PERDA 8 Tahun 2013 ttg Peny Perumahan dan Permukiman 2013
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
NOMOR 8 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
DIKABUPATEN BARITO KUALA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA
BUPATI BARITO KUALA,
Menimbang :
a. bahwa guna menjamin terselenggaranya
pembangunan dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman yang berkelanjutan
serta bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat
dengan tetap mengacu pada rencana tata ruang
wilayah dan rencana rincinya;
b. bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu
wilayah / kawasan menyebabkan kebutuhan
lahan semakin terbatas dan tidak diimbangi
dengan kemampuan daya beli akan perumahan
sehingga diperlukan pedoman pembangunan
dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman;
c. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 15
UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c
perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman Dikabupaten Barito Kuala;
Mengingat :
1. UndangUndang Nomor 27 Tahun 1959 tentang
Penetapan UndangUndang Darurat Tahun
1953 Tentang Pembentukan Daerh Tingkat II di
Kalimantan ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1953) sebagai Undang
Undang ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
2. UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar PokokPokok Agraria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3043);
3. UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
4. UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
5. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan UndangUndang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 tentang
Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
6. UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
7. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
8. UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5188);
9. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5252);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 74);
14. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Nomor 22 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat
Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun
2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana,
Sarana, dan Utilitas Perumahan dan
Permukiman di Daerah;
16. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Nomor 16 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis
Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat
Daerah
Provinsi
dan
Daerah
Provinsi/Kabupaten;
17. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha
Kegiatan;
18. Peraturan Menteri Negara Perumahan rakyat
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman dengan Hunian
Berimbang;
19. Keputusan Menteri PU No. 91/KPIS/1980
penjelasan
Materi
Pedoman
Teknis
Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak
Bertingkat;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala
Nomor 10 Tahun 2010 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran
Daerah Kabupaten Barito Kuala Tahun 2010
Nomor 10);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala
Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Barito Kuala 2012
2031(Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala
Tahun 2012 Nomor 6);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala
Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kebersihan dan
Keindahan (Lembaran Daerah Kabupaten Barito
Kuala Tahun 2013 Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BARITO KUALA
dan
BUPATI BARITO KUALA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN
DAERAH
PENYELENGGARAAN
TENTANG
PERUMAHAN DAN
KAWASAN PERMUKIMAN KABUPATEN BARITO
KUALA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Barito Kuala.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Barito Kuala.
4. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas pembinaan penyelenggaraan
perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh,
penyediaan
tanah,
pendanaan
dan sistem
pembiayaan, serta peran masyarakat.
5. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik kabupaten maupun perdesaan, yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
6. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan kabupaten
maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
7. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
kabupaten atau kawasan perdesaan.
8. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan
dan pengendalian termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran
serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
9. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi
pemiliknya.
10. Rumah Komersial adalah rumah yang diselenggarakan
dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
11. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa
dan upaya masyarakat.
12. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
13. Rumah Khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan khusus.
14. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri.
15. Rumah Sederhana adalah rumah umum yang dibangun di
atas tanah dengan luas kaveling antara 150 m2 sampai
dengan 200 m2 dengan luas lantai bangunan paling sedikit 36
m2 dengan harga jual sesuai ketentuan pemerintah.
16. Rumah Menengah adalah rumah komersial dengan harga
jual lebih besar dari 1 (satu) sampai dengan 6 (enam) kali
harga jual rumah sederhana.
17. Rumah Mewah adalah rumah komersial dengan harga jual
lebih besar dari 6 (enam) kali harga jual rumah sederhana.
18. Hunian Berimbang adalah perumahan dan kawasan
permukiman yang dibangun secara berimbang dengan
komposisi tertentu dalam bentuk rumah tunggal dan rumah
deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah
mewah atau dalam bentuk rumah susun antara rumah
susun umum dan rumah susun komersial.
19. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan
bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana
dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
20. Kawasan Siap Bangun yang selanjutnya disingkat Kasiba
adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana
dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan
rencana tata ruang.
21. Lingkungan Siap Bangun yang selanjutnya disingkat Lisiba
adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana
dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan perumahan dan batasbatas kaveling yang
jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun
sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
22. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah
dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam
penggunaan, penguasaaan, pemilikan tanah, rencana rinci
tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.
23. Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan
tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman guna meningkatkan kualitas
lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan
partisipasi aktif masyarakat.
24. Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang
berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara,
anggaran pendapatan dan dan belanja daerah, dan/atau
sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
25. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau setiap pengeluaran yang akan diterima
kembali untuk kepentingan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman baik yang berasal dari dana
masyarakat, tabungan perumahan maupun sumber dana
lainnya.
26. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian
yang memenuhi kebutuhan standar tertentu untuk
kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan
nyaman.
27. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang
berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
28. Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian.
29. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya
disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan
pemerintah untuk memperoleh rumah.
30. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum
31. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh
warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
32. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
33. Kabupaten adalah wilayah otonomi yang dikepalai oleh
Bupati Barito Kuala yang merupakan bagian langsung dari
wilayah provinsi dan terdiri atas beberapa kecamatan.
34. Kecamatan adalah pembagian wilayah administratif di
Indonesia di bawah kabupaten atau kabupaten yang terdiri
atas desadesa atau kelurahankelurahan.
35. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat
daerah di bawah kecamatan.
36. Lingkungan adalah bagian dari wilayah kabupaten yang
merupakan kesatuan ruang untuk suatu kehidupan dan
penghidupan tertentu dalam suatu sistem pengembangan
kabupaten secara keseluruhan.
37. Wilayah Perencanaan adalah bagian dari kabupaten dan/
atau kawasan strategis kabupaten yang akan/ perlu disusun
rencana rincinya dalam hal ini RDTR kabupaten sesuai
arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten yang
bersangkutan.
38. Lingkungan Perumahan dan Permukiman adalah kawasan
perumahan dan permukiman yang mempunyai batasbatas
dan ukuran yang jelas dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur.
39. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
40. Ruang Terbuka Hijau yang disingkat RTH adalah area
memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
41. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal dan vertikal dan merupakan satuansatuan
yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi
dengan bagianbagian bersama, bendabersama dan tanah
bersama.
42. Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.
43. Rumah
Susun
Umum adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah.
44. Peremajaan adalah upaya pembongkaran sebagian atau
keseluruhan lingkungan perumahan dan permukiman dan
kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan
sarana lingkungan perumahan dan permukiman baru yang
lebih layak dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
45. Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi komponen
fisik lingkungan permukiman yang mengalami degradasi.
46. Renovasi adalah melakukan perubahan sebagian atau
beberapa bagian dari komponen pembentukan lingkungan
permukiman.
47. Revitalisasi adalah upaya menghidupkan kembali suatu
kawasan mati, yang pada masa silam pernah hidup, atau
mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk
menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah
dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh sebuah kabupaten.
48. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal.
49. Model Land Sharing adalah penataan ulang kawasan di atas
lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi,
masyarakat akan mendapatkan kembali lahannya dengan
luasan yang sama dengan yang selama ini dimiliki/dihuni
secara sah dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
prasarana umum.
50. Model Konsolidasi Tanah adalah merupakan penataan ulang
diatas tanah yang selama ini telah dihuni.
51. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang disingkat SKPD adalah
Satuan Perangkat Kerja Daerah Kabupaten Barito Kuala yang
terdiri dari Sekretariat, Badan, Dinas, Kecamatan dan
Kantor.
