Metodologi Penelitian

BAB III Metodologi Penelitian

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini dilkukan di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sedangkan yang menjadi obyek penelitian adalah data-data variabel ekonomi khususnya data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bantul selama periode 5 tahun, yaitu tahun 2007-2011.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang di peroleh dari BPS Kabupaten Bantul dan BPS Provinsi DIY. Data ini berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHK Kabupaten Bantul dan produk domestik regional bruto (PDRB) ADHK di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

C. Teknik Analisis Data

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini, maka digunakan tiga alat analisis yaitu analisis LQ (Location Quotient) , analisis Shift Share, dan analisis Tipologi Klassen.

1. Analisis LQ Kegiatan perencanaan ekonomi yang dilakukan bertujuan untuk pengembangan sektor kegiatan ekonomi dimulai dengan melakukan proses identifikasi pada sektor unggulan atau potensial yang ada di daerah. Penentuan sektor-sektor ekonomi unggulan perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan di sisi lain mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu 1. Analisis LQ Kegiatan perencanaan ekonomi yang dilakukan bertujuan untuk pengembangan sektor kegiatan ekonomi dimulai dengan melakukan proses identifikasi pada sektor unggulan atau potensial yang ada di daerah. Penentuan sektor-sektor ekonomi unggulan perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan di sisi lain mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu

Setelah otonomi daerah, masing-masing daerah dapat dengan leluasa dalam mengatur dan menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan tersendiri merupakan prospek yang baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi perekonomian yang dimiliki suatu wilayah adalah LQ (Location Quotient ). Dalam penelitian ini, LQ digunakan untuk menentukan sektor- sektor ekonomi yang dominan yang dapat dikategorikan sebagai sektor basis pada kabupaten yang merupakan pusat pertumbuhan pada Propinsi DIY dengan membandingkan besarnya peranan suatu sektor disuatu Kabupaten Bantul terhadap besarnya peranan suatu sektor yang sama pada Propinsi DIY. Metode LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor disuatu daerah terhadap besarnya peranan pada sektor tersebut secara nasional. Adapun rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut (Arsyad,1999:142) :

Keterangan: LQ = Location Quotient

vi = Nilai sektor i di Kabupaten Bantul

vt = Total nilai PDRB Kabupaten Bantul Vi = Nilai sektor i di Propinsi DIY Vt = Total nilai PDRB Propinsi DIY Kriteria pengukuran LQ adalah sebagai berikut :

a) Bila nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat Kabupaten Bantul di Propinsi DIY sama dengan sektor yang sama pada perekonomian tingkat Propinsi DIY.

b) Bila nilai LQ > 1. Sektor tertentu merupakan sektor basis atau Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat Kabupaten Bantul di Propinsi DIY lebih besar dari sektor yang sama pada perekonomian tingkat Propinsi DIY.

c) Bila nilai LQ < 1. Sektor tertentu merupakan sektor non basis atau Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tertentu di Kabupaten Bantul di Propinsi DIY lebih kecil dari sektor yang sama pada perekonomian tingkat Propinsi DIY.

Metode location quotient (LQ) dibedakan menjadi dua, yaitu: staticlocation quotient (SLQ sering disebut LQ) dan dynamic location quotient (DLQ). Menurut Kadariah (1985), dasar dari pemikiran dalam penggunaan teknik LQ yang dilandasi teori ekonomi basis mempunyai makna sebagai berikut: karena industri basis itu menghasilkan barang dan Metode location quotient (LQ) dibedakan menjadi dua, yaitu: staticlocation quotient (SLQ sering disebut LQ) dan dynamic location quotient (DLQ). Menurut Kadariah (1985), dasar dari pemikiran dalam penggunaan teknik LQ yang dilandasi teori ekonomi basis mempunyai makna sebagai berikut: karena industri basis itu menghasilkan barang dan

a) Classic location Quotient (SLQ) Dirumuskan sebagai berikut :

SLQ =

Keterangan : Qi = Keluaran sektor i nasional (Propinsi DIY) qi = Keluaran sektor i regional (Kabupaten Bantul) Qn = Keluaran total nasional (Propinsi DIY) qr = Keluaran total regional (Kabupaten Bantul)

Berdasarkan formula tersebut menunjukkan bahwa koefisien LQ >

1, maka pada sektor tersebut cenderung akan mengekspor produksinya ke wilayah lain, atau mungkin ekspor ke luar negeri. Sedangkan jika nilai koefisien LQ < 1, ini berarti sektor tersebut cenderung mengimpor dari wilayah lain atau dari luar negeri.

b) Dynamic Location Quotient

Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah modifikasi dari SLQ,dengan mengakomodasi faktor laju pertumbuhan keluaran sektor ekonomi dari waktu ke waktu. DLQ dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (dimodifikasi dari Saharuddin, 2006):

Keterangan : DLQij = Indeks potensi sektor i di regional gij = Laju pertumbuhan sektor i di regional gj = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional Gi = Laju pertumbuhan sektor i di nasional

G = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di nasional t = Selisih tahun akhir dan tahun awal IPPSij = Indeks Potensi Pengembangan sektor i di regional IPPSi = Indeks Potensi Pengembangan sektor i di nasional

Nilai DLQ yang dihasilkan dapat diartikan sebagai berikut: jika DLQ > 1, maka potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di nasional. Namun, jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan sektor i di regional lebih rendah dibandingkan nasional secara keseluruhan. Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif.

