HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Secara visual data hasil tes kemampuan memecahkan masalah matematika pada kelas kontrol dapat dilihat dalam histogram dan polygon berikut ini: Gambar 4.2. Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas Kontrol Dari data pada tabel, histogram dan poligon distribusi frekuensi hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika kelas kontrol dapat diinterpretasikan bahwa lebih dari 50 siswa memiliki nilai di atas rata-rata. Nilai rata-rata tersebut tidak dapat dijadikan patokan karena nilai rata-rata dari kelas kontrol masih kurang baik yaitu 55,3 dan nilai modus maupun median masih kurang mendukung. Ini menunjukkan hampir sebagian siswa di kelas kontrol dalam 65 26,5 35,5 44,5 53,5 62,5 71,5 80,5 Nilai Frekuensi 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 memecahkan masalah matematika khususnya materi himpunan kurang memahami dalam menyelesaikan soal tersebut. Berdasarkan uraian mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas kontrol di atas, terlihat adanya perbedaan. Untuk lebih memperjelas perbedaan hasil belajar matematika antara kelas eksperimen kelas yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dengan kelas kontrol kelas yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Hasil Penelitian Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Banyak Sampel 32 30 Nilai Terendah 30 27 Nilai Tertinggi 88 78 Mean 63.25 55.30 Median 63.94 56.50 Modus 63.79 58.00 Varians 237.10 185.18 Simpangan Baku 15.40 13.61 Kemiringan -0,03 -0,198 KetajamanKurtosis 0,281 0,259 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perbedaan statistika deskriptifnya baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, yaitu dapat dijelaskan bahwa dari 32 siswa kelas eksperimen dan 30 siswa kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan selisih 7,95 63,25 – 55,30, 66 begitu pula dengan nilai median Me serta nilai modus Mo, yaitu pada kelas eksperimen memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan simpangan baku pada kedua kelas tersebut, simpangan baku pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada simpangan baku kelas kontrol. Artinya penyebaran nilai pada kelas eksperimen lebih heterogen daripada kelas kontrol, dan kemampuan siswa pada kelas kontrol lebih merata daripada kelas eksperimen. B. Pengujian Prasyarat Analisis Sesuai dengan persyaratan analisis, maka sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap data hasil penelitian. Uji kepatutan yang digunakan untuk menganalisis data tes kemampuan visual spasial siswa adalah uji perbedaan dua rata-rata. Uji perbedaan dua rata-rata yang akan digunakan adalah uji t. Akan tetapi uji t dapat digunakan apabila memenuhi asumsi atau persyaratan yaitu: 1. Sampel berasal dari data yang berdistribusi normal. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan uji normalitas 2. Varians kedua populasi homogen. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan uji homogentitas.

1. Uji Normalitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: H : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal H 1 : data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen Uji normalitas yang digunakan adalah uji chi kuadrat. Dari hasil pengujian untuk kelas eksperimen diperoleh nilai 2 hitung = 4,64 lihat lampiran dan dari tabel nilai kritis uji chi kuadrat diperoleh nilai 2 tabel untuk n = 32 pada taraf signifikan 05 , adalah 7,82. 67 Karena 2 hitung kurang dari 2 tabel 4,64 7,82 maka H diterima, artinya data yang terdapat pada kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol Uji normalitas yang digunakan adalah uji chi kuadrat. Dari hasil pengujian untuk kelompok kontrol diperoleh nilai 2 hitung = 3,82 lihat lampiran dan dari tabel nilai kritis uji chi kuadrat diperoleh nilai 2 tabel untuk n = 30 pada taraf signifikan 05 , adalah 7,82. Karena 2 hitung kurang dari 2 tabel 3,82 7,82 maka H diterima, artinya data yang terdapat pada kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk lebih jelasnya hasil dari uji normalitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Jumlah Sampel 2 hitung 2 tabel 05 , Kesimpulan Eksperimen 32 4,64 7,82 Normal Kontrol 30 3,82 7,82 Normal Karena 2 hitung pada kedua kelas kurang dari 2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa data populasi kedua kelompok berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Setelah kedua kelas sampel pada penelitian ini dinyatakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka selanjutnya kita uji homogenitas varians kedua populasi tersebut dengan menggunakan uji 68 Fisher. Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua varians populasi homogen. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F hitung = 1,28 lihat lampiran dan F tabel = 1,85 pada taraf signifikansi 05 , dengan derajat kebebasan pembilang 31 dan derajat kebebasan penyebut 29. Untuk lebih jelasnya hasil dari uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kelompok Jumlah Sampel Varians s 2 F hitung F tabel 05 , Kesimpulan Eksperimen 32 237,10 1,28 1,85 Terima H Kontrol 30 185,18 Karena F hitung kurang dari F tabel 1,28 1,85 maka H diterima, artinya kedua varians populasi homogen. C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

