ProdukHukum BankIndonesia

BANK INDONESIA
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan
Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Telepon : +62 61 3818163
+62 21 3818206 (sirkulasi)
Fax.
: +62 21 3452489
E-mail : BKM_TOD@bi.go.id
Website : http://www.bi.go.id

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
TRIwuLAN IV-2009

Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana

telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,
yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada
prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)
sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Dewan Gubernur
Darmin Nasution

Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono

Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah

Deputi Gubernur


S. Budi Rochadi

Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad

Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo

Deputi Gubernur

Budi Mulya

Deputi Gubernur

i

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA


ii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA

Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan
Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy
reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan
(4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Strategi Kebijakan Moneter
Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar
nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif
(forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka

menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar
kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan
ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan
mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK
untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasi dimaksud
sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka
menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi
jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni
2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga
Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang
untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang
Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter
harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).

Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal
terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG
Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter
Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang
telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan
kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi
dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia
telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya,
Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank
Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.

iii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA


iv

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA

Gubernur Bank Indonesia

Kata Pengantar

Proses pemulihan perekonomian global masih terus berlanjut di triwulan IV-2009 dan dirasakan semakin
kuat dan merata terjadi di berbagai negara. Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral dan otoritas
fiskal selama tahun 2009 telah mampu menahan kejatuhan perekonomian dunia yang lebih dalam. Pemulihan yang
paling tampak adalah di negara-negara emerging markets kawasan Asia, terutama China dan India. Sementara
itu, beberapa negara utama dunia seperti AS, kawasan Eropa, dan Jepang sudah mencatat pertumbuhan ekonomi
positif pada triwulan III-2009. Walaupun demikian, faktor risiko masih membayangi proses pemulihan ekonomi dunia
terkait masih tingginya angka pengangguran di negara maju.
Perbaikan yang terjadi pada perekonomian dunia juga masih tercermin pada perkembangan yang positif
di pasar keuangan global. Di awal tahun, pasar keuangan sempat mengalami intensitas tekanan yang tinggi namun
di akhir tahun tekanan tersebut mulai mereda. Hal tersebut didukung oleh optimisme terkait berlanjutnya proses

pemulihan ekonomi global. Selama triwulan IV-2009, tingkat risiko di negara maju dan emerging markets mulai
membaik dan berada dalam tren yang menurun.
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi domestik menunjukkan perkembangan yang membaik seiring
dengan pulihnya perekonomian global. Pertumbuhan PDB pada triwulan IV-2009 diperkirakan mencapai 4,4%
(yoy). Kinerja konsumsi diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya disebabkan oleh
faktor musiman menjelang akhir tahun dan meningkatnya pendapatan ekspor. Kinerja investasi diprakirakan sedikit
meningkat terutama terkait dengan membaiknya permintaan domestik dan eksternal serta stabilnya iklim usaha pasca
pelaksanaan pemilu Pilpres. Di sisi eksternal, berlanjutnya perbaikan perekonomian global dan perekonomian mitra
dagang yang semakin membaik mendorong kinerja ekspor pada triwulan IV-2009 tumbuh membaik. Sementara itu,
perlambatan kinerja diperkirakan mereda seiring dengan peningkatan permintaan domestik maupun eksternal. Di
sisi penawaran, pengaruh penurunan perekonomian global secara umum berdampak pada sektor tradables seperti
sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri pengolahan. Namun demikian, dampak penurunan
perekonomian global terhadap sektor pertanian dan pertambangan relatif minimal. Asesmen atas perekonomian
daerah oleh Bank Indonesia juga mengkonfirmasi perkembangan ekonomi domestik yang membaik tersebut. Berbagai
daerah di Indonesia, dengan karakteristik kegiatan ekonomi masing-masing, terbukti memberikan sokongan bagi
pertumbuhan ekonomi domestik.

v

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

BANK INDONESIA

Di sisi harga, tekanan inflasi masih menunjukkan tren yang menurun mencapai 2,41% (yoy) pada triwulan
IV-2009. Rendahnya tekanan inflasi terutama terkait dengan kembali terkoreksinya harga barang kebutuhan pokok.
Dari sisi non fundamental, terjaganya pasokan domestik, lancarnya distribusi, dan harga komoditas internasional yang
masih relatif rendah mendukung penurunan inflasi volatile food. Dari sisi fundamental, penurunan inflasi mitra
dagang, nilai tukar yang cenderung terapresiasi , dan menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat turut mendukung
penurunan tekanan inflasi.
Perkembangan global yang kondusif berpotensi memberi dampak positif bagi kinerja Neraca Pembayaran
Indonesia triwulan IV-2009. Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja neraca transaksi berjalan yang membaik
sejalan dengan terus menguatnya pemulihan ekonomi global. Selain itu, kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia
turut mendukung perbaikan transaksi berjalan. Sementara itu, optimisme pemulihan ekonomi global yang disertai
dengan membaiknya persepsi risiko terhadap negara emerging markets diprakirakan dapat menjaga kelangsungan
arus masuk modal asing. Sejalan dengan perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia tersebut, posisi cadangan
devisa Indonesia pada akhir November 2009 tercatat sebesar USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor
dan pembayaran ULN Pemerintah.
Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) didorong oleh perkembangan perekonomian
global dan domestik yang kian optimis. Di sisi pasar modal, meski sempat mengalami penyesuaian selama
triwulan IV-2009, minat investor asing terhadap instrumen portofolio domestik tetap terjaga. Neraca perdagangan
tetap mampu mencatat surplus yang tinggi meski permintaan impor menunjukkan peningkatan. Dengan demikian,

