Kerangka Kerja Indonesia untuk NAMAs Bahasa

Republik Indonesia

Kerangka Kerja Indonesia
untuk Nationally Appropriate
Mitigation Actions (NAMAs)

November 2013

Kerangka Kerja Indonesia
untuk Nationally Appropriate
Mitigation Actions (NAMAs)

Prakata

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Republik
Indonesia

P

embangunan nasional Indonesia selalu mengupayakan konsep pembangunan
yang berkelanjutan, dimana kebutuhan generasi sekarang dapat terpenuhi dengan

tidak mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan
mereka. Dalam hal ini, Indonesia harus menyeimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi
dan lingkungan hidup dalam pembangunannya. Sejak KTT Bumi tahun 1992, Indonesia
telah mengupayakan pelaksanaan pembangunan yang menyentuh beberapa pilar
pembangunan.
Dalam pilar lingkungan hidup, Indonesia secara sukarela telah berkomitmen untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dalam upaya mitigasi pemanasan global dan
perubahan iklim. Indonesia telah merumuskan beberapa peraturan dan mendirikan
institusi terkait serta memberlakukan beberapa dokumen kebijakan untuk melaksanakan
aksi mitigasi perubahan iklim. Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs) yang
diperkenalkan dalam Bali Action Plan diharapkan dapat menjadi wahana utama untuk
aksi-aksi mitigasi di Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah membuat sebuah kerangka kerja kebijakan nasional dan
kerangka aksi perubahan iklim. Untuk mempercepat dan mempromosikan upaya
tersebut secara nasional, pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Presiden
No. 61 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)

ii

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally

Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

pada 20 September 2011. RAN-GRK merupakan langkah awal dalam penyusunan dan
pelaksanaan NAMAs.
Melalui buku ini, upaya untuk menginventarisasi dan mendokumentasikan data terkini
dalam kerangka kerja NAMAs Indonesia telah dilakukan. Buku ini juga memberikan
gambaran tentang kebijakan perubahan iklim di Indonesia serta langkah yang diambil
oleh Indonesia dalam kerangka NAMAs tersebut. Kerangka kerja ini meliputi: kerangka
kebijakan Indonesia untuk mitigasi dan NAMAs; kelembagaan NAMAs, elemen utama
pelaksanaan NAMAs; data terkini perkembangan NAMAs; dan langkah berikutnya yang
akan diambil untuk dapat meningkatkan, memperkuat dan melanjutkan NAMAs yang
telah diupayakan saat ini.
Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan penghargaan saya kepada tim yang
telah bekerja keras untuk dapat menyelesaikan buku ini. Terlepas dari terbatasnya ruang
dan waktu yang dimiliki oleh tim ini, buku ini telah dapat menggambarkan berbagai
capaian utama dalam upaya kami untuk mengembangkan NAMAs. Saya berharap
publikasi ini dapat membantu kita semua untuk mengerti akan tantangan yang dihadapi
Indonesia dalam pengembangan NAMAs selanjutnya di Indonesia.

Armida S. Alisjahbana

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

iii

Daftar Istilah

iv

APBD

:

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

APBN

:

Anggaran Pendapatan Belanja Negara


BAU

:

Business As Usual

Bappenas

:

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

CCNCT

:

Climate Change National Coordination Team/Tim Koordinasi
Penanganan Perubahan Iklim


ESDM

:

Energi dan Sumber Daya Mineral

GRK

:

Gas Rumah Kaca

ICCSR

:

Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap

ICCTF


:

Indonesia Climate Change Trust Fund

IPCC

:

Intergovernmental Panel on Climate Change

MRV

:

Measurement, Reporting, Veriication

NAMAs

:


Nationally Appropriate Mitigation Actions

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

PP

:

Peraturan Pemerintah

Perpres

:

Peraturan Presiden

RAN-GRK

:


Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

RAD-GRK

:

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

REDD+

:

Reducing Emissions from Deforestations and Forest
Degradation

RKP

:


Rencana Kerja Pemerintah

RKPD

:

Rencana Kerja Pemerintah Daerah

RPJP Nasional

:

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

RPJP Daerah

:

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah


RPJMN

:

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

TPA

:

Tempat Pemrosesan Akhir

UNFCCC

:

United Nations Framework Convention on Climate Change

v


Daftar Isi
Prakata
Daftar Istilah
Daftar Isi
1. Pembukaan
2. Perkembangan Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia
3. Kerangka Kebijakan Mitigasi Nasional dan NAMAs
4. Kelembagaan NAMAs
5. Elemen Utama Pelaksanaan NAMAs
5.1. Kriteria Nasional NAMA
5.2. Prosedur Pengajuan NAMAs
5.3. Pendanaan NAMA
6. Data Terkini Perkembangan NAMAs
7. Langkah Selanjutnya
Lampiran
Lampiran 1. Data terkini Perkembangan NAMA
Lampiran 2. (Tautan ke Gambar 10. Tabel ringkasan perkembangan NAMAs
terkini)
Daftar Gambar
Gambar 1. Konsep NAMAs
Gambar 2. Perkembangan kebijakan perubahan iklim di Indonesia
Gambar 3. NAMAs unilateral, supported, dan credited
Gambar 4. RAN-GRK sebagai NAMA Indonesia
Gambar 5. CCNCT dan hubungannya dengan lembaga pembiayaan dan KLH
Gambar 6. Tiga kelompok sektor utama pelaksanaan RAN-GRK
Gambar 7. Prosedur Pengajuan NAMAs (unilateral dan supported)
Gambar 8. Skema NAMAs untuk mendapatkan bantuan international
Gambar 9. Tabel ringkasan perkembangan NAMAs terkini23

ii
iv
vi
2
4
8
12
16
16
19
21
26
29
30
30
37

2
4
10
11
13
14
20
24
27

Daftar Boks
Boks 1. RAN-GRK di sektor berbasis lahan

vi

9

Boks 2. Penyusunan skenario baseline BAU dan emisi

18

Boks 3. Usulan untuk skema baru NAMAs untuk mendapatkan bantuan
internasional

23

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Pembukaan

01

N

ationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)1 diharapkan dapat menjadi wahana
utama untuk aksi-aksi mitigasi di negara berkembang. NAMAs diyakini menyediakan
kesempatan baru bagi negara berkembang untuk dapat mengambil tindakan atas emisi
Gas Rumah Kaca (GRK) mereka yang besar dan terus meningkat dengan sangat cepat,
serta pada saat yang bersamaan juga dapat mengelola kebutuhan akan pertumbuhan
ekonomi, sosial dan pembangunannya. NAMAs meliputi inisiasi atau pelaksanaan
aktivitas mitigasi sektoral yang sedang berjalan atau telah direncanakan, seperti
pelaksanaan energi terbarukan (RE) dan eisiensi energi (EE), pengelolaan hutan yang
berkelanjutan, perbaikan sistem transportasi, dan mendorong aktivitas-aktivitas tersebut
untuk bisa mendapatkan bantuan nasional dan internasional, sehingga pelaksanaannya
dapat difasilitasi pada tataran yang lebih tinggi.
Gambar 1. Konsep NAMAs
NAMAs Unilateral dan NAMAs Supported
NAMAs
Unilateral/
Domestik

Baseline BAU untuk Multi Sektoral
(total agregat)

-26%

Emisi GRK

Trend lampau dan situasi
Emisi GRK saat ini

NAMAs berbasis
pasar

Jalur Emisi GRK
mendatang

T0

1

2

RAN/
RAD-GRK

-15%

T1

Tn

2020

NAMAs
Supported
Internasional

Tahun

Sejak diperkenalkan dalam Bali Action Plan, NAMA telah digolongkan berdasarkan sumber-sumber dananya
berdasarkan pembicaraan dan pengajuan ke UNFCCC (contoh. Pengajuan oleh EU, 2009) NAMAs kemudian
digolongkan menjadi (i) yang didanai oleh sumber daya sendiri dan internasional untuk mencapai tingkat
deviasi yang telah disepakati dari praktik business-as-usual (BAU), namun tidak dapat digunakan oleh negara
maju sebagai offset, dan (ii) yang didanai oleh mekanisme pasar dan non-pasar serta dapat digunakan sebagai
offset oleh negara maju.

