Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Masyarakat Kabupaten Langkat Kecamatan Secanggang Desa Cinta Raja Dusun Ii Emplasemen PT. Buana Estate Tentang Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Jantung Koroner (Pjk)

(1)

RISIKO TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG

KORONER (PJK)

OLEH:

MUHAMMAD IKHSAN CHAN 110100307

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

RISIKO TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG

KORONER (PJK)

KARYA TULIS ILMIAH OLEH:

MUHAMMAD IKHSAN CHAN 110100307

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Judul : TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MASYARAKAT KABUPATEN LANGKAT KECAMATAN

SECANGGANG DESA CINTA RAJA DUSUN II EMPLASEMEN PT. BUANA ESTATE TENTANG FAKTOR RISIKO

TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

Nama : Muhammad Ikhsan Chan NIM : 110100307

Pembimbing, Penguji I,

(dr. Ali Nafiah Nasution, Sp.JP) (dr. Lambok Siahaan, MKT) NIP:19810414 200604 1 002 NIP: 19740370 200112 2 003

Penguji II,

(dr. Syamsul Bihar, MKK, Sp,P) NIP: 19821219 200812 1 004

Medan, Januari 2015 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular yang memiliki angka mortalitas yang tinggi di dunia. Di Indonesia, memiliki angka mortalitas yang meningkat dalam 10 tahun terakhir. Penyakit ini dapat dicegah jika faktor risiko nya diketahui setiap orang.

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat umum di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tentang penyakit jantung koroner.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampelnya adalah masyarakat umum sebanyak 96 orang yang diberi kuesioner yang terdiri dari 24 soal untuk menguji pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang penyakit jantung koroner seperti faktor resiko dan pencegahannya, penelitian ini dilakukan di Kecamatan Secanggang Kabupaten langkat pada bulan Juli-November 2014.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat mempunyai tingkat pengetahuan dalam kategori cukup sebanyak 64 orang (66,7%). Sedangkan mayoritas sikap responden dalam tingkat cukup sebanyak 58 orang (60,4%), dan mayoritas perilaku dalam tingkat cukup sebanyak 71 orang (74%).

Kesimpulannya secara keseluruhan masyarakat di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat mempunyai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku cukup tentang penyakit jantung koroner.


(5)

Coronary heart disease is leading cause of death in the world. In Indonesia, there is increasing mortality rate on this decade. This disease can be prevented if everyone know its risk factor.

The purpose of this study to know the description of the level of knowledge, attitudes, and behavior of the general public in Secanggang Langkat of Coronary Heart Disease.

This research is descriptive by using cross-sectional design. The sample is the general public as many as 96 people was given a questionnaire consisting of 24 questions to test their knowledge, attitudes, and behavior of coronary heart disease such risk factors and its prevention, this research was conducted in Secanggang Langkat district in July-November 2014.

The results of this study described that the majority of people in Secanggang Langkat district has moderate level of knowledge as many as 64 people (66.7%). While the majority of respondents in moderate level attitude as many as 58 people (60.4%), and the majority of behavior has moderate too as many as 71 people (74%).

In conclusion, the overall community in Secanggang Langkat has moderate level of knowledge, attitude, and behavior on coronary heart disease risk factor

.


(6)

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Kecamatan Secanggang Kabupaten Langat Tentang Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK)“. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat strata 1 kedokteran umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan keahlian. 3. dr. Ali Nafiah Nasution, Sp.JP selaku dosen pembimbing yang senantiasa

memberikan bimbingan dan dengan sabar membantu pelaksanaan penelitian ini. 4. dr. Juliandi Harahap, MA selaku dosen pembimbing statistik yang senantiasa

memberikan bimbingan mengenai metode penelitian.

5. dr. Lambok Siahaan, MKT dan dr. Syamsul Bihar, MKK, Sp.P selaku dosen penguji yang selalu memberi saran, kritik, dan masukan yang baik guna menyempurnakan proposal ini.

6. Ayahanda tercinta Armis Zubir, BBA, Ibunda tercinta Furyani Munir, abang saya drg. Aryudhi Armis, dr. Ilham Armis, dr. Adryansyah Caniago yang senantiasa memberikan dukungan serta doa hingga peneliti tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

7. Kepada Mutia Fri Fahrunnisa’ yang selalu memberi dukungan semangat, tenaga, dan perhatian lebih kepada saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

8. Sahabat penulis sekaligus teman satu kontrakan yaitu, Patria Fajar Wibowo dan Garry B. Gunawan yang senantiasa memberikan dukungan serta doa hingga peneliti


(7)

penelitian ini.

9. Teman satu kelompok yaitu Arif Randi P. Tbn yang selalu memberikan semangat dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan karya tulis ini.

10.Teman-teman Team KTI (Mukhamad Faried, Tesar Akbar Nugraha, M. Gusti Haryandi, M. Dana Arwanda, Muhammad Iqbal, Alvin Rinaldi Rambe, Muhammad Hendy, Catur Fariadhy, Fakhri Amin Nasution, Ikrar Rananta, dan Muhammad Ihsan Nasution) seperjuangan dalam pembuatan karya tulis ilmiah segenap angkatan 2011.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini banyak kekurangan, mengharapkan saran serta kritik demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, amin.

Medan, 7 Desember 2014


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Pengetahuan ... 4

2.1.1. Definisi ... 4

2.1.2. Tingkatan Pengetahuan Dalam Domain Kognitif ... 4

2.2. Sikap ... 5

2.2.1. Definisi Sikap ... 5

2.2.2. Komponen ... 5

2.2.3. Tingkatan ... 5

2.3. Tindakan ... 6

2.4. Penyakit Jantung Koroner ... 6

2.4.1. Definisi ... 6


(9)

2.4.3. Faktor – Faktor Risiko ... 7

2.4.3.1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah (non modifiable) ... 9

2.4.3.2. Faktor Risiko yang Dapat Diubah (modifiable) ... 11

2.4.3.3. Faktor Lainnya yang Dapat Menyebabkan PJK ... 20

2.4.4. Patogenesis ... 21

2.4.5. Gejala Klinis ... 26

2.4.6. Diagnosis ... 28

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI PERASIONAL... 30

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 30

3.2. Definisi Operasional... 31

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33

4.1. Jenis Penelitian ... 33

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

4.3. Populasi dan Sampel ... 33

4.3.1.Populasi Target ... 33

4.3.2.Populasi Terjangkau ... 34

4.3.3.Kriteria Inklusi ... 34

4.3.4.Kriteria Ekslusi ... 34

4.3.5.Sampel ... 34

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 35

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 35

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

5.2. Distribusi Karakteristik Responden Penelitian ... 37

5.3. Hasil Data Penelitian ... 38

5.3.1.Tingkat Pengetahuan ... 38

5.3.2.Sikap ... 40


(10)

5.4. Pembahasan ... ... 43

5.4.1.Tingkat Pengetahuan ... 43

5.4.2.Sikap ... 44

5.4.3.Tindakan... 45

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Faktor risiko PJK 9

Tabel 2.2. Kadar Lipid Serum Normal 13

Tabel 2.3. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 8 15 Tabel 2.4. Klasifikasi Internasional untuk dewasa berat badan 17 kurang, berat badan lebih dan obesitas menurut IMT,

WHO 2004

Tabel 2.5. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan 18 IMT dan lingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik

menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective : Redefining Obesity and its Treatment (2000) Tabel 2.6. Kadar GDS dan GDP sebagai patokan penyaring dan

Diagnostik 20

Tabel 3.7. Definisi Operasional 32

Tabel 5.8. Sebaran Responden Penelitian

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden 39 Penelitian

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan 40 Jenis Kelamin

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan 41 Usia

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Penelitian 42 Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Sikap Berdasarkan Jenis Kelamin 42 Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Sikap Berdasarkan Usia 43 Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Penelitian 44 Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Perilaku Berdasarkan Jenis Kelamin 44 Tabel 5.17. Distribusi Frekuensi Perilaku Berdasarkan Usia 45


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi arteri koronaria 8

Gambar 2.2. Patogenesis Atherosklerosis 27 Gambar 2.3. Gambar A adalah gambaran dari arteri koroner 28

jantung dan menunjukkan kerusakan (otot jantung yang mati) disebabkan oleh serangan jantung. Gambar B adalah penampang dari arteri koroner dengan penumpukan plak dan bekuan darah


(13)

DAFTAR SINGKATAN

Ang II : Angiotensin II

BB : Berat badan

CHD : Coronary Heart Disease

cm : Centimeter

DM : Diabetes Mellitus

EDRF-NO : Endothelium Derived Relaxing Factor EKG : Elektrokardiogram

GDP : Glukosa Darah Puasa

GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu GDS : Gula Darah Sewaktu

Gr : Gram

HDL : High- Density Lipoprotein

IASO : International Association for the Study of Obesity IMT : Indek Massa Tubuh

IOTF : The International Obesity Task Force

JNC 8 :The Eight report of The Joint National Committee on Pressure prevention, Detection, Evaluation, and Treatmen of High Blood

Kg : Kilogram

LDL : Low-Density Lipoprotein

m2 : Meter pangkat dua

mg : Milligram

mm : milimeter


(14)

MRI : Magnetic Resonance Imaging

NADPH : Nikotinamid adenin dinukleotida pospat tereduksi

NCEP-ATP III : National Cholesterol Education Program Adult Panel III

NO : Nitrous Oxidase

PDGF : Plattelet Derived Growth Factor PET Scan : Positron Emission Tomography PGI2 : Prostaglandin I2

PJK : Penyakit Jantung Koroner

TB : Tinggi badan

TGT : Toleransi Glukosa Terganggu Treatment of High Blood TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral WHO : World Health Organization WPR : Western Pacific Region


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 : Informed Concent Lampiran 3 : Kuesioner

Lampiran 4 : Ethical Clearance

Lampiran 5 : Surat Telah Melakukan Penelitian Lampiran 6 : Log Book


(16)

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular yang memiliki angka mortalitas yang tinggi di dunia. Di Indonesia, memiliki angka mortalitas yang meningkat dalam 10 tahun terakhir. Penyakit ini dapat dicegah jika faktor risiko nya diketahui setiap orang.

