makalah manaj konflik

(1)

MANAJEMEN KONFLIK

PENDAHULUAN

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Ketika apa yang terjadi dalam hidup dan kehidupan membuat hati kita tidak nyaman, maka itu masalah. Dalam hal ini mestinya hidup adalah damai, hidup adalah sejahtera, hidup adalah gotong royong, hidup adalah silaturakhmi, hidup adalah kesahajaan, hidup adalah ibadah, hidup adalah segala sesuatu yang membuat kita jadi "enjoy". Nah ketika hidup kita jadi tidak romantis maka sebenarnya ada masalah yang terjadi. Kondisi seperti itu menjadi sebuah "fenomena" yang selalu menyatu dalam hidup selama masih ada"kehidupan". Dengan demikian sulit seseorang benar-benar dalam hidup yang terbebas dari masalah. Realitanya ada-ada saja masalah yang muncul, apalagi kalua memang "dipermasalahkan".Antara masalah dan terbebas dari masalah itulah yang kerap mendatangkan konflik.

Dalam sebuah institusi layanan pendidikan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan Guru, staf dengan keluarga dan siswa, staf dengan tata usaha, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan ini akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.

Champy dan Nohria dalam Sulaksana menyebutkan tiga pemicu utama yang menggerakkan perubahan lebih cepat ketimbang waktu-waktu sebelumnya yaitu;


(2)

1) Teknologi khususnya TI, yang telah mentransformasi bisnis sedemikian dramatis;

2) Pemerintah : peninjauan ulang perannya dalam bisnis, karena dewasa ini hampir semua pemerintah di seluruh dunia menggerkkan deregulasi, privatisasi, dan perdagngan bebas; dan

3) Globalisasi, dimana banyak perusahaan di seluruh dunia bersaing men-deliver produk atau layanan yang sama, di mana saja, kapan saja, dengan harga yang makin kompetitif, yang pada gilirannya memaksa organisasi dan perusahaan agar mampu menata diri dengan cara yang radikal.

Dunia pendidikanpun selalu mengadakan inovasi dalam berbagai hal, baik yang menyangkut regulasi dan implementasinya di lapangan, menyiapkan sumber daya (sumber daya manusia atau sumber daya lain), melengkapi fasilitas sarana prasarana, mengganggarkan pembiayaan, membuat kendali, dan hal-hal lain yang bersifat menejerial organisasi di lingkup pendidikan.

Perubahan yang terjadi seringkali membawa dampak ikutan yang salah satunya adalah munculnya konflik dalam berbagai bentuk dan tingkatan. Meskipun demikian, konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan di sekolah, warga sekolah senantiasa dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru, seperti implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.


(3)

DEFINISI KONFLIK

 Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.

 Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.

Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin, istilah “conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang menjadi “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan”. Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai tingkat kompleksitas. Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.

Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi karena allternatif yang bersifat integrative dinilai sulit didapat. Ketika konflik semacam ini terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap Aspirasi dapat mengakibatkan konflik karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau mereka percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut. Pertimbangan pertama bersifat realistis, sedangkan pertimbangan kedua bersifat idealis.

Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik , maka konflik dapat memberi kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi


(4)

ASPEK POSITIF DALAM KONFLIK

Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :

 Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.

 Memberikan saluran baru untuk komunikasi.  Menumbuhkan semangat baru pada staf.

 Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.

 Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi. Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi, baik organisasi sekolah maupun organisasi lainnya. Kepala sekolah dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kenyataan di lapangan khususnya di institusi pendidikan, kepala sekolah justru enggan untuk menerapkan manajemen konflik, karena beranggapan kepada paradigma lama dimana konflik lebih besar pengaruh negatifnya (mudaratnya). Lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah bersama tenaga kependidikan lainnya dapat memenej konflik untuk meningkatkan mutu sekolah.

Menghadapi dinamika perubahan ini tentu menyisakan berbagai macam problematika. Permasalahan-permasalahan yang timbul itu perlu dikenali, bahkan masalah-masalah yang masih berujud potensi perlu didorong untuk muncul dengan harapan dapat diantisipasi atau dicarikan solusinya agar tidak berdampak negatif terhadap kemajuan sekolah.