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Pada saat pertemuan G-20 di Pittsburgh dan UNFCCC COP ke-15 di Copenhagen pada
tahun 2009, Presiden Republik Indonesia telah berkomitmen untuk memenuhi target
pengurangan emisi GRK dari Business As Usual (BAU) sebesar 26% pada tahun 2020.
Pengurangan emisi GRK juga dapat ditekan hingga mencapai 41% dengan adanya
bantuan internasional. Komitmen ini disampaikan ke UNFCCC sebagai NAMAs Indonesia
pada bulan Januari 2010.
Hal ini selaras dengan upaya Indonesia yang berkesinambungan untuk mencapai target
konvensi perubahan iklim (Climate Change Convention) dan berkontribusi dalam upaya
mitigasi global berdasarkan asas dan ketentuan konvensi yang berlaku. Lebih lanjut,
pemerintah Indonesia telah membuat kerangka kerja dan aksi kebijakan nasional untuk
perubahan iklim. Untuk memajukan dan mendorong upaya tersebut secara nasional,
pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah No. 61 tentang Rencana Aksi
Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) pada tanggal 20 September
2011. RAN-GRK merupakan langkah awal dalam penyusunan dan pelaksanaan NAMAs
di Indonesia.
Namun, masih terdapat beberapa pertanyaan tentang NAMAs Indonesia yang perlu
untuk dijelaskan. Beberapa elemen utama untuk menyusun kerangka kerja NAMA
yang efektif dalam level internasional dan nasional masih membutuhkan beberapa
penjelasan lebih lanjut, seperti perbedaan antara NAMAs dan RAN-GRK, kelembagaan,
kriteria NAMA, cara pendanaan atau MRV (pengukuran, pelaporan dan veriikasi) dan
stardardisasi untuk beragam jenis NAMA yang berbeda.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, dokumen ini kemudian disusun untuk
memberikan informasi terkini tentang kerangka NAMAs Indonesia2. Dokumen ini akan
menjabarkan beberapa informasi penting mengenai kerangka kerja NAMAs Indonesia
yang saat ini masih dalam penyusunan. Dokumen ini disusun dengan sistematika
sebagai berikut: 1) Pembukaan; 2) Perkembangan kebijakan perubahan iklim di
Indonesia sebagai latar belakang NAMA; 3) Kerangka kebijakan mitigasi nasional dan
NAMAs; 4) Kelembagaan NAMAs; 5) Elemen utama pelaksanaan NAMA; 6) Data terkini
perkembangan NAMA; 7) Langkah selanjutnya.
2

Lihat deinisi dan cakupan NAMA pada Bab 3

3

Perkembangan
Kebijakan Perubahan
Iklim di Indonesia

02

S

ejak tahun 2007, perkembangan perubahan iklim di Indonesia mencapai momentum
yang signiikan ketika Indonesia menjadi tuan rumah Conference of Parties
(COP) UNFCCC yang ke 13 di Bali. Indonesia kemudian mendirikan lembaga dan
memberlakukan beberapa dokumen kebijakan dan peraturan terkait dengan perubahan
iklim. Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dibentuk pada tahun 2008 dan bertugas
sebagai focal point isu-isu perubahan iklim dalam forum internasional. Berikutnya,
pemerintah Indonesia mengarusutamakan aktivitas perubahan iklim ke dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014 dan membentuk
sebuah lembaga dana perwalian nasional/trust fund (ICCTF3) untuk mendanai kegiatan
yang berkaitan dengan perubahan iklim. Pada akhir 2009, Indonesia mengumumkan
komitmen sukarelanya untuk aksi mitigasi yang diikuti dengan penetapan Peraturan
Presiden No. 61/2011 tentang RAN-GRK4.
Gambar 2.

Perkembangan kebijakan perubahan iklim di Indonesia

Tuan Rumah
COP13
Rencana Aksi
Nasional untuk
Perubahan Iklim
diterbitkan

Peraturan Presiden
No.71/2011 tentang
inventarisasi GRK Nasional

Presiden mengumumkan
Indonesia Climate
target penurunan GRK
Change Sectoral
sebesar 26%/41% pada
Roadmap (ICCSR)
Pertemuan G20

Dewan Nasional
Perubahan Iklim
(DNPI ) dibentuk

Komisi REDD
RPJM 2009-2014
memasukkan
perubahan Iklim

Penandatanganan LoI
untuk REDD+ antara
Norway-Indonesia

Indonesia Climate
Change Trust Fund
(ICCTF) dibentuk

Peraturan Presiden
No.61/2011 tentang
RAN-GRK
National
Communication
(SNC) Indonesia
yang kedua

Rencana
Aksi Daerah
Penuranan Gas
Rumah Kaca
(RAD -GRK)
Persiapan
mekanismeMER
untuk RAN/
RAD-GRK
2020

2007

4

2008

2009

2010

2011

2012

2013

3

Untuk informasi lebih lanjut tentang ICCTF dan proyek yang didanai melalui pembiayaan perubahan iklim,
harap mengunjungi www.icctf.or.id

4

RAN-GRK adalah rencana aksi yang dibuat untuk kurun waktu 10 tahun dari 2010-2020 yang menerangkan
bagaimana rencana Indonesia untuk mencapai target 26% dibawah BAU melalui upaya domestik dan
penurunan 41% melalui bantuan internasional.

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Sebagai tindak lanjut dari komitmen di atas, RAN-GRK disusun dan dilengkapi dengan
kerangka kebijakan untuk periode 2010-2020 yang ditujukan bagi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, sektor swasta, dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan
aksi yang terkait langsung maupun tidak langsung. Kerangka kebijakan tersebut
merujuk kepada visi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 20052025 dan periode kedua dari prioritas yang tercakup dalam RPJMN 2010 – 20145. Visi
dan prioritas tersebut kemudian diterjemahkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
sebagai payung kebijakan perubahan iklim di Indonesia.
Indonesia juga telah secara aktif berpartisipasi dalam negosiasi dan pengembangan
REDD+ sejak tahun 2007. Beberapa inisitatif REDD+ telah diluncurkan dan diikuti
dengan beberapa perubahan kebijakan dan peraturan nasional untuk mendukung
REDD+. Sebagai tindak lanjut Bali Action Plan, Indonesia telah mendapatkan akses untuk
menerima bantuan dana multilateral dan bilateral dalam mendukung fase kesiapan
REDD+6. Indonesia juga telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Norwegia
untuk mananggulangi emisi yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan.
Sebagai tindak lanjutnya, Indonesia kemudian merumuskan strategi dan rencana aksi
nasional untuk REDD+7.
Perkembangan kerangka aksi mitigasi Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan
karena hampir seluruh provinsi telah membuat Rencana Aksi Daerah untuk Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK)8. Tidak hanya dalam hal perencanaan semata, pada
tahun 2012 sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan (MER) untuk aksi-aksi mitigasi

5

Ditetapkan dalam visi keenam RPJP untuk Indonesia yang lebih menarik dan berkelanjutan; dan pada prioritas
kesembilan dari RPJM kedua mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan bencana.