1. Pengujian Hipotesis Penelitian

Pasangan hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut: H : µ 1 µ 2 H 1 : µ 1 µ 2 Berdasarkan hasil uji prasyarat menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen, maka selanjutnya data dianalisis untuk pengujian hipotesis. Perhitungan uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t, dengan menggunakan data yang diperoleh, yaitu hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok eksperimen sebesar 63,25. Dengan 69 varians s 2 sebesar 237,10. Dan kelompok kontrol diperoleh sebesar 55,3 dengan varians s 2 sebesar 185,18. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji t, maka diperoleh nilai t hitung sebesar 2,15 lihat lampiran. Untuk mengetahui nilai t tabel dengan derajat kebebasan dk = 60 dan taraf signifikansi α = 0,05 dilakukan penghitungan, dari hasil penghitungan didapat nilai t tabel = 1,67. Dengan membandingkan nilai t hitung dan t tabel diperoleh t hitung t tabel , ini berarti H ditolak dan H 1 diterima. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT lebih tinggi daripada rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Kelompok Sampel Mean t hitung t tabel Kesimpulan Eksperimen 32 63,25 2,15 1,67 Tolak H Kontrol 30 55,30 Tabel 4.8 menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel 2,15 1,67 maka dapat disimpulkan bahwa H ditolak dan H 1 diterima dengan taraf signifikansi 5, berikut sketsa kurvanya: Gambar 4.3. Kurva Uji Perbedaan Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol = 0,05 1,67 70 Gambar 4.3 menunjukkan bahwa nilai t hitung yaitu 2,15 lebih besar dari t tabel yaitu 1,67 artinya jelas bahwa t hitung jatuh pada daerah penolakan Ho daerah kritis. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan strategi REACT dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional.

2. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji t pada taraf signifikansi = 0,05 dan derajat kebebasan dk = 60, diperoleh nilai t hitung sebesar 2,15. Sedangkan dari hasil perhitungan didapat nilai t tabel = 1, 67. Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh strategi REACT terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Siswa yang diajar dengan strategi REACT memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Sehingga siswa pada kelas eksperimen dapat memecahkan masalah matematika dalam bentuk soal non rutin yang berbentuk soal uraian berupa soal yang menantang pikiran mereka. Siswa dapat menyelesaikan masalah matematika maupun masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep himpunan dengan menggunakan berbagai macam keterampilan dan prosedur matematika, menyusun langkah-langkah, merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran dengan strategi REACT mencakup penggunaan aktivitas yang terus menerus, mendorong siswa untuk berfikir dan menjelaskan penalaran mereka, bukan hanya 71 sekedar menghafal dan membaca fakta secara berulang-ulang dan membantu mereka untuk mengetahui berbagai hubungan antara tema- tema dan konsep-konsep. Sehingga pembelajaran lebih bermakna dan siswa lebih mudah untuk menyelesaikan masalah matematika maupun masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep himpunan. Sedangkan siswa pada kelas kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh peneliti. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran guru hanya menerangkan materi dari awal hingga akhir pelajaran, menyebabkan siswa hanya menghafal materi yang diberikan sehingga siswa kesulitan untuk menyelesaikan masalah matematika maupun masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep himpunan. Ketika proses pembelajaran di kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT tugas siswa adalah mengkonstruk pengetahuan, bekerjasama, menerapkan dan dapat menghubungkan konsep secara berkelompok. Pada kelas eksperimen setiap pertemuan masing-masing siswa diberikan Lembar Kerja Siswa LKS yang dapat membantu dan mengarahkan siswa untuk memahami, menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika. Ada beberapa langkah dalam mengerjakan LKS tersebut yang harus didiskusikan secara berkelompok. Langkah-langkah memecahkan masalah matematika dalam LKS telah diformat sehingga siswa pada kelas eksperimen terbiasa dengan mengikuti langkah-langkah dalam menjawab soal. Setelah semua langkah menyelesaikan soal pada LKS diselesaikan, maka guru bersama siswa membahas LKS tersebut. Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Tiap-tiap langkah dalam pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa, meningkatkan 72 kemampuan penalaran, meningkatkan aktivitas belajar dan komunikasi siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Karena penelitian dilakukan di sekolah yang tidak ada pengklasifikasian kelas, maka hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih cepat yang dapat langsung mengikuti proses pembelajaran, sedangkan siswa lain masih merasa tegang dan lebih banyak diam saat pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT. Pada diskusi kelompok pertama, siswa masih bingung dalam mengerjakan LKS yang diberikan karena mereka belum terbiasa mencari sendiri informasi yang diberikan dalam soal. Siswa yang pintar pun lebih senang mengerjakan sendiri dan kurang mau bekerja sama dengan anggota lainnya. Akan tetapi masih ada beberapa siswa dalam kelompoknya yang hanya mengandalkan teman yang pintar, untuk itu peneliti meminta siswa tersebut yang mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusinya sehingga ada usaha siswa tersebut untuk mau bertanya pada teman yang lebih pintar dalam kelompoknya. Pada saat perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, siswa terlihat masih malu-malu dan masih sulit untuk menyampaikan kepada siswa lainnya mengenai hasil diskusi kelompoknya, sehingga siswa lain lebih banyak mengobrol dan enggan menanggapi presentasi temannya. Hal ini disebabkan kebiasaan siswa pada pembelajaran sebelumnya yang berpusat kepada guru, siswa hanya mendengar dan mencatat apa yang ditulis guru di depan kelas, mengerjakan soal yang mirip dengan contoh dan kurang adanya interaksi antar siswa sehingga mereka belum terbiasa untuk menyampaikan pendapat ataupun bertanya jika ada penjelasan yang belum dipahami. Pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit ada perubahan yang baik pada kemampuan pemecahan masalah matematika, hal ini dilihat dari hasil diskusi siswa. Siswa lebih aktif bertanya jika mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah atau kurang memahami materi. Siswa pun lebih berani mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di 73 depan kelas dan siswa yang lain pun tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya. Sedangkan pada proses pembelajaran di kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional siswa terlihat pasif dan hanya mendengarkan penjelasan dari guru, sehingga siswa lebih lambat dan malas untuk memahami materi himpunan. Hal ini berakibat siswa kesulitan dalam memecahkan masalah matematika karena tidak memahami masalah atau maksud dari soal tersebut. Kelas hanya didominasi oleh siswa yang pintar, dan siswa lebih cenderung menghafal bentuk atau kalimat dalam menyelesaikan soal matematika. Pembelajaran di kelas kontrol, siswa tidak diberikan LKS hanya diberikan soal latihan yang ada pada buku paket setelah guru selesai menjelaskan. Sehingga siswa tidak terbiasa dalam menjawab soal harus mengidentifikasi diketahui, ditanya, dan dijawab. Dilihat dari hasil pekerjaan soal latihan yang siswa kerjakan secara mandiri setiap selesai dijelaskan, hasilnya belum memuaskan. Banyak siswa yang nilainya jelek. Ini disebabkan siswa belum paham dan mereka enggan bertanya baik kepada guru ataupun teman mereka. Pekerjaan latihan soal pun masih selalu terpaku dengan contoh-contoh soal yang diberikan guru, sehingga jika soalnya diubah sedikit siswa mulai tidak paham. Kelas hanya didominasi oleh siswa yang pintar, siswa lebih cenderung menghafal bentuk atau kalimat dalam soal, siswa mengalami kesulitan dalam memahami soal dan menghubungkan konsep, sehingga siswa lebih lambat ketika memecahkan masalah matematika. Pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT dilaksanakan sebanyak 8 kali sesuai jumlah pertemuan tatap muka pada kelompok eksperimen. Suasana pada saat pembelajaran menggunakan pembelajaran dengan strategi REACT dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 74 Gambar 4.4. Suasana Pembelajaran dengan pembelajaran strategi REACT pada kelompok Eksperimen Dari hasil post test menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika pokok bahasan Himpunan, kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika dapat dilihat dari bagaimana cara siswa menyelesaikan soal tersebut. Perbedaan cara menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika antara kelas eksperimen dan kelas kontrol didasarkan pada pemahaman isi soal, menggunakan strategi yang relevan, serta dapat menyelesaikan soal dan menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika. Dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pada soal no 3 Diketahui himpunan semesta adalah himpunan bilangan cacah dengan: M = N = R = 75 Jika , berapakah nilai a dan b? Cara menjawab siswa kelas Eksperimen: Cara menjawab siswa kelas Kontrol: Soal No.3 ini tergolong soal sedang tapi rata-rata jawaban siswa pada kelas kontrol seperti di atas. Setelah siswa menentukan himpunan, siswa langsung menaruh nilai a dan b. Seharusnya siswa mencari irisan himpunan terlebih dahulu setelah itu nilai a dan b seperti jawaban siswa pada kelas eksperimen. Pada dasarnya caranya memang menentukan himpunan, setelah itu mencari irisan himpunan dalam bentuk notasi dan nilai a dan b. Ini mungkin disebabkan siswa hanya menghapal rumus dan contoh-contoh soal yang pernah diajarkan guru di dalam kelas sehingga ia tidak terlalu paham dengan isi soal. Pada soal no 4 P Q 4 14 2x 17 5 8 x + 9 R Diagram Venn di samping menunjukkan banyaknya elemen pada himpunan P, Q, dan R. jika nQ = nR, maka tentukan n ? 76 Cara menjawab siswa kelas Eksperimen: Cara menjawab siswa kelas Kontrol: Soal No.4 adalah soal yang tidak biasa siswa temui ketika dalam kelas baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen. Biasanya soal yang ditemui ada dua himpunan, akan tetapi dalam soal ini ada tiga himpunan. Dan biasanya yang diketahui dalam soal adalah jumlah siswa, jumlah siswa P dan R lalu ditanyakan jumlah siswa yang tidak ada dalam himpunan P dan Q, tetapi pada soal no.4 yang diketahui diagram Venn lalu ditanyakan n . Dalam hal ini dituntut kepahaman siswa dalam membaca soal serta mampu menyelesaikan soal dengan strategi yang relevan. Siswa di kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya diberikan LKS mampu menyelesaikan soal tersebut karena sudah terbiasa mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Salah satu langkah ketika mengerjakan LKS siswa harus „memeriksa kembali‟ yang pada langkah ini jawaban yang didapat dibalik menjadi soal dan soal harus menjadi jawaban. Sedangkan pada kelas kontrol jawaban siswa hanya 77 terpaku pada contoh soal yang diberikan guru, sehingga ketika soal itu dibalik siswa menjawab dengan cara yang biasa dilakukan pada contoh soal. Pada soal no 5 Sebuah perkumpulan olahraga mempunyai 100 anggota yang terdiri dari beberapa kelompok yaitu kelompok A, kelompok B, dan kelompok C. A B C 50 40 60 20 18 15 a. Gambarlah diagram venn himpunan di atas b. Banyaknya orang yang bermain ketiga kelompok? c. Banyaknya orang yang bermain hanya kelompok C saja? Cara menjawab siswa kelas Eksperimen: Cara menjawab siswa kelas Eksperimen: 78 A B I II III IV Soal no 5 adalah soal yang tidak biasa siswa temui ketika dalam kelas baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen. Biasanya soal yang ditemui ada dua himpunan, akan tetapi dalam soal ini ada tiga himpunan. Dalam hal ini dituntut kepahaman siswa terhadap soal serta mampu menyelesaikan soal dengan strategi yang relevan. Siswa di kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya diberikan LKS mampu menyelesaikan soal tersebut karena sudah terbiasa mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Salah satu langkah ketika mengerjakan LKS siswa harus „memeriksa kembali‟ yang pada langkah ini jawaban yang didapat dibalik menjadi soal dan soal harus menjadi jawaban. Sedangkan pada kelas kontrol jawaban siswa hanya terpaku pada contoh soal yang diberikan guru, sehingga ketika soal itu dibalik siswa menjawab dengan cara yang biasa dilakukan pada contoh soal. Pada soal no 6 Dalam suatu kelas terdapat siswa yang menyukai bola basket, sepak bola, dan keduanya atau tidak keduanya. Kelompok siswa itu digambarkan dalam diagram venn di bawah ini. Banyak siswa pada II adalah 5 kurang dari banyak siswa pada IV. Banyak siswa pada I adalah setengah dari banyak siswa pada IV. Banyak siswa pada III adalah duakali dari banyak siswa pada II. Jika banyak siswa dalam kelompok itu 21 siswa, maka berapa banyak siswa yang menyukai keduanya? Cara menjawab siswa kelas Eksperimen: 79 Cara menjawab siswa kelas Kontrol: Soal No.6 adalah soal yang tidak biasa siswa temui ketika dalam kelas baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen. Dalam menyelesaikan soal ini dituntut kepahaman siswa dalam soal serta mampu menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika. Siswa di kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya diberikan LKS mampu menyelesaikan soal tersebut karena sudah terbiasa mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Salah satu langkah ketika mengerjakan LKS siswa harus „memeriksa kembali‟ yang pada langkah ini jawaban yang didapat dibalik menjadi soal dan soal harus menjadi jawaban. Sedangkan pada kelas kontrol jawaban siswa hanya terpaku pada contoh soal yang diberikan guru, sehingga ketika soal itu dibalik siswa menjawab dengan cara yang biasa dilakukan pada contoh soal. Dari uraian-uraian di atas, menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika khususnya pada materi himpunan dengan menggunakan strategi REACT terlihat siswa mampu memecahkan masalah matematika. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada pembelajaran konvensional. 80 D. Keterbatasan Penelitian Penulis menyadari bahwa berbagai upaya telah dilakukan agar diperoleh hasil yang optimal, namun belum sepenuhnya sempurna, karena penelitian ini masih mempunyai keterbatasan sebagai berikut: 1. Penelitian ini hanya ditunjukkan pada mata pelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan himpunan, sehingga belum dapat dilihat hasilnya pada pokok bahasan matematika lainnya. 2. Keaktifan dan partisipasi siswa yang masih kurang, hal ini dijelaskan karena mereka asing terhadap proses pembelajaran yang dilakukan dengan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT. 3. Kondisi siswa yang sering lupa dengan konsep-konsep matematika yang telah lalu membuat peneliti harus mengulang beberapa konsep yang mereka lupakan. Hal tersebut dilakukan untuk mengingatkan mereka kembali sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik 4. Kurangnya waktu yang diberikan sehingga diperlukan persiapan yang lebih baik lagi agar siswa dapat terkontrol secara maksimal. 5. Pengontrolan variabel dalam penelitian ini yang diukur hanya pada aspek pemecahan masalah matematika, sedangkan aspek lain tidak dikontrol. 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Dalam pembelajaran di kelas eksperimen, pada umumnya siswa lebih mengutamakan proses penyelesaian daripada hasil akhir. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran dengan strategi REACT siswa dilatih untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan menghubungkan berbagai konsep pengetahuan dan konsep keterampilan yang telah siswa miliki, sehingga siswa lebih mudah untuk menyelesaikan masalah matematika yang diberikan. 2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol sebagian besar siswa kurang mampu dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti, karena dalam pembelajarannya siswa hanya diberikan konsep-konsep yang terdapat dalam materi himpunan saja sehingga siswa hanya menghafal materi yang diberikan. 3. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t, maka diperoleh nilai t hitung sebesar 2,15. Untuk mengetahui nilai t tabel dengan derajat kebebasan dk = 60 dan taraf signifikan si α = 0,05 dilakukan penghitungan, dari hasil penghitungan didapat nilai t tabel = 1,67. Dengan membandingkan nilai t hitung dan t tabel diperoleh t hitung t tabel , ini berarti H ditolak dan H 1 diterima. dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran dengan strategi REACT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 82