BAB II
ASAS, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Kesatu
Asas dan Tujuan
Pasal 2
(1)
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan
berasaskan :
a. Kesejahteraan;
b. Keadilan dan pemeratan;
c. Kenasionalan;
d. Keefisienan dan kemamfaatan;
e. Keterjangkauan dan kemudahan;
f.
Kemandirian dan kebersamaan;
g. Kemitraan;
h. Keserasian dan keseimbangan;
i.
Keterpaduan;
j.
Kesehatan;
k. Kelestarian dan keberlanjutan;dan
l.
(2)
Keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
Tujuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
meliputi :
a. Mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang
layak huni;
b. Mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman sehat
dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas
umum (PSU);
c. Mewujudkan peningkatan kualitas permukiman kumuh di
Kabupaten Barito Kuala;
d. Mewujudkan penyediaan rumah susun bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi
Pasal 3
Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada pasal 2
ditetapkan kebijakan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman yang meliputi :
a.Pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman yang
layak huni;
b.Pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman sehat dan
aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas umum
(PSU);
c.Peningkatan kualitas permukiman kumuh di Kabupaten
Barito Kuala;
d.Penanganan rumah liar di Kabupaten Barito Kuala;
e.Penyediaan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan
rendah.
Pasal 4
Strategi
penyelenggaraan perumahan dan
kawasan
permukiman meliputi:
(1) Strategi untuk memenuhi perumahan dan kawasan
permukiman yang layak huni meliputi :
a. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan;
b. Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan,
penghawaan dan sanitasi; dan
c. Memenuhi kecukupan luas minimum.
(2) Strategi untuk memenuhi perumahan dan kawasan
permukiman sehat dan aman yang didukung prasarana,
sarana dan utilitas umum (PSU) meliputi :
a. Mengembangkan jaringan jalan menuju perumahan
dan kawasan permukiman;
b. Mengembangkan sanitasi di perumahan dan kawasan
permukiman;
c. Mengembangkan jaringan drainase dan pengendalian
banjir di perumahan dan kawasan permukiman;
d. Mengelola persampahan di perumahan dan kawasan
permukiman;
e. Memenuhi kebutuhan air minum di perumahan dan
kawasan permukiman; dan
f. Memenuhi kebutuhan listrik di perumahan dan
kawasan permukiman.
(3) Strategi untuk meningkatkan kualitas permukiman
kumuh di Kabupaten Barito Kuala meliputi :
a. Melakukan perbaikan atau pemugaran permukiman
kumuh dan rumah liar meliputi rehabilitasi dan
renovasi;
b. Melakukan peremajaan permukiman kumuh dan
rumah liar dengan membangun prasarana dan sarana
lingkungan perumahan dan kawasan permukiman
baru yang lebih layak dan sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah;
c. Mengembangkan lingkungan permukiman melalui
pengelolaan dan pemeliharaan berkelanjutan untuk
perumahan formal dan non formal; dan
d. Meningkatkan kualitas permukiman.
(4) Strategi untuk penanganan rumah liar di Kabupaten
Barito Kuala meliputi :
a. Pembatasan aksesibilitas menuju kawasan rumah liar;
b. Pemutusan jaringan utilitas listrik dan air minum di
rumah liar;
c. Relokasi pada kawasan layak huni di sekitar wilayah
semula; dan
d. Pemulihan fungsi ruang sebagaimana diatur pada
rencana tata ruang wilayah.
(5) Strategi
untuk menyediakan rumah susun bagi
masyarakat berpenghasilan rendah meliputi :
a. Mendata masyarakat berpenghasilan rendah yang
belum memiliki tempat tinggal dan penduduk yang
tinggal di sekitar bantaran sungai;
b. Menyediakan lahan untuk pembangunan rumah
susun;
c. Mengembangkan jaringan jalan menuju ke lokasi
rumah susun dan jalan lingkungan;
d. Menyediakan kebutuhan air bersih dan listrik untuk
masyarakat yang akan menghuni rumah susun; dan
e. Merelokasi penduduk di sekitar bantaran sungai ke
rumah susun yang telah disediakan.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 5
(1) Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman mempunyai
tugas :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada
tingkat kabupaten di bidang perumahan dan kawasan
permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi
b.
nasional;
Menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan
berpedoman pada strategi nasional tentang pendayagunaan
dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
c.
Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
d.
kabupaten;
Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten dalam penyediaan
rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan
e.
kawasan permukiman;
Melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun
yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan
bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan
f.
kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan peraturan perundangundangan, kebijakan,
strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan
g.
h.
permukiman pada tingkat kabupaten;
Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten;
Melaksanakan peraturan perundangundangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
i.
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan
j.
permukiman;
Melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
k.
dengan berpedoman pada kebijakan nasional;
Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas
l.
umum perumahan dan kawasan permukiman;
Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten;
m. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk
n.
mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi
o.
p.
masyarakat, terutama bagi MBR;
Menetapkan lokasi kasiba dan lisiba; dan
Memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang
melakukan pembangunan rumah swadaya.
(2) Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman mempunyai
wewenang:
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
b.
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
Menyusun
dan
menyempurnakan
peraturan
perundangundangan bidang perumahan dan kawasan
c.
permukiman pada tingkat kabupaten bersama DPRD;
Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
d.
kabupaten;
Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundangundangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
e.
tingkat kabupaten;
Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan
f.
perumahan dan permukiman bagi MBR;
Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan
g.
bagi MBR pada tingkat kabupaten;
Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten antara
pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam
h.
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai
perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat
i.
kabupaten;
Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten.
(3) Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan pengelolaan
prasarana,
sarana, dan utilitas yang telah diserahkan oleh
pengembang kepada Pemerintah Daerah.
(4) Pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus sesuai dengan rencana induk atau
rencana tapak yang telah disahkan oleh Pemerintah Daerah.
(5) Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) meliputi:
a. Mengatur perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas;
b. Memelihara dan mengembangkan prasarana, sarana, dan utilitas;
c. Menggunakan dan/atau memanfaatkan prasarana, sarana, dan
utilitas; dan
d. Mengawasi prasarana, sarana, dan utilitas.
(6) Kewenangan
pengelolaan
prasarana, sarana
dan
utilitas
dilaksanakan oleh Bupati.
(7) Bupati dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dapat melimpahkan kepada Satuan Kerja Perangkat
Daerah terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
dilaksanakan melalui tahapan :
a. Perencanaan perumahan
b. Pembangunan perumahan
c. Pemanfaatan perumahan
d. Pengendalian perumahan
(2) Perumahan mencakup rumah atau perumahan beserta
prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(3) Kawasan permukiman mencakup :
a. Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut
Kasiba.
b. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut
Lisiba.
c. Kaveling tanah matang.
(4) Rumah dibedakan menurut jenis dan bentuknya.
(5) Jenis rumah dibedakan berdasarkan pelaku
pembangunan dan penghunian yang meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
Rumah komersial
Rumah umum
Rumah swadaya
Rumah khusus
Rumah negara
(6) Bentuk rumah dibedakan berdasarkan hubungan atau
keterkaitan antar bangunan.
(7) Bentuk rumah meliputi :
a. Rumah tunggal
b. Rumah deret
c. Rumah susun
(8) Setiap bangunan yang didirikan konstruksinya adalah
bangunan panggung.