6

Program UNREDD Indonesia berakhir pada tahun 2012, tapi program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)
yang dikelola oleh World Bank masih berlangsung.

7

Lebih lanjut, 11 propinsi terpilih sedang meminalisasikan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP)
untuk REDD+. Kementerian terkait juga merumuskan inisiatif serupa untuk sektor lain seperti Inisiatif Energi
Bersih (REFF-BURN) untuk sektor energi dan “REWaste” untuk sektor limbah.

8

Sekitar 32 dari 33 propinsi telah mengajukan RAD-GRK ke Bappenas (untuk informasi lebih lanjut tentang
RAD-GRK, kunjungi: www.sekretariat-rangrk.org)

5

juga telah dibuat melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah dan kementerian
terkait. Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN) yang dikoordinasi oleh
KLH dibentuk pada tahun 2011. Sistem ini merupakan pilar fundamental dalam
penerapan MRV di Indonesia. Sistem ini dapat memberikan hasil evaluasi yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk membuat laporan dua tahunan (biennial update
reporting/BUR) dan national communication ke UNFCCC.
Pelaksanaan RAN/RAD-GRK diharapkan dapat dikaitkan dengan prinsip-prinsip dan
prioritas pembangungan nasional, kelayakan dan potensi mitigasi, serta dukungan
inansial. Lebih lanjut, RAN-GRK dapat pula dikatakan sebagai langkah awal dalam
pengembangan dan pelaksanaan NAMAs. NAMAs akan mendukung pelaksanaan
RAN-GRK kedepan dengan adanya bantuan dana unilateral (untuk mendukung target
pengurangan emisi sebesar 26%) dan bantuan dana internasional (untuk mengurangi
emisi hingga 41%)

03

Kerangka Kebijakan
Mitigasi Nasional dan
NAMAs

B

erdasarkan deinisinya, NAMA adalah upaya secara sukarela untuk mitigasi emisi
GRK. Pelaksanaan NAMA dapat didukung oleh negara pelaksana atau negara maju.
Dukungan tersebut diharapkan dapat mencakup hal pembiayaan, transfer teknologi
dan peningkatan kapasitas9. Dengan kerangka politik NAMAs yang terus berkembang,
NAMAs akan menjadi bagian penting dari rezim kebijakan iklim internasional. NAMAs
masuk ke dalam agenda kebijakan iklim melalui Bali Action Plan tahun 2007, ketika
Conference of Parties di UNFCCC setuju untuk menggunakannya sebagai upaya mitigasi
dalam skala yang lebih besar. Saat ini, banyak negara telah mengajukan proposal
NAMA ke UNFCCC dan beberapa negara sedang mempersiapkan konsep NAMA yang
lebih detail di berbagai sektor seperti tranportasi, energi, limbah, industri, bangunan,
kehutanan dan pertanian.
Dalam konteks REDD+, upaya yang telah dilakukan merupakan bagian integral dari RAN/
RAD-GRK dan pengurangan emisi yang telah dicapai melalui pelaksanaan REDD+ harus
dihitung ke dalam target nasional -26/-41%. Walaupun cakupan aktivitas sektoral antara
REDD+ dan NAMAs berbasis lahan hampir sama, namun REDD+ mungkin harus memiliki
prosedur, rencana dan strategi tersendiri (contoh: Badan REDD+, dana untuk REDD+
Indonesia, institusi untuk MRV). Adapun NAMA berbasis lahan dilaksanakan berdasarkan
RAN/RAD GRK dan mengikuti prosedur terkait (lihat Boks 1).

9

8

Karena saat ini tidak ada deinisi yang disetujui secara internasional untuk NAMA, aktivitas NAMA oleh
karenanya tidak dibatasi sepanjang aktivitas tersebut sejalan dengan rencana pembangunan nasional, dan
berkontribusi terhadap mitigasi emisi GRK yang dapat diukur, dilaporkan dan diveriikasi (MRV) (UNFCCC,
2007). Potensi pengukuran NAMA kemudian menjadi bervariasi dan dapat digabung dengan ragam aktivitas
dari berbagai sektor, kebijakan, strategi, program dan/atau proyek lainnya.

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Boks 1.

RAN-GRK di sektor berbasis lahan

RAN-GRK mencatat sekitar 50 aksi mitigasi utama; 19 dari aksi ini tercatat didalam daftar sektor
berbasis lahan, dengan jumlah penurunan emisi sebesar 672 m tCO2 atau 87.6% dari total
targetnya. Sebagai tambahan, RAN-GRK juga mencatat beberapa aksi (seperti riset, perbaikan
basis data untuk inventarisasi kehutanan, dan penetapan regulasi baru) untuk mendukung
pelaksanaan aktivitas utama di sektor tersebut. Kementerian terkait dan pemerintah daerah
juga telah mengalokasikan anggarannya untuk melakukan beberapa aktivitas dibawah RAN/
RAD-GRK untuk tahun 2010-2014, dan menyatakan akan mengalokasikan sekitar 1.6 milyar USD
(IDR 15.9 trilyun) untuk mendanai aksi-aksi tersebut, terkecuali pemeliharaan jaringan jalan dan
irigasi (Kemenkeu, 2012).
Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan Strategi Nasional untuk REDD+ dan Rencana
Aksi Nasional untuk REDD+. Sebelas provinsi sedang dalam proses inalisasi dokumen SRAP,
termasuk Reference Level (RL) tingkat provinsi. Beberapa provinsi menggunakan baseline BAU
dalam RAD-GRK sebagai RL, sementara yang lain menggunakan dasar baseline dari beragam
sumber dan asumsi yang berbeda sebagai proyeksi. Namun, untuk menghindari pengukuran
ganda, pendekatannya akan diselaraskan.
Untuk menentukan inisiatif REDD+, pemerintah Indonesia juga telah membentuk Badan REDD+
(Perpres No. 62/2013)*. Sebagai tambahan, moratorium yang telah berakhir pada bulan Mei
2013 diperpanjang hingga tahun 2015 (Instruksi Presiden No. 6/2013). Satgas REDD+ telah
dibentuk untuk memonitor pelaksanaannya dan didukung oleh Kementerian terkait yang telah
membangun sistem geo-database**.
Daftar panjang dari aksi mitigasi berbasis lahan yang diajukan oleh Kementerian dan pemerintah
propinsi (RAN/RAD-GRK) dilihat sebagai potensi untuk NAMAs. Aksi-aksi ini akan diprioritaskan
dan diajukan sebagai NAMAs ke UNFCCC. Beberapa aksi telah dianggarkan dari APBD/APBN.
Aksi-aksi ini kemudian akan diajukan sebagai NAMAs seeking recognition, dan akan dicatat
dibawah NAMAs unilateral yang masuk kedalam target sukarela 26%. Beberapa aksi lain akan
diajukan sebagai NAMAs supported (atau dimasukan dalam tambahan 15% target sukarela
Indonesia)
*) Badan REDD+ bertindak untuk memfasilitasi kementerian/institusi terkait untuk melaksanakan
aktivitas REDD+ dan memastikan bahwa aktivitas REDD+ menerima bantuan keuangan
yang semestinya. Badan REDD+ bertanggung jawab untuk melaporkan langsung kepada
Presiden. Untuk mendukung tugas Badan ini, moratorium untuk menangguhkan izin baru bagi
pembalakan dan perubahan fungsi hutan diberlakuan selama dua tahun dimulai sejak tahun
2011 (Instruksi Presiden No.10/2011).

