SLTP umumnya masih terkonsentrasi di kota. Masih banyak orangtua yang enggan bila anak perempuan mereka pergi ke sekolah yang jauh.
Kedua, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mahal biaya untuk bersekolah. Di keluarga miskin, orangtua lebih memilih untuk
menyekolahkan anak laki-laki daripada anak perempuan. Ketiga, keinginan orangtua untuk menyekolahkan anak perempuan berkaitan
dengan keinginan untuk memperbaiki hidup mereka dengan mendapatkan suami untuk anak perempuan mereka yang berpendidikan juga. Tetapi
seringkali orangtua tidak bisa melakukan investasi dalam pendidikan anak perempuan mereka karena tenaga anak perempuan dibutuhkan di rumah.
Investasi dalam pendidikan juga seringkali tidak dapat mereka rasakan karena anak perempuan menjadi anggota keluarga suami setelah mereka
menikah Ihromi, 1995:230-231.
2.2. Harta Warisan
Di banyak masyarakat, kekayaan diwariskan melalui garis patrilineal, tetapi tidak demikian di sebagian kecil masyarakat di mana
pewarisan mengikuti garis matrilineal seperti masyarakat Asante di Ghana, dam masyarakat Rembau di Malaysia, kontrol atas kekayaan dan
tanah cenderung tetap berada di tangan laki-laki atau anak laki-laki, perbedaannya adalah bahwa dalam sistem matrilineal laki-laki adalah
paman dari garis ibu, saudara laki-laki dan anak laki-laki dari perempuan. Di banyak negara Afrika Sub-Sahara: di Peru, Bolivia dan Paraguay: dan
di negara-negara Islam, perempuan tidak memiliki hak-hak waris yang
Universitas Sumatera Utara
sama dengan laki-laki. Menurut hukum Islam, waris yang diterima seorang anak perempuan dibatasi setengah dari yang diterima oleh anak laki-laki
karena anak perempuan diharapkan menikah dan kebutuhannya dipenuhi oleh suaminya, berarti membiarkan mereka tetap tergantung kepada laki-
laki. Di Afrika Sub-Sahara, hukum adat melakukan diskriminasi terhadap perempuan, hak tanah sering berpindah kepada laki-laki Mosse, 1996:72-
73. Di beberapa daerah, kebanyakan adalah daerah yang mempunyai
hukum parental, walaupun hal ini tidak selalu berlaku, terdapat aturan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki mendapat bagian warisan yang
sama. Demikianlah di Temiang Aceh, bagian anak laki-laki dan perempuan sama, sedangkan di bagian lain di Aceh berlaku dalam garis
besarnya hukum Islam. Di beberapa daerah Minahasa terdapat penyimpangan dari aturan biasa. Bahwa di daerah ini anak-anak
perempuan mendapat bagian yang lebih kecil. Begitu pula beberapa bagian pulau Jawa, misalnya di Banyuwangi menurut peribahasa “anak
lanang mikul, anak wadon nyunggi” seorang anak laki-laki memikul, seorang anak perempuan menjungjung, dengan perkataan lain bahwa
tanggungan seorang anak laki-laki adalah lebih berat dari pada tanggungan seorang anak perempuan, sehingga seyogyanyalah bahwa ia
memperoleh lebih banyak. Menurut suatu pemberitahuan asisten-residen wilayah Timor dalam
Adatrechtbundel XXIX, halaman 273, maka anak perempuan ikut mewarisi barang bergerak dan barang tak bergerak yang diperoleh semasa hidup,
Universitas Sumatera Utara
walaupun bagian anak perempuan kurang dari pada bagian anak laki-laki. Demikianlah misalnya keadaan di Nias, anak-anak perempuan di sana
mempunyai hak atas barang milik ibu, terutama pakaian dan perhiasan dan di beberapa temapat pula ayam. Demikianlah keadaannya di daerah
Gayo, anak-anak perempuan baru mendapat bagian yang penting dari harta bapaknya, bila mereka tidak mempunyai saudara laki-laki dan kawin
dengan orang luar daerah dengan perkawia “angkap”. Yang dimaksudkan di sini ialah “angkap ayah” yang berlainan dengan “angkap janji”, karena
perkawinan “angkap janji” hanya diadakan dengan orang Gayo yang belum dapat mengumpulkan emas kawin “onjok” dengan lengkap
Ihromi, 1994:231-244. Setiap orangtua selalu ingin mengumpulkan hatra sebanyak-
banyaknya untuk dapat ia wariskan kepada anak-anaknya atau bahkan untuk cucunya, terlebih lagi orangtua pada masyarakat Karo desa Lingga