(9) Bentuk bangunan panggung dapat berupa konstruksi
beton atau konstruksi kayu.
(10) Kewajiban membangun dengan konstruksi bangunan
panggung dengan tidak menghilangkan fungsi resapan air
dicantumkan dalam ketentuan IMB.
(11) Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
Bagian Kedua
Perencanaan Perumahan
Pasal 7
(1) Perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rumah.
(2) Perencanaan perumahan terdiri atas :
a. Perencanaan dan perancangan rumah
b. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan
(3) Perencanaan perumahan mencakup rumah sederhana,
rumah menengah, dan / atau rumah mewah.
(4) Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk :
a. Menciptakan rumah yang layak huni
b. Mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh
masyarakat dan pemerintah
c. Meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang
terstruktur.
(5) Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus
memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang,
dan ekologis.
(6) Persyaratan tersebut merupakan syarat bagi diterbitkan
izin mendirikan bangunan.
(7) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum
perumahan, meliputi :
a. Rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan
sebagai bagian dari permukiman.
b. Rencana kelengkapan prasarana, sarana dan utilitas
umum perumahan.
(8) Rencana penyediaan kaveling tanah digunakan sebagai
landasan perencanaan prasarana, sarana dan utilitas
umum.
(9) Rencana penyediaan kaveling tanah untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna tanah bagi kaveling siap
bangun sesuai dengan rencana tata bangunan dan
lingkungan.
(10) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus
memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan ekologis.
(11) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum yang
telah memenuhi persyaratan wajib mendapat pengesahan
dari pemerintah daerah.
Pasal 8
(1) Perencanaan perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang dilakukan oleh setiap orang.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk lokasi baru dan/ atau pada lokasi pengembangan
yang sebagian sudah terbangun.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
disusun dalam satu hamparan atau tidak dalam satu
hamparan.
(4) Perencanaan tidak dalam satu hamparan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) wajib diajukan oleh setiap orang
yang sama.
(5) Perencanaan lokasi baru dan/ atau pada lokasi
pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun dalam bentuk dokumen perencanaan yang
menjamin terlaksananya hunian berimbang.
(6) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
sekurangkurangnya meliputi :
a. Rencana tapak;
b. Desain rumah;
c. Spesifikasi teknis rumah;
d. Rencana kerja perwujudan hunian berimbang; dan
e. Rencana kerjasama.
(7) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
wajib mendapat pengesahan dari Instansi Teknis yang terkait.
Bagian Ketiga
Pembangunan Perumahan
Pasal 9
Pembangunan perumahan meliputi :
a. Pembangunan rumah dan prasarana, sarana dan utilitas
umum.
b. Peningkatan kualitas perumahan.
Pasal 10
(1) Badan hukum yang melakukan pembangunan
perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan
hunian berimbang.
(2) Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan
oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang
dalam satu hamparan.
(3) Kewajiban dikecualikan untuk badan hukum yang
membangun perumahan yang seluruhnya ditujukan
untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum.
(4) Dalam hal pembangunan perumahan, pemerintah dan
atau pemerintah daerah dapat memberikan insentif
kepada badan hukum untuk mendorong pembangunan
perumahan dengan hunian berimbang.
(5) Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian
berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah,
dan rumah mewah.
(6) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian
berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan
rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah
kabupaten barito kuala dan kawasan metropolitan
Banjarbakula (Banjarmasin, Banjar, Banjarbaru, Barito
Kuala dan Tanah Laut).
(7) Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses
menuju pusat pelayanan atau tempat kerja, kemudahan
akses tersebut diatur dengan peraturan daerah.
(8) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang
dilakukan oleh badan hukum yang sama.
(9) Rumah tunggal, rumah deret, dan/ atau rumah susun
yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat
dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual
beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
(10)Perjanjian pendahuluan jual beli dilakukan setelah
memenuhi persyaratan kepastian atas :
a. Status pemilikan tanah
b.Hal yang diperjanjikan
c. Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk
d.Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
e. Fisik bangunan rumah paling sedikit 30%.
Pasal 11
(1) Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan
permukiman wajib mewujudkan hunian berimbang sesuai
dengan perencanaan.
(2) Pembangunan permukiman, lingkungan hunian dan
kawasan permukiman dengan hunian berimbang hanya
dilakukan oleh badan hukum bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa badan hukum yang berdiri sendiri atau kumpulan
badan hukum dalam bentuk kerjasama.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
berbentuk :
a. Konsorsium;
b. Kerjasama operasional; dan
c. Bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
(5) Pembangunan rumah sederhana atau rumah susun umum
dalam rangka perwujudan hunian berimbang dilaksanakan
secara proporsional sesuai rencana dan jadwal penyelesaian
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang
tertuang dalam rencana kerja perwujudan hunian
berimbang.
(6) Untuk pembangunan perumahan dan/atau rumah yang
berdekatan dengan sungai harus memperhatikan garis
sempadan sungai.
Bagian Keempat
Pemanfaatan dan Pengendalian Rumah
Pasal 12
(1) Pemanfaatan rumah dapat digunakan kegiatan usaha
secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak
mengganggu fungsi hunian.
(2) Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi
hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan
lingkungan hunian.
(3) Pengendalian perumahan dimulai dari tahap :
a. Perencanaan
b. Pembangunan
c. Pemanfaatan
(4) Pengendalian perumahan dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten pada bentuk :
a. Perizinan
b. Penertiban
c. Penataan
Pasal 13
(1) Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang dilakukan pada :
a. Tahap perencanaan;
b. Tahap pembangunan; dan
c. Tahap pengembangan.
(2) Pengendalian pada tahap perencanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan dokumen
perencanaan.
(3) Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Perizinan;
b. Penertiban; dan
c. Penataan.
(4) Pengendalian pada tahap pengembangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditujukan bagi setiap orang
yang mengajukan izin pengembangan atau perlu asan
perumahan dan kawasan permukiman.
Pasal 14
(1) Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang dilakukan oleh satuan kerja perangkat
daerah yang menangani urusan wajib bidang perumahan dan
permukiman.
(2) Pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman meliputi:
a. Pengendalian pada tahap pembangunan; dan
b. Pengendalian pada tahap pemanfaatan.
(3) Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan
mengawasi pelaksanaan pembangunan pada kawasan
permukiman yang terdiri atas kegiatan
pemantauan,
evaluasi dan pelaporan.
(4) Pengendalian dilakukan untuk menjaga kualitas kawasan
permukiman.
(5) Pengendalian pada tahap pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan :
a. Pemberian insentif;
b. Pengenaan disinsentif; dan
c. Pengenaan sanksi.
(6) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a berupa :
a. Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan di bidang perpajakan;
b. Pemberian kompensasi;
c. Subsidi silang;
d. Pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana dan
utilitas umum; dan
e. Kemudahan prosedur perizinan.
(7) Pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b berupa :
a. Pengenaan retribusi daerah;
b. Pembatasan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas
umum;
c. Pengenaan kompensasi; dan
d. Pengenaan sanksi berdasarkan undangundang ini.
BAB V
PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan melalui :
a. Pengembangan yang telah ada
b. Pembangunan baru
c. Pembangunan kembali
(2) Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan dan perdesaan mencakup :
a. Penyediaan lokasi permukiman
b. Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman
c. Penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi
(3) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan
melalui tahapan :
a.
b.
c.
d.