9

**) Sistem geo-database mengumpulkan semua informasi tentang sertiikat tanah dan izin
penggunaan tanah yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, seperti Kementerian Kehutanan
dan pemerintah daerah. Sistem geo-database memperbaiki sistem monitoring hutan saat ini
yang dikelola Kementerian Kehutanan yang menggabungkan remote sensing dan pengukuran
on-ground pada sistem National Forest Inventory (NFI).

UNFCCC mengakui dua kategori NAMAs – yang dilaksanakan dengan memanfaatkan
sumber domestik (unilateral NAMAs) dan yang memerlukan bantuan internasional
(supported NAMAs). Kategori ketiga yang disebut “ credited NAMAs atau NAMAs berbasis
pasar” masih belum diakui secara resmi oleh UNFCCC, tapi secara umum dimengerti
sebagai NAMAs yang menghasilkan offset GRK, dan dapat diperdagangkan di pasar
karbon internasional. Bagan dibawah ini menggambarkan perbedaan antara NAMAs
unilateral (target sampai dengan -26%), NAMAs dengan bantuan internasional/supported
NAMAs (target antara -26 sampai -41%) dan NAMAs berbasis pasar/ credited (melebihi
target -41%) berdasarkan pengumuman Presiden untuk target penurunan emisi GRK10
(lihat gambar 1).
Gambar 3.

NAMAs unilateral, supported, dan credited
ICA

Pengakuan
UNFCCC

BUR

Ofset

Target
National

Pembelian
oleh negara
lain

Strategi
Nasional dan
Rencana Aksi
(RPJMN, RANGRK)

Pasar Karbon
(contoh. JCMCDM)

-41 to -100%
Credited
-26 to -41%
Supported

Berbasis lahan

Energi (Industri,
transportasi)

Limbah

REDD +
0 to -26%
Unilateral

10 Pada penerapannya saat ini, hampir seluruh NAMAs menggunakan model pendanaan hybrid, dengan
menggunakan pendanaan dasar (APBN dan dana terkait) dan dana dari sumber internasional sehingga
pelaksanaannya dapat ditingkatkan ke tataran yang lebih tinggi.

10

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Lebih spesiik tentang NAMAs unilateral dan NAMAs supported, keduanya dibuat untuk
mendukung upaya Indonesia dalam merencanakan pembangunan yang berkelanjutan.
NAMAs Indonesia memiliki visi jangka panjang yang tidak hanya mengakomodasi
kepentingan saat ini namun lebih spesiik pada pembangunan jangka panjang dengan
emisi karbon yang rendah.
Pembentukan NAMAs akan mendukung upaya lebih lanjut Indonesia untuk melaksanakan
mitigasi GRK melalui berbagai macam sumber, seperti misalnya meningkatkan transfer
serta pemakaian teknologi berkarbon rendah, meningkatkan kapasitas yang dibutuhkan,
juga pembuatan sistem pengukuran, pelaporan dan veriikasi yang tepat untuk aksiaksi mitigasi. Sebagai tindak lanjut, pemerintah Indonesia juga menyelaraskan konsep
NAMA dengan kebijakan, program dan aksi mitigasi nasional yang disebut sebagai RANGRK. RAN-GRK juga mencakup penguatan untuk pelaksanaan, penangkalan hambatan,
peningkatan kapasitas dan perbaikan mekanisme keuangan. (Lihat penjelasan lebih
lanjut di Bab 2: Perkembangan Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia).
Ketika kebijakan telah berlaku, pelaksanaan aksi dan program mitigasi harus merujuk
ke skenario BAU sehingga pengurangan emisi GRK nasional dapat tercapai seperti yang
telah ditargetkan.
Gambar 4.

RAN-GRK sebagai NAMA Indonesia
Pengembangan NAMAs Indonesia

Operasionalisasi

RAN-GRK
(sebagai NAMA Indonesia)

Naskah Konsep
NAMA
sebagai “formula”

Baseline
Skenario Mitigasi
Penilaian atas biaya dan manfaat tambahan
Pemilihan Aksi-aksi
Pengembangan kebijakan dan
pengukurannya
Penetapan indikator MRV

NAMA yang diakui secara
internasional

Di tiap sektor dan tiap
propinsi

NAMAs Indonesia dikembangkan dari RAN/RAD-GRK untuk mendapatkan pengakuan
dari pihak international, beberapa NAMAs yang terpilih dari RAN/RAD-GRK akan diajukan
ke UNFCCC.

Kerangka Kebijakan Mitigasi
Nasional dan NAMAs 11

04

Kelembagaan NAMAs

B

appenas telah mengeluarkan Keputusan No. 38/M.PPN/HK/03/2012 tentang
pembentukan Tim Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim (CCNCT)11. Mandat
CCNCT ini adalah untuk 1) mengoptimalkan pelaksanaan Perpres RAN-GRK; 2)
mengkoordinasi aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; dan 3) meningkatkan
eisiensi dan efektiitas dari pencapaian target RAN-GRK.
Untuk membantu operasional harian CCNCT, maka dibentuklah Sekretariat CCNCT
(juga dikenal sebagai sekretariat RAN-GRK). Sekretariat CCNCT terdiri dari dua unit:
Help-desk dan think tank pengembangan NAMA yang disebut NC4ND (National Center
for NAMA Development). Help-desk ini membantu penyusunan dan peninjauan rencana
mitigasi dan adaptasi nasional dan sub-nasional (RAN/RAD-GRK and RAN/RAD-API),
dan memberikan bantuan teknis untuk monitoring, evaluasi dan pelaporan (MER)12.
Laporan MER untuk mitigasi GRK harus diveriikasi dan dikoordinasi oleh Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH). Think-tank itu sendiri bertanggungjawab untuk mendukung
pengembangan NAMAs dan program/proyek adaptasi.

11 CCNCT terdiri atas dua tim, Steering Team dan Kelompok Kerja untuk 1) pertanian; 2) Kehutanan dan Lahan
Gambut; 3) Energi, transportasi, dan industri; 4) Pengelolaan Limbah ; 5) Dukungan dan lintas-sektoral; 6)
adaptasi perubahan iklim
12 Lihat hasil dan pedoman MER RAN/RAD-GRK di: www.sekretariat-rangrk.org

12

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Gambar 5.

