PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN MODEL DIRECT INSTRUCTION (DI)

(1)

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN

MODEL DIRECT INSTRUCTION (DI)

Oleh Susanti Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

Judul Skripsi : PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN MODEL DIRECT INTRUCTION (DI)

Nama Mahasiswa : Susanti

Nomor Pokok Mahasiswa : 0743022053 Program Studi : Pendidikan Fisika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Drs. Eko Suyanto, M.Pd. Viyanti, S.Pd, M.Pd.

NIP 19640310 199112 1 001 NIP 19800330 200501 2 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.


(3)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Eko Suyanto, M.Pd. ...

Sekretaris : Viyanti, S.Pd, M.Pd. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Abdurrahman, M.Si ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah:

Nama : Susanti

NPM : 0743022053

Fakultas/Jurusan : FKIP/P MIPA Program Studi : Pendidikan Fisika

Alamat : Jl. RT 04/ 02 Dusun Rejo Agung Desa Purworejo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Maret 2013 Yang Menyatakan,

Susanti


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo, Pesawaran, pada tanggal 12 Januari 1989, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suheri dan Ibu Elzawati.

Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri 1 Rejo Agung, Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran dan tamat pada tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP 17 Purworejo, dan tamat pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikanya di SMA Tarunan Gajah Mada Metro dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung melalui jalur non-Reguler. Pada tahun 2011, penulis

melaksanakan praktik mengajar melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP N 14 Bandar Lampung. Selama Kuliah, penulis aktif dalam kegiatan

organisasi kemahasiswaan tingkat universitas, yaitu Resimen Mahasiswa (Menwa) Raden Intan Satuan 201 Universitas Lampung. Jabatan yang pernah diemban selama menjadi anggota Menwa adalah Komandan kelompok Markas (Dan Pokma) periode 2008-2009, Kepala Urusan Khusus (Kaursus) periode 2009-2010 dan Kepala Urusan Administrasi (Kaurmin) periode 2009-2010-2011.


(6)

MOTTO

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka, apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

(urusan) yang lain. Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap

(QS. Al-Insyirah: 6-8)

Kemenangan (keberhasilan) hanya dapat dicapai dengan kesabaran (Hr. Attirmidzi)

Jangan putus asa jika otak kurang cerdas, kadang kala seseorang yang kurang cerdas tetapi tidak putus asa, lebih maju dari seseorang yang cerdas tetapi pemalas


(7)

PERSEMBAHAN

Teriring do’a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT,

penulis persembahkan skripsi ini sebagai tanda cinta dan kasih penulis yang tulus kepada:

Kedua orang tua tercinta, Bapak Suheri dan ibu Elzawati yang telah membesarkan anak-anaknya dengan penuh kesabaran. Terimakasih atas tangan yang tak pernah berhenti menadah untuk mendo’akan anaknya, atas harapan dan kepercayaan yang tak pernah hilang, untuk senyuman yang menjadi penyemangat penulis dan atas cinta, kasih sayang, serta pengorbananmu untuk penulis.

Mbak “vivi Feriyani“ dan kakak “sari Wahyudi Purnomo” tersayang yang tak

pernah lelah mendoa’kan penlis, memberi dukungan, semangat, serta motivasi dalam menggapai tujuan.

Keponakan “ Wildan Zafair Nuur Rafif” yang lucu, bandel, nyebelin tetapi selalu memberikan keceriaan. Terimakasih atas senyuman dan canda tawanya


(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena kasih sayang dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Perbandingan Penguasaan Konsep Fisika Antara Model Pembelajaran STM dan Model DI” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

3. Bapak Dr. Agus Suyatna, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika.

4. Bapak Drs. Eko Suyanto, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing I atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Viyanti, S.Pd, M.Pd selaku Pembimbing II atas kesediaan dan

keikhlasannya memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.


(9)

6. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si selaku Pembahas atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan motivasi, bimbingan, saran, dan kritik kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Program Studi Pendidikan Fisika dan Jurusan Pendidikan MIPA.

8. Bapak Piet Bernadianto, S.Pd. selaku Kepala SMPN 2 Trimurjo atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.

9. Ibu Sumarni,S.Pd. selaku guru mitra dan murid-murid kelas VIII D, VIII E, dan IX A SMPN 2 Trimurjo bantuan dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung.

10.Bapak dan Ibu Guru serta Staf SMPN 2 Trimurjo

11.Sahabat seperjuangan penulis ”Robertus Handi Atmoko,S.Pd., Agus Purwanto,S.Pd., dan kukuh Bagus Gunawan,S.H. Terima kasih atas saran, kritik, do’a dan kebersamaannya selama ini.

12.Rekan-rekan Pendidikan Fisika NR 2007, kakak tingkat serta adik tingkat Pendidikan Fisika yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

13.Teman-teman seperjuangan PPL SMPN 14 Bandar Lampung: Ariza, Eka, Else, Nani, Nesia, Nyoman, Septi,Yepi, Yulva, dan Yemi. Terimakasih atas persaudaraan dan kebersamaannya.

14.Senior-senior dan Keluarga Besar Resimen Mahasiswa Raden Intan Satuan 201 Universitas Lampung atas bekal ilmu yang telah diberikan.

15.Rekan seangkatan Menwa, Kukuh ”Cempe Bugilen”, Asep ”Tesy”, Agus”Mbah Pur”, Miftah, Toman, Robertus ”Bayi Gorila”, Ana ”Klewer”,


(10)

Nela ”Anak Bayi”, dan Andiska ”Mutem” atas kebersamaan yang terjalin dan kenangan yang tidak akan terlupakan

16.Junior Menwa, Meita, Sarwina, Bina, Indri, Arief, Beni, Arifin, Yudi dan angkatan 34 yang tidak bisa disebutkan satu persatu saya sayang kalian dan tetap semangat.

17.Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Maret 2013


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoretis 1. Sains Teknologi Masyarakat ... 7

2. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat ... 19

3. Dari Pendekatan Menjadi Model ... 21

4. Model Pembelajaran Direct Instruction ... 22

5. Konsep ... 27

B. Kerangka Pemikiran ... 32

C. Hipotesis ... 36

III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 37


(12)

C. Desain Penelitian …... 38

D. Variabel Penelitian ... ... 39

E. Instrumen Penelitian ... 40

F. Analisis Instrumen ... 40

G. Teknik Pengumpulan Data ... 43

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 43

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

1. Tahapan Pelaksanaan ... 47

a. Kelas Eksperimen 1 ... 47

b. Kelas Eksperimen 2 ... 48

2. Hasil Uji Coba Penelitian ... 49

a. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

b. Uji Normalitas... 51

c. Uji Homogenitas ... 52

d. Uji Independen Sample T Test ... 53

3. Data Kuantitatif ... 55

B. Pembahasan ... 57

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 62

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 Silabus ... 67

2 Pemetaan Standar Isi ... 70

3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat . 72 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Direct Instruction ... 90

5 Kisi- Kisi Tes Produk ... 107

6 Soal Pretest dan Posttest ... 113

7 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest dan Rubrikasinya ... 117

8 Lembar Tugas Rumah ... 120

9 Kunci Lembar Tugas Rumah ... 122


(13)

11 LKK Direct Instruction ... 139

12 Kunci LKK ... 145

13 Buku Siswa ... 158

14 Data Pretest ... 179

15 Data Posttest ... 180

16 Data Rekapitulasi Penguasaan Konsep ... 183

17 Hasil Uji Instrumen Soal ... 185

18 Hasil Uji Normalitas Rata-Rata N-Gain ... 186

19 Hasil Uji Homogenitas ... 187


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Perbedaan Pembelajaran model STM dengan Pembelajaran Sains ... 16

4.1. Hasil Uji Validitas Soal ... 50

4.2. Hasil Uji Reliabilitas Soal ... 50

4.3. Hasil Uji Normalitas ... 51

4.4. Hasil Uji Homogenitas pada Test of Homogeneity of variances ... 52

4.5. Hasil Uji Homogenitas pada ANOVA ... 52

4.6. Hasil Uji Independen Sample T-Test... 53

4.7. Hasil Uji Normalitas Data Rata-rat Tes Penguasaan Konsep ... 54

4.8. Hasil Uji Perbedaan Penguasaan Konsep ... 55


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Alur Pembelajaran STM ... 21

2.2 Kerengka Pikir ... 34

2.3 Alur Kerengka Pikir ... 35

3.1. Desain Eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design ... 38

4.1. Grafik Persentase Rata-Rata Hasil Penguasaan konsep Per Kelas Eksperimen ... 58


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut pengembangan kemampuan siswa dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam termasuk fisika. Kemampuan siswa dalam bidang IPA khususnya fisika, sangat diperlukan untuk berbagai hal antara lain memberikan bekal bagi kehidupan di masyarakat dan mengembangkan bakat, minat, serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Fisika merupakan bagian dari sains yang mempunyai peran strategis dalam pengembangan sains dan teknologi. Perkembangan fisika tidak akan lepas dari peran pendidikan fisika. Oleh karena itu, upaya perkembangan sains dan teknologi harus disertai pula dengan usaha peningkatan mutu pendidikan fisika. Di sisi lain, dampak negatif dari perkembangan sains dan teknologi juga selalu membayangi kehidupan manusia.