Perencanaan
Pembangunan
Pemanfaatan
Pengendalian
(4) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk
mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan yang terencana,
menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan
rencana tata ruang.
(5) Penyelenggataan kawasan permukiman bertujuan untuk
memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang
layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan
teratur serta menjamin kepastian hukum.
(6) Penyelenggaraan kawasan permukiman mencakup
lingkungan hunian dan tepat kegiatan pendukung
perikehidupan dan penghidupan di perkotaan dan di
perdesaan.
(7) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan
sesuai arahan pengembangan kawasan permukiman yang
terpadu dan berkelanjutan.
(8) Arahan
pengembangan
kawasan
permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi :
a. Hubungan antar kawasan fungsional sebagai bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung.
b. Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan
lingkungan hunian perdesaan.
c. Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian
perkotaan dan pengembangan kawasan perkotaan.
d. Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian
perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan.
e. Keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan
hidup.
f. Keseimbangan antara kepentingan publik dan
kepentingan setiap orang.
g. Lembaga yang mengkoordinasikan pengembangan
kawasan permukiman.
Bagian Kedua
Perencanaan Kawasan Permukiman
Pasal 16
(1) Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Perencanaan kawasan permukiman baru mencakup :
a. Peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan.
b. Mitigasi bencana.
c. Penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan
utilitas umum.
(3) Perencanaan kawasan permukiman baru perkotaan
meliputi:
a. Perencanaan lingkungan hunian baru skala besar
dengan Kasiba dan Lisiba.
b. Perencanaan lingkungan hunian baru skala besar
dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
c. Lingkungan hunian baru; dan
d. Kaveling tanah matang.
(4) Perencanaan kawasan permukiman baru perkotaan dan
perdesaan didahului dengan penetapan lokasi
pembangunan hunian baru yang dapat diusulkan oleh
perorangan, badan hukum bidang perumahan dan
permukiman atau pemerintah daerah.
(5) Lokasi pembangunan lingkungan hunian baru ditetapkan
dengan keputusan Bupati .
(6) Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru
dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan :
a. Rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan.
b. Rencana penyediaan tanah.
c. Analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan.
(7) Persyaratan minimal dalam permohonan izin
pembangunan lingkungan hudian baru menyertakan
rencana tapak (site plan).
Bagian Ketiga
Pembangunan Kawasan Permukiman
Pasal 17
(1) Pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi
rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan
kegiatan pendukung.
(2) Pembangunan kawasan permukiman dapat dilakukan
oleh pemerintah, Pemerintah daerah, badan hukum,
dan/atau perorangan.
(3) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru
mencakup :
a. Pembangunan permukiman.
b. Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman.
c. Pembangunan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan
pelayanan sosial.
BAB VI
PROGRAM PENANGANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
(1) Program penanganan pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman adalah indikasi
program dari beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah).
(2) Indikasi program perumahan meliputi :
a. Koordinasi penyelenggaraan pengembangan perumahan.
b. Penyediaan fasilitas umum sebagai pembuka eksklusivitas
perumahan.
c. Rehabilitasi atau pemeliharaan jalan.
d. Pengembangan manajemen pengolahan persampahan.
e. Pembangunan saluran drainase.
f. Penyediaan ruang terbuka hijau.
g. Pengelolaan RTH meliputi penataan, pemeliharaan,
pengawasan, dan pengendalian RTH.
h. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
RTH
(3) Indikasi program kawasan permukiman meliputi :
a. Koordinasi pengembangan perumahan.
b. Pengembangan teknologi pengolahan persampahan
melalui pengadaan komposter komunal.
c. Peningkatan pelayanan kebersihan dan pengembangan
teknologi pengolahan persampahan.
d. Penyediaan pengelolaan sanitasi dasar melalui
pengelolaan limbah cair.
e. Penyediaan sarana air bersih oleh PDAM.
f. Penyediaan sarana perdagangan berupa pertokoan.
g. Pengelolaan RTH.
h. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
RTH.
i. Pembangunan sarana dan prasarana pemakaman.
j. Rehabilitasi atau pemeliharaan jalan.
k. Pembangunan saluran drainase.
l. Peningkatan pelayanan lampu PJ U.
(4) Indikasi program permukiman kumuh dengan tujuan
perbaikan lingkungan meliputi :
a. Penataan penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah.
b. Peningkatan pelayanan jaringan air bersih oleh PDAM
c. Peningkatan pelayanan kebersihan
d. Pembangunan dan Peningkatan saluran drainase dan
goronggorong
e. Pembangunan Rusunawa
f. Pengelolaan RTH meliputi penataan, pemeliharaan,
pengawasan, dan pengendalian RTH
g. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
RTH
h. Jalan lingkungan dan jalan setapak
i. Saluran air limbah
j. Fasilitas persampahan
k. Tempat pemberhentian kendaraan umum
l. Dermaga
m. Jembatan sederhana
n. Penyediaan lapangan olah raga dan ruang terbuka hijau.
(5) Penyiapan kapling siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap
bangun (Lisiba) dengan diikuti oleh program konsolidasi
tanah perkotaan (KTP) sehingga pemerintah dapat
menunjang pengembangan tersebut melalui penyediaan
sarana dan prasarana khususnya jalan lingkungan, yang
lahannya disediakan secara hibah oleh pemilik tanah
sebagai kompensasi dari penataan dan penyediaan sarana
dan prasarana penunjang.
(6) Konsep penanganan kawasan permukiman kumuh di atas
tanah legal (slums), meliputi :
a. Model Land Sharing, dengan syarat :
1) Tingkat pemilikan/penghuniaan secara sah cukup
tinggi dengan luasan yang terbatas, yaitu mempunyai
bukti pemilikan/penguasaan atas lahan yang
ditempatinya.
2) Tingkat kekumuhannya tinggi, dengan ketersediaan
lahan yang memadai untuk menempatkan prasarana
dan sarana dasar.
3) Tata letak permukiman tidak/belum terpola.
b. Model Konsolidasi Tanah (Land Consolidation),dengan
syarat:
1) Tingkat pemilikan/penghuniaan lahan secara tidak sah
oleh masyarakat cukup tinggi, yaitu tidak memiliki bukti
primer pemilikan/penguasaan atas lahan yang
ditempatinya
2) Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan
fungsional yang lebih strategis dari sekedar hunian.
Melalui penataan ulang dimungkinkan adanya
penggunaan campuran (mix used) hunian dengan
penggunaan fungsional lain.
3) Tata letak permukiman tidak/kurang berpola dengan
pemanfaatan yang beragam, tidak terbatas hanya pada
hunian.
(7) Konsep penanganan kawasan permukiman kumuh diatas
tanah Ilegal (squatter), merupakan kawasan permukiman
kumuh yang berlokasi diatas lahan yang bukan peruntukkan
perumahan sebagaimana arahan rencana tata ruang, baik
tanah milik negara maupun milik perorangan atau badan
hukum yang dihuni secara tidak sah, seperti permukiman
yang tumbuh dilokasi TPA, bantaran sungai, dibelakang
bangunan umum kawasan fungsional dan lainnya. Model
penanganannya antara lain dengan pendekatan sebagai
berikut :
a. Pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus
disediakan (Resettlement). Model ini biasanya memakan
waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk
kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan
masyarakat.