CCNCT dan hubungannya dengan lembaga pembiayaan dan KLH
Sekretariat CCNCT

Kementerian
Lingkungan Hidup
Veriikasi emisi dan
mitigasi GRK

HELP DESK
RAN-GRK & RAN-API
MER (PEP)

NC4ND Sebagai
think tank untuk
pengembangan
NAMA **

Penilaian
dilakukan
berdasarkan
prioritas nasional*

Serangkaian
proyek yang
siap didanai
dan diusulkan

Lembaga pembiayaan
terkait perubahan
iklim
(ICCF, FREDDI, SMI,
PIP, IIGF)

Keterangan: * Selain untuk memveriikasi serangkaian proyek yang diusulkan, lembaga keuangan terkait perubahan iklim
juga dapat menyediakan dukungan operasional (seperti. biaya operasional) kepada sekretariat CCNCT.
**Nama dari NC4ND dapat berubah ketika memasukan fungsi pengembangan progam/proyek terkait adaptasi

Help-Desk memberikan bantuan teknis dalam menyusun dan mengkaji rencana
mitigasi (RAN/RAD-GRK) dan rencana adaptasi (RAN/RAD-API) kepada perwakilan dari
Kementerian terkait yang tergabung dalam Komite Nasional (CCNCT), serta perwakilan
dari lembaga pemerintah sub-nasional yang tergabung dalam Komite Lokal. Peninjauan
rencana tersebut dilakukan secara berkala berdasarkan masukan dari evaluasi rutin
yang menjadi bagian dari fungsi MER dan veriikasi. Sementara itu, NC4ND memiliki
dua tugas: pertama, memberikan bantuan teknis kepada pengembang NAMA dalam
menyusun proposal; kedua, melakukan inisiatif lintas sektoral dan berkonsultasi
dengan Kementerian terkait untuk penyusunan NAMAs yang lebih spesiik. Diluar tugas
penyusunan proposal tersebut, NC4ND juga mempromosikan NAMAs secara aktif kepada
pemangku kepentingan utama yaitu sektor publik, swasta dan masyarakat.
Lembaga keuangan yang terkait perubahan iklim menilai proyek dan proposal yang
diajukan kepada Sekretariat CCNCT dan pengembang lain berdasarkan prioritas nasional
serta kriteria dan standar (misal. RAN/RAD-GRK, RAN-API, dll) yang telah disetujui oleh
donor/investor. Lembaga keuangan yang terkait perubahan iklim tersebut menawarkan

13

beragam jenis pendanaan yang termasuk didalamnya pendanaan non-returnable (Misal.
hibah, pertanggungan resiko, subsidi, pendanaan berbasis kinerja). Selain itu, NC4ND
dapat memfasilitasi kemitraan dengan lembaga keuangan komersial seperti bank, skema
dana bergulir, perusahaan investasi, wealth management atau lembaga dana pensiun
untuk mendapatkan pendanaan dari pihak swasta.
RAN-GRK selanjutnya dikategorikan dan disusun menjadi tiga kelompok sektor utama
yang membagi pembuat kebijakan yang relevan dari berbagai kementerian terkait.
Kelompok-kelompok kerja tersebut diharapkan dapat berkoordinasi untuk melanjutkan
rancangan dan pelaksanaan NAMAs yang spesiik di sektor terkait, yaitu 1) NAMAs
berbasis lahan; 2) NAMAs energi yang terintegrasi; 3) NAMAs limbah yang terintegrasi;
seperti dijelaskan di Gambar 6.
Gambar 6.

Tiga kelompok sektor utama pelaksanaan RAN-GRK

Tiga Kelompok Sektor Utama Pelaksanaan RAN-GRK
Sektor Berbasis Lahan
Sektor Energi Terintegrasi
Sektor Limbah
Kehutanan
Kelompok Kerja
Energi, Industri, dan
Pengelolaan
Pertanian
dan Lahan
dibawah CCNCT
Transportasi
Limbah
Gambut
Institusi

Bappenas
Kementerian
Keuangan
Kementerian
Lingkungan
Hidup

Kementerian
Sektoral

Koordinasi RAN/RAD-GRK (NAMAs)
Insentif/disinsentif anggaran dan iskal
QA/QC inventarisasi GRK dan koordinasi MRV emisi GRK yang berasal dari
mitigasi, national communication dan/atau Biennial Update Report (BUR)

Kementerian
Pertanian

Kemen
terian
Kementerian Energi,
Kehutanan Sumber
Daya
Mineral

NAMAs berbasis lahan

Badan REDD+

DNPI

14

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

Kemen Kemen
terian
terian
Perhu Industri
bungan

NAMAs energi terintegrasi

QA/QC untuk
data dan hasil
Pemantauan,
Evaluasi dan
Pelaporan (PEP)
Focal Point ke UNFCCC

Kementerian
Pekerjaan
Umum

- NAMAs
limbah
terintegrasi

05

Elemen Utama
Pelaksanaan NAMAs

5.1. Kriteria Nasional NAMA

P

emerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan NAMAs di berbagai sektor.
Untuk memastikan bahwa NAMAs memiliki kontribusi yang efektif dalam memenuhi
target mitigasi Indonesia dan prioritas pembangunan nasional lainnya, kriteria dasar
berikut dianggap penting:
 NAMAs harus disusun berdasarkan kerangka kebijakan mitigasi nasional (RPJPN,
RPJMN, ICCSR, RAN/RAD-GRK) dan dihubungkan dengan prioritas pembangunan
nasional termasuk target mitigasi nasional. Jika NAMAs yang diusulkan tidak
terdaftar dalam dokumen RAN/RAD-GRK, pihak yang mengajukan proposal harus
melaporkan ke seluruh lembaga terkait (Kementerian sektoral/terkait dan/atau
pemerintah daerah) untuk mendapatkan persetujuan.
 NAMAs harus sesuai dengan mekanisme pemantauan, evaluasi dan pelaporan
pemerintah untuk aksi-aksi dan kebijakan RAN/RAD-GRK. Prosedur pelaporannya
akan dijelaskan lebih lanjut dalam pedoman-pedoman RAN/RAD-GRK13.
 NAMAs harus konsisten dengan tujuan pembangunan nasional dan dapat
melengkapi kebijakan dan program sektoral yang ada. Untuk mendukung hal
tersebut, usaha untuk meningkatkan kapasitas harus dilakukan berdasarkan inisiatif
yang telah ada, dan kesempatan untuk pendanaan internasional harus dapat juga
mendorong kapasitas pendanaan nasional yang lebih efektif.
 NAMAs harus dapat menunjukkan manfaat pembangunan termasuk aspek sosial,
ekonomi, politik dan lingkungan hidup14. Pemerintah Indonesia juga berupaya
untuk meningkatkan program-program pembangunan nasional. Sebagai bagian
dari upaya ini, pengurangan emisi dapat dilihat sebagai manfaat tambahan dari
pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, RAN/RAD-GRK juga memainkan
peran penting dalam mempromosikan pembangunan rendah karbon (low carbon
development).
13 Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.sekretariat-rangrk.org untuk mengunduh dokumen-dokumen
yang dimaksud.
14 Manfaat pembangunan dalam aspek ekonomi termasuk penghematan biaya energi, intensitas energi PDB,
keragaman energi pengurangan konsumsi bahan bakar, dll. Dalam aspek sosial politik termasuk: kurangnya
penyakit menular, meningkatnya kenyamanan, waktu dan jarak perjalanan. Dalam aspek lingkungan hidup:
kualitas tanah, kualitas udara, kurangnya kebisingan, penurunan emisi GRK, dll