TABEL 3.1 Identifikasi SLQ dan DLQ

Kurang Prosektif

2. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share adalah yaitu teknik yang dipakai dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional (Arsyad,1999 :139).Teknik ini menggambarkan performance (kinerja) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah dengan membandingkan perekonomian nasional, sehingga dengan alat analisis ini dapat diketahui dengan adanya pergeseran hasil pembangunan perekonomian daerah bila di daerah tersebut mendapatkan kemajuan yang sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional (Soepono,1993 : 44).

Rumus Shift Share Klassik : Dij = Nij + Mij + Cij Keterangan : Dij = Perubahan variabel output i di wilayah j Nij = Pertumbuhan ekonomi nasional Mij = Bauran industri sektor i di wilayah j Cij = Keunggulan kompetitif sektor i di wilayah j

Dimana : Dij = E*ij – Eij Nij = Eij . rn Mij = Eij .

Cij = Eij . (

Keterangan :

Eij = Pendapatan sektor i di wilayah j pada awal tahun analisis

(Tahun 2007) E*ij = Pendapatan sektor i tahun terakhir di wilayah j (Tahun

2011) r = Pertumbuhan r ij = Laju pertumbuhan sektor i di daerah j

r in = Laju pertumbuhan i di propinsi

= Laju pertumbuhan PDRB propinsi

Laju pertumbuhan PDRB propinsi maupun laju pertumbuhan sektor i di sekitar daerah j diperoleh dari :

ij r = (E*ij – Eij) /Eij rin = (E*ij – Ein) /Ein rn = (E*n – En) / En

Dimana : Eij = Pendapatan sektor i di wilayah j pada tahun 2007 E*ij = Pendapatan sektor i tahun 2011 di wilayah j Ein = Pendapatan sektor i di propinsi pada tahun 2007 E*in = Pendapatan sektor i tahun 2011 di propinsi En = nilai tambah PDRB propinsi pada tahun 2007 E*n = nilai tambah PDRB propinsi pada tahun 2011

Untuk suatu daerah pertumbuhan propinsi, bauran industri, dan keunggulan kompetitif dapat dijumlahkan untuk semua sektor Untuk suatu daerah pertumbuhan propinsi, bauran industri, dan keunggulan kompetitif dapat dijumlahkan untuk semua sektor

Dij = Eij.r + Eij r - r + Eij

3. Tipologi Klassen

Tipologi Klassen adalah alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi unggulan suatu daerah. Dalam hal ini analisis Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi suatudaerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih tinggi atau secara nasional. Hasil analisis Tipologi Klassen akan menunjukkan letak posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah.

Tipologi Klassen juga merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional, yaitu suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Di dalam pengertian ini, Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah dengan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau PDB per kapita (secara nasional).

Alat analisis Tipologi Klassen merupakan gabungan atau perpaduan antara alat analisis hasil bagi lokasi atau Location Quotient (LQ) dengan Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Tipologi Klassen dapat digunakan melalui dua pendekatan, yaitu sektoral maupun daerah. Data yang biasa digunakan dalam analisis ini adalah data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).

Tabel 3.2

Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral Kuadran I

Sektor maju dan tumbuh dengan pesat

g i> g, s i> s

Kuadran II

Sektor maju tapi tertekan

g i< g, s i> s

Kuadran III

Sektor potensial atau masih dapat

berkembang dengan pesat

g i> g, s i< s

Kuadran IV

Sektor relatif tertinggal

g i< g, s i< s

Tipologi Klassen dengan pendekatan sektoral menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut:

a) Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran sektor dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki kontribusi terhadap PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebu terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan si>s. Sektor dalam a) Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran sektor dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki kontribusi terhadap PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebu terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan si>s. Sektor dalam

b) Sektor maju tapi tertekan (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi memiliki kontribusi terhadap PDRB daerah (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi nilai sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi<g dan si>s. Sektor dalam kategori ini juga dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.

c) Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g),tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan si<s. Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming.

d) Sektor relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah daripada pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus memiliki kontribusi tersebut terhadap PDRB (si) yang lebih kecil daripada nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s).