BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA DAN LAWEYAN
A. Gambaran Umum Kota Surakarta
I. Letak Geografis dan Kondisi Kota Surakarta
Surakarta merupakan salah satu kota di propinsi Jawa Tengah. Kota ini terletak pada 110
° – 111° Lintang Selatan, dengan ketinggian kota terendah 90 meter dan tertinggi 188 meter di atas permukaan laut. Daerah
Surakarta ini merupakan daerah lembah, yaitu pertemuan antara daerah lereng gunung Merapi, Merbabu, dan gunung Lawu. Adapun batas-batas
wilayah Surakarta ialah: 1.
Sebelah Utara :
Kecamatan Kartosuro Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali
2. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
3. Sebelah Barat : Kabupaten Klaten
4. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen
Sumber: Badan Pusat Statistik Kodya Surakarta Kemiringan kota Surakarta lebih berat ke arah tenggara,
penyebabnya dikarenakan daerah selatan merupakan dataran rendah dan sebelah timur merupakan lembah aliran sungai Bengawan Solo. Ke arah
barat dan barat laut meninggi secara landai, dan ke arah utara bergelombang. Di dalam kota terdapat beberapa anak sungai, seperti Kali
Anyar, Kali Jenes, dan Kali Pepe. Pada bagian pinggir kota sebelah timur
33
34
terdapat sungai Bengawan Solo, yang merupakan sungai terbesar yang berhulu di pegunungan Wonogiri. Di daerah Wonogiri, aliran sungai
Bengawan Solo dibendung dengan bendungannya yang bernama “Waduk Gajah Mungkur”.
Kota Surakarta di bagian utara, seperti di kelurahan Mojosongo dan kelurahan Nusukan, pada umumnya keadaan tanahnya berupa tanah
liat lempung, dalam bahasa Jawa yang berwarna hitam dan merah merupakan deposit dari gunung api lama. Di daerah ini kesuburannya
kurang dan mempunyai daya retak yang kuat. Di bagian selatan, tengah, dan barat, pada umumnya tanahnya berupa deposit gunung api muda yang
subur, disamping merupakan endapan lumpur yang subur dari sungai, sedangkan di daerah bagian timur merupakan daerah banjir rutin.
Salah seorang informan dari Bappeda Surakarta yaitu Drs. Mulyadi menjelaskan, apabila dilihat sekilas daerah Surakarta mempunyai ciri-ciri
daerah pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa kota Surakarta memiliki daerah-daerah transisi atau daerah pinggiran kota marginal, dimana ciri-
ciri sosial ekonomi pedesaan dan perkotaan masih hidup bersama-sama. Disamping itu lahan untuk pemukiman paling banyak di daerah perkotaan.
Walaupun daerah industri mulai menggeser daerah pertanian, dan daerah industri ini mulai mengepung Surakarta.
Istilah kota Surakarta mulai terkepung adalah, ketiadaan platform bersama membuat pembangunan di kawasan Subasukawonosraten
Sukoharjo, Boyolali, Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan
35
Klaten menjadi tidak terpadu. Keadaan ini membuat sinergi pembangunan lintas wilayah tidak terwujud sehingga terjadi inefisiensi pada beberapa
sektor. Kawasan Subasukawonosraten sebenarnya memiliki potensi yang besar di bidang pertanian, perdagangan dan industri, namun pembangunan
yang tidak terpadu membuat potensi ini belum dapat menjadi keunggulan kompetitif yang memberi nilai tambah yang besar bagi pengembangan
kawasan. Ketidaksinergisan pembangunana antar wilayah menciptakan beban bagi beberapa kawasan di Surakarta, yang menjadi pusat kawasan
dari Subasukawonosraten. Beban ini merupakan kemacetan beberapa jalan utuma yang menjadi akses masuk ke Surakarta, pada pagi dan sore hari.
Selain itu, pemerintah kota Surakarta juga mempunyai kewajiban menyediakan banyak fasilitas bagi para pendatang, sedangkan penerimaan
dari sektor pajak dinikmati daerah lainnya. Pembangunan jaringan infrastruktural juga tidak dapat dilakukan secara sepihak, sehingga potensi
dari beberapa wilayah tidak dapat berkembang secara optimal, karena itu ketujuh wilayah itu harus menyusun rencana pembangunan kawasan
secara bersama dan disesuaikan dengan berbagai kepentingan lokal agar pembangunan menguntungkan berbagai pihak Wawancara, Drs. Mulyadi,
15 September 2005.
II. Kependudukan