16

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

 NAMAs harus dapat berkontribusi terhadap perubahan dasar kebijakan nasional
dan sektoral dalam mencapai pembangunan yang rendah emisi/ramah lingkungan,
juga menjaga koordinasi kelembagaan dan menciptakan kolaborasi baru.
 NAMAs harus dapat menjelaskan kemungkinan keberhasilannya dan memprediksi
dampak jangka panjang, dengan menunjukan potensi yang besar untuk
berkembang dan replikasi.
 NAMA harus dapat memperkirakan potensi langsung dan tidak langsung dari
mitigasi GRK dan efektiitas biayanya (cost-effectiveness). Selain itu cara pengurangan
emisi dari skenario BAU nasional harus dibuat secara transparan. NAMA juga harus
dapat meningkatkan kapasitas untuk mengurangi emisi GRK di masa depan.
Bagi Indonesia, konsep BAU merupakan bagian penting untuk mencapai tujuan dalam
menangani isu perubahan iklimnya, karena target pengurangan emisi yang telah
diumumkan sebesar 26 atau 41% didasarkan atas skenario BAU (Keputusan Presiden No.
61/2011). Skenario BAU sangat tergantung dari prakiraan emisi GRK yang berasal dari
pertumbuhan ekonomi mendatang dan perkembangan teknologi. Penyusunan Baseline
harus disepakati sebagai langkah awal bagi pelaksanaan RAN-GRK dan NAMAs, baik
dalam hal status, pengembangan kebijakan dan programnya, serta emisi GRK terkait.
Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat Boks 215.

15 Model dan Metode yang diterapkan dalam Proyeksi Ekstrapolasi Linear (extrapolation linear projection) Energi
adalah model yang digunakan dalam sektor energi. Kementerian ESDM akan memimpin proses modeling dan
pelatihan LEAP bagi pemerintah di tingkat provinsi. Kementerian Perhubungan dan Industri akan membantu
proses ini dengan cara memberikan data yang lebih detail kepada Kementerian ESDM sehingga LEAP dapat
dijalankan. Lebih lanjut, Kementerian Perhubungan dan Industri mungkin akan membuat model tersendiri
untuk setiap sub-sektor. Tujuannya adalah untuk menggunakan IPCC tier 2 untuk data dan algoritma di
sektor energi. Model dan metode yang diterapkan dalam kegiatan sektor berbasis lahan digunakan untuk
memperkirakan kemungkinan penggunaan lahan/perubahan muka lahan, dan emisi mendatang berdasarkan
sejarah dan/atau perencanaan mendatang. Model yang digunakan adalah “Markov Chain Transition Matrix”,
yang menghitung distribusi tutupan lahan dengan membandingkannya dalam dua waktu berbeda (distribusi
pada waktu ke-2, berdasarkan pada distribusi penggunaan lahan/perubahan muka lahan awal di waktu ke1, dengan menggunakan matriks peralihan/transition matrix). Data matriks peralihan diperoleh dari peta
muka lahan yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan dan diperbarui dengan data lahan gambut dari
Kementerian Pertanian, berdasarkan 23 klasiikasi lahan.34 Target perhitungan untuk baseline berbasis lahan
adalah dengan pedekatan tier-3. Model dan metode yang diterapkan dalam limbah adalah ekstrapolasi
sederhana menggunakan excel. Model ini sederhana dan mudah untuk dihitung sehingga dapat dilaksanakan
oleh pemerintah daerah (Tier1). Untuk informasi lebih lanjut bisa dilihat: www.sekretariatran-grk.org

17

Boks 2.

Penyusunan skenario baseline BAU dan emisi

Tiga tahap skenario emisi termasuk: 1) skenario BAU: ketiadaan kebijakan mitigasi terkait
sebelum penetapan RAN-GRK (misal. Penggunaan batu bara yang tidak eisien untuk
pembangkit tenaga listik di sektor pembangkit energi; 2) skenario base-case: daftar aksi mitigasi
yang dimuat dalam RAN/RAD-GRK, yang dimaksudkan untuk menggabungkan semua aksi-aksi
mitigasi sektoral terkait seperti program energi terbarukan, pengelolaan kehutanan dan lahan
gambut yang berkelanjutan; 3) skenario best-case: aksi-aksi mitigasi yang dilakukan atas nama
NAMAs berdasarkan RAN/RAD-GRK dan bertujuan untuk mencapai pengurangan -41% emisi.
Indonesia mempelajari semua kebijakan yang relevan, dengan kebijakan perubahan iklim,
pertanian atau pembangunan pedesaan, untuk menentukan apakah mereka akan dimasukkan
kedalam skenario baseline.
Dengan mempertimbangkan sistem politik desentralisasi Indonesia, secara umum disepakati
bahwa pendekatan yang lebih baik untuk menentukan baseline adalah dengan menggabungkan
pendekatan bottom-up dan top-down, yang diharapkan dapat mencakup kebijakan-kebijakan di
tingkat nasional dan daerah.
Dengan menggunakan pendekatan bottom-up berarti pengumpulan dan kompilasi data
dilakukan pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Baseline nasional pertama dihitung
menggunakan pendekatan top-down. Pendekatan ini dianggap lebih bijaksana dan dapat
memberikan gambaran umum tentang besarnya emisi Indonesia, namun akurasinya dianggap
masih kurang. Oleh karena itu, penghitungan yang telah diperbarui akan menggabungkan dua
pendekatan tersebut untuk memberikan perkiraan yang lebih baik.
700000000
600000000
500000000
400000000
300000000
200000000
100000000
0

2010 2011 2012 2013 2014
NAD
Sumbar
Babel
Bengkulu
DIY
DKI Jakarta Bali
Kalteng
Sulut
Kalsel
Gorontalo Maluku
Malut

2015 2016 2017 2018 2019 2020
Kepri
Riau
Jambi
Sumsel
Banten
Jabar
Jatim
Jateng
NTB
NTT
Kalbar
Kaltim
Sulteng Sultra
Sulsel
Sulbar
Papua
Papua Barat

BAU baseline untuk sektor perhubungan di 33 propinsi di Indonesia (Bappenas, 2012), dalam CO2e ton

Di Indonesia, persiapan skenario baseline dilihat sebagai proses yang dinamis dan mekanismenya
sedang dibuat untuk memungkinkan pemutakhiran data secara rutin (setidaknya setiap 5 tahun
sesuai dengan RPJMN). Baik RAN-GRK dan RAD-GRK menggunakan tahun 2010 sebagai tahun
awal untuk memulai aksi mitigasi. Hanya aksi mitigasi dari tahun 2010 dan seterusnya yang akan
dimasukan dalam penghitungan (untuk informasi lebih lanjut tentang BAU, kunjungi
www.secretariat-rangrk.org).

