menolong nasabah yang tidak memiliki keuangan cukup untuk pembayaran tunai.
Sedangkan tujuan bagi nasabah yaitu: mencari pembiayaan untuk pemenuhan pengadaan asset atau modal usaha; mencari pengalaman
dalam berhubungan dengan bank; nasabah melakukan pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan.
b. Manfaat murabahah bagi bank antara lain: memperoleh keuntungan dari
selisih harga jual dengan harga beli barang tersebut; memiliki sistem yang sangat sederhana, sehingga memudahkan administrasinya.
Sedangkan manfaat bagi nasabah yaitu: menambah modal usaha; memperoleh sarana produksi secara terus menerus; meningkatkan
pendapatan yang diperoleh sebagai akibat dari pertambahan modal tersebut.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
1.
Diah Agustina Prameswari dengan judul “Peranan Studi Kelayakan
Pembinaan Terhadap Tingkat Non Performing Financing NPF”, Studi Kasus pada BPRS Harta Insan Karimah.
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2007, dengan hasil penelitian sebagai berikut:
a. Dengan analisa regulasi, diketahui bahwa BPRS menerima pembiayaan
dengan risiko rendah dan keuntungan tinggi seperti bidang usaha sembako, laudry, lapak. Karena ada perputaran yang cepat dan biaya
operasional rendah serta merupakan kebutuhan primer sembako.
Selain itu pembiayaan dengan risiko dan keuntungan rendah juga didanai, seperti usaha percetakan. Karena terdapat biaya operasional
yang rendah dan jarang menerima order per bulan. Sedangkan pembiayaan dengan risiko dan keuntungan tinggi, seperti
bidang usaha kontraktor dan material tidak diterima, karena biaya operasional yang relatif besar sehingga tidak dapat diminimalisir.
Selain itu pembiayaan dengan risiko tinggi dan keuntungan rendah juga tidak diterima, seperti bidang usaha tekstil, angkutan umum, salon
dan konveksi. Karena terdapat biaya operasional yang lebih besar dari pendapatan, banyaknya pesaing yang kompetitif serta terjadinya
penurunan terhadap minat masyarakat. b.
Dengan analisa ekonomi, melalui perhitungan Payback Periode PP, Net Present Value NPV dan Profitability Indeks PI, dengan asumsi:
1 Pembiayaan diterima jika nilai PP lebih kecil dari umur investasi.
Dengan rumus : Investasi Kas Bersih
2 Pembiayaan diterima jika nilai NPV lebih besar dari 1.
Dengan rumus: PV kas bersih – Investasi 3
Pembiayaan diterima jika nilai PI lebih besar dari 1. Dengan rumus : PV kas bersih
Investasi
Dengan analisa ekonomi tersebut, dapat terlihat nasabah mana yang patut diberikan pembiayaan dan yang tidak. Namun hal yang
terjadi di lapangan bahwa ada nasabah yang seharusnya ditolak justru diterima. Oleh karena itu muncullah pembiayaan bermasalah
dikarenakan kurangnya analisa mengenai laporan keuangan. c.
Keuntungan nasabah menurun, dikarenakan: daya beli masyarakat menurun, harga jual dan inflasi meningkat, volume barang tidak
semuanya terjual, barang bukan merupakan kebutuhan pokok. d.
Dilihat dari Profitabiliti Indeks PI, terjadinya kenaikan biaya disebabkan oleh: biaya bahan baku dari supplier dan perawatannya
meningkat, biaya sewa tempat usaha dan tenaga kerja meningkat, serta biaya konsumsi dan rumah tangga juga meningkat.
e. Dari keuntungan yang diperoleh nasabah, dapat dilihat bahwa pada jenis
usaha produksi, tingkat keuntungan yang diperoleh nasabah rendah. Hal ini dikarenakan: biaya produksi yang fluktuatif; memiliki risiko tinggi;
volume produksi tinggi yang tidak sebanding dengan jumlah barang yang terjual; produksi dilakukan secara massal; adanya pasar yang
sangat kompetitif; harga jual tinggi dibandingkan dengan harga barang import yang memiliki kualitas sama.
2.