Pada proses pembelajaran Guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan agar tercapainya tujuan pendidikan selain itu, guru juga harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif, kreatif, menarik, dan menyenangkan. Akan tetapi berdasarkan


(17)

2

pengalaman yang diperoleh di lapangan, pembelajaran yang disajikan oleh guru di kelas menggunakan metode yang monoton misalnya ceramah, kurang mendorong siswa berpikir ilmiah, kreatif, bekerja atas inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap obyektif, jujur dan terbuka. Kondisi belajar dimana hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya. Hal tersebut harus diubah menjadi berbagi pengetahuan, mencari, menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan).

Dalam pembelajaran siswa tidak hanya dituntut untuk lebih banyak mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbalistis, hafalan, pengenalan rumus-rumus, dan pengenalan istilah-istilah melalui serangkaian latihan secara verbal, namun hendaknya guru lebih banyak memberikan pengalamankepada siswa untuk lebih memotivasi siswa agar dapat menggunakan pengetahuantersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Namun pada kenyataannya masihbanyak guru tidak memperhatikan hal tersebut sehingga siswa tidak pahamtentang konsep yang dipelajari. Banyak siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran dikelas dikarenakan pembelajaran langsung yang selama ini dilakukan oleh guru, sehingga terkesan merugikan siswa, terutama siswa yang berkemampuan rendah dan menambah kebosanan siswa pada pelajaran fisika. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa kesulitan dalam menerima, merespon, serta mengembangkan materi yang diberikan oleh guru.

Tidak hanya itu, dalam proses pembelajaran biasanya guru hanya menjelaskan IPA sebatas produk (yang sudah ada) dan sedikit proses tanpa pembuktian. Padahal, dalam membahas IPA tidak cukup hanya menekankan pada produk,


(18)

3

tetapi yang lebih penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ada beberapa kajian materi yang harus dikuasai oleh siswa. Salah satu kajian materi tersebut adalah jenis bahan dan keguanaanya. Konsep tersebut harus dikuasai oleh siswa sekolah dasar, dimana konsep ini sangat berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari siswa baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu guru sebagai pengajar perlu menanamkan konsep dengan baik agar dapat dipahaminya

sehingga siswa mengerti dan paham tentang konsep tersebut.

Agar mencapai tujuan tersebut, peneliti memilih menggunakan model pembelajaran STMdan model pembelajaran DI.

Pembelajaran STM dalam pembelajaran sains merupakan perekat yang mempersatukan sains, teknologi dan masyarakat . Isu-isu sosial dan teknologi dimasyarakat merupakan karakteristik kunci dari STM. Isu-isu tersebut dipakai sebagai titik acuan oleh guru untuk merancang dan

mengimplementasikan program pembelajaran. Dengan model pembelajaran STM ini siswa diberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk memperoleh pengalaman nyata, mengembangkan gagasannya sehingga siswa diharapkan akan terbiasa sekaligus mampu membangun pengetahuannya sendiri secara aktif tentang fenomena alam yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari.

Kekhasan dari model ini adalah pada isu-isu atau masalah yang ada di masyarakat yang dapat digali dari siswa, dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu


(19)

4

mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas, sehingga tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang tidak diketahui siswa sebelumnya yang ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam keadaan sehari-hari.

Model pembelajaran DI merupakan pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Apabila guru menggunakan model pembelajaran ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap materi yang disampaikan atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta

memberikan umpan balik. Model pengajaran DI menciptakan suasana pembelajaran yang lebih terstruktur.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis telah melakukan penelitian yang berjudul: “Perbandingan Penguasaan Konsep Fisika antara Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan Model Direct Instruction (DI)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan antara penguasaan konsep yang menggunakan model pembelajaran STM dan DI?


(20)

5

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: Mengetahui perbandingan penguasaan konsep fisika antara pembelajaran menggunakan model STM dan DI.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, diantaranya sebagai berikut: 1. Dapat menjadi alternatif baru bagi guru di SMPN 2 Trimurjo dalam

menyajikan materipembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan penguasaan konsep fisika.

2. Dapat melatih siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap suatu materi belajar dalam proses pembelajaran fisika sekaligus membantu siswa dalam penguasaan konsep fisika

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain:

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam eksperimen ini adalah model Sains Teknologi Masyarakat (STM)

2. Penguasaan konsep yang dimaksud disini adalah dilihat dari hasil belajar Pada ranah aspek kognitif pada tingkatan C2 Pada konsep

Fisika materi Energi dan Usaha.

3. Perbandingan merupakan perbedaan atau kesamaan antara beberapa hal, dalam penelitian ini yang dibandingkan adalah penguasaan konsep fisika.


(21)

6

4. Materi pokok dalam penelitian ini adalah Energi dan Usaha.

5. Objek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Trimurjo Tahun Ajaran 2012/2013.


(22)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Kerangka Teoritis

1. Sains Teknologi Masyarakat (STM)

Sains Teknologi Masyarakt (STM) merupakan gabungan dari tiga konsep yang berkembang dalam kehidupan manusia dewasa saat ini. Dengan alasan berbagai hal, ketiga konsep ini dijadikan sebuah model dalam proses pembelajaran. Secara

logika, keterkaitan antara ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut: “Sains”

dipelajari didorong oleh keingintahuan manusia terhadap suatu fenomena alam atau kehidupan melalui proses kelimuan menghasilakan alat yang disebut dengan teknologi. Teknologi diciptakan manusia untuk mefasilitasi kebutuhan manusia. Teknologi sebagai produk keilmuan yang berbentuk alat, digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. Namun ketika

teknologi itu sendiri ada, maka muncul persoalan baru yang menuntut masyarakat sebagai pengguna untuk mengetahui pengetahuan.

Sains atau ilmu dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata science


(23)

8 Poedjiadi ( 2010 : 99) mengatakan bahwa:

“ Istilah Sains Teknologi Masyarakat diterjemahkan dari bahasa Inggris “Science Techology Society (STS)”, yaitu pada awalnya

dikemukakan oleh John Ziman dalam bukunya Teaching and Lerning about Science and Society. Pembelajaran Science Technology Society berarti menggunakan teknologi sebagai penghubung antara sains dan masyarakat. jadi, dalam pembelajaran menggunakan sains teknologi masyarakat bahwa teknologi dapat digunakan sebagai penghubung/penerapan antara sains dan masyarakat sehingga siswa dapat memahami apa yang telah dipelajari”. Model pembelajaran sains teknologi masyarakat menurut Poedjiadi (2010: 123) yaitu:

“ Model pembelajaran sains teknologi masyarakat yang mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaat bagi masyarakat. Tujuan pembelajaran ini ialah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungan”.

Glen (2005: 385) menyatakan bahwa STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam model ini siswa diajak untuk meningkatkan kreatifitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep, dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Poedjiadi (dalam Sadia, 1998: 2), pendidikan Sains (IPA) di sekolah perlu direformasi dan diarahkan menuju penciptaan masyarakat yang memiliki literasi sains dan teknologi. Tujuan pendidikan sains di sekolah SLTP tidak semata-mata menyiapkan peserta didik untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tetapi lebih daripada itu membentuk individu siswa yang memiliki literasi sains dan teknologi. Siswa yang memiliki literasi sains dan teknologi adalah siswa yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang fakta, konsep, prinsip, dan teori sains serta kemampuan mengaplikasikannya, mampu mengambil keputusan berdasarkan konsep, prinsip, dan teori-teori ilmiah; mampu


(24)

9 memilah dan memilih teknologi serta mengantisipasi dampak negatifnya, dan mampu mengembangkan karyanya di masa depan.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa model STM adalah suatu pembelajaran yang dimaksudkan untuk mengetahui, dimana ilmu (sains) dapat menghasilkan teknologi untuk perbaikan lingkungan sehingga bermanfaat bagi masyarakat, dan bagaimana situasi sosial atau isu yang berkembang di masyarakat mengenai lingkungan dan teknologi mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi yang memberikan sumbangan terbaru bagi ilmu pengetahuan.

a. Model STM pada Pendekatan Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan cara belajar yang menekankan peranan siswa dalam membentuk pengetahuannya sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang membantu keaktifan siswa tersebut dalam membentuk pengetahuannya. Utomo ( 2010 ) menyatakan model STM merupakan sebuah model pembelajaran yang merujuk pada pendekatan konstruktivisme.