secara keseluruhan NPI triwulan IV-2009 diprakirakan mencatat surplus.
Di sektor perbankan, kondisi perbankan domestik relatif terjaga. Secara mikro, kondisi perbankan nasional
tetap stabil yang tercermin dari masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) dan rasio
gross maupun net untuk Net Performing Loan (MPL) tetap terkendali di angka cukup rendah. Di sisi lain, respons
suku bunga perbankan masih membaik terbukti dengan menurunnya suku bunga simpanan yang pada akhirnya
akan mendorong turunnya suku bunga kredit lebih lanjut. Diharapkan respon penurunan suku bunga kredit akan
diikuti oleh penyaluran kredit secara optimal oleh perbankan. Sementara itu, likuiditas perbankan masih mencukupi
untuk pembiayaan perekonomian.
Ke depan, prospek perekonomian Indonesia tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh lebih baik dari
prakiraan semula. Motor pertumbuhan tersebut adalah kinerja ekspor yang secara bulanan telah berada dalam
tren pertumbuhan yang meningkat sejak Maret 2009 serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih kuat.
Akselerasi pertumbuhan ekspor didukung oleh barang ekspor Indonesia berbasis komoditas primer yang mengalami
pemulihan cukup cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara-negara mitra dagang. Di sisi penawaran,
pertumbuhan berbagai sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat, terutama di sektor industri
pengolahan. Perbaikan sektor tersebut didukung oleh kenaikan impor bahan baku serta konsumsi listrik yang relatif
tinggi di kalangan bisnis dan industri. Dengan optimisme tersebut, perekonomian Indonesia pada tahun 2009
diprakirakan tumbuh sekitar 4,3% dan meningkat di kisaran 5,0%-5,5% pada tahun 2010.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk tahun 2009 diperkirakan mencatat surplus yang semakin
membaik. Neraca perdagangan semakin membaik sejalan dengan menguatnya pemulihan ekonomi global sejak
semester II-2009 secara lebih merata di berbagai kawasan. Kuatnya permintaan dari negara mitra dagang di Asia

membantu perbaikan kinerja ekspor secara bertahap. Di tengah membaiknya nilai ekspor, nilai impor juga menunjukkan
peningkatan sejalan dengan akselerasi daya serap perekonomian. Optimisme terhadap perekonomian domestik juga
tercermin dari tetap positifnya aliran modal asing, baik dalam bentuk portofolio maupun pinjaman korporasi.

vi

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA

Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut, namun berpotensi
untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Inflasi tahun 2009 menurun cukup signifikan dan diprakirakan
akan mencapai di bawah kisaran target inflasi 4,5+1%. Untuk tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola
normalnya dalam kisaran 5+1% terkait dengan meningkatnya kegiatan ekonomi domestik, meningkatnya inflasi impor
sejalan dengan prakiraan membaiknya perekonomian global dan meningkatnya harga-harga komoditas internasional
terutama harga minyak dunia.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur
Bank Indonesia pada 3 Desember 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%.
Keputusan mempertahankan BI Rate tersebut diambil setelah Rapat Dewan Gubernur menyimpulkan bahwa tingkat
suku bunga BI Rate sebesar 6,5% masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5+1%.
Stance kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi

perbankan.

Jakarta, Desember 2009
Pjs. GUBERNUR BANK INDONESIA

Darmin Nasution

vii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA

viii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA

Daftar Isi

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009

Daftar Isi
1. Tinjauan Umum ............................................................................

1

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini ......................................

6

Perkembangan Ekonomi Dunia .......................................................

6

Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................

8

Neraca Pembayaran Indonesia ......................................................... 16

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009 ....... 18
Nilai Tukar Rupiah ........................................................................... 18
Inflasi .............................................................................................. 20
Kebijakan Moneter ......................................................................... 23

4. Perekonomian Indonesia ke Depan ............................................ 29
Asumsi dan Skenario yang Digunakan ............................................ 30
Prospek Pertumbuhan Ekonomi ....................................................... 31
Prakiraan Inflasi ............................................................................... 38

5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009............................ 41

Tabel Statistik ................................................................................... 42

