Latar Belakang Ikan gurami Osphronemus goramy dan ikan mas Cyprinus carpio

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ikan gurami Osphronemus goramy dan ikan mas Cyprinus carpio

merupakan komoditi perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Salah satu sektor perikanan yang memiliki peluang pasar yang cukup baik adalah budidaya ikan gurami. Hal ini karena harga ikan gurami merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya seperti ikan mas, nila dan mujair. Namun, masa pemeliharaan ikan gurami mulai dari menetas telur hingga mencapai ukuran konsumsi 500 gekor adalah 1,5 tahun sedangkan pemeliharaan ikan mas dari menetas telur hingga mencapai ukuran 500 gekor hanya membutuhkan waktu sekitar 6 bulan Pertamawati, 2006. Akan tetapi, serangan penyakit dan gangguan hama dapat menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat kekerdilan, konversi pakan menjadi tinggi, periode pemeliharaan lebih lama, yang dapat meningkatkan biaya produksi, sehingga dapat menyebabkan menurunnya hasil panen serta kegagalan panen Kordi, 2004. Para peternak ikan menambahkan obat-obatan seperti antibiotik untuk menghindari masalah tersebut, karena dianggap sangat praktis, efektif dan murah. Menurut Martadinata 2002, penggunaan antibiotik saat ini telah meluas, tidak saja pada manusia, juga pada ternak ikan. Antibiotik selain digunakan untuk mencegah dan mengobati, juga dimanfaatkan untuk merangsang pertumbuhan dan produksi ternak. Jika pemberian antibiotik tidak sesuai dengan aturan medis dapat menimbulkan dampak negatif atau timbulnya residu pada produk ternak yang Universitas Sumatera Utara dapat mengganggu kesehatan manusia. Menurut Kordi 2004, salah satu contoh antibiotik yang sering digunakan oleh peternak ikan, yaitu kloramfenikol. Kloramfenikol diberikan melalui makanan, perendaman atau penyuntikan. Kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dan menjadi obat pilihan pada penyakit Tifoid salmonellosis. Efek samping penggunaan kloramfenikol adalah, dapat menyebabkan terjadinya gangguan saluran cerna, anemia aplastik, gray sindrom, alergi, dan resistensi Wattimena, dkk., 1999 ; Hadisahputra dan Harahap, 1994. Menurut Rancangan Standar Nasional Indonesia RSNI No. : 05 – TAN – 1996 batas kadar residu kloramfenikol yang masih diperbolehkan adalah 0,01 mgkg. Mutakin dkk, 2010 telah menentukan kadar residu kloramfenikol dalam jaringan ikan mas dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi di Universitas Padjajaran, menggunakan kolom Lichosper C-18, laju alir 1-2 ml menit dan fase gerak air – metanol 75 : 25 dengan waktu retensi 10 menit. Menurut SNI Standar Nasional Indonesia 7541.1:2009, metode pengujian residu kloramfenikol dalam daging, telur, susu, dan olahannya dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom C18, detektor UV panjang gelombang 270 nm dengan fase gerak metanol-air 1:1 dan laju alir 1 mlmenit. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui kadar residu kloramfenikol pada ikan gurami dan ikan mas di keempat pasar di kota Binjai menggunakan metode pengujian SNI 7541.1:2009 secara kromatografi cair kinerja tinggi KCKT. Universitas Sumatera Utara Metode identifikasi kloramfenikol pada ikan gurami dan ikan mas secara KCKT dilakukan dengan membandingkan parameter waktu tambat dari sampel terhadap waktu tambat kloramfenikol BPFI sedangkan penetapan kadarnya dilakukan dengan mensubstitusikan luas puncak kloramfenikol yang diperoleh ke persamaan regresi. Untuk menguji keabsahan metode yang digunakan dilakukan validasi. Parameter validasi yang diuji meliputi akurasi kecermatan, presisi keseksamaan, batas deteksi LOD dan batas kuantitasi LOQ.

1.2 Perumusan Masalah