B. Saran-saran

Dari kesimpulan di atas, peneliti ingin memberikan saran-saran untuk membantu keberhasilan proses pembelajaran matematika dapat tercapai. Saran-saran tersebut diantaranya: 1. Bagi guru, hendaknya dapat menggunakan strategi REACT dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi yang berkaitan dengan soal pemecahan masalah matematika. Terbukti pembelajaran ini mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. 2. Bagi siswa, hendaknya pembelajaran dengan strategi REACT dapat dijadikan pembelajaran untuk mempermudah dalam memahami konsep materi pembelajaran khususnya dalam soal pemecahan masalah matematika. 3. Dalam proses pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi REACT diharapkan guru dan siswa dapat bekerjasama untuk mewujudkan kondisi belajar yang diharapkan. Guru sebaiknya bertindak sebagai fasilitator sedangkan siswa harus bersikap aktif dan kreatif. 4. Hendaknya pembelajaran dengan strategi REACT dapat dijadikan pertimbangan untuk lebih menciptakan suasana pembelajaran matematika yang baru dan menyenangkan. 83 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Anak Bagi Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Adjie, Nahrowi dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI PRESS. Ed.I. Cet.I. Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Cet.III. Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Dwirahayu, Gelar dkk. 2007. Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar. Jakarta: PIC UIN. Cet.I. Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Pribawanto Suryawan, Herry. Strategi Pemecahan Masalah. http:ebookbrowse.comsearchpemecahan -masalah. Hasbullah. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Ismail, dkk, 2007. Pembaharuan dalam Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. Junaedi, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: LAPIS PGMI. Kesuma, Dharma dkk. 2010. Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal Dalam Pengembangan PBM. Yogyakarta: Rahayasa. Kholik Adinawan, M dan Sugijono. 2007. Matematika untuk SMPMTs kelas VII Semester I. Jakarta Erlangga. L. Crawford, Michael Teaching Contextually: Research, Rational, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Scince, CORD. 2001. Printed October 84 Kompas, 76,6 Persen Siswa SMP Buta Matematika, http:edukasi.kompas.comread201101311944453576.6.Persen.Siswa.S MP.Buta.Matematika Mumun Syaban, Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa, Tersedia [Online]:http:educare.e-fkipunla.net Prawiradilaga, Dewi Salma. 2004. Mozaik Teknologi Pendidikan. Kencana: Jakarta Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Jakarta: PT remaja Rosdakarya. Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Ed. I. Cet. I. Schoenfeld, Alan H. “learning to think mathematically: problem solving, metacognition, and sense- making in mathematics”. Dari http:gse.berkeley.edufacultyahschoenfeldschoenfeld_MathThinking.pdf , Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Pusat Pengembangan penataran guru PPPG Matematika. Dari www.fadjarp3g.files.wordpress.com . Soemoenar dkk. 2007. Penerapan Matematika Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka. Subana dan Sudrajat. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. Cet.II Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Cet.XIII. Suherman, Erman dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI 85 Sukardi. 2009. Evaluasi Pendidikan Prinsip Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suwangsih, Erna. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet. XI. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Cet. I. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana. Ed.1.Cet III. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II, Pasal III. Wanti Rohani. Jurnal Wacana Kependidikan, Vol. 5, No. 2, Mei 2004. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. http:ontarusria.tripod.combab2.html , 14 Juli 2010, 20:21 WIB. Yatim, Mohammad. Pembelajaran Teorema Pythagoras dengan Strategi REACT pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kuta Makmur Aceh Utara, Tesis dalam http:www.scribd.comdoc16851561BAB-II . Salim, Sambas. Model Pembelajaran Konvensional dari http:www.pgsd.co.cc201004model-pembelajaran konvensional.html. Zulfiani dkk, 2009. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Cet.I. 86

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

3 25 261

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 25 307

Improving students’ skill in writing procedure text through picture sequences: a classroom action research at the ninth grade of MTs Negeri Tangerang 2 Pamulang

0 3 118

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 3 307

Pengaruh strategi pembelajaran react dengan teknik scaffolding terhadap kemampuan koneksi matematik siswa di SMP Negeri 11 Depok

1 9 248

Pengaruh pendekatan open-ended terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa dalam belajar metematika: penelitian quasi eksprimen di MTsN babakan sirna

3 31 141

Pengaruh Pendekatan KOntekstual Strategi REACT Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa

0 5 170

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 8 307

PENGARUH STRATEGI REACT DAN SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMA.

0 3 32

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, BERPIKIR KRITIS, DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS MAHASISWA BIDANG BISNIS.

0 0 65