Muhammad (2009) dalam teori yang dikenal dengan constructivist theories of

leraning menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu apabila tidak lagi sesuai. Perkembangan

konstruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari usaha keras Jean Piaget dan Vygotsky. Kedua tokoh ini menekankan bahwa perubahan kognitif kearah perkembangan terjadi ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena ada sebuah informasi baru yang diterima melalui proses


(25)

10 ketidakseimbangan (dissequilibrium). Selain itu, Jean Piaget dan Vygotsky juga menekankan pada pentingnya lingkungan sosial dalam belajar dan dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kelompok akan dapat meningkatkan pengubahan secara konseptual.

Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap

pengalaman-pengalaman mereka. Tanpa pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman disini tidak harus pengalaman fisik, tetapi bisa diartikan juga pengalaman kognitif dan mental. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan oleh gurunya (misconseptions), menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa.

Pembelajaran menurut konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengkoordinasikan pengalaman mereka dengan cara mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui interaksi dengan lingkungannya. Tujuan pendidikan konstruktivisme adalah menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan tiap persoalan yang dihadapi. konstruktivisme dalam pembelajaran, yang dewasa ini sedang diminati para pendidik dan dijadikan dasar pembelajaran melalui model STM.


(26)

11

b. Tujuan Model STM

Tujuan model STM adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya. model STM dilandasi oleh tiga hal penting yaitu:

1. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat. 2. Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada

pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.

3. Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan ranah hubungan dan aplikasi

Purwanto,(2008: 6) Berdasarkan pengertian STM sebagaimana diungkapkan di bagian sebelumnya, maka dapat diungkapkan bahwa yang menjadi tujuan model STM adalah untuk menghasilkan lulusan yang cukup mempunyai

bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat dan sekaligus dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya (NSTA, 1991).

Menurut Poedjiadi (2005 : 123) bahwa:

“ Tujuan dari pendekatan STM adalah untuk membentuk individu yang

memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya. seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi, adalah yang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai”.


(27)

12

Lebih lanjut, Rusmansyah (2006 : 3) menyatakan:

“ Tujuan pendekatan STM ini secara umum adalah agar para peserta didik mempunyai bekal pengetahuan yang cukup sehingga ia mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat dan

sekaligus dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya” .

Berdasarkan pendapat Poedjiadi dan Rusmansyah di atas dapat disimpulkan tujuan pendekatan STM adalah:

1. Peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topic pembelajaran di dalam kelas

2. Peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/perspektif untuk mensikapi berbagai isu/situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah

3. Peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang

memiliki tanggung jawab sosial.

Menurut Prasetyo (2006: 432), salah satu tujuan dari model STM adalah agar sekolah mengacu pada kurikulum yang dikaitkan dengan masalah-masalah sehari-hari yang ada di masyarakat sebagai dampak dari penerapan teknologi.

Maronta (2002: 47) menyatakan bahwa penempatan pembelajaran sains dalam suatu konteks lingkungan dan kehidupan masyarakat yang dikaitkan dengan teknologi akan membuat sains dan teknologi lebih dekat dan relevan dengan kehidupan nyata semua siswa. Tujuan utama pendidikan sains dengan model STM adalah Mempersiapkan siswa menjadi warga negara dan warga masyarakat yang memiliki suatu kemampuan dan kesadaran untuk:


(28)

13 1). Menyelidiki, menganalisa, memahami, dan menerapkan konsep-konsep/

prinsip-prinsip dan proses sains dan teknologi pada situasi nyata. Dalam hakikatnya pembelajarn model STM terutama dalam fisika adalah suatu

pembelajaran yang mengaitkan antara isu/masalah yang ada dalam keterkaitannya antara sains, teknologi dan masyarakat. Untuk itu dalam model pembelajaran ini siswa diharapkan mampu menelidiki, menganalisi dan memahami isu/masalah tersebut.

2).Melakukan perubahan.

Pembelajaran model STM merupakan model pembelajaran yang menjembatani anata sains, teknologi, dan masyarakat sehingga dengan adanya model pembelajaran ini siswa mampu melakukan perubahan dalam pembelajaran sehari-hari terutama pmata pelajaran fisika.

3). Membuat keputusan-keputusan yang tepat dan mendasar tentang

isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi yang memiliki komponen sains dan teknologi. Dalam pembelarannya siswa diusahakan mampu mengambil keputusan mengenai isu/masalah-masalah yang ada dalam kaitannya dengan sains teknologi masayarakat.

4). Merencanakan kegiatan-kegiatan baik secara individu maupun kelompok dalam rangka pengambilan tindakan dan pemecahan isu-isu atau masalah masalah yang sedang dihadapi. Perencanaan kegiatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan baik secara individu maupun secara kelompok sehingga nantinya siswa dapat memahami mata pelajaran tersebut dan dapat menerapkannya di lingkungan kehidupan sehari-hari.


(29)

14 Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, maka dapat disederhanakan

bahwa model STM dikembangkan dengan tujuan agar:

a) peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas,

b) peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/prespektis untuk menyikapi berbagai isu/situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah, dan

c) peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggungjawab sosial.

c. Karakteristik Model STM

Berdasarkan dengan tujuan model STM, Heath seperti yang di kutip oleh La Maronta Golib menyatakan bahwa secara operasional pembelajaran dengan model STM memiliki karakteristik, yaitu:

1) Diawali dengan isu-isu/ masalah-masalah yang sedang beredar serta relevan dengan ruang lingkup isi/materi pelajaran dan perhatian, minat,

atau kepentingan siswa.

2) Mengikutsertakan siswa dalam pengembangan sikap dan keterampilan dalam pengambilan keputusan serta mendorong mereka untuk mempertimbangkan informasi tentang isu-isu sains dan teknologi

3) Mengintegrasikan belajar dan pembelajaran dari banyak ruang lingkup kurikulum


(30)

15 Menurut Fajar ( 2004: 25-26) program STM pada umumnya memiliki

karakteristik/ ciriciri sebagai berikut:

1) identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak, 2) penggunaan sumber daya setempat untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah, 3) keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untukmemecahkan masalah-masalah dalam kehidupan seharihari, 4) Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa, 5) suatu pandangan bahwa isis daripada sains bukan hanya konsep-konsep saja yang harus dikuasi siswa dalam tes, 6) penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi, 7) kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan isu-isu yang telah diidentifikasi, dan 8) identifikasi bagaimana

sains dan teknologi berdampak dimasa depan.

Sadia (1999: 26) menyatakan bahwa model STM dalam pembelajaran IPA

merupakan perekat yang mempersatukan sains, teknologi, dan masyarakat. Isu-isu sosial dan teknologi yang terdapat di masyarakat merupakan karakteristik kunci dari model STM.

Rusmansyah (2006 : 99) menjelaskan sepuluh karakreritik pendekatan STM yaitu:

(1) Identifikasi masalah oleh murid yang mempunyai dampak negatif, masalah ini dapat pula dimuculkan oleh guru; (2) Menggunakan masalah yang ada di masyarakat yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam sebagai wahana untuk menyampaikan materi pokok; (3) Meningkatkan pembelajaran ilmu pengetahuan alam melampaui jam pelajaran di kelas; (4) Meningkatkan kesadaran murid akan dampak iptek; (5) Memperluas

wawasan murid mengenai sains lebih dari sesuatu yang perlu dikuasai untuk lulus ujian; (6) Mengikutsertakan murid untuk mencari informasi ilmiah atau informasi teknologi; (7) Mengenalkan peranan sains dalam masyarakat; (8) Memfokuskan pada kasus yang erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi; (9) Meningkatkan kesadaran murid akan tanggung jawab sebagai warga negara dalam memecahkan masalah yang muncul di masyarakat terutama yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi; (10) Sains merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi murid.


(31)

16 Dari beberapa karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik utama model STM adalah pengungkapan masalah atau isu sosial teknologi diawal pembelajaran. Pembelajaran mengutamakan keaktifan siswa sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilisator saja. Pengungkapan permasalahan di awal pembelajaran dapat membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan serta

mengenalkan peranan sains dalam kehidupan kepada siswa. Dengan menganalisis permasalahan yang dihadirkan, diharapkan siswa dapat membuat suatu keputusan. Belajar dari suatu yang nyata akan membentuk siswa memahami materi pelajaran.