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat umum di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tentang penyakit jantung koroner.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampelnya adalah masyarakat umum sebanyak 96 orang yang diberi kuesioner yang terdiri dari 24 soal untuk menguji pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang penyakit jantung koroner seperti faktor resiko dan pencegahannya, penelitian ini dilakukan di Kecamatan Secanggang Kabupaten langkat pada bulan Juli-November 2014.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat mempunyai tingkat pengetahuan dalam kategori cukup sebanyak 64 orang (66,7%). Sedangkan mayoritas sikap responden dalam tingkat cukup sebanyak 58 orang (60,4%), dan mayoritas perilaku dalam tingkat cukup sebanyak 71 orang (74%).

Kesimpulannya secara keseluruhan masyarakat di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat mempunyai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku cukup tentang penyakit jantung koroner.


(17)

Coronary heart disease is leading cause of death in the world. In Indonesia, there is increasing mortality rate on this decade. This disease can be prevented if everyone know its risk factor.

The purpose of this study to know the description of the level of knowledge, attitudes, and behavior of the general public in Secanggang Langkat of Coronary Heart Disease.

This research is descriptive by using cross-sectional design. The sample is the general public as many as 96 people was given a questionnaire consisting of 24 questions to test their knowledge, attitudes, and behavior of coronary heart disease such risk factors and its prevention, this research was conducted in Secanggang Langkat district in July-November 2014.

The results of this study described that the majority of people in Secanggang Langkat district has moderate level of knowledge as many as 64 people (66.7%). While the majority of respondents in moderate level attitude as many as 58 people (60.4%), and the majority of behavior has moderate too as many as 71 people (74%).

In conclusion, the overall community in Secanggang Langkat has moderate level of knowledge, attitude, and behavior on coronary heart disease risk factor

.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit kardiovaskular yang banyak dijumpai di dunia dengan angka mortalitas teringgi (HIMAPID, 2008).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah ke otot jantung dengan membawa oksigen yang banyak. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat memicu penyakit ini yaitu gaya hidup, faktor genetik, usia dan penyakit penyerta yang lain (Norhasimah, 2010).

PJK sendiri masih menjadi masalah baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Eropa diperhitungkan 20- 40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Pada tahun 1999 penyakit jantung di Indonesia menempati urutan ketiga sebagai penyakit penyebab kematian, dibawah penyakit diare dan stroke (Johari, 2003).

Di Negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137% pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di Negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomer satu di dunia (HIMAPID, 2008).

Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial yang menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi triple burden disease. Namun tetap saja penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner-the silence killer. Tingginya angka kematian di


(19)

Indonesia akibat penyakit jantung koroner mencapai 26%. Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%, kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26.4%. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita (HIMAPID, 2008).

Berdasarkan wawancara dokter, gejala meningkat seiring bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 2% dan 3.6 %, menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi PJK yang didiagnosis dokter dengan gejala lebih tinggi pada perempuan (0.5% dan 1.5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak bekerja. Prevalensi PJK lebih tinggi diperkotaan (RISKESDAS, 2013).

Penyakit antung oroner merupakan penyakit yang sangat mematikan, namun penyakit ini dapat dicegah, terdapat banyak sekali faktor risiko untuk terjadinya penyakit ini, faktor risiko tersebut dapat kita kelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu faktor risiko yang dapat diubah, faktor risiko yang tidak dapat diubah, dan faktor risiko lainnya. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi kebiasaan merokok, hiperkolesterol, hipertensi, kurangnya aktifitas fisik, obesitas dan berat badan berlebih, dan diabetes melitus. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi, umur, jenis kelamin, dan keturunan. Faktor risiko lainnya meliputi, stress, alkohol, dan diet (Heart-Health Screenings. American Heart Association, 2010).

Dengan keadaan ini penulis tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tentang faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tentang faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner (PJK)?


(20)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tentang faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tentang faktor risiko terhadap terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan jenis kelamin. 2. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat

Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tentang faktor risiko terhadap terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan usia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada petugas kesehatan tentang tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tentang faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik melalui indra penglihatan,pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2005).

2.1.2. Tingkatan Pengetahuan Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2005), yaitu : a. Tahu

Suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Paham

Diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mampu menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis

Kemampuan untuk menjabarkan suatu obyek ke dalam komponen-komponen yang masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain, misalnya mengelompokkan dan membedakan.

e. Sintesis

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi


(22)

2.2. Sikap

2.2.1. Definisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu (Notoatmodjo, 2005).

2.2.2 Komponen Sikap a. Kognitif (cognitive)

Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. b. Afektif (affective)

Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.

c. Konatif (conative)

Komponen kognitif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo, 2005).

2.2.3. Tingkatan Sikap

Berbagai tingkatan menurut Notoatmodjo (2005) tediri dari: a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan sesuatu dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.


(23)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan/mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3. Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmodjo, 2005).

2.4. Penyakit jantung koroner 2.4.1. Definisi

Penyakit jantung koroner (PJK) ialah penyakit jantung akibat obstruktif pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan fungsi jantung terganggu. Sebab utama dari PJK adalah proses aterosklerosis, dimana prosesnya sudah mulai sejak saat lahir dan merupakan suatu proses yang progresif dengan terbentuknya plaque pada dinding arteri dan menyebabkan sirkulasi koroner terganggu. Gangguan pada aliran darah koroner mengakibatkan ketidakseimbangan antara penyediaan oksigen dalam darah dengan kebutuhan miokard, sehingga menimbulkan gejala-gejala klinik (Lilly et al, 2011).

2.4.2 Sirkulasi koroner

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil (Snell, 2012).

1) Arteria koronaria

Arteria koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteria koronaria ini terdapat di dalam sinus valsava dalam aorta, tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari arteria koronaria kanan dan kiri. Arteria


(24)

koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa kiri.

Gambar 2.1. Anatomi arteri koronaria

Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan intramiokardial yang khas. Arteria desendens anterior kiri membentuk percabangan septum yang memasok dua pertiga bagian anterior septum, dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral dari ventrikel kiri, permukaan posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteria sirkumfleksa. Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korelasi antara arteria koronaria dan penyediaan nutrisi otot jantung. Pada dasarnya arteria koronaria dekstra memberikan darah ke atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding inferior ventrikel kiri. Arteria sirkumfleksa sinistra memberikan darah pada atrium kiri dan dinding posterolateral ventrikel kiri. Arteria desendens anterior kiri memberikan darah ke dinding depan ventrikel kiri yang massif (Snell, 2012).


(25)

Aterosklerosis bukan merupakan akibat proses penuaan saja. Timbulnya “bercak-barcak lemak” pada dinding arteria koronaria bahkan sejak masa kanak-kanak sudah merupakan fenomena alamiah dan tidak selalu harus menjadi lesi aterosklerotik. Sekarang dianggap bahwa terdapat banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu (Price & Wilson, 2011).

Tabel 2.1. Faktor risiko PJK Faktor risiko yang tidak

dapat diubah (non modifiable)

Faktor risiko yang dapat diubah (modifiable)

Faktor lainnya yang dapat menyebabkan PJK

Umur Merokok Stress

Jenis kelamin Tinggi kolesterol dalam

darah Alkohol

Keturunan (termasuk ras) Hipertensi Diet dan nutrisi Kurang aktivitas fisik

Obesitas dan berat badan berlebih

Diabetes

Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Kerentanan terhadap aterosklerotik koroner meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap faktor-faktor aterogenik. Wanita agaknya relative kebal terhadap penyakit ini sampai setelah menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia sebelum menopause. Peningkatan kemungkinan timbulnya aterosklerosis premature bila riwayat keluarga positif terhadap PJK yaitu, saudara atau orang tua


(26)

yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun. Besarnya pengaruh genetik dan lingkungan masih belum diketahui. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya hidup yang menimbulkan stress atau obesitas. Faktor-faktor risiko tambahan lainnya masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat diubah dan memperlambat proses aterogenik (Price dan Wilson, 2011).

2.4.3.1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah (non modifiable) 1) Umur

Aterosklerosis merupakan penyakit yang mengikuti pertambahan umur dan seluruh faktor- faktor yang menyertainya, umur mempunyai hubungan yang kuat. Fatty streak muncul di aorta pada akhir dekade awal umur seseorang dan terdapat progresi pengerasan dari aterosklerosis pada sebagian besar arteri dengan bertambahnya umur. Sehubungan dengan konsep terkini pathogenesis aterosklerosis, terdapat respon inflamasi fibroproliferatif terhadap suatu injury dalam proses degeneratif yang berhubungan dengan usia. Jantung ketika usia tua cenderung tidak bekerja dengan baik. Dinding-dinding jantung akan menebal dan arteri dapat menjadi kaku dan mengeras, membuat jantung kurang mampu memompa darah ke otot-otot tubuh. Karena perubahan ini, risiko perkembangan penyakit kardiovaskular meningkat dengan bertambahnya usia, karena hormon seks mereka, perempuan biasanya dilindungi dari penyakit jantung sampai menopause, dan kemudian meningkatkan risiko mereka. Risiko aterosklerosis meningkat setelah usia 45 pada pria dan setelah usia 55 tahun pada wanita. Perempuan dengan umur 65 tahun atau lebih tua memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang sama dengan laki-laki dari usia yang sama (Price dan Wilson, 2011).