Agus faizin, dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Konsep
Restrukturisasi Pembiayaan
Mudharabah Non
Performing dan
Pengaruhnya terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PPAP,
Analisis fiqh dan keuangan” Studi Kasus pada BNI Syariah . Penelitian ini
dilakukan pada tahun 2007, dengan hasil penelitian sebagai berikut: a.
Penggolongan pembiayaan mudharabah bermasalah didasarkan atas derajat kolektabilitas, yaitu prospek usaha, kinerja nasabah dan
kemampuan membayar angsuran pokok ditambah margin bagi hasil. Jika prospek usaha, kinerja nasabah menurun serta menunggak selama
90 hari, maka restrukturisasi ini dapat dilakukan. b.
Restrukturisasi pada BNI Syariah, dilakukan pada nasabah yang masih memiliki bisnis dan kondisi keuangan yang masih dapat diperbaiki. Dan
ada risiko bisnis yang bukan disebabkan oleh kelalaian mudharib dalam mengelola dana, seperti huru hara, bencana alam. Dapat dilakukan
dengan memberikan fasilitas pembiayaan ulang, penundaan pembayaran dengan memperpanjang jatuh tempo, memperkecil margin bagi hasil dan
merubah sistem pembiayaan dari profit and loss sharing menjadi revenue sharing.
c. Restrukturisasi dengan menambahkan pokok pembiayaan dan
pengurangan margin dapat mempengaruhi PPAP yang harus dibentuk. Sedangkan dengan penambahan waktu tidak mempengaruhi PPAP.
d. Dalam pengakuan laba setelah adanya restrukturisasi menggunakan cash
basis yang sesuai dengan PAPSI Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia yaitu pengakuan pendapatan pada pembiayaan
bermasalah diakui pada saat laba tersebut benar terjadi.
3.
Muhammad Irfansyah, dengan judul “Pengaruh Jumlah Pembiayaan yang
Disalurkan Terhadap Tingkat Rasio Non Performing Financing NPF” Studi Kasus pada PT Bank DKI Syariah
. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2007, dengan hasil penelitian sebagai berikut:
a. Jumlah pembiayaan yang disalurkan dengan tingkat rasio NPF mempunyai hubungan positif atau keterkaitan yang dapat dilihat dengan
menggunakan korelasi product moment yaitu untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel.
Karena t hit lebih besar dari t tab, maka dapat disimpulan menolak H0, artinya variabel x pembiayaan yang disalurkan terhadap y tingkat
rasio NPF terdapat hubungan positif. Kemudian dapat dilihat menggunakan analisa regresi linear sederhana,
dengan kesimpulan: 1
Mempunyai hubungan positif, artinya penambahan jumlah pembiayaan yang disalurkan akan merubah tingkat rasio NPF.
2 Koefisien regresi 0,0000067, artinya setiap adanya peningkatan
jumlah pembiayaan yang disalurkan sebesar 1, maka akan meningkatkan NPF sebesar 0,0000067.
3 Ketika jumlah pembiayaan yang disalurkan sebesar 0, maka tingkat
NPF sebesar 0,0039.
b. Faktor yang mempengaruhi timbulnya NPF antara lain: kurang tajamnya analisa diawal pengajuan pembiayaan oleh bank, kurang ketatnya
monitoring dan terganggunya usaha nasabah karena situasi politik. Timbulnya NPF akan berdampak buruk bagi bank maupun nasabah,
antara lain: tingkat kesejahteraan dan pendapatan bank mengalami penurunan serta nama nasabah akan buruk black list pada bank lain.
c. Penaganan pembiayaan NPF dilakukan dengan melihat kolektabilitas: 1
Pembiayaan lancar, dengan melakukan pemantauan usaha. 2
Pembiayaan dalam perhatian khusus, dengan memberikan surat teguran.
3 Pembiayaan kurang lancar dan diragukan, dengan melakukan
penagihan sesering mungkin dan memberikan saran serta solusi bagi usahanya.
4 Pembiayaan macet, melakukan reschedhuling atau restrukturing dan
eksekusi jaminan. d. Anggapan yang menyatakan bahwa tingkat NPF dapat diatasi dengan
memperbanyak jumlah pembiayaan itu tidak benar. Karena hanya akan menurunkan tingkat NPF dalam jangka pendek saja, sedangkan dalam
jangka panjang akan meningkatkan NPF. 4.