Beberapa permasalahan yang muncul atau masih berujud potensi itu antara lain sebagai berikut :


(5)

1) Anggapan bahwa manajemen konflik tidak efektif untuk meningkatkan mutu sekolah.

2) Manajemen konflik lebih banyak berdampak negatif bagi anggota organisasi. 3) Kepala sekolah tidak terampil dalam menggunakan manajemen konflik untuk

meningkatkan mutu sekolah.

4) Budaya ganti pemimpin ganti kebijakan. Hal demikian ini sering membuat para pelaku di tingkat bawah menjadi kebingungan karena kebijakan lama belum jelas menampakkan hasil, tetapi sudah harus menyesuaikan dengan kebijakan baru yang perlu penyesuaian kembali.

5) Belum siapnya sumber daya yang ada terutama para stake holders di tingkat bawah untuk menghadapi perubahan-perubahan yang hampir terjadi setiap saat.

6) Pemahaman terhadap manajemen sekolah sering membuat kita jadi sulit menentukan pilihan manakah yang harus dilakukan terlebih dahulu.

7) Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi masing-masing elemen dari sistem pendidikan di Indonesia masih kurang, sehingga tidak bisa menghayati tugas dan peranannya dalam sistem tersebut.

8) Penempatan tenaga kependidikan tidak mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas.

9) Masih dijumpai tenaga kependidikan (guru/kepala sekolah) berperan ganda yang seharusnya lebih fokus terhadap tugas pokok dan fungsinya sebagai pengajar, tetapi juga harus mengurus kebutuhan pemenuhan sarana prasaran, fisik gedung sekolah yang rusak atau kurang layak untuk berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif. Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah yang tercermin dalam EMASLIM dirasa sangat berat, padahal SD belum dilengkapi dengan tenaga kependidikan yang khusus bekerja di bidang ketata usahaan, perpustakaan, sehingga praktis semua tugas yang ada di SD menjadi tanggung jawab guru / kepala sekolah.

10) Budaya reward and punishment yang tidak proporsional, sehingga melahirkan kecemburuan sosial dan menurunnya semangat dan etos kerja.

11) Pemberlakuan masa jabatan kepala sekolah 4 tahunan, dapat berdampak positif untuk memacu kinerja yang lebih optimal, tetapi dapat pula berdampak


(6)

negatif terutama bagi kepala sekolah yang sudah memangku jabatan ketika aturan tersebut diberlakukan. Ada gejala post power syndrom dan kecemasan untuk kembali bertugas hanya sebagai guru biasa.

12) Walaupun realitanya belum berjalan tetapi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen, dimana guru harus memenuhi kualifikasi guru professional dapat mengakibatkan kecemburuan sosial diantara para tenaga kependidikan, mengingat pemberlakukannya tidak serentak. Seleksi awal menggunakan pola yang dianggap kurang fair seperti pendidikan minimal S1 atau D4, masa kerja minimal 20 tahun, golongan minimal IV/a.


(7)

PENYEBAB KONFLIK

Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab : 1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas

2. Hambatan komunikasi 3. Tekanan waktu

4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal 5. Pertikaian antar pribadi

6. Perbedaan status

7. Harapan yang tidak terwujud

Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: A. Faktor Manusia

1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya. 2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.

3. Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.

B. Faktor Organisasi.

1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya. Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.

2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi. Setiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.

3. Interdependensi tugas. Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.


(8)

4. Perbedaan nilai dan persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para Kepala sekolah yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para Kepala sekolah senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.

5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan yang tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.

6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.

7. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.


(9)

AKIBAT KONFLIK

Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.

Akibat negative

• Menghambat komunikasi.

• Mengganggu kohesi (keeratan hubungan). • Mengganggu kerjasama atau “team work”.

• Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi. • Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.

• Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.

Akibat Positif dari konflik:

• Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis. • Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.

• Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.

• Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.

• Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.

Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu. 1) Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi,

dan lingkunan merupakan potensi terjadinya konflik;

2) Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya.

3) Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di anatara individu atau kelompok yang saling bertentangan.

4) Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara terbuka.


(10)

5) Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan keuntungan, seperti tukar pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dan melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian seperti saling permusuhan

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

(Wikipedia Indonesia, 27 /11/ 2006) Adapun factor – factor penyebab konflik antara lain

1) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.

3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial; dan

4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Di sekolah, konflik dapat terjadi dalam semua tingkatan.