Hubungan antara umur dan ketebalan rata-rata dari tunika intima dan media dari arteri karotis komunis meningkat 0.007mm/tahun, 0.037mm/tahun pada arteri karotis interna, faktor risiko framingham meningkat 28.6% dan 27.5% untuk arteri karotis komunis dan arteri karotis interna. Umur dan jenis kelamin


(27)

berkontribusi sekitar 23.5% untuk arteri karotis komunis dan sekitar 22.5% untuk arteri karotis interna. Peningkatan tekanan darah sistolik juga meningkat sekitar 1.9% untuk arteri karotis komunis, dan kebiasaan merokok meningkatkan risiko 1.6% dalam meningkatkan ketebalan arteri karotis interna. Masing-masing ketebalan lapisan tunika intima dan median dalam setiap arteri koroner menjadi faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner (Polak et al, 2010).

Selain faktor umur dan ketebalan tunika intima dan media dari arteri karotis interna terhadap kejadian penyakit jantung koroner juga mempunyai kecendrungan untuk terjadinya stroke iskemik pada pasien yang berumur dibawah 45 tahun (Fromm et al. 2014).

2) Jenis Kelamin

Penyakit aterosklerotik secara umum sedikit terjadi pada perempuan, namun perbedaan tersebut menjadi sedikit menonjol pada dekade akhir terutama masa menopause. Hal ini dimungkinkan karena hormon esterogen bersifat sebagai pelindung. Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan metabolisme lemak pada laki-laki dan perempuan seperti tingginya kadar kolesterol HDL dan besarnya aktifitas lipoprotein lipase pada perempuan, namun sejauh ini belum terdapat jawaban yang pasti. Secara keseluruhan, pria memiliki risiko lebih tinggi serangan jantung dibandingkan wanita. Tetapi perbedaan menyempit setelah perempuan menopause. Setelah usia 65, risiko penyakit jantung hampir sama tiap jenis kelamin ketika memiliki faktor-faktor risiko lain yang serupa (Robbin et al. 2012).

3) Keturunan (ras)

Penyakit jantung koroner banyak ditemukan disebagian besar negara maju, jauh lebih jarang di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, dan Asia. Angka kematian untuk PJK di Amerika Serikat termasuk yang paling tinggi di dunia dan enam kali lebih besar dari pada angka di Jepang. Yang menarik, orang Jepang yang bermigrasi ke Amerika Serikat dan mengadopsi gaya hidup baru merak mendapat predisposisi mengidap PJK yang khas untuk populasi Amerika. Predisposisi familial aterosklerosis dan PJK kemungkinan beasar bersifat poligenik. Pada


(28)

sebagian kasus, predisposisi tersebut berkaitan dengan berkumpulnya sekelompok faktor risiko lain (Robbin et al. 2012).

Pada sebuah studi yang dilakukan pada populasi masyarakat di Eropa di dapati beberapa faktor genetik yang dimiliki oleh orang di Eropa yaitu rs4888378 di lokus BCAR1-CFDP1-TMEM170A di kromosom 16 sebagai penentu kode gentik yang memiliki ketebalan tertentu dari lapisan tunika intima dan tunika media di pembuluh darah arteri yang berdampak sebagai faktor risiko dari penyakit jantung koroner (Gertow et al, 2012).

Penelitian membuktikan bahwa terdapatnya hubungan yang erat antara penyakit ginjal kronis pada pasien diabetes melitus untuk terjadinya penyakit jantung koroner, hal ini berhubungan juga pada orang yang mempunyai gen alpha-1-kinase yang cendrung untuk terjadinya penyakit ginjal kronis pada pasien diabetes melitus. Secara tidak langsung adanya hubungan gen alpha-1-kinase sebagai faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner (Fujimaki et al, 2013).

2.4.3.2. Faktor risiko mayor dapat diubah (modifiable) 1) Merokok

Merokok tembakau atau perokok pasif dlm jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko PJK dan serangan jantung. Merokok memicu pembentukan plak pada arteri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko PJK dengan cara menurunkan level kolesterol HDL. Semakin banyak merokok semakin besar risiko terkena serangan jantung. Studi menunjukkan jika berhenti merokok maka akan menurunkan setengah dari risiko serangan jantung selama setahun. Keuntungan berhenti merokok terjadi tidak peduli seberapa lama merokok atau seberapa banyak merokok (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2013).

2) Tinggi kolesterol dalam darah

Hiperlipidemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar satu atau lebih lipid atau lipoprotein plasma. Oleh karena abnormalitas dapat juga disebabkan karena rendahnya kadar lipid tertentu, maka istilah yang dianjurkan adalah dislipidemia. Dislipidemia sendiri adalah suatu kelainan metabolisme lipid


(29)

yang ditandai oleh adanya suatu kenaikan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, trigliserid, kolesterol LDL, dan penurunan kadar kolesterol HDL.Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas primer yang tidak jelas suatu etiologinya dan sekunder yang memiliki penyakit dasar seperti pada sindroma nefrotik,diabetes melitus, hipotiroidisme.Selain itu dislipidemia dapat juga dibedakan berdasarkan profil lipid yang menonjol,seperti : hiperkolesterelomi, hipertrigliseridemia, isolated low HDL-cholesterol dan dislipidemia campuran, bentuk yang paling terakhir yang paling banyak ditemukan (Sudoyo et al, 2009).

Kapan disebut lipid normal, sebenarnya sulit dipatok pada satu angka, oleh karena normal untuk seseorang belum tentu normal buat orang lain yang disertai faktor risiko koroner multiple (Sudoyo et al, 2009).

National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP-ATP III) membuat batasan yang dapat digunakan secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang (Tabel 2.2.).

Tabel 2.2. Kadar Lipid Serum Normal

Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 mg/dl

Kolesterol total Keterangan

<200 Optimal

200-239 Diinginkan

≥240 Tinggi

Kolesterol LDL Keterangan

<100 Optimal

100-129 Mendekati optimal

130-159 Diinginkan

160-189 Tinggi


(30)

Kolesterol HDL

<40 Rendah

≥60 Tinggi

Trigliserid

<150 Optimal

150-199 Diinginkan

200-499 Tinggi

≥500 Sangat tinggi

Asam lemak trans dihasilkan dari proses hidrogenasi lemak tak jenuh atau melalui proses biohidrogenasi di perut dari hewan ruminansia. Vanaspati ghee dan margarin memiliki kadar asam lemak trans yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dari konsumsi asam lemak trans dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Peningkatan ini karena asam lemak trans meningkatkan rasio kolesterol LDL. Food and Agriculture Organization of the United Nations dan World Health Organization merekomendasikan untuk menurunkan konsumsi asam lemak trans dalam makanan sehari-hari sebanyak 4%. Tingginya prevalensi penyakit jantung koroner di Pakistan akibat dari tingginya konsumsi vanaspati ghee yang terdiri dari asam lemak trans sebanyak 14.2-34.3% yang bisa menjadi salah satu faktor risiko meningkatnya PJK di Pakistan. Riset lain membuktikan bahwa terjadi penurunan kejadian PJK di Asia bagian selatan dengan mengonsumsi rendah asam lemak trans. Riset di Denmark dalam periode 20 tahun terjadi penurunan insiden PJK sekitar 50% akibat mengonsumsi rendah asam lemak trans (Iqbal, 2014).

Dalam studi yang dilakukan di Finlandia, fatty liver meningkatkan terjadinya penyakit jantung koroner sebagai salah satu faktor risiko yang terjadi pada usia muda, disamping terdapatnya faktor risiko lain seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, tingginya kadar kolesterol LDL, indeks masa tubuh yang abnormal dan hipertensi (Pisto et al, 2014).


(31)

3) Hipertensi

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer untuk membedakan dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Hipertensi esensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi (Sudoyo et al, 2009).

Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa menurut The Eight report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 8) terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2 (Tabel 2.3.).

Tabel 2.3. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 8 Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik

(mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-90

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

Mekanisme kerusakan vaskular pada hipertensi.

Naiknya tekanan darah, sistolik maupun diastolik, meningkatnya risiko dari berkembangnya proses aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan stroke. Hubungan naiknya tekanan darah dengan kejadian penyakit jantung koroner tidak berdampak langsung, namun akibat dari lamanya tekanan darah yang meninggi dari normal. Tingginya tekanan sistolik berdampak langsung dari pada tingginya tekanan diastolik, khususnya pada orang tua. Hipertensi bisa mempercepat proses ateroskeloris melalui beberapa mekanisme. Studi yang dilakukan pada hewan


(32)

percobaan menunjukkan kerusakan endotelium pembuluh darah akibat naiknya tekanan darah dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan lipoprotein mudah melewatinya. Selain itu, meningkatnya hemodinamik stress menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah melalui mekanisme menambah reseptor scavenger pada makrofag, kemudian meningkatkan perkembangan sel busa. Ketengangan dinding pembuluh darah meningkat pada hipertensi yang berdampak pada peningkatan sel otot polos memproduksi proteoglikan dan berikatan dengan partikel LDL, meningkatkan akumulasi pada tunika intima dan perubahan proses oksidatif. Ang II sebagai mediator inflamasi bertindak tidak hanya sebagai vasokonstriktor tapi juga sebagai stimulasi terbentuknya stress oksidatif melalui mekanisme aktivasi NADPH oksidase, anion superoksida, dan sebagai sitokin proinflamasi (Lilly, 2011).

4) Aktifitas fisik

Aktifitas fisik mengurangi aterogenesis melalui beberapa cara, hal ini ditandai dari keadaan lipid profil dan tekanan darah, olahraga meningkatkan sensitifitas dari insulin dan produksi NO oleh sel endotel. Sebuah studi yang dilakukan pada laki-laki dan perempuan dengan aktifitas fisik yang cukup seperti berjalan kaki minimal 30 menit per hari dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner (Lilly, 2011).