Rusmansyah (2006 : 100) merangkum perbedaan antara pembelajaran sains dengan pendekatan STM dan pembelajaran sains lainnya sebagai berikut:

Tabel 2.1. Perbedaan Pembelajaran Model STM dengan Pembelajaran Sains Lainnya

No Pembelajaran pendekatan STM Pembelajaran sains

lainnya

1. Sesuai dengan kurikulum dan berkaitan

dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat serta berusaha menjawab permasalahan tersebut.

Konsep berasal dari teks sesuai kurikulum

2. Multidisipliner, melibatkan berbagai aspek

dan keilmuan dalam pembelajarannya

Monodisipliner dan diajarkan secara terpisah 3. Topik /arah /fokus ditentukan siswa atau oleh

isu /masalah yang ada di lingkungan sekitar

Topik /arah /fokus ditentukan oleh guru

4. Pembelajaran dimulai dengan aplikasi sains

(teknologi) dalam masyarakat

Pembelajaran dimulai dari konsep, prinsip, kemudian contoh

5. Guru berperan sebagai fasilisator Guru sebagai pemberi

Informasi

6. Menggunakan sumber daya yang ada di

Lingkungan

Menggunakan sumber daya yang ada di sekolah

7. Tugas utama siswa adalah mencari,

mengolah dan menyimpulkan

Tugas utama siswa adalah memahami isi buku teks


(32)

17

d. Tahap Pembelajaran STM

Pendekatan STM terdiri dari serangkaian tahap pembelajaran. Keterlaksanaan setiap tahap sangat mendukung dan menentukan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan. Poedjiadi (2005: 126-132) menyatakan bahwa beberapa tahapan pembelajaran dengan pendekatan STM yaitu: pendahuluan, pembentukan konsep, aplikasi konsep, pemantapan konsep, dan penilaian/evaluasi.

Model STM terdiri dari serangkaian tahap pembelajaran. Keterlaksanaan setiap tahap sangat mendukung dan menentukan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan. Pembelajaran STM banyak menggunakan sumber belajar yang ada dimasyarakat yang berhubungan dengan materi dan permasalahan teknologi yang akan dikaji. Pembelajaran bersifat fleksibel karena guru leluasa untuk menerapkan berbagai strategi dan metode belajar.Hal ini memungkinkan pendekatan STM melatih pola pikir yang divergen, kerja kelompok diskusi kelas yang berpusat pada siswa, pemecahan masalah, simulasi, pengambilan keputusan, dan debat dengan menggunakan sumber belajar yang ada di masyarakat. Tahapan pembelajaran STM pada model STM terdiri dari:

1. Pendahuluan

Tahap ini membedakan STM dengan pendekatan pembelajaran yang lainnya. Pada tahap ini dikemukakan isu atau masalah yang ada di masyarakat. Siswa diharapkan dapat menggali masalah sendiri, namun apabila guru

tidak mendapatkan tanggapan dari siswa, maka masalah dapat saja


(33)

18 permasalahan. Dalam tahap ini guru melakukan apersepsi berdasarkan kenyataan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat juga

melakukan eksplorasi melalui pemberian tugas untuk melakukan kegiatan diluar kelas secara berkelompok. Pengungkapan masalah pada awal

pembelajaran memungkinkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sejak awal. Selanjutnya kostruksi pengetahuan ini akan terus dibangun dan dikokohkan pada tahap pembentukan dan pemantapan konsep.

2. Pembentukan konsep

Pada tahap pembentukan konsep guru dapat melakukan berbagai metode pembelajaran misalnya demonstrasi, diskusi, bermain peran, dan sebagainya. Pendekatan STM juga memungkinkan diterapkannya berbagai pendekatan seperti pendekatan ketrampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, dan pendekatan lainnya. Selama melakukan berbagai aktivitas pada tahap

pembentukan konsep siswa diharapkan mengalami perubahan konsep menuju arah yang benar sampai pada akhirnya konsep yang dimiliki sesuai dengan konsep para ilmuwan. Pada akhir tahap pembentukan konsep, siswa telah dapat memahami apakah analisis terhadap masalah yang disampaikan pada awal pembelajaran telah sesuai dengan konsep para ilmuwan.

3. Aplikasi konsep

Berbekal pemahaman konsep yang benar siswa diharapkan dapat menganalisis isu dan menemukan penyelesaian masalah yang benar. Konsep-konsep yang telah dipahami siswa dapat menggunakan produk teknologi listrik dengan benar karena


(34)

19 menyadari bahwa produk-produk listrik tersebut berpotensi menimbulkan

kebakaran atau bahaya yang lain, misalnya bahaya akibat terjadinya hubungan arus pendek. Contoh yang lain siswa menjadi hemat dalam menggunakan beraneka sumber energi. Dalam kehidupan sehari-hari setelah mengetahui terbatasnya energi saat ini.

4. Pemantapan Konsep

Pada tahap ini, guru melakukan pelurusan terhadap konsepsi siswa yang keliru. Pemantapan konsep ini penting untuk dilakukan mengingat sangat besar

kemungkinan guru tidak menyadari adanya kesalahan konsepsi pada tahap pembelajaran sebelumnya. Pemantapan konsep penting sebab mempengaruhi retensi materi siswa.

5. Evaluasi

Kegiatan penilaian dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan belajar dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa. Penilaian dapat dilakukan mengingat beragamnya hasil belajar yang diperoleh siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan STM.

2. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

Saat ini diperkenalkan model pembelajaran sains teknologi masyarakat yang mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi masyarakat. Adapun tujuan model pembelajaran ini ialah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya.


(35)

20 Dijelaskan oleh Poedjiadi (2000:11) bahwa STM merupakan model dalam

pendidikan dan tidak sekedar dalam pembelajaran saja dan “….mencakup enam

ranah kosep, proses, aplikasi, dalam kehidupan , krativitas, sikap peduli, dan

kecenderungan untuk melaksanakan tindakan nyata”.

Seseorang yang rnemiliki literasi sains dan teknologi, adalah yang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai.

Apabila kita telaah kata-kata kunci dan literasi sains dan teknologi yakni: konsep-konsep yang dimiliki, menyelesaikan masalah, produk teknologi dan dampaknya, memelihara produk, kreatif, mengambil keputusan berdasarkan nilai, maka dapat dirangkum sebagai berikut: Memiliki literasi sains dan teknologi itu tidak hanya mampu membaca dan menulis sains dan teknologi, tetapi menyadari dampaknya dan peduli terhadap lingkungan sosial maupun alam. Dalam literasi sains dan teknologi, terkandung kata-kata rnemahami konsep, menyadari, peduli, dan melakukan tindakan berdasarkan nilai.

Dengan demikian, pembelajaran menggunakan pendekatan sains teknologi

masyarakat yang sekarang sudah merupakan model, mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang secara utuh dibentuk dalam diri individu sebagai peserta didik, dengan harapan agar diaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya.


(36)

21

3. Dari Pendekatan Menjadi Model

Setelah melalui penelitian-penelitian yang cukup lama menggunakan hasil penelitian, sknipsi, tesis dan disertasi diperoleh kesimpulan bahwa Sains Teknologi Masyarakat sebagai pendekatan dapat menjangkau siswa yang tergolong pada kelompok berkemampuan rendah dalam kelas karena dirasakan oleh siswa lebih menarik, nyata dan aplikatif. Di samping itu beberapa instrumen telah dikembangkan, misalnya untuk mengungkap keterampilan proses,

kreativitas, dan sikap yang dapat merupakan indikator kecenderungan bertindak seseorang dalam berpartisipasi aktif di lingkungan sosialnya.

Poedjiadi (2011: 126) ,Alur pembelajaran STM dapat dilihat pada gambar dibawah ini. TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 TAHAP 5

Gambar 2.1 alur pembelajaran STM

PENDAHULUAN:

INISIASI/INVITASI/APERSEPSI/EKSPLO RASI TERHADAP SISWA

PEMBENTUKAN/ PENGEMBANGAN KONSEEP

APLIKASI KONSEP DLM KEHIDUPAN:PENYELESAIAN MASALAH ATAU ANALISIS ISU

PEMANTAPAN KONSEP PENILAIAN ISU ATAU MASALAH PEMANTAPA N KONSEP PEMANTAPA N KONSEP


(37)

22 Jadi, tujuan yang ingin dicapai dari model STM dalam pembelajaran adalah model interdisiplin ilmu dalam pembelajaran sains, memberikan pengetahuan siswa tentang keadaan dunia yang sebenarnya, memberikan kesempatan siswa untuk membentuk pemahaman yang kritis tentang hubungan sains, teknologi dan masyarakat, dan mengembangkan kapasitas dan kepercayaan diri siswa untuk mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-harinya.

4. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

Model Pembelajaran Langsung DI merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Model pembelajaran langsung atau dalam sistilah lain DI adalah model pembelajaran yang

menekankan pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif (Sudrajat: 2011). Ciri-ciri model

pembelajaran sebagai berikut: (1) transformasi dan ketrampilan secara langsung; (2) pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu; (3) materi pembelajaran yang telah terstuktur; (4) lingkungan belajar yang telah terstruktur; dan (5) distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebagainya. Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana

melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi).


(38)

23 Model pengajaran langsung (direct instruction) secara empirik dilandasi oleh teori belajar yang berasal dari rumpun perilaku (behavior family). Teori belajar

perilaku menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi. Menurut teori ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan balik dari lingkungan. Prinsip penggunaan teori perilaku ini dalam belajar adalah pemberian penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang diharapkan. Penguatan melalui umpan balik kepada siswa merupakan dasar

praktis penggunaan teori ini dalam pembelajaran.

Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa,

mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan

kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.

Model pembelajaran langsung dikenal dengan istilah active teaching. Hal ini disebabkan karena pada model pembelajaran langsung kegiatan pembelajaran berpusat pada guru dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada siswa dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang

ditransformasikan secara langsung oleh guru kepada siswa. Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus seefisien mungkin, sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang digunakan.


(39)

24 Model pembelajaran langsung adalah salah satu cara pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang

berkaiatan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktrur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola yang bertahap, selangkah demi selangkah.

Menurut Kardi ( Trianto 2009: 43) model pembelajaran langsung dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, peltihan atau praktek, dan kerja kelompok.

Menurut Izzatud (2009) berpendapat bahwa:

Pembelajaran langsung adalah salah satu satu model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang berpusat pada guru yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang diajarkan selangkah demi selangkah.

Adapun langkah – langkah model pembelajaran langsung menurut Kardi & Nur (Trianto 2009: 47) meliputi

1. Menyampaikan tujuan dan menyiapakan siswa 2. Presentasi dan demonstrasi

3. Mencapai pemahaman dan penguasaan 4. Memberikan latihan terbimbing

5. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik 6. Memberikan kesempatan latihan mandiri

Secara umum tiap-tiap model pembelajaran tentu terdapat kelebihan-kelebihan yang membuat model pembelajaran tersebut lebih baik digunakan dibanding


(40)

25 dengan model pembelajaran yang lainnya. Seperti halnya pada Model DI pun mempunyai beberapa kelebihan yang disajikan sebagai berikut:

1. Dengan Model Pembelajaran DI, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.

2. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah sekalipun.

3. Model ini dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan.

4. Model Pembelajaran DI menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) dan kegiatan mengamati (melalui demonstrasi), sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.

5. Model Pembelajaran DI (terutama kegiatan demonstrasi) dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).

6. Model ini dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas yang kecil.

7. Siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas.

8. Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan ketat. 9. Dalam model ini terdapat penekanan pada pencapaian akademik. Kinerja siswa


(41)

26 10. Umpan balik bagi siswa berorientasi akademik.

11. Model Pembelajaran DI dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa.

12. Model Pembelajaran DI dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan factual dan terstruktur.

Selain mempunyai kelebihan-kelebihan, pada setiap model pembelajaran akan ditemukan keterbatasan-keterbatasan. Begitu pula dengan Model Pembelajaran

DI. Keterbatasan-keterbatasan Model Pembelajaran DI sebagai berikut:

1. Karena guru memainkan peranan pusat dalam model ini, maka kesuksesan pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran akan terhambat.

2. Model Pembelajaran DI sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang kurang baik cenderung menjadikan pembelajaran yang kurang baik pula.

3. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci atau abstrak, Model Pembelajaran DI mungkin tidak dapat memberikan siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan. 4. Jika terlalu sering digunakan Model Pembelajaran DI akan membuat siswa

percaya bahwa guru akan memberitahu siswa semua yang perlu diketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran siswa itu sendiri.


(42)

27 5. Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa.

Sayangnya, banyak siswa bukanlah merupakan pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.

5. Konsep

a. Pengertian Konsep dalam Pembelajaran

Mempelajari fisika pada dasarnya menguasai kumpulan hukum, teori, prinsip dan tahu rumus yang terbangun oleh konsep sesuai kajiannya. Sagala( 2006: 71) Konsep merupakan buah pemikiran seseorang yang dinyatakan dalam

definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berpikir abstrak.Jadi, konsep disini merupakan sesuatu yang nyata

sehingga nantinya siswa dapat memahami pembelajaran tersebut.

Menurut Dahar (1988:95-96) belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) dalam berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk memutuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.

Dahar (1988: 96) mengemukakan, bahwa

konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu: 1) atribut; 2) struktur; 3) keabstrakan; 4) keinklusifan; 5) generalitas atau keumuman; 6) ketepatan; 7) kekuatan (power).

Dahar (1988: 37), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.


(43)

28 Rustaman (2003: 61) menambahkan, untuk memecahkan masalah dalam belajar, siswa harus mengetahui konsep dasar permasalahan yang dihadapinya. Konsep merupakan suatu abstraksi yang menggambarkan ciri, karakter atau atribut yang sama dari sekelompok objek dari suatu fakta, baik suatu proses, peristiwa, benda atau fenomena di alam yang membedakannya dari kelompok lain.

Dua tujuan utama dari pendidikan adalah meningkatkan ingatan dan transfer. Ingatan didefinisikan sebagai kacakapan untuk menerima,

menyimpan dan menerima kesan-kesan. Sedangkan transfer dalam belajar atau yang lazim disebut transfer belajar (transfer of learning) mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi kesituasi lainnya

(Reber 1998). Kata “pemindahan keterampilan” tidak berkonotasi hilangnya

keterampilan melakukan sesuatu pada masa lalu karena diganti dengan keterampilan baru pada masa sekarang. Oleh sebab itu, definisi di atas harus dipahami sebagai pemindahan pengaruh keterampilan melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan melakukan sesuatu lain.

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ingatan merupakan suatu kemampuan untuk mengingat atau memanggil kembali materi yang telah diperoleh dengan cara yang hampir sama seperti saat belajar, sedangkan

transfer adalah kemampuan menggunakan materi yang telah diperoleh untuk memecahkan masalah baru, menjawab pertanyaan baru atau untuk

mempermudah mempelajari materi baru.

Sutarto ( 2005 : 327) menyatakan bahwa konsep merupakan dasar bagi proses-proses untuk memecahkan masalah. Menurut Sutarto, konsep secara sederhana


(44)

29 dapat dimengerti sebagai katagaori suatu rangsangan (stimulus) berdasarkan atribut-atribut yang dimilikinya. Dengan terkonsepnya rangsangan oleh siswa dengan baik diharapkan siswa dengan mudah menemui dan memunculkan kembali dalam bentuk konsep pada situasi dan kondisi yang lain. Jadi, konsep dapat diartikan menurut penulis sebagai sesuatu fakta, peristiwa dan pengalaman melalui generalisasi yang merupakan sesuatu gagasan atau ide.

Sofyan dkk (2005 : 14) mengemukakan penilaian terhadap hasil belajar

penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan (contentobjectives) berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimilki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hafalan.

Sutarto (2005 : 332) Kemampuan individu dalam mengkonsep rangsangan baru memiliki tingkatan yang berbeda-beda, yang disebut tingkatan pencapaian konsep. Klausimer mengkategorikan tingkat pencapaian konsep menjadi 4 (empat) yaitu: tingkat konkrit, tingkat identitas, tingkat klasifikatoris dan tingkat formal.

“ (1) Tingkat konktir, yaitu tingkat menghafal hingga diskriminasi,

pada tingkat ini individu akan merespon rangsangan bila rangsangan telah dikenal sebelumnya.(2) Tingkat identitas, pada tingkat ini individu telah dapat merespon rangsangan baru berdasarkan konsep-konsep rangsangan sejenis yang telah dikenal sebelumnya.(3) Tingkat klasifikatoris, pada tingkat ini individu akan nampak telah dapat mengenal kesetaraan dua atau lebih rangsangan yang berbeda dari kelas yang sama, walaupun pada saat itu mereka belum dapat menentukan criteria atribut atau menentukan nama konsep rangsangan tersebut.(4) Tingkat formal, pada tingkat ini individu sudah memiliki kemampuan untuk menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep suatu rangsangan, dengan demikian pada tingkat ini mereka mampu mengkonsep, mendeskriminasi, memberi nama


(45)

30 Penguasaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

penguasaan konsep dalam ranah kognitif berdasarkan taksonomi Bloom yang merupakan penguasaan bahan pelajaran yang berkenaan dengan kemampuan berfikir setelah pembelajaran.