1) Konflik intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik intrapersonal akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang mana ynag harus dipili untuk dilakukan. Misalnya, konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi. Konflik ini bias diibaratkan seperti makan buah simalakama, dimakan salah tidak dimakan juga salah, dan kedua pilihan yang ada memiliki akibat yang seimbang. Konflik intrapersonal juga bisa disebabkan oleh tuntutan tugas yang melebihi kemampuan.


(11)

2) Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentuan. Misalnya konflik antar tenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran unggulan daerah.

3) Konflik intragrup, yaitu konflik anta angota dalam satu kelompok. Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu. Contoh konflik intragrup, misalnya konflik yang terjadi pada beberapa guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP);

4) Konflik intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan prsepsi, perbedaan tujuan, da meningkatkatnya tuntutan akan keahlian. Misalnya konflik antar kelompo guru kesenian dengan kelompok guru matematika. Kelompok guru kesenian memandang bahwa untuk membelajarkan lagu tertentu dan melatih pernafasan perlu disuarakan dengan keras, sementara kelompok guru matematika merasa terganggu, karena para pesereta didiknya tidak konsentrasi belajar.; 5) Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagia dalam suatu

organisasi. Misalnya konflik antara bidang kurikulum dengan bidang kesiswaan. Konflik intraorganisasi meliputi empat sub jenis :

a. Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga kependidikan;

b. Konflik horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki hierarkhi yang sama dalam organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan;

c. Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh Kepala sekolah lini. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga administrasi;


(12)

d. Konflik peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya kepala sekolah menjabat sebagai ketua dewan pendidikan;

e. Konflik interorganisasi, yang terjadi antar organisasi. Konflik inter organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat


(13)

PENGELOLAAN KONFLIK

Konflik dapat dicegah atau dikelola melalui :

1. Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Wakil Kepala Sekolah harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.

2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung Guru untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Guru junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi guru senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

3. Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan Kepala sekolah untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup. 4. Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting

untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para Kepala sekolah telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.


(14)

PROSES KONFLIK

Timbulnya konflik ada 5 tahap.

Tahap 1 : Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan.

Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi (syarat) yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik. Kondisi itu tidak selalu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu penyebab konflik itu muncul. Untuk menyederhanakan, kondisi ini (yang juga dapat dipandang sebagai penyebab atau sumber konflik) dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yakni :

a) Komunikasi

Komunikasi dapat juga menjadi sumber konflik. Komunikasi menyatakan kekuatan-kekuatan berlawanan yang timbul dari dalam kesulitan semantik, kesalahpahaman,dan ”kebisingan”dalam saluran komunikasi. Kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan kebisingan saluran komunikasi semuanya merupakan penghalang terhadap komunikasi dan kondisi anteseden yang potensial bagi konflik. Kesulitan semantik timbul sebagai akibat perbedaan pelatihan, persepsi selektif, dan informasi tidak memadai mengenai orang-orang lain. Potensi konflik meningkat bila terdapat terlalu sedikit atau terlalu banyak komunikasi atau informasi. Saluran yang dipilih untuk berkomunikasi dapat berpengaruh merangsang oposisi. Proses penyaringan yang terjadi ketika informasi disampaikan para anggota dan penyimpangan komunikasi dari saluran formal atau yang sudah ditetapkan sebelumnya, menawarkan potensi kesempatan bagi timbulnya konflik.

b) Struktur

Istilah struktur mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan ke anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota / sasaran, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar kelompok. Ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai kekuatan untuk merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatannya, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berbanding terbalik. Potensi konflik paling besar terjadi pada anggota kelompok


(15)

yang lebih muda dan ketika tingkat pengunduran diri tinggi. Ambiguitas jurisdiksi meningkatkan perselisihan antar-kelompok untuk mendapatkan kendali atas sumber daya dan teritori. Partisipasi dan konflik sangat berkaitan karena partisipasi mendorong digalakkannya perbedaan. Sistem imbalan dapat menciptakan konflik apabila apa yang diterima satu anggota mengorbankan anggota yang lain.