Pemindahan perlu dilakukan apabila
permukiman kumuh tersebut berada pada kawasan
fungsional yang akan/perlu direv
NOMOR 8 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
DIKABUPATEN BARITO KUALA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA
BUPATI BARITO KUALA,
Menimbang :
a. bahwa guna menjamin terselenggaranya
pembangunan dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman yang berkelanjutan
serta bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat
dengan tetap mengacu pada rencana tata ruang
wilayah dan rencana rincinya;
b. bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu
wilayah / kawasan menyebabkan kebutuhan
lahan semakin terbatas dan tidak diimbangi
dengan kemampuan daya beli akan perumahan
sehingga diperlukan pedoman pembangunan
dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman;
c. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 15
UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c
perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman Dikabupaten Barito Kuala;
Mengingat :
1. UndangUndang Nomor 27 Tahun 1959 tentang
Penetapan UndangUndang Darurat Tahun
1953 Tentang Pembentukan Daerh Tingkat II di
Kalimantan ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1953) sebagai Undang
Undang ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
2. UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar PokokPokok Agraria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3043);
3. UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
4. UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
5. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan UndangUndang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 tentang
Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
6. UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
7. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
8. UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5188);
9. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5252);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 74);
14. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Nomor 22 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat
Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun
2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana,
Sarana, dan Utilitas Perumahan dan
Permukiman di Daerah;
16. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Nomor 16 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis
Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat
Daerah
Provinsi
dan
Daerah
Provinsi/Kabupaten;
17. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha
Kegiatan;
18. Peraturan Menteri Negara Perumahan rakyat
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman dengan Hunian
Berimbang;
19. Keputusan Menteri PU No. 91/KPIS/1980
penjelasan
Materi
Pedoman
Teknis
Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak
Bertingkat;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala
Nomor 10 Tahun 2010 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran
Daerah Kabupaten Barito Kuala Tahun 2010
Nomor 10);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala
Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Barito Kuala 2012
2031(Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala
Tahun 2012 Nomor 6);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala
Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kebersihan dan
Keindahan (Lembaran Daerah Kabupaten Barito
Kuala Tahun 2013 Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BARITO KUALA
dan
BUPATI BARITO KUALA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN
DAERAH
PENYELENGGARAAN
TENTANG
PERUMAHAN DAN
KAWASAN PERMUKIMAN KABUPATEN BARITO
KUALA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Barito Kuala.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Barito Kuala.
4. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas pembinaan penyelenggaraan
perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh,
penyediaan
tanah,
pendanaan
dan sistem
pembiayaan, serta peran masyarakat.
5. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik kabupaten maupun perdesaan, yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
6. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan kabupaten
maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
7. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
kabupaten atau kawasan perdesaan.
8. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan
dan pengendalian termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran
serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
9. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi
pemiliknya.
10. Rumah Komersial adalah rumah yang diselenggarakan
dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
11. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa
dan upaya masyarakat.
12. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
13. Rumah Khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan khusus.
14. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri.
15. Rumah Sederhana adalah rumah umum yang dibangun di
atas tanah dengan luas kaveling antara 150 m2 sampai
dengan 200 m2 dengan luas lantai bangunan paling sedikit 36
m2 dengan harga jual sesuai ketentuan pemerintah.
16. Rumah Menengah adalah rumah komersial dengan harga
jual lebih besar dari 1 (satu) sampai dengan 6 (enam) kali
harga jual rumah sederhana.
17. Rumah Mewah adalah rumah komersial dengan harga jual
lebih besar dari 6 (enam) kali harga jual rumah sederhana.
18. Hunian Berimbang adalah perumahan dan kawasan
permukiman yang dibangun secara berimbang dengan
komposisi tertentu dalam bentuk rumah tunggal dan rumah
deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah
mewah atau dalam bentuk rumah susun antara rumah
susun umum dan rumah susun komersial.
19. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan
bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana
dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
20. Kawasan Siap Bangun yang selanjutnya disingkat Kasiba
adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana
dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan
rencana tata ruang.
21. Lingkungan Siap Bangun yang selanjutnya disingkat Lisiba
adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana
dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan perumahan dan batasbatas kaveling yang
jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun
sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
22. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah
dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam
penggunaan, penguasaaan, pemilikan tanah, rencana rinci
tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.
23. Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan
tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman guna meningkatkan kualitas
lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan
partisipasi aktif masyarakat.
24. Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang
berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara,
anggaran pendapatan dan dan belanja daerah, dan/atau
sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
25. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau setiap pengeluaran yang akan diterima
kembali untuk kepentingan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman baik yang berasal dari dana
masyarakat, tabungan perumahan maupun sumber dana
lainnya.
26. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian
yang memenuhi kebutuhan standar tertentu untuk
kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan
nyaman.
27. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang
berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
28. Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian.
29. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya
disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan
pemerintah untuk memperoleh rumah.
30. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum
31. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh
warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
32. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
33. Kabupaten adalah wilayah otonomi yang dikepalai oleh
Bupati Barito Kuala yang merupakan bagian langsung dari
wilayah provinsi dan terdiri atas beberapa kecamatan.
34. Kecamatan adalah pembagian wilayah administratif di
Indonesia di bawah kabupaten atau kabupaten yang terdiri
atas desadesa atau kelurahankelurahan.
35. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat
daerah di bawah kecamatan.
36. Lingkungan adalah bagian dari wilayah kabupaten yang
merupakan kesatuan ruang untuk suatu kehidupan dan
penghidupan tertentu dalam suatu sistem pengembangan
kabupaten secara keseluruhan.
37. Wilayah Perencanaan adalah bagian dari kabupaten dan/
atau kawasan strategis kabupaten yang akan/ perlu disusun
rencana rincinya dalam hal ini RDTR kabupaten sesuai
arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten yang
bersangkutan.
38. Lingkungan Perumahan dan Permukiman adalah kawasan
perumahan dan permukiman yang mempunyai batasbatas
dan ukuran yang jelas dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur.
39. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
40. Ruang Terbuka Hijau yang disingkat RTH adalah area
memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
41. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal dan vertikal dan merupakan satuansatuan
yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi
dengan bagianbagian bersama, bendabersama dan tanah
bersama.
42. Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.
43. Rumah
Susun
Umum adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah.
44. Peremajaan adalah upaya pembongkaran sebagian atau
keseluruhan lingkungan perumahan dan permukiman dan
kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan
sarana lingkungan perumahan dan permukiman baru yang
lebih layak dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
45. Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi komponen
fisik lingkungan permukiman yang mengalami degradasi.
46. Renovasi adalah melakukan perubahan sebagian atau
beberapa bagian dari komponen pembentukan lingkungan
permukiman.
47. Revitalisasi adalah upaya menghidupkan kembali suatu
kawasan mati, yang pada masa silam pernah hidup, atau
mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk
menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah
dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh sebuah kabupaten.
48. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal.
49. Model Land Sharing adalah penataan ulang kawasan di atas
lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi,
masyarakat akan mendapatkan kembali lahannya dengan
luasan yang sama dengan yang selama ini dimiliki/dihuni
secara sah dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
prasarana umum.
50. Model Konsolidasi Tanah adalah merupakan penataan ulang
diatas tanah yang selama ini telah dihuni.
51. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang disingkat SKPD adalah
Satuan Perangkat Kerja Daerah Kabupaten Barito Kuala yang
terdiri dari Sekretariat, Badan, Dinas, Kecamatan dan
Kantor.