ix

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009

x

Daftar Isi

Tinjauan umum

1. Tinjauan Umum
Perekonomian Indonesia di tahun 2009 menunjukkan daya tahan yang cukup kuat
di tengah krisis ekonomi global. Hal ini tercermin oleh tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang sampai dengan triwulan III-2009 masih mampu tumbuh di atas 4%. Dan untuk
keseluruhan tahun 2009, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia dapat
tumbuh sebesar 4,3%. Ke depan, untuk tahun 2010 dan 2011, perekonomian Indonesia
diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan tingkat pemulihan perekonomian
dunia yang lebih baik, semakin kondusifnya pasar keuangan dan perbankan yang dibarengi
dengan terjaganya kondisi fundamental domestik. Perekonomian Indonesia di tahun 2010
diperkirakan akan tumbuh mencapai kisaran 5,0-5,5% dan pada tahun 2011 menjadi
6,0-6,5%.
Di sisi perekonomian global, Bank Indonesia memandang bahwa proses pemulihan
ekonomi global masih terus berlanjut. Pemulihan tersebut bahkan dirasakan semakin kuat
dan merata terjadi di berbagai negara dan sektor ekonomi. Berbagai kebijakan yang ditempuh
oleh otoritas fiskal dan moneter selama tahun 2009 telah mampu menahan kejatuhan
perekonomian dunia yang lebih dalam. Tanda-tanda pemulihan kondisi perekonomian
menguat mulai dirasakan sejak triwulan II-2009. Motor penggerak perekonomian dunia
untuk dapat terus bertumbuh di tengah krisis adalah perekonomian di kawasan Asia,
seperti China, Korea, dan India. Dampak positif membaiknya kinerja ekonomi negara-negara
tersebut dirasakan oleh negara lain di kawasan, termasuk Indonesia, melalui meningkatnya
permintaan barang-barang ekspor. Lebih lanjut, paket stimulus yang diluncurkan pemerintah
di negara maju yang disertai dengan membaiknya sumber pembiayaan dari perbankan dan
tingkat keyakinan konsumen, mendukung perbaikan konsumsi sejak paruh kedua tahun
2009. Meski demikian, proses pemulihan ekonomi global masih dibayangi oleh berbagai
faktor risiko. Beberapa risiko tersebut diantaranya berkaitan dengan masih tingginya tingkat
pengangguran serta realisasi defisit fiskal di Amerika Serikat yang cukup tinggi sehingga
menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar terkait dengan kesinambungan
operasi keuangan AS.
Perbaikan pada perekonomian global juga masih tercermin pada pasar keuangan
global yang menunjukkan perkembangan positif. Meski di awal tahun intensitas
tekanan di pasar keuangan global masih tinggi, di akhir tahun 2009 tekanan tersebut mulai
mereda. Hal ini didukung oleh optimisme terkait terus berlangsungnya pemulihan ekonomi
global dan membaiknya kinerja lembaga keuangan di negara maju. Berbagai perkembangan
tersebut telah menumbuhkan persepsi positif sehingga mendorong kenaikan harga aset di
pasar keuangan global sejak triwulan II-2009. Optimisme terhadap kondisi ekonomi global
tersebut mendorong kinerja pasar keuangan dunia yang semakin baik. Indeks harga di pasar
saham global meningkat, sementara persepsi risiko terhadap aset pasar keuangan, baik di
negara maju maupun emerging markets, juga membaik sebagaimana tercermin pada
credit default swaps (CDS) yang menurun.
Berbagai dinamika perekonomian global selama tahun 2009 telah memberikan
warna pada perkembangan ekonomi Indonesia. Pemulihan yang terjadi di perekonomian

1

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

global, bangkitnya ekonomi China dan India, serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati
di dalam negeri telah memberi dampak positif pada perekonomian Indonesia. Di wilayah
kawasan, Indonesia merupakan negara yang menjadi “flavour of the day” karena daya
tahan perekonomiannya sepanjang tahun 2009 di tengah-tengah krisis global. Tumbuhnya
perekonomian Indonesia tersebut terutama didukung oleh kuatnya permintaan domestik.
Ekspansi ekonomi domestik pada periode tersebut lebih didukung oleh pengeluaran
konsumsi akibat tingginya pengeluaran terkait penyelenggaraan Pemilu, rendahnya inflasi,
serta berbagai stimulus fiskal untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan pengurangan
pajak. Sementara itu, seiring dengan proses pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut
dan semakin merata, serta harga komoditas global yang meningkat, kinerja ekspor Indonesia
menunjukkan perbaikan. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi
untuk keseluruhan 2009 diprakirakan mencapai 4,3%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik selama tahun 2009 tersebut juga
terkonfirmasi oleh hasil asesmen perekonomian daerah yang dilakukan Bank
Indonesia. Secara umum, perekonomian daerah selama tahun 2009 masih menunjukkan
kuatnya konsumsi dan ekspor sejalan meningkatnya permintaan produk primer dari China,
India dan Korea Selatan. Peningkatan ekspor dari wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua
(Kalimantan-Sulawesi-Maluku-Papua) terutama berasal dari komoditas karet, nikel, batubara
dan CPO. Membaiknya ekonomi daerah tersebut juga tidak terlepas dari masih kuatnya
konsumsi domestik terutama di Jabalnustra, Jakarta dan mulai pulihnya aktivitas ekspor,
khususnya untuk komoditas perkebunan dan pertambangan dari Kali-Sulampua dan
Sumatera, seiring dengan pulihnya ekonomi dunia. Sementara itu, realisasi stimulus fiskal
telah mencapai 36,2% dan realisasi belanja modal APBD di Kali-Sulampua dan Jakarta, atau
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2008. Hal ini memberi sedikit dampak
pada membaiknya pertumbuhan investasi di daerah, meski masih minimal. Di sisi lain, masih
kuatnya konsumsi domestik dan membaiknya ekspor komoditas primer telah direspons oleh
meningkatnya aktivitas sektor utama di daerah, yaitu pertanian di Jabalnustra dan Sumatera,
pertambangan di Kali-Sulampua serta sektor tersier di Jabalnustra dan Jakarta. Selama tahun
2009, meskipun menghadapi terpaan krisis global, kombinasi ekonomi antara daerah yang
berorientasi domestik di Jabalnustra dan Jakarta serta daerah yang berorientasi ekspor di
Sumatera dan Kali-Sulampua telah mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional
daerah pada level yang lebih baik.
Di sisi harga, perekonomian Indonesia di tahun 2009 ditandai oleh tekanan
inflasi yang rendah. Inflasi November tercatat sebesar -0,03% (mtm), atau menurun
dibandingkan bulan sebelumnya (0,19%). Deflasi pada bulan November terutama terkait
dengan kembali terkoreksinya harga barang kebutuhan pokok. Secara tahunan inflasi
IHK menurun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi sebesar 2,41% (yoy). Dari sisi non
fundamental, terjaganya pasokan domestik, lancarnya distribusi, dan harga komoditas
internasional yang masih relatif rendah mendukung penurunan inflasi volatile food. Di
kelompok administered prices, penurunan tekanan inflasi yang cukup tajam terkait dengan
kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga bahan bakar minyak di awal tahun. Dari sisi
fundamental, penurunan tekanan inflasi terkait dengan faktor eksternal, yaitu penurunan
inflasi mitra dagang dan nilai tukar yang cenderung apresiasi, serta menurunnya ekspektasi