Diyani Alawiah, dengan judul “Analisa Pembiayaan Bermasalah dan
Pengaruhnya terhadap likuiditas” Studi Kasus pada PT Bank BRI,
Persero, Tbk. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2005, dengan hasil
penelitian sebagai berikut: a.
Dengan menggunakan hubungan korelasi didapat yang berarti antara pembiayaan bermasalah x dengan likuiditas y, terdapat hubungan
positif yang kuat. b.
Keeratan hubungan dihitung menggunakan KD koefisien determinasi, KD = 0,49 = 0,24 yang berarti 24 dari likuiditas
dipengaruhi oleh NPF, sedangkan sisanya 76 dipengaruhi oleh faktor lain.
c. Dalam menyalurkan pembiayaan Bank BRI Syariah lebih
mengutamakan pada sektor Usaha Kecil Menengah UKM yang tujuannya untuk mengurangi NPF.
d. Keberhasilan dalam menyalurkan pembiayaan terlihat dalam
peningkatan aktiva dari tahun ke tahun. Jika tidak ada peningkatan, maka bank gagal dalam menyalurkan pembiayaan. Kemudian dapat
juga dilakukan melalui pemantauan. e.
Untuk menyelamatkan pembiayaan bermasalah, dapat dilakukan dengan memberikan saran kepada nasabah untuk melakukan merger,
joint ventura, take over manajemen, akuisisi atau aliansi dengan perusahaan lain yang lebih baik, agar pengembalian pembiayaan
menjadi lancar.
5.
Churmah, dengan judul “Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
dalam Rangka Meningkatkan Aktifitas Perbankan Islam” Studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia.
Penelitian dilakukan pada tahun 2003, dengan hasil penelitian sebagai berikut:
a. Faktor penyebab pembiayaan bermasalah antara lain: tidak ada
pemisahan yang jelas antara hutang usaha dengan hutang pribadi; debitur kurang berpengalaman dan keterampilan dalam bidang keuangan
dan pengelolaan pemasaran; adanya unsur kesengajaan dengan memberikan data dan informasi yang tidak sesuai dengan keadaan;
kurangnya I’tikad yang baik dari debitur dalam hal pembayaran; dan terjadinya bencana alam.
b. Langkah penyelesaian pembiayaan bermasalah antara lain:
1 Dalam proses pemberian pembiayaan harus mengikuti prosedur
pembiayaan yang sehat, termasuk prosedur persetujuan pembiayaan, prosedur dokumentasi dan administrasi pembiayaan.
2 Identifikasi masalah yang menyebabkan pembiayaan bermasalah
dengan cara mendapatkan data perusahaan masa lalu dalam hal aspek keuangan, pemasaran, manajemen dan produksi.
3 Melakukan tindakan berupa: collection, yaitu penagihan secara
intensif disertai dengan surat peringatan pengambil alihan atas jaminan; rescedhuling atau reconditioning; likuidasi eksekusi
jaminan; dan hapus buku.
Selain penanganan melalui jalur hukum, dilakukan penanganan dengan mengembangkan SDI, untuk menumbuhkan budaya kerja yang mendukung
pemasaran dan tingkat pelayanan. 6.
Puguh Dwi Maryono, dengan judul “Penjadwalan ulang Rescedhuling
Alternative Terbaik Dalam Rangka Menekan Pembiayaan Macet dan Meningkatkan Kualitas Aktiva Produktif pada Bank BTN”.
Penelitian dilakukan pada tahun 2000, dengan hasil penelitian sebagai berikut:
a. Rescedhuling dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1 Penjadwalan Ulang Sisa Tunggakan PUST, dimana sisa tunggakan
dijadwal ulang untuk dibayar secara angsuran, sedangkan sisa pinjaman tetap berjalan sesuai dengan perjanjian baik jumlah
maupun jangka waktu. Sehingga debitur membayar 2 jenis angsuran, yaitu angsuran regular atas pokok pinjaman dan angsuran tunggakan.