Sebuah studi yang dilakukan di Denmark oleh sebuah Departemen Kardiologi Rumah Sakit Universita Bispebjerg Denmark dengan lama penelitan dari tahun 1976 sampai 2003 menunjukan bahwa aktifitas fisik selama 30 menit perhari dengan olah raga jalan kaki dan 20 menit olah raga berat menurunkan risiko terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung koroner (Saevereid, Schnohr, & Prescott, 2014).

5) Berat badan lebih dan obesitas

Berat badan lebih dan obesitas mengacu pada berat badan yang berlebihan daripada yang dinilai sehat untuk tinggi yang sesuai. Lebih dari dua per tiga orang Amerika dewasa memiliki berat badan lebih, dan hampir sepertiga tersebut obesitas. Penentuan berat badan lebih untuk anak-anak dan remaja berbeda


(33)

dengan dewasa. Anak-anak masih tumbuh, dan kematangan anak laki-laki dan perempuan pada keadaan yang berbeda (Sudoyo, 2009).

Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Ukuran untuk menentukan seorang obes atau berat badan lebih adalah berdasarkan berat badan dan tinggi badan yaitu indek massaa tubuh (IMT) berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter pangkat dua (BB kg/ TB m2 ) (Sudoyo, 2009).

Tahun 2004 WHO membuat klasifikasi berat badan berdasarkan IMT yang dibagi menjadi BB kurang, normal dan lebih (tabel 4), oleh karena rata-rata BB orang Eropa / Amerika serikat lebih tinggi dibandingkan orang Asia, maka pada tahun 2000 telah disusun pula oleh WHO klasifikasi IMT yang dianggap sesuai dengan orang Asia (Tabel 2.4.).

Tabel 2.4. Klasifikasi Internasional untuk dewasa berat badan kurang, berat badan lebih dan obesitas menurut IMT, WHO 2004

Klasifikasi IMT (kg/m2)

cut-off points utama cut-off points tambahan Berat badan kurang <18.50 <18.50

Sangat kurus <16.00 <16.00

Sedang 16.00 - 16.99 16.00 - 16.99

Ringan 17.00 - 18.49 17.00 - 18.49

Normal 18.50 - 24.99 18.50 - 22.99

23.00 - 24.99

Berat Badan Lebih ≥25.00 ≥25.00

Pre-obesitas 25.00 - 29.99 25.00 - 27.49 27.50 - 29.99

Obesitas ≥30.00 ≥30.00

Obesitas I 30.00 - 34.99 30.00 - 32.49

32.50 - 34.99

Obesitas II 35.00 - 39.99 35.00 - 37.49


(34)

Tabel 2.5. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective : Redefining Obesity and its Treatment (2000)

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Risiko Ko-Morbiditas Lingkar Perut

< 90cm (Laki-laki) ≥ 90cm (Laki-laki) <80cm(Perempuan) ≥80cm(Perempuan)

Berat Badan

Kurang < 18,5

Rendah (risiko meningkat pada masalah klinis lain)

Sedang

Kisaran Normal 18,5 – 22, 9 Sedang Meningkat Berat Badan

Lebih ≥ 23,0

Berisiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat

Obes I 25,0 – 29,9 Moderat Berat

Obes II ≥ 30,0 Berat Sangat Berat

Distribusi lemak dalam tubuh kita terdapat dua jenis penimbunan lemak yaitu: ginekoid dan android. Bentuk ginekoid adalah penimbunan lemak terutama dibagian bawah tubuh (bokong) sedangkan penimbunan lemak dibagian perut disebut bentuk android atau lebih dikenal dengan obesitas sentral/obesitas viseral. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan erat antara obesitas sentral dan faktor resiko penyakit kardiovaskuler yang tergolong dalam sindroma metabolik yaitu diabetes mellitus tipe 2, toleransi glukosa terganggu, hipertensi dan dislipidemia. Penurunan berat badan dengan diet, olahraga dan obat dapat memperbaiki profil lipid dan kendali glikemi yang lebih baik (Sudoyo, 2009).


(35)

Dalam hal ini berat badan lebih dan obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya PJK dan serangan jantung. Hal ini dikarenakan berat badan lebih dan obesitas dihubungkan dengan faktor risiko PJK lainnya, seperti tinggi kolesterol dalam darah, trigliserid, hipertensi, dan diabetes (Sudoyo, 2009).

Sebuah studi yang dilakukan pada anak-anak Estonian didapatkan hasil bahwa terdapat hasil yang signifikan penurunan akumulasi lemak dibagian tubuh bawah dengan perbandingan umur dan berat badan yang ideal (Wallner-Liebmann et al, 2012).

6) Diabetes Mellitus

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT seringkali berhubungan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT seringkali berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) atau kadar glukosa darah puasa (GDP) dengan puasa paling sedikit 8 jam, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) stándar, setelah pembebanan glukosa 75 gr orang dewasa atau 1,75 gr/kgBB untuk anak-anak, kemudian diperiksa kadar glukosa darahnya setelah 2 jam beban glukosa (Sudoyo, 2009).


(36)

Tabel 2.6. Kadar GDS dan GDP sebagai patokan penyaring dan diagnostik Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan

Diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum Pasti DM

DM

Kadar GDS (mg/dl)

Plasma vena <100 100-199 ≥200

Darah kapiler <9 90-199 ≥200

Kadar GDP (mg/dl)

Plasma vena <100 100-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-99 ≥100

Kriteria diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa bila kadar GDS (plasma vena) ≥ 200 mg/dl atau kadar GDP ≥ 126 mg/dl atau kadar gluko sa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah minum larutan glukosa 75 gram pada TTGO. Individu dengan DM mudah terjadi penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis, dan diyakini bahwa lebih dari dua pertiga kematian pasien DM akibat penyakit arterial (Sudoyo, 2009).

Predisposisi pasien diabetes untuk aterosklerosis berhubungan dengan proses non-enzimatik glikasi dari lipoprotein yang meningkatkan ambilan kolesterol oleh reseptor scavenger di makrofag atau kecendrungan protrombotik dan fase antifibrinolitik. Diabetes mempengaruhi fungsi dari endotel pembuluh darah dengan menurunkan bioavaibilitas NO dan meningkatkan perlengketan leukosit. Mengontrol kadar gulah darah pasien diabetes menurunkan risiko untuk komplikasi mikrovaskular seprti retinopati dan nefropati. Penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa menurunkan faktor risiko komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Pada pasien dengan diabetes tipe I dengan pengobatan yang intensif dan pemberian obat anti diabetes serta


(37)

mengontrol hipertensi dan dislipidemia menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke (Fauci et al, 2011).

2.4.3.3. Faktor lainnya yang dapat menyebabkan PJK 1) Stress

Stress dan ansietas dimungkinkan menjadi suatu sebab terjadinya PJK. Stress dan ansietas juga dapat menjadi pemicu vasokontriksi pembuluh darah arteri. Hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko dari serangan jantung. Hal yang paling sering dilaporkan pemicu serangan jantung adalah kejadian menyedihkan secara emosi, khususnya pada saat marah. Stress juga secara tidak langsung meningkatkan risiko PJK jika stress tersebut mengakibatkan keinginan untuk merokok atau makan makanan yang tinggi lemak dan gula (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).

Pengaruh stress terhadap pekerjaan juga dapat sebagai faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner (Toren et al, 2013).

2) Diet dan nutrisi

Diet yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko PJK. Misalnya, makanan yang tinggi lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol yang akan meningkatkan kolesterol LDL. Dengan demikian, maka harus membatasi makanan tersebut. Lemak jenuh ditemukan di beberapa daging, mentega, minyak kelapa, produk susu, coklat, makanan yang dipanggang, dan makanan goreng atau makanan yang diproses. Lemak trans ditemukan di beberapa makanan seperti margarin dan makanan yang digoreng dan diproses. Berbeda halnya dengan lemak tak jenuh, lemak ini justru menurunkan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan kolesterol HDL, lemak ini dapat kita temukan diberbagai jenis makanan seperti minyak jagung dan minyak kacang kedelai. Kolesterol ditemukan pada telur, daging, produk susu, makanan yang dipanggang, dan beberapa jenis kerang. Hal ini juga penting untuk membatasi makanan yang tinggi natrium (garam) dan tambahan gula. Diet tinggi garam dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi.


(38)

Tambahan gula akan memberi kalori tambahan tanpa nutrisi seperti vitamin dan mineral. Hal ini dapat menyebabkan berat badan meningkat, yang meningkatkan risiko PJK. Tambahan gula banyak ditemukan di makanan penutup, buah-buahan kalengan yang dikemas dalam sirup, minuman buah, dan minuman soda non diet (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).

3) Alkohol

Alkohol dapat menyebabkan obesitas, trigliserida tinggi, tekanan darah tinggi, stroke dan kanker. Alkohol akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini juga akan menambah kalori yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).

2.4.4. Patogenesis

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuannya untuk melebar. Dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga akan membahayakan miokardium yang terletak di sebelah distal dari daerah lesi. Aterosklerosis pada arteri besar dan kecil ditandai dengan penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endothel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos) (Price dan Wilson, 2011).