BAB II
ASAS, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Kesatu
Asas dan Tujuan
Pasal 2
(1)
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan
berasaskan :
a. Kesejahteraan;
b. Keadilan dan pemeratan;
c. Kenasionalan;
d. Keefisienan dan kemamfaatan;
e. Keterjangkauan dan kemudahan;
f.
Kemandirian dan kebersamaan;
g. Kemitraan;
h. Keserasian dan keseimbangan;
i.
Keterpaduan;
j.
Kesehatan;
k. Kelestarian dan keberlanjutan;dan
l.
(2)
Keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
Tujuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
meliputi :
a. Mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang
layak huni;
b. Mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman sehat
dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas
umum (PSU);
c. Mewujudkan peningkatan kualitas permukiman kumuh di
Kabupaten Barito Kuala;
d. Mewujudkan penyediaan rumah susun bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi
Pasal 3
Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada pasal 2
ditetapkan kebijakan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman yang meliputi :
a.Pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman yang
layak huni;
b.Pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman sehat dan
aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas umum
(PSU);
c.Peningkatan kualitas permukiman kumuh di Kabupaten
Barito Kuala;
d.Penanganan rumah liar di Kabupaten Barito Kuala;
e.Penyediaan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan
rendah.
Pasal 4
Strategi
penyelenggaraan perumahan dan
kawasan
permukiman meliputi:
(1) Strategi untuk memenuhi perumahan dan kawasan
permukiman yang layak huni meliputi :
a. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan;
b. Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan,
penghawaan dan sanitasi; dan
c. Memenuhi kecukupan luas minimum.
(2) Strategi untuk memenuhi perumahan dan kawasan
permukiman sehat dan aman yang didukung prasarana,
sarana dan utilitas umum (PSU) meliputi :
a. Mengembangkan jaringan jalan menuju perumahan
dan kawasan permukiman;
b. Mengembangkan sanitasi di perumahan dan kawasan
permukiman;
c. Mengembangkan jaringan drainase dan pengendalian
banjir di perumahan dan kawasan permukiman;
d. Mengelola persampahan di perumahan dan kawasan
permukiman;
e. Memenuhi kebutuhan air minum di perumahan dan
kawasan permukiman; dan
f. Memenuhi kebutuhan listrik di perumahan dan
kawasan permukiman.
(3) Strategi untuk meningkatkan kualitas permukiman
kumuh di Kabupaten Barito Kuala meliputi :
a. Melakukan perbaikan atau pemugaran permukiman
kumuh dan rumah liar meliputi rehabilitasi dan
renovasi;
b. Melakukan peremajaan permukiman kumuh dan
rumah liar dengan membangun prasarana dan sarana
lingkungan perumahan dan kawasan permukiman
baru yang lebih layak dan sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah;
c. Mengembangkan lingkungan permukiman melalui
pengelolaan dan pemeliharaan berkelanjutan untuk
perumahan formal dan non formal; dan
d. Meningkatkan kualitas permukiman.
(4) Strategi untuk penanganan rumah liar di Kabupaten
Barito Kuala meliputi :
a. Pembatasan aksesibilitas menuju kawasan rumah liar;
b. Pemutusan jaringan utilitas listrik dan air minum di
rumah liar;
c. Relokasi pada kawasan layak huni di sekitar wilayah
semula; dan
d. Pemulihan fungsi ruang sebagaimana diatur pada
rencana tata ruang wilayah.
(5) Strategi
untuk menyediakan rumah susun bagi
masyarakat berpenghasilan rendah meliputi :
a. Mendata masyarakat berpenghasilan rendah yang
belum memiliki tempat tinggal dan penduduk yang
tinggal di sekitar bantaran sungai;
b. Menyediakan lahan untuk pembangunan rumah
susun;
c. Mengembangkan jaringan jalan menuju ke lokasi
rumah susun dan jalan lingkungan;
d. Menyediakan kebutuhan air bersih dan listrik untuk
masyarakat yang akan menghuni rumah susun; dan
e. Merelokasi penduduk di sekitar bantaran sungai ke
rumah susun yang telah disediakan.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 5
(1) Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman mempunyai
tugas :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada
tingkat kabupaten di bidang perumahan dan kawasan
permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi
b.
nasional;
Menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan
berpedoman pada strategi nasional tentang pendayagunaan
dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
c.
Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
d.
kabupaten;
Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten dalam penyediaan
rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan
e.
kawasan permukiman;
Melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun
yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan
bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan
f.
kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan peraturan perundangundangan, kebijakan,
strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan
g.
h.
permukiman pada tingkat kabupaten;
Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten;
Melaksanakan peraturan perundangundangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
i.
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan
j.
permukiman;
Melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
k.
dengan berpedoman pada kebijakan nasional;
Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas
l.
umum perumahan dan kawasan permukiman;
Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten;
m. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk
n.
mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi
o.
p.
masyarakat, terutama bagi MBR;
Menetapkan lokasi kasiba dan lisiba; dan
Memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang
melakukan pembangunan rumah swadaya.
(2) Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman mempunyai
wewenang:
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
b.
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
Menyusun
dan
menyempurnakan
peraturan
perundangundangan bidang perumahan dan kawasan
c.
permukiman pada tingkat kabupaten bersama DPRD;
Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
d.
kabupaten;
Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundangundangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
e.
tingkat kabupaten;
Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan
f.
perumahan dan permukiman bagi MBR;
Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan
g.
bagi MBR pada tingkat kabupaten;
Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten antara
pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam
h.
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai
perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat
i.
kabupaten;
Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten.
(3) Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan pengelolaan
prasarana,
sarana, dan utilitas yang telah diserahkan oleh
pengembang kepada Pemerintah Daerah.
(4) Pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus sesuai dengan rencana induk atau
rencana tapak yang telah disahkan oleh Pemerintah Daerah.
(5) Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) meliputi:
a. Mengatur perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas;
b. Memelihara dan mengembangkan prasarana, sarana, dan utilitas;
c. Menggunakan dan/atau memanfaatkan prasarana, sarana, dan
utilitas; dan
d. Mengawasi prasarana, sarana, dan utilitas.
(6) Kewenangan
pengelolaan
prasarana, sarana
dan
utilitas
dilaksanakan oleh Bupati.
(7) Bupati dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dapat melimpahkan kepada Satuan Kerja Perangkat
Daerah terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
dilaksanakan melalui tahapan :
a. Perencanaan perumahan
b. Pembangunan perumahan
c. Pemanfaatan perumahan
d. Pengendalian perumahan
(2) Perumahan mencakup rumah atau perumahan beserta
prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(3) Kawasan permukiman mencakup :
a. Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut
Kasiba.
b. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut
Lisiba.
c. Kaveling tanah matang.
(4) Rumah dibedakan menurut jenis dan bentuknya.
(5) Jenis rumah dibedakan berdasarkan pelaku
pembangunan dan penghunian yang meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
Rumah komersial
Rumah umum
Rumah swadaya
Rumah khusus
Rumah negara
(6) Bentuk rumah dibedakan berdasarkan hubungan atau
keterkaitan antar bangunan.
(7) Bentuk rumah meliputi :
a. Rumah tunggal
b. Rumah deret
c. Rumah susun
(8) Setiap bangunan yang didirikan konstruksinya adalah
bangunan panggung.
