Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

mulia, berwibawa, sehingga ia dapat menjadi teladan bagi peserta didik. Jadi yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan tingkah laku pribadi guru, yang kelak harus memiliki nilai- nilai luhur sehingga terpantul dalam perilaku sehari-hari. Ketiga, yang dimaksud dengan komptensi profesional adalah, seorang guru harus memiliki kemampuan yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran, yang meliputi: pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Keempat, kompetensi sosial, menurut ungkapan Ahmad Sanusi adalah: mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar, pada waktu melaksanakan tugasnya sebagai guru. 8 Imam Al-Ghazali menjelaskan gambaran terbaik bagi seorang pengajar yang mursyid adalah orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya, orang inilah yang disebut orang besar di kalangan para malaikat di langit. Dan tidak layak bagi seorang pengajar bersikap seperti jarum yang menjahit pakaian untuk yang lain sedang dia sendiri telanjang, atau seperti sumbu pelita yang memberikan penerangan kepada yang lain, sedang dia sendiri terbakar. 9 Selanjutnya Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa menjadi pengajar, hendaklah ia memelihara etika dan tugasnya sebagai berikut: 1. Menyayangi orang yang belajar kepadanya dan memperlakukannya sebagai anaknya. 2. Mengikuti jejak Rasul. 3. Janganlah ia menyimpan suatu nasihat untuk keesokan harinya, seperti larangannya mengemukakan tingkat yang lebih tinggi sebelum berhak diterima oleh muridnya, dan larangan menyelami ilmu yang samar sebelum ilmu yang terang dikuasainya. 4. Memberi nasehat kepada murid dan melarangnya dari akhlak-akhlak tercela, melalui kata-kata sindiran, tidak secara terang-terangan. 8 Fachruddin Saudagar dan Ali Udrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, Jakarta: Gaung Persada-GP Press, 2011, Cet. III, h. 31 - 63 9 Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya‟ „Ulumuddin, Terj.oleh Bahrun Abu Bakar. L.C. cet. I Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009, h. 32. Karena sesungguhnya ungkapan secara terang-terangan itu merusak wibawa yang menghijabi diri gurunya. 10 Berbagai usaha terus dilakukan agar tindak kekerasan dalam pendidikan seperti yang terjadi pada tahun-tahun silam atau pun terkadang masih kerap terjadi hingga saat ini, dapat diminimalisir bahkan sedapat mungkin dihapus dari dunia pendidikan. Kini secara nasional sedang diupayakan untuk mendesain sekolah ramah anak, yang secara konseptual bertujuan untuk mendidik dan melindungi anak-anak dengan memiliki prinsip-prinsip yang dapat diintegrasikan ke dalam bidang-bidang implementasi, meliputi: tanpa kekerasan, tanpa diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk tumbuh, serta penghargaan terhadap anak. 11 Guna mewujudkan usaha-usaha tersebut, maka guru berada pada garda terdepan merupakan sosok yang dapat mengambil peran penting sebagai posisi strategis dalam menyelenggarakan pendidikan. Guru tidak hanya memiliki kemampuan intelektual dalam mengemban tugasnya sebagai pendidik. Aspek lain seperti kecerdasan emosional dan spiritual semestinya juga harus dimiliki oleh seorang guru dalam membentuk karakter peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, skripsi ini mencoba mengungkapkan aspek kecerdasan ruhani bagi setiap guru dalam mendidik, guna membentuk karakter peserta didik berdasarkan petunjuk Al- Qur‟an.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan sekelumit permasalahan sebagaimana uraian pada latar belakang masalah, maka penulis melanjutkan dengan mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 10 Ibid., 32-33 11 “Sekolah Ranah Anak Menuju Pendidikan Ramah Anak”. Warta KPAI. Edisi III, 2013. h.5 1. Dalam mengajar, sebagian guru membekali dirinya, dengan lebih mengutamakan kecerdasan intelektual, sehingga mengabaikan sisi lain dari kecerdasan yaitu kecerdasan ruhani. 2. Sebagian guru mengenal murid-muridnya dalam batas lahiriah saja, bahkan ada guru yang tidak mengetahui nama muridnya sendiri, sehingga antara guru dan murid tidak memiliki hubunganikatan batin yang kuat. Apalagi guru hampir tidak pernah menyertakan murid-muridnya bagian dari lantunan doanya. Dengan kata lain, guru tidak mendoakan murid-muridnya agar mereka mendapatkan ampunan Allah dan kekuatan lahir batin dalam menjalani proses pendidikan serta sukses meraih cita-cita. 3. Sebagian guru masih memfokuskan diri sekedar mentrasfer pengetahuan kepada muridnya, dan belum secara maksimal berorientasi pada pembentukkan karakter.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka penulisan skripsi ini akan dibatasi pada pembahasan teori kecerdasan ruhani serta makna dan hakikat karakter menurut beberapa sumber data yang relevan dengan tema utama yaitu: Konsep Kecerdasan Ruhani Guru dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik Menurut Kajian Tafsir QS. 3Ali- „Imran: 159.