2

Tinjauan umum

inflasi masyarakat. Mencermati perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009 berpotensi lebih
rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,9% (y-o-y).
Kinerja Neraca pembayaran Indonesia (NPI) selama tahun 2009 membaik sejalan
dengan perkembangan global yang kondusif. Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja
transaksi berjalan yang membaik sejalan dengan terus menguatnya pemulihan ekonomi
global. Selain itu, berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia, terutama
komoditas berbasis sumber daya alam, turut mendukung perbaikan transaksi berjalan.
Surplus transaksi berjalan juga diprakirakan tetap meningkat di tengah meningkatnya impor
nonmigas. Sementara itu, optimisme pemulihan ekonomi global, yang disertai dengan
membaiknya persepsi risiko terhadap negara emerging markets diprakirakan dapat
menjaga kelangsungan arus masuk modal asing. Sejalan dengan perkembangan Neraca
Pembayaran Indonesia tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November
2009 tercatat sebesar USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran
ULN pemerintah.
Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia berdampak pada kestabilan
nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009. Secara keseluruhan tahun, rupiah bergerak
dengan kecenderungan menguat. Persepsi positif di kalangan investor global terhadap
ekonomi domestik telah meningkatkan selera risiko (risk appetite) dari investor global
terhadap aset pasar keuangan dalam negeri. Hal ini mendorong aliran masuk modal asing
terus masuk ke pasar keuangan Indonesia. Dengan kondisi tersebut, nilai tukar rupiah
mulai mengalami apresiasi sejak triwulan II-2009 dan mencapai level Rp9.445 per dolar
AS pada akhir November atau menguat 15,3% (p-t-p) dari level Rp10.900 per dolar AS di
akhir tahun 2008.
Di pasar keuangan domestik, berbagai perkembangan perekonomian tersebut
telah memberikan dampak positif. Transmisi kebijakan moneter juga membaik
yang tercermin pada respons suku bunga pasar uang dan perbankan pada BI Rate.
Di pasar obligasi, transmisi kebijakan moneter tercermin pada penurunan yield SUN untuk
seluruh tenornya dengan tenor jangka pendek mencatat penurunan yield yang paling besar.
Meski demikian, untuk tenor jangka panjang, transmisi kebijakan masih cenderung lebih
terhambat. Hal ini mengindikasikan persepsi risiko dari para investor jangka panjang yang
relatif belum optimal terhadap ekspektasi inflasi dan prospek sustainabilitas fiskal. Di pasar
saham, indeks harga menunjukkan peningkatan. Kebijakan moneter Bank Indonesia yang
diimbangi oleh pemulihan ekonomi global, telah meningkatkan minat asing pada aset di
pasar keuangan emerging markets, serta indikator makro-mikro ekonomi domestik yang
cukup kondusif mendorong kinerja IHSG untuk tumbuh lebih baik.
Di pasar uang, transmisi suku bunga di pasar uang antar bank (PUAB) semakin menunjukkan
perbaikan. Suku bunga di PUAB overnight (O/N) bergerak di sekitar BI Rate seiring dengan
diubahnya sasaran operasional kebijakan moneter ke PUAB O/N sejak Juli 2008. Penurunan
tersebut juga diikuti oleh suku bunga PUAB untuk tenor di atas O/N. Transmisi BI Rate
ke suku bunga deposito juga telah menunjukkan perbaikan. Sepanjang tahun 2009 suku
bunga deposito 1 bulan menurun sebesar 337bps, atau lebih besar dari penurunan BI Rate