(9) Bentuk bangunan panggung dapat berupa konstruksi
beton atau konstruksi kayu.
(10) Kewajiban membangun dengan konstruksi bangunan
panggung dengan tidak menghilangkan fungsi resapan air
dicantumkan dalam ketentuan IMB.
(11) Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
Bagian Kedua
Perencanaan Perumahan
Pasal 7
(1) Perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rumah.
(2) Perencanaan perumahan terdiri atas :
a. Perencanaan dan perancangan rumah
b. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan
(3) Perencanaan perumahan mencakup rumah sederhana,
rumah menengah, dan / atau rumah mewah.
(4) Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk :
a. Menciptakan rumah yang layak huni
b. Mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh
masyarakat dan pemerintah
c. Meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang
terstruktur.
(5) Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus
memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang,
dan ekologis.
(6) Persyaratan tersebut merupakan syarat bagi diterbitkan
izin mendirikan bangunan.
(7) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum
perumahan, meliputi :
a. Rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan
sebagai bagian dari permukiman.
b. Rencana kelengkapan prasarana, sarana dan utilitas
umum perumahan.
(8) Rencana penyediaan kaveling tanah digunakan sebagai
landasan perencanaan prasarana, sarana dan utilitas
umum.
(9) Rencana penyediaan kaveling tanah untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna tanah bagi kaveling siap
bangun sesuai dengan rencana tata bangunan dan
lingkungan.
(10) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus
memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan ekologis.
(11) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum yang
telah memenuhi persyaratan wajib mendapat pengesahan
dari pemerintah daerah.
Pasal 8
(1) Perencanaan perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang dilakukan oleh setiap orang.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk lokasi baru dan/ atau pada lokasi pengembangan
yang sebagian sudah terbangun.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
disusun dalam satu hamparan atau tidak dalam satu
hamparan.
(4) Perencanaan tidak dalam satu hamparan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) wajib diajukan oleh setiap orang
yang sama.
(5) Perencanaan lokasi baru dan/ atau pada lokasi
pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun dalam bentuk dokumen perencanaan yang
menjamin terlaksananya hunian berimbang.
(6) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
sekurangkurangnya meliputi :
a. Rencana tapak;
b. Desain rumah;
c. Spesifikasi teknis rumah;
d. Rencana kerja perwujudan hunian berimbang; dan
e. Rencana kerjasama.
(7) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
wajib mendapat pengesahan dari Instansi Teknis yang terkait.
Bagian Ketiga
Pembangunan Perumahan
Pasal 9
Pembangunan perumahan meliputi :
a. Pembangunan rumah dan prasarana, sarana dan utilitas
umum.
b. Peningkatan kualitas perumahan.
Pasal 10
(1) Badan hukum yang melakukan pembangunan
perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan
hunian berimbang.
(2) Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan
oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang
dalam satu hamparan.
(3) Kewajiban dikecualikan untuk badan hukum yang
membangun perumahan yang seluruhnya ditujukan
untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum.
(4) Dalam hal pembangunan perumahan, pemerintah dan
atau pemerintah daerah dapat memberikan insentif
kepada badan hukum untuk mendorong pembangunan
perumahan dengan hunian berimbang.
(5) Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian
berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah,
dan rumah mewah.
(6) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian
berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan
rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah
kabupaten barito kuala dan kawasan metropolitan
Banjarbakula (Banjarmasin, Banjar, Banjarbaru, Barito
Kuala dan Tanah Laut).
(7) Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses
menuju pusat pelayanan atau tempat kerja, kemudahan
akses tersebut diatur dengan peraturan daerah.
(8) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang
dilakukan oleh badan hukum yang sama.
(9) Rumah tunggal, rumah deret, dan/ atau rumah susun
yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat
dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual
beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
(10)Perjanjian pendahuluan jual beli dilakukan setelah
memenuhi persyaratan kepastian atas :
a. Status pemilikan tanah
b.Hal yang diperjanjikan
c. Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk
d.Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
e. Fisik bangunan rumah paling sedikit 30%.
Pasal 11
(1) Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan
permukiman wajib mewujudkan hunian berimbang sesuai
dengan perencanaan.
(2) Pembangunan permukiman, lingkungan hunian dan
kawasan permukiman dengan hunian berimbang hanya
dilakukan oleh badan hukum bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa badan hukum yang berdiri sendiri atau kumpulan
badan hukum dalam bentuk kerjasama.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
berbentuk :
a. Konsorsium;
b. Kerjasama operasional; dan
c. Bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
(5) Pembangunan rumah sederhana atau rumah susun umum
dalam rangka perwujudan hunian berimbang dilaksanakan
secara proporsional sesuai rencana dan jadwal penyelesaian
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang
tertuang dalam rencana kerja perwujudan hunian
berimbang.
(6) Untuk pembangunan perumahan dan/atau rumah yang
berdekatan dengan sungai harus memperhatikan garis
sempadan sungai.
Bagian Keempat
Pemanfaatan dan Pengendalian Rumah
Pasal 12
(1) Pemanfaatan rumah dapat digunakan kegiatan usaha
secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak
mengganggu fungsi hunian.
(2) Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi
hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan
lingkungan hunian.
(3) Pengendalian perumahan dimulai dari tahap :
a. Perencanaan
b. Pembangunan
c. Pemanfaatan
(4) Pengendalian perumahan dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten pada bentuk :
a. Perizinan
b. Penertiban
c. Penataan
Pasal 13
(1) Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang dilakukan pada :
a. Tahap perencanaan;
b. Tahap pembangunan; dan
c. Tahap pengembangan.
(2) Pengendalian pada tahap perencanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan dokumen
perencanaan.
(3) Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Perizinan;
b. Penertiban; dan
c. Penataan.
(4) Pengendalian pada tahap pengembangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditujukan bagi setiap orang
yang mengajukan izin pengembangan atau perlu asan
perumahan dan kawasan permukiman.
Pasal 14
(1) Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang dilakukan oleh satuan kerja perangkat
daerah yang menangani urusan wajib bidang perumahan dan
permukiman.
(2) Pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman meliputi:
a. Pengendalian pada tahap pembangunan; dan
b. Pengendalian pada tahap pemanfaatan.
(3) Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan
mengawasi pelaksanaan pembangunan pada kawasan
permukiman yang terdiri atas kegiatan
pemantauan,
evaluasi dan pelaporan.
(4) Pengendalian dilakukan untuk menjaga kualitas kawasan
permukiman.
(5) Pengendalian pada tahap pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan :
a. Pemberian insentif;
b. Pengenaan disinsentif; dan
c. Pengenaan sanksi.
(6) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a berupa :
a. Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan di bidang perpajakan;
b. Pemberian kompensasi;
c. Subsidi silang;
d. Pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana dan
utilitas umum; dan
e. Kemudahan prosedur perizinan.
(7) Pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b berupa :
a. Pengenaan retribusi daerah;
b. Pembatasan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas
umum;
c. Pengenaan kompensasi; dan
d. Pengenaan sanksi berdasarkan undangundang ini.
BAB V
PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan melalui :
a. Pengembangan yang telah ada
b. Pembangunan baru
c. Pembangunan kembali
(2) Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan dan perdesaan mencakup :
a. Penyediaan lokasi permukiman
b. Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman
c. Penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi
(3) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan
melalui tahapan :
a.
b.
c.
d.