Pembuluh koroner pada penampang lintang akan terlihat 3 lapisan, yaitu tunika intima (lapisan dalam), tunika media (lapisan tengah), dan tunika adventitia (lapisan luar). Permukaan pembuluh darah bagian dalam dilapisi dengan lapisan sel-sel yang disebut endothelium. Tunika intima terdiri dari 2 bagian. Lapisan tipis sel-sel endotel merupakan lapisan yang memberikan permukaan licin antara darah dan dinding arteri serta lapisan subendothelium. Sel-sel endothel ini memproduksikan zat-zat seperti prostaglandin, heparin dan activator plasminogen yang membantu mencegah agregasi trombosit dan vasokonstriksi. Selain itu


(39)

endotel juga mempunyai daya regenerasi cepat untuk memelihara daya anti trombogenik arteri. Jaringan ikat menunjang lapisan endotel dan memisahkannya dengan lapisan lain. Tunika media merupakan lapisan otot di bagian tengah dinding arteri yang mempunyai 3 bagian : bagian sebelah dalam disebut membran elastis internal, kemudian jaringan fibrous otot polos dan sebelah luar membrane jaringan elastis eksterna. Lapisan tebal otot polos dan jaringan kolagen, memisahkan jaringan membran elastik eksterna dan yang terakhir ini memisahkan tunika media dan adventisia. Tunika adventisia umumnya mengandung jaringan ikat dan dikelilingi oleh vasa vasorum yaitu jaringan arteriol. Lapisan endothelium bertindak sebagai saringan selektif (selective filter) untuk dinding pembuluh darah dan bertindak sebagai penghubung (interface) antara darah dan dinding pembuluh darah karena endothel adalah lapisan terdalam dari pembuluh darah, dia mengadakan kontak langsung dengan darah. (Junqueira, Carlos, Carneiro, dan Kelly, 2012).

Ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menyebabkan PJK atau infark miokardium. Terdapat suatu keseimbangan kritis antara penyediaan dan kebutuhan oksigen miokardium. Berkurangnya penyediaan oksigen atau meningkatnya kebutuhan oksigen ini dapat mengganggu keseimbangan ini dan membahayakan fungsi miokardium. Bila kebutuhan oksigen meningkat maka penyediaan oksigen juga meningkat. Sehingga aliran pembuluh koroner harus ditingkatkan. Iskemia adalah kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversible. Iskemia yang lama akan menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Secara klinis, nekrosis miokardium dikenal dengan nama infark miokardium. Dalam beberapa dekade terakhir telah dilakukan penelitian yang intensif dari proses aterosklesrosis, terutama yang berhubungan dengan pathogenesis dan epidemiologinya, serta tindakan prevensi dengan memperhatikan faktor-faktor predisposisinya. Pada proses aterosklerosis ada 3 tahap dan ketiga tahap ini dapat dijumpai pada satu penderita (gambar 2.2.) (Lilly, 2011).


(40)

Intima arteri di infiltrasi oleh lipid dan terdapat fibrosis yang minimal. Lapisan berlemak yang memanjang atau berkerut-kerut terdapat pada permukaan sel otot polos. Kelainan ini sudah dijumpai di aorta pada bayi yang baru lahir dan akan dijumpai dalam jumlah yang lebih banyak pada anak-anak berumur 8 – 10 tahun pada aterosklerosis aorta di negara-negara barat. Lapisan berlemak pada arteri koronaria mulai terlihat pada umur 15 dan jumlahnya akan bertambah sampai pada dekade ke-3 dari umur manusia. Lapisan berlemak ini berwarna agak kekuning-kuningan dan belum atau sedikit menyebabkan penyumbatan dari arteri koronaria. Sel endothelial yang dilapisi oleh fatty streak akan memberikan gambaran histologi dan fungsi yang abnormal. Fatty streak biasanya berkembang pada lokasi dimana terjadi sel endothel yang luka, sehingga menyebabkan molekul-molekul besar seperti LDL dan dapat masuk ke dalam jaringan subendothelium. Jika LDL sudah masuk ke dalam jaringan subendothelium, maka akan terjebak dan akan tetap berada di dalam jaringan subendothelium, hal ini disebabkan karena terikatnya LDL dengan glikomynoglikan. LDL yang terjebak ini lama kelamaan akan mengalami modifikasi karena adanya radikal oksigen yang bebas di sel endothelial, yang merupakan inhibisi dari aterosklerosis. Modifikasi LDL in akan mengalami 3 proses penting yaitu (a) mereka akan dimakan oleh monosit menjadi makrofag, (b) makrofag ini akan menetap pada jaringan subendothelium dan (c) modifikasi LDL ini akan membantu sel mengambil lipid dalam jumlah yang besar.

2) Tahap II – Plaque progression

Lapisan berlemak menjadi satu dan membentuk lapisan yang lebih tebal, yang berkomposisi lemak atau jaringan ikat. Plak ini kemudian mengalami perkapuran. Tahap ini sering dijumpai mulai umur 25 tahun di aorta dan arteri koronaria di negara – negara dimana ada insidens yang tinggi dari aterosklerosis. Plak yang fibrous ini berwarna agak keputih-putihan. Karena plak yang fibrous ini agak tebal, ia dapat menonjol ke dalam lumen, dan menyebabkan penyumbatan parsial dari arteri koronaria. Salah satu penyebab terjadinya perubahan dari fatty streak ke lesi fibrotik adalah adanya lesi fokal yaitu hilangnya jaringan endothelial yang melapisi fatty streak. Hilangnya lapisan tersebut disebabkan oleh


(41)

adanya peregangan dari sel-sel yang mengalami gangguan fungsi pada deformasi dinding arteri atau karena toksin oleh sel busa. Pada lokasi sel yang hilang ini, platelet akan melekat dan akan terjadi pengeluaran faktor-faktor yang akan menyebabkan perkembangan dari lesi. Heparinase merupakan salah satu enzim yang memecah heparin sulfat (sebuah polisakarida pada matriks ekstraselular) yang menghambat migrasi dan proliferasi dari sel otot polos. Kombinasi dari penurunan kadar heparin dan kurangnya PGI2 dan EDRF-NO karena el endothelial yang luka menyebabkan sel otot polos berubah dari sel yang dapat berkontraksi menjadi sel tidak dapat berkontraksi lagi sehingga terjadi pengeluaran sekresi enzim-enzim pada matriks ekstraselular, yang membuat mereka dapat bermigrasi ke dalam intima dan berproliferasi. Migrasi sel otot polos ke dalam intima dibantu oleh PDGF yang mengalami mitosis.

3) Tahap III – Plaque disruption

Tahap ke – 3 ini terdapat dalam jumlah banyak dengan meningkatnya umur. Bagian inti dari plak yang mengalami komplikasi ini akan bertambah besar dan dapat mengalami perkapuran. Ulserasi dan perdarahan menyebabkan trombosis, pembentukan aneurisma, dan diseksi dari dinding pembuluh darah yang menimbulkan gejala penyakit. Faktor-faktor yang menyebabkan pecahnya plak adalah adanya aliran turbulensi atau mekanisme stress peregangan, perdarahan intraplak karena rupturnya vasa vasorum, peningkatan stress pada dinding sirkumferensial dinding arteri pada penutup fibrotik karena adanya penimbunan lipid, dan adanya pengeluaran enzim-enzim yang dikeluarkan oleh makrofag untuk memecah matriks. Sejalan dengan pecahnya plak maka proses lainnya seperti thrombosis, adhesi platelet, agregasi platelet dan koagulasi akan terjadi. Koagulasi akan dimulai oleh karena bercampurnya darah dengan kolagen di dalam plak dan faktor jaringan tromboplastin yang diproduksi oleh sel endothelial dan makrofag di dalam lesi fibrotik. Faktor jaringan akan membuat faktor VII mengaktifkan faktor X, yang akan mengkatalisasi konversi dari protrombin menjadi thrombin, yang akhirnya mengalami polimerasi untuk menstabilkan thrombus. Trombin akan menstimulasi terjadinya proliferasi selular


(42)

pada lesi dengan mengeluarkan deposisi platelet tambahan dan pengeluaran PDGF dan menstimulasi sel-sel lain untuk mengeluarkan PDGF.

Trombosis dapat terjadi karena adanya lipoprotein yang menghambat trombolisis dengan menghambat konversi dari plasminogen menjadi plasmin. Tergantung pada keseimbangan antara trombotik dan proses trombolitik, thrombus dapat mengalami beberapa kejadian yang berbeda. Trombus dapat mengalami disolusi (hilang) sehingga pasien tidak mengalami gejala atau dapat menempel pada proses aterosklerotik sehingga penyumbatan lumen arteri bertambah besar dan menyebabkan gejala klinik. Pecahnya plak juga akan menyebabkan gejala klinik, karena pecahan plak akan berjalan bersama aliran darah dan menyumbat pembuluh darah distal yang ukurannya lebih kecil. Jika pecahannya sangat besar maka akan memungkinkan untuk menyumbat pembuluh darah besar (Lilly, 2011).

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteria koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti dengan perubahan vascular yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menjadi genting, membahayakan miokardium distal dari daereh lesi. Terhalang atau tersumbatnya pembuluh arteri dapat disebabkan oleh pengendapan kalsium, kolesterol lemak dan lain-lain substansi, yang dikenal sebagai plak. Dalam periode tersebut deposit ini tertimbun secara perlahan-lahan yang akhirnya diameter di arteri koroner yang masih dapat dilalui darah makin lama semakin sempit, sampai pembuluh tersebut tidak dapat dilewati darah sesuai dengan kebutuhan otot jantung (Price dan Wilson, 2011).


(43)

Gambar 2.2. Patogenesis Atherosklerosis 2.4.5. Gejala Klinis

Gejala umum dari PJK adalah angina. Angina adalah nyeri atau ketidaknyamanan di dada jika pada daerah otot jantung tidak mendapatkan cukup darah yang kaya oksigen. Angina mungkin terasa seperti tertekan atau seperti diremas di daerah dada. Dapat juga dirasakan di bahu, lengan, leher, rahang, atau punggung. Nyeri cenderung memburuk saat aktivitas dan hilang saat istirahat. Stress emosional juga dapat memicu rasa sakit. Gejala umum lain PJK adalah sesak napas. Gejala ini terjadi jika PJK menyebabkan gagal jantung. Bila memiliki gagal jantung, jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sehingga terbentuk cairan didalam paru-paru, yang mengakibatkan sulit untuk bernapas (Sudoyo et al, 2009).