2 Penjadwalan Ulang Sisa Pinjaman PUSP, dimana sisa tunggakan
yang ada ditambahkan pada sisa pokok pinjaman sehingga menjadi sisa pinjaman baru. Kemudian sisa pinjaman baru dijadwalkan
kembali massa angsurannya. Penjadwalan ini dibagi 2 berdasarkan massa angsurannya, yaitu:
a PUSP I, dimana angsuran baru tetap sama dengan angsuran
sebelumnya, sehingga angsuran bulannya lebih tinggi. b
PUSP II, dimana angsuran baru lebih panjang dari angsuran sebelumnya, sehingga angsuran bulannya lebih kecil.
Bank BTN Syariah menggunakan Penjadwalan Ulang Sisa Tunggakan. Dengan perhitungan Kualitan Aktiva Produktif KAP, sebelum dilakukan
rescedhuling memiliki nilai KAP sebesar 58,2 kurang sehat. Setelah dilakukan rescedhuling nilai KAP menjadi 67,4 cukup sehat.
Adapun keuntungan rescedhuling bagi bank antara lain: ada kepastian yang jelas dalam penyelesaian kredit macet; akan menaikkan KAP;
terhindar dari write off; tidak perlu adanya perhatian secara khusus; menghemat biaya pengawasan.
Sedangkan keuntungan bagi debitur, antara lain: tidak perlu menyediakan dana besar untuk melunasi tunggakan; dapat mengangsur
sesuai kemampuan; terhindar penyitaan barang jaminan; dan modal usaha tidak perlu untuk membayar angsuran.
7.
Ifah Latifah, dengan judul “Peranan Account Officer Dalam Menekan
Pembiayaan Bermasalah” Studi Kasus pada PT BPRS Harta Insan Karimah.
Penelitian dilakukan pada tahun 2007, dengan hasil penelitian: a.
Faktor penyebab pembiayaan bermasalah, antara lain: 1
Faktor intern, seperti petugas Account Officer dan system. Account Officer kurang baik dalam menganalisis data calon
nasabah. Sistem seperti pengawasan yang kurang intensif dari AO, sehingga permasalahan tidak terdeteksi secepat mungkin.
2 Faktor eksternal, seperti: kondisi usaha yang sedang menurun,
adanya I’tikad yang kurang baik dari nasabah dalam hal
pembayaran, nasabah kurang mampu dalam mengelola usaha, kebijakan Pemerintah
yang kadang tidak memihak pada
perkembangan usaha kecil dan menengah, sehingga menyulitkan berkembangnya usaha nasabah dan terjadi bencana alam.
b. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Account Officer, antara lain:
memproses calon nasabah sehingga menjadi nasabah dan membinanya; mengadakan dan menghadiri pertemuan dengan nasabah; membuat
anggaran kegiatan pemasaran dan promosi dan rencana kerja; melakukan pendekatan pemasaran dengan nasabah; membuat analisa
pembiayaan, surat keputusan dan penutupan asuransi; serta meneliti dan melaporkan aktivitas yang tidak normal.
c. Analisis dan proses kerja Account Officer, antara lain: menganalisa
permohonan pembiayaan dengan menggunakan prinsip 5 C serta aspek management, pemasaran, teknis, keuangan, yuridis dan sosio ekonomi;
mengumpulkan persyaratan administrasi; pembuatan proposal analisa pembiayaan, dengan langsung survey ke lapangan untuk melihat,
menganalisa dan menilai kelayakan usaha calon nasabah; memutuskan pembiayaan dan pembuatan Media Pencairan Pembiayaan MPP; serta
penanda tanganan dan realisasi pembiayaan. d.
Usaha Account Officer dalam mencegah pembiayaan bermasalah: berhati-hati dalam pemberian pembiayaan dengan mengikuti prosedur
dengan baik; melakukan pendekatan kepada nasabah dengan melakukan
kunjungan ke tempat usaha atau rumah nasabah untuk melihat penyebab permasalahan; mengadakan pengawasan secara terus menerus mengenai
penggunaan pembiayaan dan pengawasan terhadap perkembangan mutu usaha, gejala awal pembiayaan bermasalah, perkembangan cadangan
penghapusan pembiayaan,
dan sebagainya;
restrukturing atau
rescedhuling; dan write off . 8.