mereka merasa jika mereka mempunyai harta atau tanah yang luas maka harga diri mereka terangkat atau mereka merasa prestise mereka di
tengah-tengah keluarga dan masyarakat terangkat. Oleh karena itu setiap orangtua selalu gigih untuk mencari uang dan menambah atau
memperluas tanah mereka dan setelah mereka tua, harta mereka akan diwariskan kepada anak-anaknya terutama kepada anak laki-laki,
jikalaupun anak perempuan dapat hanya bersifat pemberian dari saudara laki-lakinya seperti yang dituturkan informan saya Rudi Purba: 40 tahun
“adi herta warisen man anak dilaki kin. Soalna, adi anak sidiberu enca erjabu me ikut dilakina, ia kerajangenna sibagin dilakina kalah, lang gia
Universitas Sumatera Utara
adi anak dilaki, bicara orang tua sakit anak dilaki sinanggung jawapisa aminna gia usuren nge anak sidiberu kari njagaisa orangtua i rumah sakit
soalna adi anak dilaki me sibuk erdahin tapi adi masalah biaya pertambar eanak dilaki si ngusahakenca bicara anak diberu ngurupi tena paling-
paling siberekenna penukur gulen kai kari merhat orangtua, enca adi lit utang orang tua ibebanken man anak dilaki, anak dilakilah singgalarisa,
emaka herta e iserahken man anak dilaki, situhu tergantung orang tuana nge, tapi buen nge simerekenca man anak dilaki, adi anak diberu bicara
dat pe, perban mekuah te turangna, bekenna sepertelu herta warisen ndai” kalau harta warisan diserahkan kepada anak laki-laki. Karena, kalau
anak perempuan sudah menikah dia ikut suaminya dan bagian dia milik suaminya. Lagian anak laki-laki kalau orang tua sakit menjadi tanggung
jawabnya walaupun lebih sering anak perempuan yang menjagai dan merawat orangtua di rumah sakit karena anak laki-laki sibuk bekerja tapi
masalah biaya pengobatan anak laki-laki yang mengusahakannya kalaupun anak perempuan mau membantu paling-paling yang diberikanya
uang untuk membeli sayur atau makanan apa yang diinginkan orang tua, terus kalau orang tua juga punya utang dibebankan kepada anak laki-laki
atau yang membayar anak laki-laki. Sebenarnya tergantung kepada orang tuanya, tetapi kebanyakan orang tua memberikan kepada anak laki-
laki. Kalau anak perempuan dapat, karena saudara laki-lakinya merasa kasihan, maka dikasilah sepertiga dari harta warisannya.
Secara mendasar dapat dikatakan bahwa pada masyarakat Karo desa Lingga pemberian harta warisan diberikan berdasarkan garis
Universitas Sumatera Utara
keturunan Patrilineal, di mana berdasarkan garis keturunan ayah, oleh sebab itu semua harta warisan diberikan kepada anak laki-laki, karena
anak laki-lakilah kelak yang menggantikan posisi ayahnya dalam keluarga atau dapat dikatakan anak laki-laki adalah penerus marga ayahnya jika
ayahnya nanti sudah meninggal. Anak perempuan jikalaupun dapat hanya bersifat pemberian dari saudara laki-lakinya, namun jika seperti pakaian,
perhiasan, perkakas dapur dari orang tua selalu diberikan sebagian kepada anak perempuan atau dapat dibilang dibagi dua sama rata antara
anak laki-laki dan anak perempuan. Namun pada saat ini sudah banyak kita jumpai bahwa pada
masyarakat Karo sering terjadi pertengkaran antara anak laki-laki dan anak perempuan karena terjadi pembagian harta warisan yang tidak
seimbang antara anak perempuan dan anak laki-laki, namun karena pembagian harta warisan ini merupakan keputusan orang tua maka anak
perempuan tidak dapat berbuat apa-apa, yang dilakukannya hanyalah tidak mau lagi dekat atau tidak lagi mau berbicara tidak kompak lagi
dengan saudara laki-lakinya dalam beberapa waktu bisa 4 empat tahun sampai 5 lima tahun. Walaupun nantinya sudah baikan ia tidak akan
sekompak dulu lagi dengan saudara laki-lakinya nemjaga jarak, begitu juga sebaliknya dengan saudara laki-lakinya karena merasa kesal dengan
sikap saudara perempuannya, ia juga menjaga jarak dengan saudara perempuannya.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Ekonomi