3

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

sebesar 275bps. Dibandingkan dengan periode penurunan BI Rate di tahun 2006, respons
suku bunga deposito terhadap penurunan BI Rate juga menunjukkan perbaikan. Di sisi
suku bunga kredit, respons penurunan BI Rate mengalami perbaikan perlahan dan secara
lebih terbatas. Selama tahun 2009, suku bunga kredit secara agregat (rata-rata suku bunga
KMK, KI, dan KK) menurun sebesar 76 bps. Terbatasnya respon suku bunga kredit tersebut
terkait dengan berbagai faktor, antara lain seperti persepsi risiko perbankan terhadap
kesinambungan sektor riil yang masih tinggi. Terbatasnya respons perbankan tersebut
menyebabkan sumber pembiayaan perbankan tumbuh rendah. Hingga Oktober 2009,
pertambahan kredit (termasuk channeling) baru mencatat pertumbuhan 4,2% (y-t-d), jauh
lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.
Ke depan, prospek perekonomian domestik di tahun 2009 dan tahun 2010 berpotensi
lebih baik dari perkiraan semula. Hal ini juga diperkirakan akan terus berlanjut di tahun
2011. Faktor-faktor yang mendukung perbaikan tersebut adalah kondisi eksternal yang
lebih kondusif berupa pemulihan ekonomi dunia yang lebih cepat dari perkiraan semula,
serta kondisi domestik yang tetap terjaga dengan dukungan konsumsi rumah tangga yang
tetap kuat. Penguatan ekspor yang terjadi sejak akhir triwulan I-2009 diperkirakan akan
terus berlanjut seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi dunia. Selain akibat perbaikan
ekonomi dunia, akselerasi pertumbuhan ekspor juga didukung oleh karakteristik barang
ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer yang mengalami pemulihan yang cukup
cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara-negara mitra dagang. Di sisi domestik,
meskipun tidak setinggi selama periode Pemilu 2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga
diprakirakan tetap relatif kuat dan menjadi penyumbang utama PDB. Kinerja konsumsi
tersebut didukung oleh terjaganya tingkat keyakinan konsumen, perbaikan pendapatan akibat
kinerja ekspor yang menguat, serta rendahnya laju inflasi. Dengan berbagai perkembangan
tersebut, pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,0-5,5%, sementara
perekonomian Indonesia di tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh mencapai 6,0-6,5%
Di sisi Neraca Pembayaran, prospek pemulihan ekonomi global akan berdampak
positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia di tahun 2010. Perbaikan kinerja
NPI didukung baik oleh perbaikan transaksi berjalan maupun neraca transaksi modal dan
finansial. Pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut yang disertai dengan berlanjutnya
kenaikan harga komoditas dunia akan mendorong penguatan kinerja ekspor. Impor nonmigas
diprakirakan mulai meningkat sejak semester II-2009 sejalan dengan meningkatnya aktivitas
perekonomian domestik. Di sisi transaksi modal dan finansial, perbaikan kinerja ditopang oleh
kondisi domestik dan eksternal yang lebih kondusif dibandingkan prakiraan sebelumnya.
Di sisi inflasi, tren inflasi di tahun 2010 dan tahun 2011 diprakirakan akan kembali ke pola
normalnya. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya gerak mesin perekonomian
Indonesia yang tumbuh membaik. Oleh karena itu, selama tahun 2010 dan 2011, laju inflasi
diprakirakan berada pada kisaran 5%±1%. Di sisi eksternal, prakiraan inflasi tersebut juga
disumbang oleh peningkatan inflasi mitra dagang sejalan dengan prakiraan membaiknya
ekonomi global dan meningkatnya harga-harga komoditas internasional. Sementara dari
sisi domestik, tekanan inflasi juga diprakirakan berasal dari peningkatan harga-harga

4

Tinjauan umum

administered prices. Di sisi inflasi volatile food, gangguan pasokan akibat kemungkinan
terjadinya El Nino diprakirakan hanya akan memberikan tekanan inflasi yang minimum.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas dan mengingat
bahwa tingkat suku bunga BI rate sebesar 6,50% masih konsisten dengan pencapaian sasaran
inflasi pada tahun 2010 sebesar 5%±1%, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3
Desember 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Stance
kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian
dan intermediasi perbankan.

5

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

2. Perkembangan Makroekonomi
Terkini
Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global mendukung kinerja perekonomian
domestik. Selama triwulan IV-2009, pemulihan ekonomi global semakin merata yang
didukung oleh pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang positif dan tetap
solidnya perekonomian di kawasan Asia. Kondisi tersebut memberi dampak positif
pada perkembangan ekonomi di dalam negeri. Selama triwulan IV-2009, konsumsi
diprakirakan akan lebih membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
seiring dengan membaiknya prospek permintaan domestik dan eksternal serta
kestabilan kondisi dalam negeri pasca pelaksanaan Pemilu. Sementara itu, realisasi
investasi juga diperkirakan tumbuh membaik pada triwulan laporan. Merespons
perbaikan permintaan domestik eksternal, perlambatan kinerja pertumbuhan impor
diprakirakan semakin mereda. Di sisi penawaran, melambatnya perekonomian
dunia berpengaruh terhadap kinerja sektor tradables sementara kinerja sektor
nontradables masih membaik. Melambatnya perekonomian dunia berdampak
minimal terhadap sektor pertanian dan perdagangan, namun memberikan dampak
yang cukup signifikan terhadap kinerja sektor indsutri pengolahan seiring dengan
menurunnya permintaan eskpor negara mitra dagang. Sementara itu, sektor
pengangkutan dan 9komunikasi tumbuh tinggi sepanjang tahun 2009, terutama
ditopang oleh subsektor komunikasi.