Tingkat keparahan gejala ini bervariasi. Mungkin bisa lebih parah jika penumpukan plak terus menerus yang mempersempit arteri koroner. Beberapa orang yang memiliki PJK, mereka biasanya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala, suatu kondisi yang disebut “Silent CHD”. Penyakit ini tidak dapat didiagnosis sampai seseorang tersebut memiliki tanda-tanda atau gejala serangan jantung, gagal jantung, atau aritmia (detak jantung tidak teratur).

1) Serangan jantung

Sebuah serangan jantung terjadi jika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot jantung tiba-tiba menjadi tersumbat. Hal ini dapat terjadi jika daerah plak dalam arteri koroner pecah. Fragmen sel darah yang disebut platelet


(44)

menempel ke lokasi cedera dan dapat mengumpul untuk membentuk bekuan darah. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka sebagian besar atau benar-benar akan memblokir aliran darah di arteri koroner. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, bagian dari otot jantung yang diberi makan oleh arteri tersebut akan mulai mati. Jaringan jantung sehat digantikan dengan jaringan parut. Kerusakan jantung ini mungkin tidak jelas, atau mungkin menjadi parah atau menimbulkan masalah yang lama. (Gambar 2.3.)

Gambar 2.3. Gambar A adalah gambaran dari arteri koroner jantung dan menunjukkan kerusakan (otot jantung yang mati) disebabkan oleh serangan jantung. Gambar B adalah penampang dari arteri koroner dengan penumpukan

plak dan bekuan darah

Gejala serangan jantung yang paling umum adalah nyeri dada atau rasa yang tidak nyaman. Sebagian besar serangan jantung melibatkan ketidaknyamanan seperti tekanan yang tidak nyaman, seperti diremas-remas, terasa penuh, atau rasa nyeri di daerah tengah atau samping kiri dada yang sering berlangsung selama lebih dari beberapa menit, dan dapat hilang dan muncul kembali. Nyeri serangan jantung kadang terasa seperti terbakar atau heartburn. Gejala-gejala angina mirip dengan gejala serangan jantung. Nyeri angina biasanya


(45)

hanya berlangsung selama beberapa menit dan hilang dengan istirahat. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman tidak hilang begitu saja atau berubah dari pola yang biasa (misalnya, terjadi lebih sering atau saat sedang istirahat) hal ini dapat menjadi tanda serangan jantung.

Tanda-tanda umum dan gejala serangan jantung lainnya mencakup:

1) Ketidaknyamanan tubuh bagian atas pada satu atau kedua lengan, punggung, leher, rahang, atau bagian atas dari lambung.

2) Sesak napas, yang mungkin terjadi dengan atau sebelum rasa tidak nyaman pada dada.

3) Mual, muntah, pusing atau pingsan, atau keluar keringat dingin. 4) Masalah tidur, kelelahan, atau kekurangan energi.

2) Gagal jantung

Gagal jantung adalah suatu kondisi di mana jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Gagal jantung tidak berarti bahwa jantung telah berhenti atau akan berhenti bekerja. Tanda-tanda dan gejala paling umum gagal jantung adalah sesak napas atau kesulitan bernapas, kelelahan, dan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai kaki, perut, dan vena di leher. Semua gejala ini adalah hasil dari penumpukan cairan dalam tubuh. Ketika gejala dimulai, maka akan merasa lelah dan sesak napas setelah melakukan kegiatan fisik rutin, seperti menaiki tangga.

3) Aritmia

Aritmia adalah sebuah masalah dengan irama detak jantung. Bila memiliki aritmia, jika diperhatikan jantung akan melewatkan ketukannya atau berdenyut terlalu cepat. Beberapa orang menggambarkan perasaan aritmia dengan pulsasi yang cepat dan terus menerus di daerah dada, perasaan ini disebut palpitasi. Beberapa aritmia dapat menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berdetak (Sudoyo et al, 2009).


(46)

Pengumpulan keterangan dilakukan melalui anamnesa (wawancara), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ini berlaku untuk semua keadaan, termasuk PJK. Awal mula yaitu anamnesis mulai dari keluhan sampai semua hal yang berkaitan dengan PJK. Keluhan yang terpenting adalah nyeri dada. Seperti apakah nyerinya, kapan dirasakan, berapa lama, di dada sebelah mana, apakah menjalar. Nyeri dada yang dirasakan seperti ditindih beban berat, ditusuk-tusuk, diremas, rasa terbakar adalah yang paling sering dilaporkan. Walaupun bisa saja dirasakan berbeda. Biasanya nyeri dirasakan di dada kiri dan menjalar ke lengan kiri. Setelah itu mengumpulkan keterangan semua faktor risiko PJK, antara lain: apakah merokok, menderita darah tinggi atau penyakit gula (diabetes), pernahkah memeriksakan kadar kolesterol dalam darah, dan adakah keluarga yang menderita PJK dan faktor resikonya. Lalu melakukan pemeriksaan fisik, dimaksudkan untuk mengetahui kelainan jantung lain yang mungkin ada. Hal ini dilakukan terutama dengan menggunakan stetoskop.

Terdapat banyak jenis penyakit jantung dan pembuluh darah. Diantara yang sering dijumpai adalah penyakit arteri koroner, gagal jantung, penyakit jantung bawaan, penyakit jantung rematik, hipertensi dan lain-lain. Untuk mengetahui penyakit tersebut maka dilakukan pemeriksaan di antaranya sebagai berikut : wawancara, pemeriksaan fisik dengan alat. Wawancara ini merupakan langkah awal atau pendahuluan. Tes-tes lebih lanjut kemudian dikerjakan untuk mempertegas diagnosis atau mengevaluasi tingkat parahnya penyakit. Pemeriksaan penunjang pada PJK dibagi menjadi tes non- invasif dan invasif. Tes non-invasive yaitu melakukan tes tanpa memasukkan alat ke dalam tubuh atau melukai tubuh, seperti tes tekanan darah, mendengarkan laju, irama jantung dan suara nafas, pemeriksaan dan tes darah, EKG, Penggunaan alat Hotler, stress test dan treadmill, sinar – X dada, pemeriksaan sengan isotop radio aktif, pemeriksaan dengan kardiografi Gema-Doppler, MRI, dan PET. Berbeda dengan tes invasif yaitu dengan cara penetrasi kedalam tubuh, contohnya kateterisasi jantung (Fauci, et al, 2011).


(47)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPRASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.4. Kerangka Konsep Penelitian

Penyakit jantung Koroner

(PJK) • Pengetahuan

• Sikap • Perilaku


(48)

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian ini mencakup tiga hal yaitu, pengetahuan, sikap, dan perilaku.

Tabel 3.7. Definisi Operasional Definisi Operasional Cara

Ukur

Alat Ukur Katagori Skala pengukuran • Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang

dipahami oleh seseorang terhadap faktor risiko penyakit jantung koroner. Kuesio ner Kuisioner, pertanyaan sebanyak 8 pertanyaan - pengetahuan buruk (total skor 8-13) - pengetahuan cukup (total skor 14-18) - pengetahuan baik (total skor 19-24) Ordinal • Sikap

Sikap adalah tanggapan seseorang yang masih tertutup terhadap faktor risiko penyakit jantung koroner. Kuesio ner Kuisioner, pertanyaan sebanyak 8 pertanyaan

- sikap buruk (total skor 8-13)

- sikap cukup (total skor 14-18)

- sikap baik (total skor 19-24) Ordinal • Perilaku Perilaku adalah tindakan seseorang terhadap faktor risio penyakit jantung Kuesio ner Kuisioner, pertanyaan sebanyak 8 pertanyaan - perilaku buruk (total skor 8-13) - perilaku cukup (total Ordinal


(49)

koroner yang diketahuinya

skor 14-18) - perilaku baik

(total skor 19-24)


(50)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian deskriptif dengan desain cross sectional ini dilakukan terhadap sekumpulan objek biasanya cukup banyak, dalam jangka waktu tertentu yang memiliki tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang faktor risiko terhadap penyakit jantung koroner. Jenis penelitian yang dipilih berupa deskriptif oleh karena peneliti ingin mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang faktor risiko terhadap penyakit jantung koroner tanpa mencari hubungan antarvariabelnya.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Hal ini dikarenakan masyarakat di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat dengan sosial ekonomi yang rendah dan memiliki insiden penyakit jantung yang tinggi dibanding kecamatan lain di Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juli-November 2014. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Agustus-November 2014.

4.3. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah masyarakat Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat laki-laki maupun perempuan yang berumur 30 sampai 50 tahun. Jumlah masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat sebanyak 29.353 jiwa, terdiri dari 14.677 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 14.676 berjenis kelamin perempuan (BPS Kab. Langkat, 2013).

4.3.1. Populasi Target


(51)

4.3.2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkaunya adalah subjek laki-laki maupun perempuan yang berusia dengan rentang umur 30 tahun sampai 50 tahun yang berdomisili di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat pada tahun 2014.

4.3.3. Kriteria inklusi

1. Masyarakat di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat laki-laki dan perempuan.

2. Subjek dengan rentang umur 30 tahun sampai 50 tahun. 4.3.4. Kriteria Ekslusi

1. Subjek tidak menjawab semua pertanyaan dalam kuisioner. 2. Subjek yang tidak dapat membaca.

4.3.5. Sampel

Rumus yang digunakan untuk populasi di atas 10.000 adalah sebagai berikut (Notoadmojo, 2005):

0.1 = 1.96

n =

Jumlah sampel umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 96 orang.


(52)

Keterangan:

d: penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepan yang diinginkan, biasanya 5% atau 10%.