c) Variabel Pribadi

Kategori terakhir potensi sumber konflik adalah faktor-faktor pribadi. Faktor pribadi ini mencakup sistem nilai individu setiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan idiosinkrasi dan perbedaan individu. Variabel yang paling terabaikan dalam penelitian konflik sosial adalah perbedaan sistem nilai dimana merupakan sumber yang paling penting yang dapat menciptakan potensi konflik

Tahap II : Kognisi dan Personalisasi

Konflik yang Dipersepsikan merupakan kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Konflik yang Dipersepsikan tidak berarti konflik itu dipersonalisasikan. Konflik yang Dirasakan, apabila individu-individu menjadi terlibat secara emosional dalam saat konflik, sehingga pihak-pihak mengalami kecemasan, ketegangan, frustasi, atau kekerasan. Tahap II ini penting karena persoalan konflik cenderung didefinisikan dan emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi.

Tahap III : Maksud

Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu. Maksud Penanganan Konflik :

1. Persaingan

Merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak memperdulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut.

2. Kolaborasi

Merupakan situasi yang di dalamnya pihak-pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak.


(16)

3. Penghindaran

Merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan konflik. 4. Akomodasi

Merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri.

5. Kompromi

Merupakan satu situasi yang di dalamnya masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu.

Tahap IV : Perilaku

Tahap perilaku mencakup :

 Pernyataan.

 Tindakan.

 Reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.

Tahap V : Hasil

Hasil berupa jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi.

1. Hasil Fungsional

Konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan anggota kelompok, menjadi saluran yang merupakan sarana penyampaian masalah dan peredaan ketegangan, dan memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan

2. Hasil Disfungsional

Konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang


(17)

bertindak menghilangkan ikatan bersama, dan pada akhirnya mendoromg ke penghancuran kelompok itu. Konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi efektifitas kelompok.


(18)

STRATEGI :

Menghindar

Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang Kepala sekolah untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang Kepala sekolah menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”

Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Kepala Sekolah yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”.

Penggunaan :

 Ketika permasalahannya tidak lebih penting dari hal lain

 Ketika Anda tidak menerima kesempatan untuk memuaskan keinginan Anda, atau permasalahannya terlihat tidak pada jalurnya atupun bergejala pada hal lain, lebih dari permasalahan dasar.

 Ketika kerusakan karena konflik lebih besar daripada keuntungan resolusinya

 Untuk menenangkan orang lain; untuk mengurangi ketegangan sekaligus untuk menambah pandangan dan kesabaran

 Untuk membiarkan orang lain memecahkan konflik lebih efektif

 Ketika mngumpulkan lebih banyak informasi akan menambah keuntungan solusi yang terlalu cepat


(19)

Mengakomodasi

Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Personelt yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

Metode ini mengabaikan keinginan atau kepentingan pribadi untuk memuaskan keinginan orang lain; ada pengorbanan diri dalam bentuk ini. Mengakomodasi seperti beramal atau berbuat baik pada orang lain, mematuhi perintah orang lain ketika seseorang lebih tidak memilih untuk melakukannya, ataupun menyerah pada pandangan orang lain. Mengalah, memberi jalan pada orang lain.

Penggunaan :

 Ketika Anda sadar bahwa Anda salah, untuk membiarkan posisi yang lebih baik terdengar, untuk belajar dari orang lain,

 Ketika permasalahan lebih penting untuk orang lain daripada untuk Anda, untuk memenuhi kebutuhan orang lain, dan sebagai pertanda baik untuk mempertahankan hubungan kerja sama.

 Untuk menciptakan kewajiban pada orang lain untuk permasalahan yang lebih penting bagi anda

 Ketika menciptakan harmoni dan menghindari perpecahan sangatlah penting Untuk meningkatkan kapasitas anggota tim dengan membiarkan mereka bereksperimen dan belajar dari kesalahan mereka sendiri.

Pemecahan problem Integrative

konflik antar kelompok dialihkan menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama, yang dapat dipecahkan dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah. Pihak-pihak yag berkonflik, bersama-sama mencoba memecahkan problem yang timbul antara mereka. Justu mereka tidak menekan konflik ataupun mencoba mencari suatu kompromis, tetapi


(20)

mereka secara terbuka bersama-sama mencoba mencari sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi (Confrontation); dan (c) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals) (Winardi, 1994 : 84- 89).

Keinginan Mayoritas (Majority Rule)

Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.