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Proses pemulihan perekonomian dunia diperkirakan akan terus berlanjut pada
triwulan IV-2009. Pemulihan ekonomi terutama didorong oleh perkembangan beberapa
negara utama dunia (seperti AS, kawasan Eropa, dan Jepang) yang telah melewati fase resesi
sebagaimana tercermin dari pertumbuhan positif pada triwulan III-2009. Sementara itu,
negara industri Asia baru seperti Singapura dan Hongkong yang terkontraksi cukup dalam
pada semester pertama tahun 2009 telah kembali tumbuh positif pada triwulan III-2009 dan
diperkirakan akan semakin menguat pada triwulan IV-2009. Perekonomian China dan India
yang menjadi penopang utama kebangkitan ekonomi Asia juga tetap tumbuh solid pada
semester kedua tahun 2009 yang terindikasi dari indeks produksi dan sisi konsumsi yang
masih dalam tren yang meningkat. Meski demikian, masih tingginya tingkat pengangguran
menjadi kendala bagi pemulihan konsumsi di negara maju. Sementara itu, prospek pemulihan
ekonomi global yang lebih cepat dari perkiraan dinilai kondusif bagi percepatan perbaikan
ekonomi domestik.
Perekonomian AS pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan yang positif
sebesar 3,5% (qtq). Membaiknya perekonomian AS pada triwulan III-2009 didorong oleh
program stimulus fiskal Pemerintah yang mampu menahan kejatuhan konsumsi domestik dan
berbagai proyek infrastruktur yang mampu mendorong sektor produksi untuk beraktivitas
kembali. Namun demikian, ekonomi AS masih dibayangi oleh tingginya angka pengangguran

6

Perkembangan Makroekonomi Terkini

yang mencapai 10,2% pada Oktober lalu. Pendapatan rumah tangga (personal income) AS
masih tertekan seiring dengan tingginya tingkat pengangguran dan relatif masih ketatnya
kredit perbankan. Di pasar tenaga kerja, gelombang PHK masih terus berlangsung namun
mulai melambat sebagaimana tercermin dari penurunan rata-rata intial jobless claim
triwulan IV-2009 menjadi sebesar 519 ribu orang dari 560 ribu orang. Konsumsi rumah
tangga mengalami peningkatan di tengah-tengah penurunan pendapatan yang didorong
oleh program cash for clunkers sehingga mampu mendongkrak penjualan eceran serta
memicu menguatnya keyakinan konsumen terhadap prospek ekonomi ke depan. Pada
triwulan IV-2009, ekonomi AS diprakirakan akan tumbuh 2,8% (qtq) atau terkontraksi makin
kecil sebesar -0,3% (yoy) secara tahunan.
Pasar keuangan global terus melanjutkan tren penguatan selama triwulan IV-2009.
Meredanya keketatan likuiditas global tergambar dari menyempitnya spread Libor to
Overnight Index Swap (OIS) yang mendorong aksi dollar carry trade akibat rendahnya suku
bunga dolar AS. Arus dana tersebut mengalir masuk ke aset-aset dengan imbal hasil yang
lebih tinggi seiring dengan tanda-tanda perbaikan ekonomi yang semakin sering muncul.
Sementara itu, ekspektasi policy reversal di negara emerging markets yang lebih cepat
dibandingkan negara maju akan semakin memperlebar spread suku bunga dan mendorong
derasnya arus dana asing masuk ke aset-aset yang lebih berisiko termasuk bursa saham dan
aset emerging markets. Namun demikian, pasar keuangan sempat mengalami gejolak yang
cukup signifikan khususnya pada bulan November. Gejolak tersebut disebabkan perilaku
risk aversion pelaku pasar yang meningkat dipicu oleh respons beberapa otoritas keuangan
dan bank sentral yang berusaha untuk membatasi inflow asing serta meredam penguatan
mata uang domestik yang terlalu cepat. Pada akhir November, pasar keuangan kembali
mengalami tekanan yang dipicu oleh laporan kerugian Dubai World akibat anjloknya harga
underlying assets yaitu harga properti dan jeratan krisis utang. Akibatnya risk appetite
investor memburuk sehingga mendorong bursa saham di dunia melemah dan indikator
risiko di negara emerging markets melonjak cukup tajam. Namun demikian, rambatan
krisis Dubai World tidak berlangsung lama, sentimen positif dari kelanjutan stimulus fiskal
oleh pemerintah China, solidnya pertumbuhan ekonomi India pada triwulan III-2009 dan
respons yang cepat dari Pemerintah dan Bank Sentra UAE dalam menjamin dukungannya
kepada bank lokal dan domestik disertai pembukaan fasilitas likuiditas pada sistem keuangan
mampu meredakan gejolak lebih lanjut.
Pertumbuhan ekonomi Asia pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tetap solid
dan menjadi motor utama perekonomian dunia. Sebagian besar ekonomi Asia telah
rebound setelah mengalami kejatuhan cukup dalam pada semester pertama 2009 dan
telah mengalami pertumbuhan positif pada paro semester tahun 2009. Beberapa negara
yang mengandalkan kinerja ekspor kini beralih pada permintaan domestik seperti terindikasi
dari indikator aktivitas industri domestik China yang melesat ditopang oleh paket stimulus
Pemerintah. Perekonomian China akan tetap menjadi sumber permintaan ekspor produk
negara-negara di Asia sehingga memberikan dampak pada perekonomian di kawasan.
Tekanan inflasi masih rendah meski cenderung menunjukkan sedikit peningkatan.
Berdasarkan data realisasi inflasi yang dikompositkan, inflasi dunia sudah mulai meningkat

7

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

meskipun masih berada di level yang rendah. Tekanan inflasi pada September lalu meningkat
ke level 1,1% (yoy) dibandingkan dengan Juli 2009 yang berada di level 0,5%. Fase deflasi
sudah mulai terlewati di beberapa negara dan tekanan inflasi mulai meningkat seiring dengan
aktivitas ekonomi yang mulai pulih.

PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2009 diprakirakan sebesar 4,4% (yoy),
membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perbaikan pertumbuhan ekonomi
tersebut dikonfirmasi oleh perkembangan indikator penuntun PDB yang mengindikasikan
pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.1). Membaiknya pertumbuhan ekonomi pada triwulan
IV-2009 terutama ditopang oleh semakin membaiknya kinerja ekspor
yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga
�����

�����
���������

dan perbaikan pertumbuhan investasi. Dengan perkembangan tersebut,

���������������

�����

�����

�����

�����

maka untuk keseluruhan tahun 2009 perekonomian masih tumbuh
mencapai 4,3% (yoy, Tabel 2.1), menurun dibandingkan dengan tahun

����
����
����

����

����

Dilihat dari distribusinya, pangsa utama PDB tahun 2009 masih

����

bersumber dari konsumsi swasta dan ekspor. Pangsa konsumsi

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

����

global.

����

���������������������
���������������������������������������������������������
����������������������������������������������������������������������
�����������������������������
�����������������������������������������������������������������������������
�������������������������������������������������������������������������

����

sebelumnya terutama terkait dampak memburuknya kondisi ekonomi

����

����

����

����

swasta terhadap PDB pada tahun 2009 cenderung stabil dibandingkan

����

dengan tahun 2008, sedangkan pangsa ekspor cenderung menurun.

Grafik 2.1

Penurunan pangsa ekspor terhadap PDB sehubungan dengan

Indikator Penuntun PDB

memburuknya pertumbuhan ekspor akibat belum pulihnya kondisi
perekonomian negara mitra dagang di paro pertama tahun 2009.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2009 diprakirakan
tumbuh membaik sebesar 4,8% (yoy). Dorongan faktor musiman menjelang akhir tahun
dan peningkatan pendapatan ekspor diperkirakan menopang perbaikan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga di triwulan IV-2009. Di samping itu, perbaikan konsumsi rumah

Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
2007

Indikator

8

2008

2008

2009

I

II

III

IV

I

II

III

IV*

Total Konsumsi

5,0

4,9

5,5

5,5

6,3

6,4

5,9

7,3

6,3

5,4

4,3

Konsumsi Swasta

5,5

5,0

5,7

5,5

5,3

4,8

5,3

6,0

4,8

4,7

4,8

Konsumsi Pemerintah

2,0

3,9

3,6

5,3

14,1

16,4

10,4

19,2

17,0

10,2

1,7

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto

12,4

9,4

13,7

12,0

12,2

9,1

11,7

3,5

2,6

4,0

4,6

Ekspor Barang dan Jasa

7,9

8,5

13,6

12,4

10,6

1,8

9,5

-19,1

-15,7

-8,2

-5,4

Impor Barang dan Jasa

13,9

9,0

18,0

16,1

11,0

-3,5

10,0

-24,1

-23,9

-18,3

-6,2

PDB

5,8

6,3

6,2

6,4

6,4

5,2

6,1

4,4

4,0

4,2

4,4

* Angka Proyeksi Bank Indonesia

IV

2007

Sumber : BPS

Perkembangan Makroekonomi Terkini

tangga diindikasikan oleh kenaikan pertumbuhan konsumsi barang
���
����������

���

���������������

���
���

�����

tahan lama (durable goods) pada bulan Oktober 2009 dan tingginya

�����

angka penjualan eceran pada non-durable goods (kelompok makanan

�����

dan pakaian). Pertumbuhan transaksi kartu kredit dan kartu debit hingga

�����

pertengahan triwulan III-2009 juga menunjukkan peningkatan. Searah

���

����

dengan indikasi tersebut, perkembangan indikator penuntun konsumsi

���

����

��

rumah tangga menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga berada

����

��

����

��

����������������������������������

����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ��

����

����

����

����

����

����

��� �� � �� ��� �� �

����

����

dalam siklus ekspansi setidaknya sampai dengan triwulan ke depan
(Grafik 2.2). Kontribusi konsumsi non-makanan diperkirakan meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut terlihat dari
tingginya pertumbuhan penjualan barang tahan lama seperti kendaraan

Grafik 2.2

bermotor ( Grafik 2.3) dan produk elektronika. Peningkatan tersebut

Indikator Penuntun Konsumsi Rumah Tangga

antara lain disebabkan oleh kenaikan penghasilan yang mendorong
masih cukup kuatnya daya beli masyarakat menengah ke atas serta
faktor musiman berupa perayaan hari besar keagamaan.

�������

�������

���
���

��������

Cukup tingginya konsumsi rumah tangga selama tahun 2009
���

��������
���

��
��

���

��
���

��


���

Pemerintah. Pada paro pertama tahun 2009, penurunan ekspor
berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat di sektor-sektor
berorientasi ekspor dan meningkatnya jumlah PHK. Namun demikian,
terdapat beberapa faktor yang menopang daya beli masyarakat
sepanjang semester I tahun 2009 yang utamanya adalah pengeluaran
Pemilu sehingga menahan penurunan konsumsi rumah tangga. Selain itu,

���
���
��� ���� ����
��� ���

cukup dipengaruhi oleh faktor pengeluaran Pemilu dan kebijakan

���� ����
��� ���

����
���

����
���

����
���

���� ���� ����
��� ��� ���

����
���

����
���

implementasi kebijakan jaring pengaman Pemerintah berupa penyaluran
Bantuan Langsung Tunai (BLT), pembayaran gaji ke-13 serta kenaikan