Z: standar deviasi normal, biasa ditentukan pada 1.96 atau 2 sesuai dengan derajat kemaknaan 95%.

P: proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi. Apabila tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu tersebut, maka p=0.5 Q: 1.0-P

N: besarnya populasi n: besarnya sampel

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data diperoleh melalui data primer dengan menggunakan angket yang dibagikan kepada masyarakat di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat yang menjadi objek penelitian. Pengambilan sampel menggunakan metode Quota sampling atau pengambilan sampel seadanya. Pengambilan sampel dilakukan secara subjektif oleh peneliti ditinjau dari sudut kemudahan, tempat pengambilan sampel, dan jumlah sampel yang diambil. Data yang diharapkan adalah jawaban yang diberikan oleh responden terhadap beberapa pertanyaan seputar faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner.

4.5. Pengolahan dan analisa Data

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan program komputer untuk mempermudah analisis data. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama editting yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk. Tahap kedua adalah proses coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuisioner untuk memepermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisis. Tahap ketiga adalah entry data yaitu


(53)

memasukan data dari kuisioner ke dalam program komputer. Tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui adanya kesalahan atau tidak, tahap kelima yaitu saving data yaitu menyimpan data yang telah diolah dan dianalisa. Hasil penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(54)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di jalan Cintaraja Kecamatan Secanggang Desa Cintaraja, di Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

5.2. Distribusi Karakteristik Responden Penelitian Tabel 5.8. Sebaran Responden Penelitian

Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%) Jenis Kelamin

Laki-laki 53 55,2

Perempuan 43 44,8

Jumlah 96 100

Usia (tahun)

30-34 29 30,2

35-39 28 29,2

40-44 20 20,8

45-50 19 19,8

Jumlah 96 100

Dari pada tabel di atas responden penelitian kebanyakan adalah laki-laki dengan jumlah 53 orang atau 55,2 persen. Adapun responden perempuan berjumlah 43 orang atau 48,88 persen. Sedangkan distribusi frekuensi responden penelitian berdasarkan umur didapati rentang umur kebanyakan yang dilteliti adalah umur 30-34 tahun dan 35-39 tahun yaitu sebanyak 29 orang atau 30,2 persen dan 28 orang atau 29,2 persen. Umur kedua terbawah yang diteliti dengan


(55)

rentang umur 40-44 tahun dan 45-50 tahun yaitu sebanyak 20 orang atau 20,8 persen dan 19 orang atau 19,8 persen.

5.3. Hasil Data Penelitian 5.3.1. Tingkat Pengetahuan

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Penelitian Tingkat Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%)

Buruk 18 18,8

Cukup 64 66,7

Baik 14 14,6

Jumlah 96 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori cukup memiliki persentase yang paling besar, yaitu sebanyak 64 orang atau 66,7 persen, tingkat pengetahuan buruk sebanyak 18 orang atau 18,8 persen, dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 14 orang atau 14,6 persen.

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis

Kelamin

Tingkat Pengetahuan Total

Buruk Cukup Baik

f % f % f %

Laki-Laki 11 11,5 37 38,5 5 5,2 53

Perempuan 7 7,3 27 28,1 9 9,4 43

Jumlah 18 18,8 64 66,7 14 14,6 96

Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden laki-laki yang mempunyai tingkat pengetahuan buruk sebanyak 11 orang atau sebanyak 11,5 persen, berpengetahuan cukup sebanyak 37 orang atau 38,5 persen, dan berpengetahuan baik sebanyak 5 orang atau 5,2 persen, sedangkan responden perempuan yang mempunyai tingkat pengetahuan buruk sebanyak 7 orang atau 7,3 persen,


(56)

berpengetahuan cukup sebanyak 27 orang atau 28,1 persen, dan berpengetahuan baik sebanyak 14 orang atau 14,6 persen.

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia

Usia Tingkat Pengetahuan Total

(n)

Buruk Cukup Baik

n % n % n %

30-34 5 5,2 18 18,8 6 6,3 29

35-39 4 4,2 21 21,9 3 3,1 28

40-44 3 3,1 15 15,6 2 2,1 20

45-50 6 6,3 10 10,4 3 3,1 19

Jumlah 18 18,8 64 66,7 14 14,6 96

Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden yang berumur antara 30-34 tahun yang mempunyai tingkat pengetahuan buruk sebanyak 5 orang atau sebanyak 5,2 persen, berpengetahuan cukup sebanyak 18 orang atau 18,8 persen, dan berpengetahuan baik sebanyak 6 orang atau 6,3 persen. Responden dengan rentang umur 35-39 tahun yang mempunyai tingkat pengetahuan buruk sebanyak 4 orang atau 4,2 persen, berpengetahuan cukup sebanyak 21 orang atau 21,9 persen, dan berpengetahuan baik sebanyak 3 orang atau 3,1 persen. Responden dengan rentang umur 40-44 tahun yang berpengetahuan buruk sebanyak 3 orang atau 3,1 persen, berpengetahuan cukup sebanyak 15 orang atau 15,6 persen, dan berpengetahuan baik sebanyak 2 orang atau 2,1 persen. Responden dengan rentang umur antara 45-50 tahun yang berpengetahuan buruk sebanyak 6 orang atau 6,3 persen, berpengetahuan cukup sebanyak 10 orang atau 10,4 persen, dan berpengetahuan baik sebanyak 3 orang atau 3,1 persen.


(57)

5.3.2. Sikap

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Penelitian

Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)

Buruk 26 27,1

Cukup 58 60,4

Baik 12 12,5

Jumlah 96 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sikap dengan kategori cukup memiliki persentase yang paling besar, yaitu sebanyak 58 orang atau 60,4 persen, sikap dengan katagori buruk sebanyak 26 orang atau 27,1 persen, dan sikap dengan katagori baik sebanyak 12 orang (12,5%).

Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Sikap Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis

Kelamin

Sikap Total

(n)

Buruk Cukup Baik

f % f % f %

Laki-Laki 15 15,6 33 34,4 5 5,2 53

Perempuan 11 11,5 25 26 7 7,3 43

Jumlah 26 27,1 58 60,4 12 12,5 96

Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden laki-laki yang mempunyai sikap buruk sebanyak 15 orang atau sebanyak 15,6 persen, sikap cukup sebanyak 33 orang atau 34,4 persen, dan sikap baik sebanyak 5 orang atau 5,2 persen, sedangkan responden perempuan yang mempunyai sikap buruk sebanyak 11 orang atau 11,5 persen, sikap cukup sebanyak 25 orang atau 26 persen, dan sikap baik sebanyak 7 orang atau 7,3 persen.


(58)

Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Sikap Berdasarkan Usia

Usia Sikap Total

Buruk Cukup Baik

f % f % f %

30-34 11 11,5 17 17,7 1 1 29

35-39 6 6,3 18 18,8 4 4,2 28

40-44 7 7,3 10 10,4 3 3,1 20

45-50 2 2,1 13 13,5 4 4,2 19

Jumlah 26 27,1 58 60,4 12 12,5 96

Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden yang berumur antara 30-34 tahun yang mempunyai sikap buruk sebanyak 11 orang atau sebanyak 11,5 persen, responden yang mempunyai sikap cukup sebanyak 17 orang atau 17,7 persen, dan responden yang mempunyai sikap baik sebanyak 1 orang atau 1 persen. Responden dengan rentang umur 35-39 tahun yang mempunyai sikap yang buruk sebanyak 6 orang atau 6,3 persen, responden yang mempunyai sikap cukup sebanyak 18 orang atau 18,8 persen, dan responden yang memiliki sikap baik sebanyak 4 orang atau 4,2 persen. Responden dengan rentang umur 40-44 tahun yang mempunyai sikap buruk sebanyak 7 orang atau 7,3 persen, responden yang mempunyai sikap cukup sebanyak 10 orang atau 10,4 persen, dan responden yang mempunyai sikap baik sebanyak 3 orang atau 3,1 persen. Responden dengan rentang umur antara 45-50 tahun yang mempunyai sikap buruk sebanyak 2 orang atau 2,1 persen, responden yang mempunyai sikap cukup sebanyak 13 orang atau 13,5 persen, dan responden yang mempunyai sikap baik sebanyak 4 orang atau 4,2 persen.


(59)

5.3.3. Perilaku

Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Penelitian

Perilaku Frekuensi (f) Persentase (%)

Buruk 23 24

Cukup 71 74

Baik 2 2

Jumlah 96 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perilaku dengan kategori cukup memiliki persentase yang paling besar, yaitu sebanyak 71 orang atau 74 persen, perilaku dengan katagori buruk sebanyak 23 orang atau 24 persen, dan perilaku dengan katagori baik sebanyak 2 orang atau 2 persen.

Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Perilaku Berdasarkan Jenis Kelamin

Usia Perilaku Total

Buruk Cukup Baik

n % n % n %

Laki-Laki 15 15,6 37 38,5 1 1 53

Perempuan 8 8,3 34 35,4 1 1 43

Jumlah 23 24 71 74 2 2 96

Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden laki-laki yang mempunyai perilaku buruk sebanyak 15 orang atau sebanyak 15,6 persen, responden yang mempunyai perilaku cukup sebanyak 37 orang atau 38,5 persen, dan responden yang mempunyai perilaku baik hanya sebanyak 1 orang atau 1 persen, sedangkan responden perempuan yang mempunyai perilaku buruk sebanyak 8 orang atau 8,3 persen, responden yang mempunyai perilaku cukup sebanyak 34 orang atau 35,4 persen, dan responden dengan perilaku baik sebanyak 1 orang atau 1 persen.


