yang lebih baik.

26

5. Apakah sebuah negara wajib menerapkan Basel II?
Semua negara tidak wajib menerapkan Basel II. Semua kebijakan yang dikeluarkan oleh BIS
tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat suatu negara. Oleh karena itu penerapan Basel
II merupakan keputusan dari masing-masing negara dengan mempertimbangkan kesiapan
kondisi perbankan dari masing-masing negara
6. Apa dampak yang didapat oleh sebuah negara jika menerapkan Basel II?
Bagi negara yang menerapkan Basel II diharapkan dapat memperkuat kestabilan sistem
keuangan dengan jalan mendorong pengembangan manajemen resiko dan kecukupan modal
dalam dunia perbankan.
Selain itu juga penerapan Basel II diharapkan dapat
o Meningkatkan pengaturan korporasi (corporate governance) dan manajemen risiko
o Meningkatkan alokasi modal dan struktur permodalan yang kuat
o Meningkatkan standar transparansi
o Meningkatkan proses dan pelaksanaan pengawasan
7. Apakah Basel II dapat diterapkan di Indonesia?
Dapat. Karena Basel II merupakan suatu kerangka kebijakan yang dibuat secara umum, dan
merupakan suatu konsep yang telah umum (best practices) diterapkan didunia. Sehingga
konsep pada Basel II dapat diterapkan dinegara mana saja, termasuk Indonesia.
8. Kenapa Basel II harus diterapkan di Indonesia?
Karena Basel II memiliki kerangka perhitungan persyaratan modal yang lebih mencerminkan
risiko bank sesungguhnya. Selain itu dalam perhitungan persyaratan modal, telah
memperhitungkan berbagai risiko secara lebih komprehensif. Hal ini akan mendorong bank
untuk meningkatkan manajemen risiko untuk mendapatkan economic capital yang lebih tepat.
Dan juga mendorong pengawas serta pelaku pasar untuk berperan lebih besar dalam stabilitas
sistem keuangan.
9. Apakah tepat bagi Indonesia untuk mengimplementasikan Basel II dalam waktu
dekat?
Tepat. Karena sejak penerapan Basel I, dunia perbankan Indonesia telah mengalami
perubahan akibat dari
o Globalisasi
o Pengembangan teknologi
o Inovasi pada dunia keuangan

27

Selain itu, Basel I hanya fokus kepada risiko kredit dan pasar sehingga membuat
penyederhanaan asumsi terhadap risiko tidak akan bisa menjaga kesehatan bank.
Basel II memberikan suatu kerangka yang dapat menjaga kesehatan dan kestabilan perbankan
dengan cara:
o Peningkatan pada proses internal
o meningkatkan penggunaan praktek manajemen risiko yang lebih maju dan
sophisticated.
o Pengukuran risiko yang lebih menggambarkan pada risiko sebenarnya pada bank
o Meningkatkan transparansi
10. Pendekatan apa yang akan diterapkan di Indonesia?
Bank Indonesia akan menerapkan pendekatan standar, internal based-rating maupun
advanced. Pendekatan tersebut akan dilakukan secara bertahap. Pemilihan terhadap
pendekatan yang akan digunakan merupakan keputusan yang diambil oleh masing-masing
bank dengan persetujuan dari pengawas
11. Apakah bank dapat memilih pendekatan yang digunakan?
Ya, bank dapat memilih pendekatan yang akan digunakan. Namun untuk menggunakan
pendekatan selain dari pendekatan standar harus mendapatkan ijin dari pengawas. Dan
apabila bank telah menggunakan pendekatan internal rating-based ataupun advanced, maka
bank tidak dibolehkan untuk mengganti pendekatan yang digunakan menjadi pendekatan
standar tanpa adanya persetujuan dari pengawas
12. Apakah bank diwajibkan menggunakan pendekatan internal based-rating atau
advanced?
Tidak, bank tidak diwajibkan untuk menggunakan pendekatan internal based-rating ataupun
advanced. Pemilihan pendekatan yang akan digunakan diserahkan sepenuhnya pada
keputusan masing-masing bank. Jika bank tidak dapat menerapkan pendekatan yang
menggunakan internal rating-based maupun advanced maka bank didorong untuk tetap
menggunakan pendekatan standar