Grafik 2.3

gaji PNS, dan pengurangan pajak penghasilan juga turut membantu

Pert. Penjualan Mobil-Motor dan PDB Konsumsi Rumah Tangga

tingginya konsumsi rumah tangga. Sementara itu pada paro kedua tahun
2009, perbaikan pendapatan yang bersumber dari ekspor, berkurangnya
laju penambahan PHK dan masih cukup kuatnya konsumsi masyarakat

menengah ke atas menopang perbaikan konsumsi rumah tangga. Perbaikan daya beli pada
paro kedua tahun 2009 terlihat dari pertumbuhan disposable income riil yang cenderung
meningkat sejalan dengan penurunan tingkat inflasi. Beberapa indikator lain seperti nilai
tukar petani dan tingkat upah buruh juga mengindikasikan kenaikan mulai triwulan III-2009.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sepanjang tahun
2009 diperkirakan mencapai 5,1%, melambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh membaik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mencapai 4,6% (yoy). Perbaikan
pertumbuhan investasi tersebut tercemin dari perkembangan indikator penuntun investasi
yang mengindikasikan pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2009 bergerak membaik
(Grafik 2.4). Indikasi membaiknya pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2009 terutama
terkait dengan membaiknya permintaan domestik dan eksternal serta iklim usaha yang
stabil pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres. Meningkatnya pertumbuhan investasi diprakirakan
ditopang oleh membaiknya realisasi investasi bangunan sebagaimana ditunjukkan oleh

9

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

kenaikan konsumsi semen dan pertumbuhan impor barang modal yang
���

����

���

���

mengindikasikan perbaikan. Selain itu, belanja modal pemerintah secara

�������������������� �� � ������
������������������� �� �� �����

triwulanan pada triwulan IV-2009 diproyeksikan sehingga berpotensi

���

mendorong pertumbuhan investasi pada Tw IV-2009. Pertumbuhan

���
���

investasi untuk keseluruhan tahun 2009 diprakirakan mencapai 3,7%

���

(yoy), melemah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan

��

tersebut sejalan dengan respons pengusaha terhadap penurunan

��
��

permintaan ekspor di paro pertama tahun 2009 serta melemahnya

��

��������������������������������������������������������������������������

��

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
����
����
����
����
����
����

tendensi bisnis pelaku usaha. Kontribusi utama pertumbuhan investasi
�� ��� �� � �� ��� ��
����
����

pada tahun 2009 masih didominasi oleh investasi non-bangunan yang
menurun dibandingkan dengan tahun 2008 (Grafik 2.5).

Grafik 2.4

Perkembangan indikator dini hingga akhir triwulan III-2009

Indikator Penuntun Investasi

mengkonfirmasi penurunan pertumbuhan investasi pada tahun
2009. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya
pertumbuhan investasi non bangunan yang tercermin dari rendahnya
����������������
���

pertumbuhan impor barang modal dibandingkan dengan tahun 2008

���

(Grafik 2.6). Namun demikian, pertumbuhan konsumsi semen yang

���

rendah pada paro pertama tahun 2009 mulai menunjukkan perbaikan



���

pada triwulan III-2009 searah dengan perbaikan pertumbuhan investasi



���

di sektor bangunan dan infrastruktur serta keyakinan pelaku usaha

���

akan prospek kondisi perekonomian yang semakin positif. Di samping

���

itu, permintaan semen di daerah diperkirakan akan meningkat untuk

���

rekonstruksi pasca gempa Padang. Di sisi pembiayaan, dukungan








��
��

������������


��

���

��������
��



����������

��

����

���

��



��

����

���

��

pembiayaan investasi masih relatif memadai sebagaimana ditunjukkan

����

oleh pertumbuhan kredit investasi riil yang cukup tinggi. Sementara
Grafik 2.5

itu, berdasarkan hasil survei BPS, tendensi bisnis pengusaha sepanjang

Kontribusi Investasi Bangunan & Nonbangunan

tahun 2009 cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya
karena berkurangnya order barang input dan order luar negeri yang
disertai penurunan harga jual riil (Grafik 2.7). Penurunan ini sejalan

��

���
�������������������������������������

��

��

��

��

��

dengan hasil survei Bank Indonesia yang mengindikasikan nilai rencana
investasi pada tahun 2009 menurun dibandingkan tahun sebelumnya,
meskipun kegiatan usaha pada semester kedua 2009 diperkirakan
mengalami ekspansi.

��






��

��

��

��

��

��

��

��

����

��

��

��

����

��

��

Kinerja ekspor pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh



membaik akibat berlanjutnya perbaikan kondisi perekonomian

���

global. Membaiknya pertumbuhan ekspor pada triwulan IV-2009

���

ditopang oleh peningkatan harga komoditas internasional disertai dengan
membaiknya permintaan ekspor terutama dari pasar tradisionalnya.
Selain itu, membaiknya indeks produksi, indeks kepercayaan konsumen

Grafik 2.6

serta sentimen bisnis negara G3 dan China juga berpotensi untuk

Pertumbuhan Impor Barang Modal

mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor. Indikasi perbaikan
juga tercermin dari meningkatnya volume perdagangan global pada

10

Perkembangan Makroekonomi Terkini

indeks Baltic Dry yang mengalami peningkatan hingga awal triwulan
������

IV-2009 (Grafik 2.8). Berdasarkan perkembangan tersebut, ekspor

���

���

���
���

���

pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh membaik sebesar -5,4%
(yoy). Data ekspor BPS terkini mencatat nilai ekspor pada Oktober 2009
mencapai US$11,88 miliar atau menurun 10,12% (yoy) dibandingkan