Arikunto (2006 : 117-120) menyusun konsep taraf kompetensi kognitif ke dalam enam jenjang atau tingkatan yang kompelksitasnya bertingkat.

1. Mengingat berupa kemampuan untuk mempelajari fakta serta mengingat kembali materi-ide-prinsip yang sudah dipelajari,

2. Pemahaman berupa kemampuan untuk menjelaskan ide dan konsep,

3. Penerapan yaitu kemampuan menggunakan materi yang sudah dipelajari dalam situasi baru dan dunia nyata,

5. Menganalisa berupa kemampuan untuk menguraikan materi kedalam bagian-bagian dan melihat hubungannya termasuk klasifikasi analisa dan membedakan bagian-bagian,

6. Sintesis berupa kemampuan untuk menyesuaikan keputusan atau serangkaian tindakan,

7. Evaluasi adalah kemampuan untuk membangkitkan produk baru, ide atau cara pandang terhadap sesuatu.

Cara paling objektif untuk memperoleh kebenaran suatu konsep adalah dengan menggunakan metode ilmiah. Suatu konsep dikatakan objektif jika dapat dikonfirmasikan dengan kenyatannya, artinya symbol yang ada dalam konsep tersebut dapat dilelusuri keberadaanya di alam nyata. Dari beberapa pengertian di atas, penguasaan konsep dapat diartikan kemampuan


(46)

31 seseorang atau sekelompok orang tentang alam nyata yang diperolehnya dari fakta peristiwa, dan pengalaman.

Hamalik (2000 : 165-169) Adapun prosedur yang harus dilakukan dalam mengajarkan konsep, yaitu

1. Tetapkan perilaku yang diharapkan diperoleh oleh siswa setelah mempelajari konsep.

2. Mengurangi banyaknya atribut yang terdapat dalam konsep yang kompleks dan menjadi atribut-atribut dominan.

3. Menyediakan mediator verbal yang berguna bagi siswa.

4. Memberikan contoh-contoh yang positif dan negative mengenai konsep. 5. Menyajikan contoh-contoh.

6. Sambutan siswa dan penguatan ( reinforcement). 7. Menilai belajar konsep.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Konsep

Banyak faktor yang mempengaruhi penguasan konsep terhadap suatu konsep pembelajaran, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam memperbaiki penguasaan konsep siswa tidak akan terlepas dari faktor internsiswa itu sendiri. Guru yang merupakan faktor ekstern dapat membantu meningkatkan penguasaan konsep siswa, karena guru dianggap sebagai salah satu sumber belajar dan sumber informasi serta dapat diajak untuk berkomunikasi secara langsung tentang

permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh siswa.

Motivasi dan minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran juga sangat


(47)

32 yang tinggi terhadap kegiatan pembelajaran, akan lebih mudah menerima

pelajaran yang akan mempengaruhinya terhadap penguasaan konsep tertentu. Siswa akan bekerja lebih keras jika mereka mempunyai minat dan perhatian pada pembelajanya

.

Dalam kaitannya dengan motivasi, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar siswa. Misalnya memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti, memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi siswa, dan hukuman secara efektif dan tepat guna. Selain itu, dalam kegiatan belajar mengajar guru harus menggunakan media yang tepat dan variasi metode pembelajaran agar konsep yang dipelajari siswa mudah dimengerti.

Dengan menggunakan media pembelajaran dapat mempermudah proses belajar siswa. Selain itu, penggunaan media pembelajaran bertujuan agar proses

pembelajaran berjalan efektif dan efisien untuk tercapainya tujuan. Dengan media yang tepat, mempermudah guru menyampaikan suatu konsep tertentu dan siswa lebih mudah menerima dan mendapatkan suatu konsep tertentu.

Untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep siswa, digunakan pedoman menurut Arikunto (2001: 245):

Bila nilai siswa ≥ 66, maka dikategorikan baik.

Bila 55 ≤ nilai siswa ≥ 66, maka dikategorikan cukup baik. Bila nilai siswa < 55, maka dikategorikan kurang baik.

B. Kerangka Pikir

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang menggunakan dua kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk membandingkan penguasaan


(48)

33 konsep siswa pada model pembelajaran STM dan DI . Sebagai peubah bebas adalah model pembelajaran STM dan DI Sedangkan penguasaan konsep melalui STM dan DI sebagai peubah terikat.

Proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber belajar utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan strategi belajar. Karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat lebih memberdayakan siswa sehingga siswa dapat lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Konsep-konsep fisika merupakan konsep yang cukup sulit untuk

dipelajari dan dipahami oleh siswa karena bersifat abstrak, oleh karena itu diperlukan metode yang menarik minat para siswa agar konsep fisika mudah diserap dan dipahami oleh setiap siswa. Rendahnya penguasaan atau

pemahaman tidak terlepas dari penggunaan metode, model, atau pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh para pendidik.

Salah satu model pengajaran yang tepat untuk membuat siswa

memahami terhadap konsep-konsep atau prinsip-prinsip fisika, dan juga menanamkan pemahaman siswa terhadap teknologi yang berkaitan dengan konsep tersebut, dan kemungkinan penggunaanya di dalam masyarakat atau dalam kehidupan sehari-sehari yaitu melalui model STM.

Kegiatan pembelajaran sans teknologi masyarakat mempunyai faktor beberapa pendukung. Model STM yang lengkap yang dilakukan oleh seorang guru cukup dilakukan satu kali saja dalam satu semester. Apabila dalam satu semester seorang guru melakukan satu kali pembelajaran dengan model STM maka siswa telah


(49)

34

Usaha dan Energi

Pembelajaran DI Langkah-langkah :

1. orientasi siswa terhadap masalah

2. penjelasan konsep, dengan

metode ceramah dan/atau demonstrasi,

3. latihan terstruktur,

4. latihan terbimbing.

5. Latihan mandiri

Penguasaan konsep

Penguasaan konsep

Kelas A Kelas B

Pretest Pretest

Pembelajaran STM Langkah-langkah :

1. Tahap apersepsi

mengemukakan isu atau masalah aktual

2. pembentukan konsep

3. Tahap aplikasi konsep

atau menyelesaikan masalah

4. Tahap pemantapan

konsep,

5. Tahap evaluasi

Posttest Posttest gain& N-gain Dibandingkan gain& N-gain

mengalami pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat sejumlah mata pelajaran yang ada di sekolah. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut kerangka pemikiran.


(50)

35

Dalam model STM siswa mampu menghubungkan realitas

sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas, peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan untuk mensikapi berbagai situasi yang

berkembang di dalam masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah dan peseta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggung jawab sosial. Dengan demikian dapat diduga bahwa model STM akan dapat mempertinggi pencapaian penguasaan konsep fisika siswa.

Alur kerangka pemikiran.

Gambar 2.3 Alur kerangka pikir

Ket:

X1 : Pembelajaran Model STM X2 : Pembelajaran Model DI Y : Penguasaan Konsep

X1

X2 Y2

Y1


(51)

36

C.

Hipotesis

a. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Seluruh siswa pada kedua kelompok percontoh mendapat materi pelajaran (pengalaman belajar ) yang sama

2. Faktor faktor lain yang mempengaruhi penguasaan konsep fisika selain variabel yang diteliti dianggap tidak berpengaruh atau diabaikan b. Hipotesis

1. Hipotesis Umum

Terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika pada siswa yang pengajarannya menggunakan pembelajaran STM dan DI.

2. Hipotesis Statistik

H0 : tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa yang

pengajarannya menggunakan model pembelajaran STM dan DI.

H1 : terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa yang pengajarannya menggunakan model sanis teknologi masyarakat dan DI.

Berdasarkan hipotesis di atas dan konsep dalam tinjauan pustaka maka diduga bahwa pembelajaran menggunakan model STM lebih baik dari pada


(52)

37

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 2 Trimurjo pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013 memiliki jumlah kelas VIII sebanyak tujuh kelas, satu diantaranya merupakan kelas unggulan. Oleh karena itu, populasi penelitian ini hanya siswa dari enam kelas yang bukan kelas unggulan. Dari enam kelas tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian secara acak dan

diperoleh kelas VIII D dan E .Pada siswa di kelas sampel tersebut diberikan pembelajaran menggunakan model pembelajaran STM dan model pembelajaran

DI.

B. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja. Purposive sampling juga bisa berarti sampling yang menentukan target kelompok tertentu. Ketika populasi yang diinginkan untuk penelitian ini adalah langka atau sangat sulit untuk ditemukan dan diajak untuk menyelesaikan studi, Jadi, dapat dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Berdasarkan populasi yang terdiri dari 7 kelas diambil 2 kelas sebagai sampel.


(53)

38

Keterangan:

1

O : nilai pretest

2

O : nilai posttest

1

X : pembelajaran STM

2

X : pembelajaran DI C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah bentuk desain quasi-eksprimen (eksprimen semu). Desain ini sangat lazim dan berguna dalam proses

pembelajaran.dengan tipe One-Group Pretest-Posttest Design. Sebelum proses pembelajaran dimulai dilakukan tes awal pretest (O1) untuk kedua kelompok, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penguasaankonsep siswa. Kemudian setelah akhir penelitian (selesai pertemuan pokokbahasan) diadakan tes akhir

posttest (O2) dengan butir yang sama pada keduakelompok. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Desain eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design

(Sugiyono, 2010: 110-111)

O1 X1 O2


(54)

39

Pada penelitian ini dilakukan tes awal prestest (O1) tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep siswa sebelum pembelajaran dimulai. Setelah

dilakukan prestest kemudian di analisis sejauh mana tingkat pemahaman siswa,kemudian didapat skor pretest. Jika sudah tahu tingkat pemahaman siswa kemudian pembelajaran dimulai dengan menggunakan model pembelajaran (X1 dan X2). Ketika pembelajaran menggunakan model pembelajaran sudan selesai maka diadakanlah posttest (O2), tujuannya untuk mengetahui keberhasilan dalam proses pembelajaran, dari hasil posttest didapat skor posttest.Dari masing-masing skor pretest dan posttest di analisis N-gainnya. N-gain diperoleh dari pengurangan skor posttest dengan skor pretest dibagi oleh skor maksimum dikurang skor

pretest.

D. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel yaitu variabel bebas dan veriabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran STM (X1) dan model pembelajaran DI (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah

penguasaan konsep (Y). Ada dua penguasaan konsep siswa yang diukur yaitu penguasaan konsep pada pembelajaran STM (Y1) dan penguasaan konsep pada pembelajaran DI (Y2).

Gambar 3.2. Bagan Alur Kerangka Pikir

X1

X2 Y2

Y1


(55)

40 E. Instrumen Tes

Instrumen yang digunakan adalah lembar soal tes pada proses pembelajaran untuk mengukur penguasaan konsep siswa pada saat pretest dan posttest. Pretest dan

Posttest yang diberikan berupa tes subjektif (uraian) berjumlah 10 soal, dan setiap nomor memiliki skor 10. Dengan tes bentuk uraian ini maka akan menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterprestasikan,

menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki, sehingga sangat cocok untuk menguji penguasaan konsep siswa.

Untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep, dapat diketahui dengan

menjumlahkan skor yang diperoleh siswa, kemudian mengklasifikasi ke dalam penguasaan konsep baik, penguasaan konsep cukup baik dan penguasaan konsep kurang baik. Hal ini berdasarkan kriteria penguasaan konsep berdasarkan

Arikunto dalam Rumiayati (2010: 22) bahwa jika skor nilai yang dicapai siswa lebih dari sama dengan 66 maka penguasaan konsep siswa baik, jika skor nilai yang dicapai siswa antara 56 sampai 65 maka penguasaan konsep fisika siswa cukup baik dan jika nilai skor yang dicapai siswa kurang dari sama dengan 55 maka penguasaan konsep siswa kurang baik.

F. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas


(56)

41

1. Uji Validitas

Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk

mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment

yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:

(Arikunto, 2008 : 72)

Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.

Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka koefisien korelasi tersebut

signifikan. Item yang mempunyai kerelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3.


(57)

42

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 dengan kriterium uji bila correlated itemtotal correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data merupakan construck yang kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat Arikunto (2010: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

Di mana:

r11 = reliabilitas yang dicari

Σσi2 = jumlah varians skor tiap-tiap item

σt2 = varians total

(Arikunto, 2010: 109)

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk

mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS 16.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang diukur berdasarkan skala alpha cronbach’s 0 sampai 1.


(58)

43

Menurut Sayuti dikutip oleh Sujianto dalam Saputri (2010: 30), kuesioner

dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha yang diinterprestasikan sebagai berikut:

No. Nilai Alpha Cronbach‘s kuesioner

1. 0,00 – 0,20 Kurang reliabel

2. 0,21- 0,40 Agak reliabel

3. 0,41- 0,60 Cukup reliabel

4. 0,61- 0,80 Reliabel

5. 0,81-1,00 Sangat reliabel

Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan pada sampel yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan menjumlahkan skor setiap nomor soal.

G.Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data berbentuk tabel yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest. Adapun bentuk pengumpulan datanya berupa tabel yang dijelaskan pada tabel, sebagai mana terlampir.

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Analisis Data

Untuk menganalisis kategori tes penguasaan konsep siswa digunakan skor gain yang ternormalisasi. N-gain diperoleh dari pengurangan skor postest dengan skor


(59)

44 pre pre post S S S S g max

pretest dibagi oleh skor maksimum dikurang skor pretest. Jika dituliskan dalam persamaan adalah

Keterangan:

g = N gain

post

S = Skor postest

pre

S = Skor posttest

m ax

S = Skor maksimum

Kategori: Tinggi : 0,7 N-gain 1 Sedang : 0,3 N-gain < 0,7 Rendah : N-gain < 0,3

Meltzer (2002) dikutip oleh Marlangen (2010: 34)

Untuk menganalisis peningkatan penguasaan konsep siswa digunakan skor pretest

dan posttest. Peningkatan skor antara tes awal dan tes akhir dari variabel tersebut merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan penguasaan konsep pada pembelajaran fisika antara STM dan model pembelajaran DI.

2. Pengujian Hipotesis

1. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:

O


(60)

45 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 _____ 2 ____ 1 1 1 2 ) 1 ( ) 1 ( n n n n s n s n X X t 1

H : data tidak terdistribusi secara normal Pedoman pengambilan keputusan:

b. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal.

c. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.

I. Uji Hipotesis

Jika data terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan statistik parametrik tes.

1) Uji t Untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample t Test)

Uji ini dilakukan untuk membandingkan dua sampel yang berbeda (bebas).

Independent Sample t Test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan.

Hipotesis O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep siswa pada pembelajaran

fisika antara model STM dengan Model pembelajaran DI.

1

H : Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep siswa pada pembelajaran fisika antara model STM dengan Model Pembelajaran DI


(61)

46

Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t dengan = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah diperoleh besar dan maka dilakukan pengujian dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

Kriteria pengujian

O

H diterima jika - O

H ditolak jika - < - atau >

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.

Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.


(62)

62

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

Ada perbedaan penguasaan konsep fisika siswa kelas VIIID dan VIIIE yang pembelajaran menggunakan model pembelajran STM dan DI. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian bahwa nilai rata-rata N-Gain penguasaan konsep fisika siswa berbeda antara kedua kelas eksperimen. Rata-rata hasil belajar fisika siswa pada materi energi dan usaha yang menggunakan model pembelajaran STM lebih baik dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar dengan menggunakan model DI. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata N-Gain hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran STM lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata N-Gain hasil belajar siswa yang menggunakan model DI.

B. Saran

Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dan analisis terhadap penguasaan konsep fisika siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Hendaknya pada pelajaran fisika materi Energi dan Usaha, guru menerapkan pembelajaran yang dapat menumbuhkan proses ilmiah siswa yaitu


(63)

63 pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat sehingga materi Energi dan Usaha diperoleh siswa dari penyelidikan atau penemuannya sendiri.

2. Model Pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran yang menekankan pada pengembangan sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat.

3. Agar pelaksanaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan diri dan perlengkapan secara matang. Dari mulai alat yang akan digunakan, mental guru dan pengetahuan, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif. Sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: PT Rineka Cipta

Arikunto, S.2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Dzaki, M. Faiq. 2009. Teori Konstruktivisme.(Online).

http://penelitiantindakan-kelas.blogspot.com/2009/03/teori konstruktivisme_06.html. (diakses 6 Februari 2012)

Eka, G. 2010. Model Pengajaran Langsung (Direct Intructiot). (Online)

http://ekagurunesama.blogspot.com/2010/07/model-pengajaran-langsung-direct.html tanggal 03 juli 2012

Fajar, Arnie. 2004. Portofolio Dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya

Hamalik, Oemar. 2000. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara

Maronta G, La. 2002. Pendekatan STM dalam Pembelajaran Sains di Sekolah.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Meltzer, D. E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible “Hidden Variable” in

Diagnostic Pretest Scores. Ames, Iowa: Department of Physics and Astronomy. [Online]. Diakses pada tanggal 13 Desember 2011 dari

http://www.physics.iastate.edu/per/docs/Addendum_on_normalized_gain.pd f

Novrizal, Ferdy.2010.Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika, skripsi.UIN SYARIF HIDAYATULLAH. Jakarta.