18

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

5.2. Prosedur Pengajuan NAMAs
NAMAs unilateral dan supported akan diintegrasikan kedalam laporan pembangunan
nasional dan provinsi. Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, seluruh
proposal NAMA untuk program/proyek/aktivitas apapun akan diajukan ke Bappenas
oleh Kementerian/Kepala Instansi Pemerintah atau oleh pihak swasta dan asosiasi
masyarakat/organisasi. Bantuan luar negeri/hibah16 yang diterima akan dikelola sesuai
dengan peraturan dan mekanisme pemerintah Indonesia dalam pengelolaan keuangan
publik.
Merujuk kepada Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2011, proposal untuk pengajuan
NAMAs supported membutuhkan 1) Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan (DSKK) yang
menerangkan kelayakan dari kegiatan yang diusulkan tersebut secara teknis, ekonomi,
keuangan dan sosial/lingkungan; 2) Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang memberikan
informasi tentang kegiatan yang diusulkan tersebut; 3) Daftar Isian Pengusulan Kegiatan
(DIPK)17; dan 4) surat pengantar yang diperlukan (lihat Gambar 3). Sebaliknya, syarat
untuk pengajuan NAMA unilateral harus melampirkan surat dukungan (endorsement)
dari Kementerian dan/atau gubernur terkait.
Ketika proposal NAMA telah diserahkan kepada Bappenas, proposal tersebut harus
dikaji dan melewati proses persetujuan dalam pertemuan para pemangku kepentingan
(multistakeholder) yang disebut dengan Steering Committee of Climate Change National
Coordination Team (SC-CCNCT) yang melibatkan Bappenas, Kementerian teknis terkait,
Kementerian Lingkungan Hidup, DNPI dan Sekretariat RAN-GRK (Sekretariat CCNCT).
Prosedur pengajuan untuk NAMAs unilateral dan supported dijelaskan dalam bagan
berikut.

16 Mekanisme bantuan/hibah asing diterangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 10/2011 sebagai: “[…]
penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat
berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri
atau luar negeri”
17 Informasi yang dibutuhkan oleh setiap dokumen diterangkan dalam Petunjuk Pengusulan Kegiatan yang
dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri 2010-2014 (Pemerintah Indonesia, 2010). Lihat: www.
bappenas.go.id.

Elemen Utama
Pelaksanaan NAMAs 19

Gambar 7.

Prosedur Pengajuan NAMAs (unilateral dan supported)
PROPONENT
Kegiatan

Dikelola/didukung oleh
Kementerian/Institusi Pemerintah
NAMA Supported:
1. Surat dari Kementerian
menerangkan kegiatan
RAN-GRK/yang
dikategorikan sebagai
NAMA
2. DSKK
3. KAK
4. DIPK
NAMA Unilateral:
1. Surat dari Kementerian
menerangkan kegiatan
RAN-GRK/yang
dikategorikan

Sebagian/keseluruhan dikelola/
didukung oleh pemerintah lokal
NAMA Supported:
1. Surat dari Kementerian
menerangkan kegiatan
RAD-GRK/yang
dikategorikan sebagai
NAMA
2. DSKK
3. KAK
4. DIPK
NAMA Unilateral:
1. Surat dari Kementerian
menerangkan kegiatan
RAD-GRK/yang
dikategorikan

Menteri/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS)
Sekretariat CCNCT

Focal point ke UNFCCC
(Dewan Nasional Perubahan
Iklim/DNPI)
proposal
NAMAs

Sektor swasta/asosiasi
kemasyarakatan/organisasi
NAMA Unilateral/
supported :
Surat dukungan dari
Kementerian terkait dan/
atau pemerintah daerah
menerangkan kegiatan
RAN/RAD-GRK yang
dikategorikan sebagai
NAMA

Proses review dan persetujuan
pada pertemuan multipemangku kepentingan (SCCCNCT)

KLH
Komite Nasional MRV
BUR/Natcom

UNFCCC
SC-CCNCT = Steering Committee of Climate Change National Coordination Team; DSKK = Dokumen Studi
Kelayakan Kegiatan; KAK = Kerangka Acuan Kerja; DIPK = Daftar Isian Pengusulan Kegiatan

DNPI sebagai ‘‘focal point’’ ke UNFCCC akan memfasilitasi kajian lebih lanjut dan proses
validasi sebelum proposal NAMA tersebut dikirimkan ke Sekretariat UNFCCC. Proses
tersebut dimaksudkan agar semua informasi yang disampaikan dapat divalidasi dan
sesuai dengan template Registry NAMA UNFCCC.
DNPI sebagai focal point kemudian akan mengirimkan proposal kepada Registry UNFCCC.
Berbagai masukan yang diterima dari donor yang tertarik akan dimasukan langsung ke
dalam proponent NAMA dan diketahui oleh DNPI. Pengembangan lanjutan dari proyek
tersebut akan didata dalam sistem registry nasional, termasuk monitoring dan evaluasi
dari pelaksanaannya. Pada tingkat nasional, kemajuan pelaksanaannya yang termasuk
penurunan emisi GRK akan dimasukkan ke dalam sistem inventarisasi GRK nasional

20

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

dan mekanisme pelaporan yang ada, seperti National Communications berikutnya dan
Biennial Update Reports (BUR).
Mengingat NAMAs tidak hanya terbatas pada kegiatan publik (unilateral dan supported)
tapi termasuk juga kegiatan dalam pasar karbon (credited) 18, mekanisme kelembagaan
yang menyeluruh, terintegrasi dan kokoh sedang dipersiapkan untuk mendorong
pengajuan NAMA19.

5.3. Pendanaan NAMA
5.3.1. Mekanisme Pendanaan NAMA
Indonesia diperkirakan masih membutuhkan lebih dari dua kali lipat dana iklim publik
yang tersedia saat ini untuk dapat mencapai target mitigasi nasional pada kurun waktu
2010-2020 (Kemenkeu 2012). Menurut Kementerian Keuangan, untuk dapat mencapai
target mitigasi dibidang kehutanan, gambut, energi dan transportasi, Indonesia
membutuhkan dana sekitar 10-14 milyar USD per tahun – dimana setengahnya harus
diambil dari sumber dana publik. Indonesia diperkirakan juga masih membutuhkan
tambahan dana publik sebesar 2,3–5,3 milyar USD per tahun dari pemerintah Indonesia
dan donor asing untuk dapat memenuhi targetnya. Sementara ini hanya 1,6 milyar USD
dana publik domestik dan sekitar 0,6 milyar USD dana publik asing yang telah dijamin
tersedia.
NAMAs dapat dibiayai oleh beberapa jenis pendanaan. Jenisnya dapat berupa pendanaan
tunggal atau kombinasi dari hibah, pinjaman dan pembiayaan domestik. Pembiayaan
untuk NAMAs harus dapat menutupi tidak hanya investasi bagi kegiatan yang secara
langsung dapat mengurangi emisi GRK, namun juga mendukung dan memungkinkan
kegiatan lain seperti transfer teknologi dan peningkatan kapasitas.
Donor dan investor asing dapat membiayai NAMAs dengan menyalurkan dananya
kepada atau dengan menginvestasikannya di lembaga keuangan yang berkaitan
dengan perubahan iklim. Menurut Undang-Undang Perbendaharaan Negara, pinjaman
kepada pemerintah (sovereign-loans) harus dilakukan melalui Kementerian Keuangan.
Untuk dana dalam bentuk hibah, pinjaman kepada pemerintah atau bentuk investasi lain
(misalnya ekuitas) dapat dilakukan melalui lembaga keuangan yang berkaitan dengan
perubahan iklim.
Untuk investasi iklim secara umum dan khususnya untuk dana hibah, donor dan investor
dapat menyalurkannya melalui Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF). ICCTF