Kompetisi

Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

Metode ini bertitik tolak pada power dengan menggunakan power apapun yang sesuai untuk memenangkan posisi. Membela hak-hak pribadi mempertahankan posisi yang dipercayai benar, atau sederhananya mencoba menang. Memaksakan keinginan atau splusi yang diyakini benar.

Penggunaan:

 Ketika dibutuhkan tindakan cepat

 Pada permasalahan penting di mana tindakan yang tidak terlalu sering dilakukan perlu diwujudkan


(21)

 Pada permasalahan penting untuk kesejahteraan kelompok dan Anda tahu bahwa Anda benar.

 Untuk melindungi diri Anda melawan orang lain yang mengambil keuntungan dari perilaku yang nonkompetitif

Kompromi atau Negosiasi

Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

Melalui tindakan kompromi, para Kepala sekolah mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai melalui jalan kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya. Justru, pemecahan yang dicapai adalah bahwa ke dua belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya. Bentuk-bentuk kompromis mencakup:

a. Separasi (Separation), pihak yang berkonflik dipisahkan sampai mereka mencapai suatu pemecahan.

b. Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak keiga (yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri).

c. Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan (Settling by chance), keputusan tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-peraturan yang berlaku (resort to rules) , dimana para pihak yang bersaingan setuju untuk menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku;


(22)

d. Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri konflik terjadi.

Penggunaan :

 Ketika tujuan tidak terlalu penting tetapi butuh usaha ataupun berpotensi merusak

 Ketika dua pihak yang berlawanan dengan kekuatan yang seimbang teguh pada tujuan masing-masing

 Untuk mencapai posisi nyaman sementara pada permasalahan kompleks

 Untuk tiba pada solusi cepat dalam tekanan waktu

Sebagai model cadangan ketika collaboration dan competing gagal.

Memaksa

Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.

Memecahkan Masalah atau Kolaborasi

- Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.

- Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

Bekerja sama dengan pihak lain untuk menemukan beberapa solusi yang sepenuhnya memuaskan keinginan kedua belah pihak. Ini berarti menggali permasalahan untuk menemukan keinginan utama kedua belah pihak untuk menemukan alternatif yang dapat memenuhi keinginan keduanya. Kerja sama ini


(23)

akan mengeksplorasi ketidaksetujuan, belajar melihat dari sisi orang lain, berkomitmen untuk memecahkan situasi dan mencoba mencari solusi kreatif untuk masalah interpersonal.

Penggunaan:

 Untuk menemukan solusi integratif ketika kedua keinginan terlalu penting untuk dikompromikan

 Ketika tujuan Anda adalah untuk belajar (menguji asumsi, memahami orang lain).

 Untuk menyatukan pemikiran orang dengan perspektif berbeda

 Untuk menambah komitmen dengan mengolah keinginan orang lain kepada keputusan konsensus

 Untuk bekerja dalam perasaan yang tidak nyaman, yang telah mengganggu hubungan interpersonal

Membujuk (Smoothing)

membujuk merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk pihak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya

Intervensi Pihak Ketiga

1. Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.


(24)

2. Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.

3. Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator. 4. Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta

mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa


(25)

TEKNIK MENGELOLA KONFLIK:

5.

Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :

 Konflik itu sendiri

 Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya

 Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik  Pentingnya isu yang menimbulkan konflik

 Ketersediaan waktu dan tenaga

Konflik yang timbul di tempat kerja tidak bisa dihindarkan. Namun pemimpin harus mengelolanya secara luwes agar irama kerja sehari-hari tidak terganggu.

Sebagai pemimpin ada berbagai strategi manajemen konflik, yaitu:

Teknik 1: Ajak orang-orang yang sedang konflik pada tujuan yang lebih tinggi. Contoh, bagian anda terlibat konflik dalam menentukan kuota penjualan. Bagian keuangan menuntut penjualan setinggi-tingginya, sedangkan bagian anda menuntut dukungan biaya promosi besar-besaran. Begitu orang-orang itu kita ajak bicara pada tataran corporate, untuk tujuan yang lebih besar, mereka akan cenderung untuk berpikir lebih jernih.

Teknik 2: Memperluas sumber daya yang ada. Konflik bisa terjadi karena sumber daya yang langka yang dibutuhkan banyak orang.