Poedjiadi,A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: Remaja Rosdakarya . 2010. Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Konterstual Bermuatan Nilai. Bandung: Rosdakarya


(65)

. 2011. Sains Teknologi Masyarakat, Bandung: Remaja Rosdakarya Prasetyo, Zhudan K.2006. Kapita Selekta Pembelajaran Fisika. Jakarta:

Universitas Terbuka

Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. MediaKom. Yogyakarta.

Purwanto. 2008. Upaya Mengembangkan Kecerdasan Majemuk (Multiple Inelligences)Peserta Didik SMK Melalui Penerapan Pendekatan STM Dalam Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta

Rumansyah dan irhasyuarna, 2006. Prospek Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi Masyarakat (STM) Dalam pembelajaran Kimia Di Kalimantan Selatan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 029 Tahun Ke-7

Rumiyanti, Leni. 2010. “Pengaruh Tingkat Berpikir dan Cara Belajar Siswa Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Pada Siswa Kelas XI IPA Semester

Genap YP UNILA Tahun Pelajaran 2009/2010”. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Sadia, I Wayan. 1999. Pengembangan Buku Ajar IPA Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP) Berwawasan Sains-Teknologi-Masyarakat. Singaraja:

Aneka Widya

Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Saputri, Novika. 2010. Pengaruh Fasilitas di Rumah dan Motivasi Belajar pada Pembelajaran Fisika melalui Metode Pemberian Tugas terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Trimurjo Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sari, Indah Leni. 2010Meningkatkan Aktivitas Minat dan Penguasaan Konsep Dengan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM).Universitas lampung. Bandar lampung.

Sofyan, A. dkk. 2005. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasisi Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press

Sudrajat, A. 2011. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction).(Online).


(66)

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sunarto.2010. www.gogle.co.id,http://sunartobs.wordpress.com/2009/03/02. diunduh tanggal 6 Februari 2012

Sutarto. 2005. Buku Ajaran Fisika dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep Fisika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Utomo, Pristiadi. 2010. Pembelajaran Fisika dengan pendekatan SETS. (online) http.//Ilmuan Muda.Wordpress.com. (Diakses tanggal 6 Februari 2012)

Yuliati.2006.”Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Hasil Belajar Fisika

Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Materi


(1)

46 Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t dengan = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah diperoleh besar dan maka dilakukan pengujian dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

Kriteria pengujian

O

H diterima jika -

O

H ditolak jika - < - atau >

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.


(2)

62

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

Ada perbedaan penguasaan konsep fisika siswa kelas VIIID dan VIIIE yang pembelajaran menggunakan model pembelajran STM dan DI. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian bahwa nilai rata-rata N-Gain penguasaan konsep fisika siswa berbeda antara kedua kelas eksperimen. Rata-rata hasil belajar fisika siswa pada materi energi dan usaha yang menggunakan model pembelajaran STM lebih baik dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar dengan menggunakan model DI. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata N-Gain hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran STM lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata N-Gain hasil belajar siswa yang menggunakan model DI.

B. Saran

Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dan analisis terhadap penguasaan konsep fisika siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Hendaknya pada pelajaran fisika materi Energi dan Usaha, guru menerapkan pembelajaran yang dapat menumbuhkan proses ilmiah siswa yaitu


(3)

63 pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat sehingga materi Energi dan Usaha diperoleh siswa dari penyelidikan atau penemuannya sendiri.

2. Model Pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran yang menekankan pada pengembangan sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat.

3. Agar pelaksanaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan diri dan perlengkapan secara matang. Dari mulai alat yang akan digunakan, mental guru dan pengetahuan, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif. Sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: PT Rineka Cipta

Arikunto, S.2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Dzaki, M. Faiq. 2009. Teori Konstruktivisme.(Online).

http://penelitiantindakan-kelas.blogspot.com/2009/03/teori konstruktivisme_06.html. (diakses 6 Februari 2012)

Eka, G. 2010. Model Pengajaran Langsung (Direct Intructiot). (Online)

http://ekagurunesama.blogspot.com/2010/07/model-pengajaran-langsung-direct.html tanggal 03 juli 2012

Fajar, Arnie. 2004. Portofolio Dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya

Hamalik, Oemar. 2000. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara

Maronta G, La. 2002. Pendekatan STM dalam Pembelajaran Sains di Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Meltzer, D. E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible “Hidden Variable” in

Diagnostic Pretest Scores. Ames, Iowa: Department of Physics and Astronomy. [Online]. Diakses pada tanggal 13 Desember 2011 dari

http://www.physics.iastate.edu/per/docs/Addendum_on_normalized_gain.pd f

Novrizal, Ferdy.2010. Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika, skripsi. UIN SYARIF HIDAYATULLAH. Jakarta.

Poedjiadi,A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: Remaja Rosdakarya . 2010. Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Konterstual Bermuatan Nilai. Bandung: Rosdakarya


(5)

. 2011. Sains Teknologi Masyarakat, Bandung: Remaja Rosdakarya Prasetyo, Zhudan K.2006. Kapita Selekta Pembelajaran Fisika. Jakarta:

Universitas Terbuka

Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. MediaKom. Yogyakarta.

Purwanto. 2008. Upaya Mengembangkan Kecerdasan Majemuk (Multiple Inelligences)Peserta Didik SMK Melalui Penerapan Pendekatan STM Dalam Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta

Rumansyah dan irhasyuarna, 2006. Prospek Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi Masyarakat (STM) Dalam pembelajaran Kimia Di Kalimantan Selatan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 029 Tahun Ke-7

Rumiyanti, Leni. 2010. “Pengaruh Tingkat Berpikir dan Cara Belajar Siswa Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Pada Siswa Kelas XI IPA Semester

Genap YP UNILA Tahun Pelajaran 2009/2010”. Skripsi. Bandar Lampung:

Universitas Lampung

Sadia, I Wayan. 1999. Pengembangan Buku Ajar IPA Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Berwawasan Sains-Teknologi-Masyarakat. Singaraja: Aneka Widya

Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Saputri, Novika. 2010. Pengaruh Fasilitas di Rumah dan Motivasi Belajar pada Pembelajaran Fisika melalui Metode Pemberian Tugas terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Trimurjo Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sari, Indah Leni. 2010Meningkatkan Aktivitas Minat dan Penguasaan Konsep Dengan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM).Universitas lampung. Bandar lampung.

Sofyan, A. dkk. 2005. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasisi Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press

Sudrajat, A. 2011. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction).(Online).


(6)

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sunarto.2010. www.gogle.co.id,http://sunartobs.wordpress.com/2009/03/02. diunduh tanggal 6 Februari 2012

Sutarto. 2005. Buku Ajaran Fisika dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep Fisika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Utomo, Pristiadi. 2010. Pembelajaran Fisika dengan pendekatan SETS. (online) http.//Ilmuan Muda.Wordpress.com. (Diakses tanggal 6 Februari 2012) Yuliati.2006.”Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Hasil Belajar Fisika

Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Materi Pokok Dinamika Partikel”. Skripsi. Bandar lampung. Universitas Lampung


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat pada konsep energi bernuansa nilai terhadap hasil belajar siswa

0 9 72

Pengaruh model pembelajaran sains teknologi masyarakat terhadap peningkatan penguasaan konsep fisika pada konsep usaha energi; penelitian kuasi eksperimen di SMP Negeri 48 Jakarta Selatan

0 28 162

Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBL dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah

1 30 322

Peningkatan Berfikir Kreatif Siswa Melalui Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Konsep Perubahan Lingkungan Dan Daur Ulang Limbah

0 2 11

PERBANDINGAN PARTISIPASI SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DENGAN INDIRECT INSTRUCTION DALAM PEMBELAJARAN SENAM.

0 5 45

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ENERGI PANAS.

0 3 51

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISTEM PENCERNAAN DAN KESADARAN SISWA MEMILIH MAKANAN.

0 0 43

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP ENERGI DAN KEMAMPUAN APLIKASI SAINS SISWA SD.

0 0 60

PERBEDAAN MODEL PROJECT BASED LEARNING DAN MODEL DIRECT INSTRUCTION DITINJAU DARI ASPEK KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI FISIKA PESERTA DIDIK SMA.

0 1 243

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran STM (Sains, Teknologi, Masyarakat) Menggunakan Media Peta Konsep Terhadap Minat Belajar

0 0 8