(60)

Tabel 5.17. Distribusi Frekuensi Perilaku Berdasarkan Usia

Usia Perilaku Total

Buruk Cukup Baik

n % n % n %

30-34 8 8,3 20 20,8 1 1 29

35-39 5 5,2 22 22,9 1 1 28

40-44 5 5,2 15 15,6 0 0 20

45-50 5 5,2 14 14,6 0 0 19

Jumlah 23 24 71 74 2 2 96

Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden yang berumur antara 30-34 tahun yang mempunyai perilaku buruk sebanyak 8 orang atau sebanyak 8,3 persen, responden yang mempunyai sikap cukup sebanyak 20 orang atau 20,8 persen, dan responden yang mempunyai sikap baik sebanyak 1 orang atau 1 persen. Responden dengan rentang umur 35-39 tahun yang mempunyai sikap yang buruk sebanyak 5 orang atau 5,2 persen, responden yang mempunyai sikap cukup sebanyak 22 orang atau 22,9 persen, dan responden yang memiliki sikap baik sebanyak 1 orang atau 1 persen. Responden dengan rentang umur 40-44 tahun yang mempunyai sikap buruk sebanyak 5 orang atau 5,2 persen, responden yang mempunyai sikap cukup sebanyak 15 orang atau 15,6 persen, dan responden yang mempunyai sikap baik tidak dijumpai. Responden dengan rentang umur antara 45-50 tahun yang mempunyai sikap buruk sebanyak 5 orang atau 5,2 persen, responden yang mempunyai sikap cukup sebanyak 14 orang atau 14,6 persen, dan responden yang mempunyai sikap baik tidak dijumpai.

5.4. Pembahasan

5.4.1. Tingkat Pengetahuan

Secara keseluruhan responden penelitian memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori cukup dengan persentase yang paling besar, yaitu sebanyak 64 orang atau 66,7 persen, diikuti dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 18


(61)

orang atau 18,8 persen, dan tingkat pengetahuan buruk sebanyak 14 orang atau 14,6 persen.

Apabila ditinjau dari jenis kelamin, laki-laki memiliki tingkat pengetahuan buruk lebih banyak dibanding prempuan, yaitu sebanyak 11 orang atau 11,5 persen dibanding perempuan yang sebanyak 7 orang atau 7,3 persen. Responden perempuan memiliki tingkat pengetahuan baik lebih banyak dibanding laki-laki yaitu sebanyak 9 orang atau 9,4 persen dibanding laki-laki yang hanya sebanyak 5 orang atau 5,2 persen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Desa Makmur Jawa Tengah yang menerangkan bahwa laki-laki memiliki tingkat pengetahuan lebih rendah dibanding perempuan tentang faktor risiko penyakit jantung koroner (Sunaryo, 2009). Pada sebuah studi yang dilakukan di Iran menerangkan hal yang sama bahwa laki-laki memiliki tingkat pengetahuan yang lebih rendah dibanding perempuan tentang faktor risiko penyakit jantung koroner (Jabar, 2008)

Sedangkan ditinjau dari segi kelompok umur, kelompok umur 45-50 tahun memiliki porsi yang paling banyak dengan tingkat pengetahuan yang buruk tentang faktor risiko PJK yaitu sebanyak 6 orang atau 6,3 persen dibanding kelompok umur lainnya dan kelompok umur yang memiliki tingkat pengetahuan baik paling banyak adalah kelompok umur 30-34 tahun yaitu sebanyak 6 orang atau 6,3 persen dibanding kelompok umur lainnya. Hal ini serupa dengan sebuah studi yang dilakukan pada masyarakat di Swedia yang menerangkan bahwa masyarakat dengan umur diatas 40 tahun memiliki tingkat pengetahuan yang lebih rendah dibanding umur dibawah 40 tahun tentang faktor risiko penyakit jantung koroner (Zudan et al, 2007), namun menurut Sumarno (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan di Jawa Barat pada tahun 2012 menyimpulkan bahwa dewasa muda cendrung memiliki tingkat pengetahuan yang lebih buruk dibanding orang tua pada umumnya.

5.4.2. Sikap

Sikap dengan kategori cukup memiliki persentase yang paling besar, yaitu sebanyak 58 orang atau 60,4 persen, sikap dengan katagori baik sebanyak 12 orang atau 12,5 persen, dan sikap dengan katagori buruk sebanyak 26 orang atau


(62)

27,1 persen, namun apabila ditinjau dari jenis kelamin, laki-laki memiliki sikap buruk lebih banyak dibanding perempuan yaitu sebanyak 15 orang atau 15,6 persen dan perempuan hanya 11 orang atau 11,5 persen serta diikuting dengan responden perempuan yang memiliki sikap baik lebih banyak dibanding laki-laki sebanyak 7 orang atau 7,3 persen dibanding laki-laki yang hanya 5 orang atau 5,2 persen. Hal ini sejalan dengan sebuah penelitian yang dilakukan di Kalimantan Barat bahwa masyarakat laki-laki memiliki sikap yang lebih buruk dibanding perempuan dalam menyikapi faktor risiko penyakit jantung koroner (Eki, 2009). Menurut Dewi (2009) dalam penelitiannya yang dilakukan pada Masyarakat Bengkulu juga membuktikan bahwa laki-laki memiliki sikap yang lebih buruk dibanding perempuan dalam menyikapi faktor risiko PJK.

Sedangkan ditinjau dari segi kelompok umur, kelompok umur 30-34 tahun memiliki sikap buruk lebih banyak dibanding kelompok umur lainnya yaitu sebnayak 11 orang atau 11,5 persen. Hal ini sejalan dengan Putri (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan di Jakarta tentang menyikapi berbagai faktor risiko penyakit degeratif menerangkan bahwa kelompok masyarakat yang berumur 40 tahun keatas memiliki sikap yang lebih baik dibanding kelompok masyarakat yang berumur dibawah 40 tahun.

5.4.3. Perilaku

Secara keseluruhan perilaku responden dengan kategori cukup memiliki persentase yang paling besar, yaitu sebanyak 71 orang atau 74 persen, perilaku dengan katagori buruk sebanyak 23 orang atau 24 persen, dan perilaku dengan katagori baik sebanyak 2 orang atau 2 persen.

Apabila ditinjau dari jenis kelamin, laki-laki memiliki perilaku buruk lebih banyak dibanding perempuan yaitu sebanyak 15 orang atau 15,6 persen dan responden perempuan yang memiliki perilaku buruk hanya sebanyak 8 orang atau 8,3 persen. Hal ini serupa dengan sebuah penelitian yang dilakukan pada sekelompok masyarakat di Makasar yang membuktikan bahwa laki-laki memiliki perilaku buruk lebih banyak dibanding masyarakat perempuan dalam menghindari faktor risiko penyakit jantung koroner (Wawan, 2010)., namun dalam sebuah


(63)

studi yang dilakukan di Belanda membuktikan perbedaan yang cukup bermakna antara laki-laki dengan perempuan, yaitu sebanyak 72 persen responden perempuan memiliki perilaku baik dalam menghindari faktor risiko PJK dibanding laki-laki yang hanya 29 persen (franzt et al, 2010).

Apabila ditinjau dari segi pengelompokan umur, kelompok umur dengan rentang umur 30-35 tahun memiliki perilaku buruk lebih banyak dibanding kelompok umur lainnya, yaitu sebanyak 8 orang atau 8,3 persen. Hal ini sejalan dengan sebuah penelitian yang dilakukan pada masyarakat umum di Palembang, Sumatera Selatan, bahwa kelompok umur dibawah 40 tahun memiliki perilaku yang buruk lebih banyak dibanding kelompok umur diatas 40 tahun tentang faktor risiko penyakit jantung koroner (Isni, 2009). Hal ini juga ditemukan pada masyarakat Jawa Barat bahwa kelompok umur dibawah 40 tahun memiliki perilaku buruk lebih banyak dibanding masyarakat yang berumur diatas 40 tahun dalam menghindari faktor risiko penyakit jantung koroner (Iwan, 2013).


(1)

4) Merokok dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. a) Setuju

b) Tidak setuju c) Tidak tahu

5) Makanan yang mengandung lemak tinggi membuat tubuh semakin sehat. a) Setuju

b) Tidak setuju c) Tidak tahu

6) Penyakit darah tinggi melancarkan aliran darah dalam tubuh. a) Setuju

b) Tidak setuju c) Tidak tahu

7) Penyakit kencing manis atau diabetes adalah penyakit yang dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner.

a) Setuju b) Tidak setuju c) Tidak tahu

8) Margarin, lemak sapi dan lemak kambing memperburuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.

a) Setuju b) Tidak setuju c) Tidak tahu

Perilaku tentang faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) 1) Apakah Anda merokok?

a) Tidak pernah merokok b) Masih merokok c) Pernah merokok

2) Berapa kali dalam seminggu Anda berolah raga? a) Tidak pernah


(2)

3) Apakah Anda pergi ke dokter atau rumah sakit untuk mengetahui tekanan darah Anda?

a) Tidak pernah b) Pernah

c) Rutin dalam setiap 6 bulan

4) Apakah Anda mengatur pola makan anda apabila Anda mengalami kegemukan?

a) Tidak pernah b) Kadang-kadang c) Selalu

5) Apakah Anda pergi ke dokter atau rumah sakit untuk mengontrol kadar gula darah Anda?

a) Tidak pernah b) Pernah

c) Rutin dalam setiap 6 bulan

6) Apakah Anda meminum minuman beralkohol? a) Tidak pernah

b) Kadang-kadang c) Selalu

7) Apakah Anda sering mengalami stress? a) Tidak pernah

b) Kadang-kadang c) Sering

8) Apakah Anda memilih-milih makanan yang Anda makan untuk menjaga kesehatan Anda?

a) Tidak pernah b) Kadang-kadang c) Selalu


(3)

(4)

Lampiran 5: Surat Telah Melakukan Penelitian


(5)

(6)