Mahmudah, dengan judul “Penyelesaian Pembiayaan Murabahah
Bermasalah” Studi kasus pada BNI Syariah, Penelitian dilakukan tahun
2005, dengan hasil penelitian sebagai berikut: a.
Faktor penyebab pembiayaan bermasalah dari sisi bank antara lain: kurang tajamnya analisa pada data keuangan; tidak terpenuhinya
kelengkapan persyaratan minimal
yang seharusnya; lemahnya
pemantauan terhadap perkembangan usaha, laporan keuangan dan kunjungan ke lokasi usaha; adanya persaingan antar bank syariah;
penyimpangan atas system dan prosedur yang berlaku. Sedangkan dari sisi nasabah antara lain: kondisi usaha yang sedang
menurun; adanya kondisi dan situasi yang berubah-ubah sehingga merubah sikap dan prilaku nasabah; terjadi PHK dengan nasabah.
b. Penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara: melakukan
pendekatan kepada nasabah untuk mengetahui penyebabnya; collection, yaitu penagihan secara intensif yang dapat dilakukan melalui 2 cara
yaitu: penagihan dengan persuasive melalui pengiriman surat peringatan
atas tunggakan, dan penagihan secara langsung dengan mendatangi langsung nasabah; rescedhuling; memberikan diskon atau potongan
yang dikenal dengan istilah PPDM Pemotongan Pelunasan Dalam Murabahah, berupa pemotongan pada margin saja bukan pada pokok
dan eksekusi jaminan serta Hapus buku Jika terjadi perselisihan antar kedua belah pihak, maka
diselesaikan melalui BASYARNAS. Hal ini dilakukan jika dalam akad disebutkan bahwa jika terjadi perselisihan, penyelesaiannya diserahkan
melalui BASYARNAS. 1.
Analisis Penelitian Terdahulu: Dari hasil penelitian terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebelum diberikan pembiayaan, pihak bank harus menganalisa terlebih dahulu khususnya kondisi keuangan nasabah. Agar dapat dilihat
kemampuan nasabah dalam mengangsur pembiayaan. Kemudian dilakukan pemantauan usaha maupun keuangannya agar
penyebab pembiayaan bermasalah dapat terdeteksi sedini mungkin. Setelah ada pembayaran yang tidak tepat waktu, bank memberikan surat
peringatan. Tetapi jika sudah ada tunggakan, bank melakukan restruktur atau rescedhul untuk mengatasinya. Jika belum menyelesaikan
pembiayaan dilakukan eksekusi jaminan dan hapus buku atau hapus tagih. Dalam penelitian yang dilakukan penulis, hanya membandingkan cara
penyelesaian pembiayaan bermasalah yang telah diteliti oleh peneliti
sebelumnya. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan, bahwa ternyata penanganan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh beberapa bank
itu sama. 2.
Kesimpulan Penelitian Terdahulu Dari beberapa bank yang sudah diteliti oleh peneliti sebelumnya
seperti BMI, BTN, BNI, BPRS Harta Insan Karimah, dan BPRS Risalah Ummat, dalam menangani pembiayaan bermasalah itu sama.
Hal ini dapat dilihat sebelum pemberian pembiayaan dilakukan, bank harus melakukan analisa terhadap data-data nasabah terlebih dahulu,
khususnya laporan keuangan, agar diketahui kemampuannya dalam mengangsur pembiayaan baik itu laporan keuangan usaha ataupun pribadi.
Kemudian setelah diketahui nasabah sudah menunggak, bank melakukan rescedhuling sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi
pembiayaan bermasalah yang juga dapat meningkatkan kualitas aktiva produktif KAP.
Pembiayaan bermasalah dapat ditempuh melalui jalur hukum ataupun pihak debt collector, tetapi dari semua bank yang diteliti peneliti
terdahulu, pembiayaan bermasalah belum ada yang sampai pada jalur hukum. Artinya pembiayaan bermasalah masih dapat diatasi sendiri
BAB III GAMBARAN UMUM