18

Lihat Gambar 1

19

Elemen utama dari mekanisme ini termasuk Sekretariat, daftar tenaga ahli dan komite persetujuan (Approval
Committee) yang mewakili para pemangku kepentingan kunci yang tertarik dengan pengembangan NAMAs

Elemen Utama
Pelaksanaan NAMAs 21

merupakan dana perwalian (trust fund) yang dikelola secara nasional dan didirikan oleh
pemerintah Indonesia dengan tujuan agar dana yang didapat dari berbagai sumber
seperti donor internasional dan sektor swasta dapat disatukan dan dikoordinasikan
sehingga dapat mendukung kebijakan perubahan iklim Indonesia (RAN-GRK dan RANAPI) sesuai dengan rencana pembangunan nasional. Saat ini, ICCTF membantu beberapa
Kementerian sektoral/teknis dalam pembuatan proposal NAMA, seperti Inisiatif Lampu
Jalan Pintar (Smart Street Lighting Initiative/SSLI) dan NAMAs untuk energi terbarukan.
Dana untuk REDD+ Indonesia sedang dalam perumusan oleh Badan REDD+ yang baru
saja terbentuk dan bertugas untuk mengelola dana dan investasi yang berkaitan dengan
REDD+. Pilihan lainnya adalah dengan menggunakan dana untuk pengembangan
pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang didalamnya termasuk investasi untuk
energi terbarukan dan eisiensi energi, seperti Pembiayaan Infrastruktur Indonesia (PT
SMI), Pusat Investasi Pemerintah (PIP), dan Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF).
Dari pandangan proponent NAMA, proposal dapat diajukan melalui berbagai jalur. Untuk
mendukung kegiatan pada tahap program (seperti pembentukan institusi, kebijakan
dan fasilitas pendukung lain) dan pada fase pembangunan proyek ( konsep proyek, studi
kelayakan, dll), pendekatan dapat dilakukan pada Kementerian terkait yang mengelola
NAMA sektoral, atau pemerintah daerah yang menerima dana untuk penanganan
perubahan iklim dari Kemenkeu atau lembaga pembiayaan lain. Untuk mendukung
tahap pelaksanaan, proposal dapat diajukan kepada lembaga yang terkait dengan
perubahan iklim. NC4ND dibentuk untuk membantu proses perumusan proposal NAMA
dan bantuannya dapat diminta jika diperlukan.

5.3.2. Investasi Iklim terkait yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia
Pada tahun 2012, pemerintah menganggarkan 1,59 milyar USD untuk pelaksanaan RANGRK. Didalamnya termasuk pengeluaran rutin pemerintah di pusat dan daerah (1,07
milyar USD) yang dicadangkan terutama untuk pengelolaan hutan dan lahan gambut
yang berkelanjutan, pembiayaan investasi yang berkaitan dengan dana kehutanan,
alokasi untuk investasi pemerintah dalam energi terbarukan (0,4 milyar USD), serta
subsidi pajak untuk panas bumi (geothermal) dan biofuel (0,12 milyar USD) (Kemenkeu
2012).
Pengeluaran rutin pemerintah dilakukan oleh Kementerian terkait di pusat dan

22

Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs)

pemerintah sub-nasional di propinsi dan kabupaten/kota. Berbagai kegiatan NAMAs
yang dilakukan mencakup penciptaan lingkungan yang mendukung (enabling
environment), pengembangan dan pelaksanaan proyek.

5.3.3. Pembiayaan Swasta
Indonesia memiliki potensi besar untuk mendapatkan sumber daya dari sektor swasta.
Rata-rata loan to deposit ratio (LDR) bank komersial di Indonesia selama periode 20062012 adalah sebesar 73%. Hingga bulan Juni 2013, dana pihak ketiga yang tersedia
untuk dipinjamkan oleh bank-bank komersial adalah sebanyak 42,8 Milyar USD (Bank
Indonesia 2013). Sementara itu pada tahun 2012, survey yang dilakukan oleh Ernst &
Young, investor ekuitas swasta global, dan bankir investasi ekuitas swasta yang berbasis
di Asia Pasiik memilih Indonesia sebagai 5 negara teratas untuk tujuan investasi. Dari
tahun 2011 hingga September 2012, Ernst & Young melaporkan 13 transaksi investasi
bernilai hampir sebesar 900 juta USD.
Angka tersebut menunjukan potensi yang sangat besar untuk pembiayaan swasta
di dalam negeri, akan tapi masih sangat sulit untuk menilai berapa jumlah yang
dapat digunakan untuk investasi yang ramah lingkungan. Namun demikian, angka
tersebut juga memperlihatkan potensi komersial dari proyek iklim di Indonesia untuk
mendapatkan kesempatan pembiayaan swasta, baik domestik maupuan global.
Sebagai kesimpulan, pembiayaan NAMAs khususnya akan membutuhkan paket
pembiayaan yang komprehensif, terdiri dari sumber dan mekanisme publik, investasi dan
pembiayaan sektor swasta, serta pembiayaan internasional melalui NAMAs supported.
Direkomendasikan juga untuk memasukkan lampiran (annex) seperti rencana perkiraan
keuangan dan anggaran dalam proposal NAMA yang diajukan. Selain dari itu, NC4ND
dibentuk sebagai unit yang membantu penyusunan dokumen yang diperlukan, juga
sebagai matchmaker dengan lembaga, sumber dan mekanisme keuangan terkait.
Boks 3.

Usulan untuk skema baru NAMAs untuk mendapatkan bantuan
internasional

Pada tingkat internasional, mekanisme pendanaan yang efektif dan eisien untuk kegiatan
penurunan emisi dibawah skema NAMA masih belum tersedia. Situasi ini memacu negara
berkembang untuk ikut serta secara lebih efektif dalam upaya mitigasi global seperti disetujui
pada UNFCCC (Bali Action Plan dan pertemuan lanjutan pasca COP). Pembayaran berbasis
kinerja merupakan sebuah konsep penyediaan insentif bagi pengembang dan pelaksana NAMA
dengan memberikan harga premium untuk penurunan emisi GRK sebagai hasil dari kegiatan
NAMA.

Elemen Utama
Pelaksanaan NAMAs 23

Gambar 8. Skema NAMAs untuk mendapatkan bantuan international
Pembiayaan iklim
jangka panjang
internasional

Penentuan Baseline

Emisi berkurang:
penerbitan
VNERs

Skenario NAMAs

MRV

Perjanjian
pembiayaan dimuka
untuk kesiapan

Pelaksanaan
NAMA

Mekanisme NAMAs

Pembiayaan
Iklim Domestik
APBN/APBD

Keuangan

Infrastruktur

Teknologi dan
know how

Motivasi dan
kesadaran pemangku
kepentingan
Sosial

NAMA disusun berdasarkan RAN-GRK untuk mendukung pencapaian target mitigasi nasional
(-26 / - 41 % hingga 2020). Pencapaian penurunan tersebut tidak akan dihitung sebagai offset
sehingga tidak bisa dibeli di pasar karbon oleh negara lain yang berusaha untuk mencapai
target mitigasi domestiknya – seperti halnya CDM dan mekanisme pasar karbon lainnya.
Sumber pembiayaan untuk pembayaran berbasis kinerja (PBP) diharapkan dapat menjadi
andalan pembiayaan jangka panjang oleh negara-negara industrialis (UNFCCC, 2009-2012)
yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang dalam
upaya mereka