Bermusyawarah Analisis Kandungan QS. 3Ali- ‘Imran: 159

Tindakan dan sikap itu muncul dari dorongan jiwa yang sangat peka dan sensitif pada lingkungan. 51 Ketiadaan kelembutan, akan melahirkan perilaku kasar yang muncul dari hati yang keras. Jika guru berlaku kasar dan bertindak dengan hati keras dalam mendidik, maka sebagaimana kelanjutan ayat yang ditafsirkan ini, tentulah mereka peserta didik akan menjauhkan diri dari guru yang kasar. Hati dan jiwa peserta didik masih muda dan relatif masih suci, dalam proses perkembangannya untuk menuju tahap pendewasaan diri, sangatlah penting untuk dibimbing dengan pola asuh kelembutan, bukan dengan kekerasan. Mereka masih muda dan belumlah terkontaminasi dengan perilaku-perilaku yang mengakibatkan dosa besar. Karena itu apa alasan yang tepat untuk memperlakukan dengan kasar bahkan memperagakan kekerasan kepada peserta didik secara fisik mau pun secara kejiwaan? Padahal Musa dan Harun diperintahkan oleh Allah untuk berbicara dengan ucapan yang lemah lembut kepada Fir‟aun. Dengan kata lain, Fir‟aun yang mungkin sejak zaman Nabi Musa hingga kini, tidak ada seorang pun yang menandingi dosanya bahkan Fir‟aun mengaku dirinya tuhan, hal itu saja, ia masih diperlakukan lemah lembut, maka mengapa para guru selalu bersikap kasar kepada peserta didik yang masih relatif bersih dari dosa besar? Begitu pula sebenarnya cukup banyak hal dalam peristiwa perang Uhud yang dapat mengundang emosi manusia untuk marah. Namun demikian, cukup banyak pula bukti yang menunjukkan kelemahlembutan Nabi Saw. Perangai guru kasar akan membentuk perilaku negatif siswa secara lahiriah dan kejiwaan. Secara lahiriah, murid enggan mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru yang berperangai kasar, dengan cara selalu membolos. Sedangkan secara kejiwaan, mesikipun secara fisik selalu mengikuti pelajaran tidak membolos, namun dalam kondisi jiwa yang tertekan, murid tidak bebas bersikap dalam hal bertanya atau latihan menyampaikan pikiran, karena takut salah yang hanya memancing kemarahan 51 Rif‟at Syauqi Nawawi. Kepribadian Qur’ani, Cet. I, Jakarta: WNI Press, 2009. h. 98 guru. Konsekuensinya, peserta didik tidak memahami dengan baik menguasai pelajaran yang diajarkan oleh guru yang berperangai kasar. Kelembutan dalam mendidik melahirkan kehangatan yang dirasakan oleh setiap peserta didik. Dalam perspektif psikologi pendidikan, jika seorang guru tidak memiliki kehangatan dan kontrol sebagai pola asuhnya, guru tersebut adalah seorang yang lalai negligent. Akibatnya peserta didik menjadi nakal, tidak patuh, cepat frustasi, dan tidak mampu mengendalikan diri. 52 Guru yang berperilaku keras dan berhati kasar, telah menjadikan lembaga pendidikan laksana penjara di zaman penjajahan bahkan seperti di neraka, sebagai tempat penyiksaan seolah-olah peserta didik sebagai terdakwa kriminal atau sebagai pendosa besar yang tak dapat diampuni. Kondisi seperti ini pastinya membuat peserta didik enggan ke sekolah dikarenakan takut dan gelisah jika mendapatkan perangai guru seperti itu. Inilah menurut Kurt Singer 2000, sebagai schwarze paedagogik pedagogi hitam. 53 Bahwa guru berada pada garda terdepan dalam dunia pendidikan. Sehebat apa pun kurikulum yang dirumuskan oleh para pakar, tentulah dibutuhkan guru yang memiliki kecerdasan ruhani, dengan pola asuh kelembutan penuh kasih sayang dalam mendidik. Sudah saatnya untuk menciptakan lembaga pendidikan yang ramah lingkungan bagi peserta didik, guna menghasilkan kader-kader bangsa terbaik dengan sosok pribadi yang mumpuni yakni taat beragama yang dilandasi kekuatan iman dan takwa, serta pribadi yang santun berkarakter. Sosok guru dengan pola asuh kelembutan, dapat diharapkan untuk menjadikan sekolah sebagai surga bagi peserta didik, tempat mereka menemukan kegembiraan dan kebahagiaan dalam proses penggemblengan bakat serta menemukan jati diri. 52 Ahmad Baedowi. “Pendidikan Agama, Budaya Sekolah dan Isu Terorisme Mengkritisi Peran Departemen Agama dalam Pengelolaan Pendidikan” dalam Marwan Saridjo Penyunting. Mereka Bicara Pendidikan Islam: Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: DPP GUPPI bekerja sama dengan RajaGrafindo Persada dan Yayasan Ngali Aksara. 2009. h. 74 53 Rumadi. Sekolah: Surga atau Neraka. Inovasi Kurikulum: Menakar Kurikulum Berbasis Kompetensi. 01. 2003. h. 5