Contoh, hanya ada satu saluran telpon untuk dua bagian. Ketika mereka akan menggunakannya, mereka saling berebut. Cara manajemen konfliknya? Ya, tambah saja pesawat telponnya. Ini adalah contoh yang sangat menggampangkan, namun saya harapkan anda menangkap gagasannya.

Teknik 3: Penghindaran. Ini yang sering dilakukan oleh orang pada umumnya. Daripada ribut dan konflik terus dengan tetangganya, orang itu kemudian


(26)

menghindar dan berusaha untuk tidak bertatapan dengan tetangganya itu. Ini memang bukan cara manajemen konflik yang efektif, namun kadang, dengan penghindaran ini, pihak yang ingin konflik akan berkurang ‘semangat’ untuk konfliknya.

Teknik 4: Mencari titik temu. Ketika anda sebagai pemimpin dan menemui orang yang konflik, anda dapat memakai teknik ini. Teknik ini berusaha mencari persamaan yang ada antara pihak yang terlibat konflik, sekaligus juga diperkecil perbedaan yang ada.

Contoh ada konflik antara bagian pemasaran dan produksi. Daripada berdebat perbedaan fungsi kedua bagian itu, manajemen konflik dapat mencari persamaan kedua bagian itu. Misalnya, mereka sama-sama fungsi yang sangat penting dalam perusahaan, karena tanpa keduanya, perusahaan tidak akan bisa hidup…

Teknik 5: Kompromi. Ketika anda melakukan kompromi terhadap pihak yang terlibat konflik, mungkin masing-masing pihak tidak merasa puas terhadap keputusan itu. Namun manajemen konflik ini efektif jika topik/barang yang dikonflikkan bisa dibagi dua secara adil.

Teknik 6: Pakai Power. Ini adalah cara paling kuno untuk manajemen konflik. Ketika orang yang konflik tidak mau menyudahi konfliknya, sebagai pemimpin anda gunakan kekuasaan anda untuk menyudahi konflik itu. Walau mereka tidak puas, namun karena mereka adalah bawahan anda, mau tidak mau mereka harus patuh kepada anda.

Teknik 7: Mengubah sifat-sifat orang yang konflik. Mengubah sifat orang sangatlah sukar. Namun, ini adalah manajemen konflik yang efektif untuk jangka panjang.

Contoh, di kantor anda dijumpai karyawan yang sering bertengkar dengan karyawan lainnya. Sebagai pemimpinnya, anda ajak pelan-pelan karyawan itu untuk mengubah perilakunya. Dengan sabar anda bimbing karyawan itu, dan akhirnya, ia mampu menjadi karyawan yang baik. Ketika karyawan


(27)

itu sudah berubah sikapnya, konflik yang sering terjadi di bagian anda akan sangat berkurang.

Teknik 8: Ubah strukturnya. Agar bagian promosi dan bagian produksi tidak saling menyalahkan, ubahlah strukturnya.

Contoh, bagian pemasaran mengeluhkan betapa sulitnya mereka menjual karena produknya desainnya jelek, dan kualitasnya meragukan. Keluhan itu ditanggapi oleh bagian produksi dengan cara mereka membuat produk begitu karena memang tidak ada masukan dari bagian pemasaran. Sedang produk yang buruk, mereka mengeluh karena terjadi pemotongan anggaran produksi besar-besaran dari bagian keuangan. Agar mereka tidak saling konflik, gabung saja dua bagian itu dibawah satu departemen. Sekali lagi contoh manajemen konflik yang saya tulis ini hanya untuk menggampangkan, dan bukannya ‘resep’ yang harus diikuti secara membabi buta.

Teknik 9: Ciptakan musuh bersama. Agar mereka tidak usreg saling konflik, ciptakan saja musuh bersama. Musuh ini dapat berupa pesaing agresif yang harus dihadapi dengan bersatu, dan bukannya terpecah belah seperti sekarang ini. Musuh ‘ciptaan’ dapat pula berupa ‘kunjungan’ pimpinan puncak ke bagian itu, yang ‘terpaksa’ mereka harus bersatu padu untuk bersama-sama ‘menyambut’ pimpinan itu.


(28)

PETUNJUK PENDEKATAN SITUASI KONFLIK :

 Diawali melalui penilaian diri sendiri  Analisa isu-isu seputar konflik

 Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.

 Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik  Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat

 Mengembangkan dan menguraikan solusi  Memilih solusi dan melakukan tindakan  Merencanakan pelaksanaannya

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Mengatasi Konflik: 1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif. 2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.

3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.

4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.

5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.

6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja. 7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata

rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.

8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.


(29)

KASUS

Pada pukul 1 siang, Astuti, seorang kepala ruang praktek menghubungi bagian tatausaha untuk menanyakan mengapa Tn Rahmat tidak diberikan surat ijin untuk persiapan pulang. Dengan meletakan telpon, ia berkata, “saya kecewa dengan kerja mereka, apakah Ia pikir hanya Ia sendiri yang dapat bekerja dan tidak ada staf lain yang mampu mengerjakannya”. Kemudian Asuti melanjutkan kalimatnya, “Saya akan membicarakan hal ini pada seseorang”.

PERTANYAAN:

1. Apa sumber dari konflik yang sedang terjadi ?

2. Jika Anda sebagai kepala ruang/koordinator, yang bertanggung jawab atas situasi yang terjadi, darimana Anda akan memulai mencari pemecahan masalah ini ? 3. Anda dapat memilih satu cara penanggulangan konflik, dan uraikan pendapat

anda.


(30)

KEPUSTAKAAN

Ann Marriner –Tomey ( 1996 ) . Guide To Nursing Management and Leadership. Mosby – Year Book, Inc St Louis USA.

Swansburg, R.C. ( 1996 ) Management and Leadership for Nurse Managers ( 2 th ed )


(1)

TEKNIK MENGELOLA KONFLIK:

5.

Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :

 Konflik itu sendiri

 Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya

 Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik  Pentingnya isu yang menimbulkan konflik

 Ketersediaan waktu dan tenaga

Konflik yang timbul di tempat kerja tidak bisa dihindarkan. Namun pemimpin harus mengelolanya secara luwes agar irama kerja sehari-hari tidak terganggu.

Sebagai pemimpin ada berbagai strategi manajemen konflik, yaitu:

Teknik 1: Ajak orang-orang yang sedang konflik pada tujuan yang lebih tinggi. Contoh, bagian anda terlibat konflik dalam menentukan kuota penjualan. Bagian keuangan menuntut penjualan setinggi-tingginya, sedangkan bagian anda menuntut dukungan biaya promosi besar-besaran. Begitu orang-orang itu kita ajak bicara pada tataran corporate, untuk tujuan yang lebih besar, mereka akan cenderung untuk berpikir lebih jernih.

Teknik 2: Memperluas sumber daya yang ada. Konflik bisa terjadi karena sumber daya yang langka yang dibutuhkan banyak orang.

Contoh, hanya ada satu saluran telpon untuk dua bagian. Ketika mereka akan menggunakannya, mereka saling berebut. Cara manajemen konfliknya? Ya, tambah saja pesawat telponnya. Ini adalah contoh yang sangat menggampangkan, namun saya harapkan anda menangkap gagasannya.

Teknik 3: Penghindaran. Ini yang sering dilakukan oleh orang pada umumnya. Daripada ribut dan konflik terus dengan tetangganya, orang itu kemudian


(2)

menghindar dan berusaha untuk tidak bertatapan dengan tetangganya itu. Ini memang bukan cara manajemen konflik yang efektif, namun kadang, dengan penghindaran ini, pihak yang ingin konflik akan berkurang ‘semangat’ untuk konfliknya.

Teknik 4: Mencari titik temu. Ketika anda sebagai pemimpin dan menemui orang yang konflik, anda dapat memakai teknik ini. Teknik ini berusaha mencari persamaan yang ada antara pihak yang terlibat konflik, sekaligus juga diperkecil perbedaan yang ada.

Contoh ada konflik antara bagian pemasaran dan produksi. Daripada berdebat perbedaan fungsi kedua bagian itu, manajemen konflik dapat mencari persamaan kedua bagian itu. Misalnya, mereka sama-sama fungsi yang sangat penting dalam perusahaan, karena tanpa keduanya, perusahaan tidak akan bisa hidup…

Teknik 5: Kompromi. Ketika anda melakukan kompromi terhadap pihak yang terlibat konflik, mungkin masing-masing pihak tidak merasa puas terhadap keputusan itu. Namun manajemen konflik ini efektif jika topik/barang yang dikonflikkan bisa dibagi dua secara adil.