Perencanaan
Pembangunan
Pemanfaatan
Pengendalian
(4) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk
mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan yang terencana,
menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan
rencana tata ruang.
(5) Penyelenggataan kawasan permukiman bertujuan untuk
memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang
layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan
teratur serta menjamin kepastian hukum.
(6) Penyelenggaraan kawasan permukiman mencakup
lingkungan hunian dan tepat kegiatan pendukung
perikehidupan dan penghidupan di perkotaan dan di
perdesaan.
(7) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan
sesuai arahan pengembangan kawasan permukiman yang
terpadu dan berkelanjutan.
(8) Arahan
pengembangan
kawasan
permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi :
a. Hubungan antar kawasan fungsional sebagai bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung.
b. Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan
lingkungan hunian perdesaan.
c. Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian
perkotaan dan pengembangan kawasan perkotaan.
d. Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian
perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan.
e. Keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan
hidup.
f. Keseimbangan antara kepentingan publik dan
kepentingan setiap orang.
g. Lembaga yang mengkoordinasikan pengembangan
kawasan permukiman.
Bagian Kedua
Perencanaan Kawasan Permukiman
Pasal 16
(1) Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Perencanaan kawasan permukiman baru mencakup :
a. Peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan.
b. Mitigasi bencana.
c. Penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan
utilitas umum.
(3) Perencanaan kawasan permukiman baru perkotaan
meliputi:
a. Perencanaan lingkungan hunian baru skala besar
dengan Kasiba dan Lisiba.
b. Perencanaan lingkungan hunian baru skala besar
dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
c. Lingkungan hunian baru; dan
d. Kaveling tanah matang.
(4) Perencanaan kawasan permukiman baru perkotaan dan
perdesaan didahului dengan penetapan lokasi
pembangunan hunian baru yang dapat diusulkan oleh
perorangan, badan hukum bidang perumahan dan
permukiman atau pemerintah daerah.
(5) Lokasi pembangunan lingkungan hunian baru ditetapkan
dengan keputusan Bupati .
(6) Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru
dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan :
a. Rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan.
b. Rencana penyediaan tanah.
c. Analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan.
(7) Persyaratan minimal dalam permohonan izin
pembangunan lingkungan hudian baru menyertakan
rencana tapak (site plan).
Bagian Ketiga
Pembangunan Kawasan Permukiman
Pasal 17
(1) Pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi
rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan
kegiatan pendukung.
(2) Pembangunan kawasan permukiman dapat dilakukan
oleh pemerintah, Pemerintah daerah, badan hukum,
dan/atau perorangan.
(3) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru
mencakup :
a. Pembangunan permukiman.
b. Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman.
c. Pembangunan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan
pelayanan sosial.
BAB VI
PROGRAM PENANGANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
(1) Program penanganan pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman adalah indikasi
program dari beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah).
(2) Indikasi program perumahan meliputi :
a. Koordinasi penyelenggaraan pengembangan perumahan.
b. Penyediaan fasilitas umum sebagai pembuka eksklusivitas
perumahan.
c. Rehabilitasi atau pemeliharaan jalan.
d. Pengembangan manajemen pengolahan persampahan.
e. Pembangunan saluran drainase.
f. Penyediaan ruang terbuka hijau.
g. Pengelolaan RTH meliputi penataan, pemeliharaan,
pengawasan, dan pengendalian RTH.
h. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
RTH
(3) Indikasi program kawasan permukiman meliputi :
a. Koordinasi pengembangan perumahan.
b. Pengembangan teknologi pengolahan persampahan
melalui pengadaan komposter komunal.
c. Peningkatan pelayanan kebersihan dan pengembangan
teknologi pengolahan persampahan.
d. Penyediaan pengelolaan sanitasi dasar melalui
pengelolaan limbah cair.
e. Penyediaan sarana air bersih oleh PDAM.
f. Penyediaan sarana perdagangan berupa pertokoan.
g. Pengelolaan RTH.
h. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
RTH.
i. Pembangunan sarana dan prasarana pemakaman.
j. Rehabilitasi atau pemeliharaan jalan.
k. Pembangunan saluran drainase.
l. Peningkatan pelayanan lampu PJ U.
(4) Indikasi program permukiman kumuh dengan tujuan
perbaikan lingkungan meliputi :
a. Penataan penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah.
b. Peningkatan pelayanan jaringan air bersih oleh PDAM
c. Peningkatan pelayanan kebersihan
d. Pembangunan dan Peningkatan saluran drainase dan
goronggorong
e. Pembangunan Rusunawa
f. Pengelolaan RTH meliputi penataan, pemeliharaan,
pengawasan, dan pengendalian RTH
g. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
RTH
h. Jalan lingkungan dan jalan setapak
i. Saluran air limbah
j. Fasilitas persampahan
k. Tempat pemberhentian kendaraan umum
l. Dermaga
m. Jembatan sederhana
n. Penyediaan lapangan olah raga dan ruang terbuka hijau.
(5) Penyiapan kapling siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap
bangun (Lisiba) dengan diikuti oleh program konsolidasi
tanah perkotaan (KTP) sehingga pemerintah dapat
menunjang pengembangan tersebut melalui penyediaan
sarana dan prasarana khususnya jalan lingkungan, yang
lahannya disediakan secara hibah oleh pemilik tanah
sebagai kompensasi dari penataan dan penyediaan sarana
dan prasarana penunjang.
(6) Konsep penanganan kawasan permukiman kumuh di atas
tanah legal (slums), meliputi :
a. Model Land Sharing, dengan syarat :
1) Tingkat pemilikan/penghuniaan secara sah cukup
tinggi dengan luasan yang terbatas, yaitu mempunyai
bukti pemilikan/penguasaan atas lahan yang
ditempatinya.
2) Tingkat kekumuhannya tinggi, dengan ketersediaan
lahan yang memadai untuk menempatkan prasarana
dan sarana dasar.
3) Tata letak permukiman tidak/belum terpola.
b. Model Konsolidasi Tanah (Land Consolidation),dengan
syarat:
1) Tingkat pemilikan/penghuniaan lahan secara tidak sah
oleh masyarakat cukup tinggi, yaitu tidak memiliki bukti
primer pemilikan/penguasaan atas lahan yang
ditempatinya
2) Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan
fungsional yang lebih strategis dari sekedar hunian.
Melalui penataan ulang dimungkinkan adanya
penggunaan campuran (mix used) hunian dengan
penggunaan fungsional lain.
3) Tata letak permukiman tidak/kurang berpola dengan
pemanfaatan yang beragam, tidak terbatas hanya pada
hunian.
(7) Konsep penanganan kawasan permukiman kumuh diatas
tanah Ilegal (squatter), merupakan kawasan permukiman
kumuh yang berlokasi diatas lahan yang bukan peruntukkan
perumahan sebagaimana arahan rencana tata ruang, baik
tanah milik negara maupun milik perorangan atau badan
hukum yang dihuni secara tidak sah, seperti permukiman
yang tumbuh dilokasi TPA, bantaran sungai, dibelakang
bangunan umum kawasan fungsional dan lainnya. Model
penanganannya antara lain dengan pendekatan sebagai
berikut :
a. Pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus
disediakan (Resettlement). Model ini biasanya memakan
waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk
kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan
masyarakat.
Pemindahan perlu dilakukan apabila
permukiman kumuh tersebut berada pada kawasan
fungsional yang akan/perlu direv