D. Perumusan Masalah

Dengan memahami hal-hal yang telah diuraikan, maka penulis mengajukan rumasan masalahnya, yaitu: bagaimana konsep kecerdasan ruhani guru dalam pembentukan karakter peserta didik menurut kajian tafsir QS. 3Ali- „Imran: 159?

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian

Berdasarkan perumusan masalahnya, maka penelitian ini bertujuan untuk memahami konsep kecerdasan ruhani guru dalam pembentukan karakter peserta didik menurut kajian tafsir QS. 3Ali- „Imran: 159. Dengan tujuan tersebut, kiranya penelitian ini juga memperoleh manfaat yaitu: 1. Untuk menambah khazanah pengetahuan khususnya bagi penulis, umumya bagi praktisi pendidikan, bapak-ibu guru dan para calon guru yang bercita-cita untuk mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan. 2. Menjadi perhatian para pemangku kebijakan pendidikan nasional, bahwa kajian ini sebagai kontribusi kecil dalam mendukung tujuan pendidikan, yang berorientasi pada pembentukan karakter. 3. Dapat digunakan oleh siapa saja sebagai rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut secara mendalam dan komprehensif. 9

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Acuan Teori

1. Dimensi Kecerdasan Manusia

Dalam kamus bahasa Indonesia, kecerdasan berarti kesempurnaan perkembangan akal budi. 1 Kecerdasan adalah anugerah Tuhan. Para ahli mengemukakan, bahwa terdapat beberapa kecerdasan dalam dimensi kemanusiaan. Wahyuni Nafis yang mengutip Robert Frager, mengungkapkan, manusia memiliki empat kecerdasan yaitu: kecerdasan jasmani, kecerdasan pribadi, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. Adapun kecerdasan spiritual berarti manusia telah dibekali aspek ruhaniah. 2 Pendapat lain tentang kecerdasan manusia, ialah: kecerdasan intelektual Intelektual Quotient – IQ, kecerdasan emosi Emotional Quotient – EQ, dan kecerdasan spiritual Spiritual Quotient – SQ. Menurut Toto Tasmara bahwa kecerdasan spiritual SQ adalah kecerdasan ruhani, kecerdasan jiwa yang bertumpu pada ajaran cinta mahabbah. 3 Manusia tercipta dari unsur tanah, kemudian hidup dengan ruh ilahi. Adanya unsur tanah, maka manusia dipengaruhi oleh kebutuhan yang sama dengan makhluk lainnya. Sedangkan unsur ruhani yang membedakan manusia dengan makhluk lain yang sekedar memenuhi kebutuhan jasmani makan, minum dan kebutuhan biologis. 4 1 W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. 1976 h. 201 2 Sururin, Perempuan dalam Dunia Tarekat: Studi tentang Pengalaman Beragama Perempuan Anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Jakarta: Kementerian Agama RI Direktorat Jendral Pendidikan Islam Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, 2012. h. 251-259 3 M. Furqon Hidayatullah,. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat Cerdas. Cet. Ke-3. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010. h. 209 4 Abdul Majid Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Cet. III. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2013. h. 75-79 Menurut Al-Ghazali 1058-1111, manusia terdiri dari dua bagian, yaitu badan dan jiwa. Badan adalah materi gelap yang kasar, tersusun, bersifat tanah, tidak sempurna, tercipta dari alam khalq. Sedangkan jiwa tidak bisa diukurditakar, karena itu ia tidak bisa dibagi. Antara badan dan jiwa terdapat hakikat manusia, maka hakikat manusia adalah ruhani, yang tercipta dari alam ‘amr. 5

2. R ūh Menurut Al-Qur’an

Pertanyaan mendasar: “apakah ruh itu?”. Al-Qur‟an berbicara tentang ruh: Berikut ini akan ditampilkan beberapa ayat al- Qur‟an tentang ruh: Dan mereka bertanya kep adamu tentang ruh. Katakanlah “ruh itu termasuk urusan Tuhan-Ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. QS. 17Al-Israa’: 85 Ayat ini menjelaskan bahwa hakikat ruh tidak dapat diketahui oleh manusia, kecuali sedikit ilmu yang diberikan oleh Allah untuk menyingkap fenomena ruh. Kalimat “ruh itu termasuk urusan Tuhan-Ku” berkemungkinan bahwa ia dalah sinonim dengan sesuatu. Maka ruh adalah bagian dari hal-hal yang besar, dan hanya diketahui oleh Allah SWT. Sedangkan penyandaran kata “amr” urusan adalah perkara yang pengetahuan tentangnya hanya dimiliki oleh Allah SWT. 6 5 Akhmad Sodiq, MA. “Transformasi Ruhani dalam Perspektif Al-Ghazali”. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 20081429. h. 31 6 Ali Abdul Halim Mahmud. Pendidikan Ruhani. Terjemahan dari at-Tarbiyatu al- Rūhiyyah oleh Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani Press. 2000. h. 67..