Teknik 6: Pakai Power. Ini adalah cara paling kuno untuk manajemen konflik. Ketika orang yang konflik tidak mau menyudahi konfliknya, sebagai pemimpin anda gunakan kekuasaan anda untuk menyudahi konflik itu. Walau mereka tidak puas, namun karena mereka adalah bawahan anda, mau tidak mau mereka harus patuh kepada anda.

Teknik 7: Mengubah sifat-sifat orang yang konflik. Mengubah sifat orang sangatlah sukar. Namun, ini adalah manajemen konflik yang efektif untuk jangka panjang.

Contoh, di kantor anda dijumpai karyawan yang sering bertengkar dengan karyawan lainnya. Sebagai pemimpinnya, anda ajak pelan-pelan karyawan itu untuk mengubah perilakunya. Dengan sabar anda bimbing karyawan itu, dan akhirnya, ia mampu menjadi karyawan yang baik. Ketika karyawan


(3)

itu sudah berubah sikapnya, konflik yang sering terjadi di bagian anda akan sangat berkurang.

Teknik 8: Ubah strukturnya. Agar bagian promosi dan bagian produksi tidak saling menyalahkan, ubahlah strukturnya.

Contoh, bagian pemasaran mengeluhkan betapa sulitnya mereka menjual karena produknya desainnya jelek, dan kualitasnya meragukan. Keluhan itu ditanggapi oleh bagian produksi dengan cara mereka membuat produk begitu karena memang tidak ada masukan dari bagian pemasaran. Sedang produk yang buruk, mereka mengeluh karena terjadi pemotongan anggaran produksi besar-besaran dari bagian keuangan. Agar mereka tidak saling konflik, gabung saja dua bagian itu dibawah satu departemen. Sekali lagi contoh manajemen konflik yang saya tulis ini hanya untuk menggampangkan, dan bukannya ‘resep’ yang harus diikuti secara membabi buta.

Teknik 9: Ciptakan musuh bersama. Agar mereka tidak usreg saling konflik, ciptakan saja musuh bersama. Musuh ini dapat berupa pesaing agresif yang harus dihadapi dengan bersatu, dan bukannya terpecah belah seperti sekarang ini. Musuh ‘ciptaan’ dapat pula berupa ‘kunjungan’ pimpinan puncak ke bagian itu, yang ‘terpaksa’ mereka harus bersatu padu untuk bersama-sama ‘menyambut’ pimpinan itu.


(4)

PETUNJUK PENDEKATAN SITUASI KONFLIK :

 Diawali melalui penilaian diri sendiri  Analisa isu-isu seputar konflik

 Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.

 Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik  Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat

 Mengembangkan dan menguraikan solusi  Memilih solusi dan melakukan tindakan  Merencanakan pelaksanaannya

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Mengatasi Konflik: 1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif. 2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.

3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.

4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.

5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.

6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja. 7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata

rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.

8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.


(5)

KASUS

Pada pukul 1 siang, Astuti, seorang kepala ruang praktek menghubungi bagian tatausaha untuk menanyakan mengapa Tn Rahmat tidak diberikan surat ijin untuk persiapan pulang. Dengan meletakan telpon, ia berkata, “saya kecewa dengan kerja mereka, apakah Ia pikir hanya Ia sendiri yang dapat bekerja dan tidak ada staf lain yang mampu mengerjakannya”. Kemudian Asuti melanjutkan kalimatnya, “Saya akan membicarakan hal ini pada seseorang”.

PERTANYAAN:

1. Apa sumber dari konflik yang sedang terjadi ?

2. Jika Anda sebagai kepala ruang/koordinator, yang bertanggung jawab atas situasi yang terjadi, darimana Anda akan memulai mencari pemecahan masalah ini ? 3. Anda dapat memilih satu cara penanggulangan konflik, dan uraikan pendapat

anda.


(6)

KEPUSTAKAAN

Ann Marriner –Tomey ( 1996 ) . Guide To Nursing Management and Leadership. Mosby – Year Book, Inc St Louis USA.

Swansburg, R.C. ( 1996 ) Management and Leadership for Nurse Managers ( 2 th ed )