Tujuan pembentukannya Landasan hukum Susunan Dan Isi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

Undang-undang yang dibentuk tersebut diharapkan oleh banyak pihak bahkan korban sendiri agar dapat memberikan perlindungan bagi korban dan saksi sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, memberikan perhatian terhadap penderitaan yang dialami korban melalui pemberian hak restitusi yang diberikan oleh pelaku sebagai ganti kerugian bagi korban, juga hak atas rehabilitasi medis dan sosial, pemulangan serta reintegrasi yang harus dilakukan oleh negara khususnya bagi mereka yang mengalami penderiataan fisik, psikis dan sosial akibat tindak pidana perdagangan orang ini. Penyusunan Undang-undang ini juga merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah, Memberantas, dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak Protokol Palermo yang telah ditanda tangani pemerintah Indonesia. 93

2. Tujuan pembentukannya

Pada setiap pembentukan suatu peraturan perundang-undangan pada dasarnya selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai jika kelak peraturan tersebut diberlakukan. Misalnya, dibentuknya undang-undang lalu lintas yang ditujukan agar tercipta ketertiban dan keamanan di jalan raya, sehingga para pengguna jalan tersebut mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada dan tidak melanggarnya. Demikian pula halnya dengan pembentukan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pembentukan undang-undang ini, yaitu: 94 93 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, h. 28-31. 94 Ibid, h.30. 1. Sebagai landasan materiil dan formil bagi penegak hukum dalam menindak setiap kejahatan perdagangan orang. 2. Memberikan perlindungan bagi saksi dan korban perdagangan orang. 3. Memberikan perhatian terhadap kerugian yang diderita oleh korban perdagangan orang. 4. Memberikan hukuman kepada pelaku dengan seberat-beratnya sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukan. 5. Melindungi hak-hak asasi korban perdagangan orang.

3. Landasan hukum

Adapun landasan hukum yang mendasari dibentuknya Undang- Undang No. 21 Tahun 2007 ini adalah sebagai berikut: 95 1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pasal 20, pasal 21, dan pasal 28B ayat 2. 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277. 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235.

4. Susunan Dan Isi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

95 Ibid, h. 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 ini terdiri dari 9 bab, dan 67 pasal. Pada Bab I Ketentuan Umum undang-undang ini memuat satu pasal. Pasal ini menjelaskan tentang perdagangan orang dan 15 point penting yang berkaitan dengan unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang. 96 Bab II terdiri dari 17 pasal dan dibagi dalam 23 ayat, dimulai dari pasal 2 sampai dengan pasal 18. Pasal-pasal tersebut secara umum menjelaskan tentang masalah tindak pidana perdagangan orang, yang dimulai dari modus operandinya, yaitu pola perekrutan, penampungan, pengiriman, dan lain-lain, hingga sanksi atau hukuman yang dikenakan terhadap pelaku trafficker, baik sanksihukuman tersebut berupa denda maupun penjara. Adapun hukuman yang diatur dalam bab ini adalah: 97 1. Denda, dimulai dari yang paling rendah yaitu sebesar Rp. 40.000.000,- empat puluh juta rupiah Pasal 9, sampai yang tertinggi yaitu sebesar Rp. 5.000.000.000,- lima milyar rupiah Pasal 7 ayat [2]. 2. Penjara, dengan hukuman minimal selama 1 tahun pasal 9 dan hukuman maksimalnya adalah selama 15 tahun. pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5, dan pasal 6. Bab III undang-undang ini menjelaskan tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Bab ini dimulai dari pasal 19 sampai dengan pasal 27. Dalam bab yang berkaitan dengan tindak pidana lain dalam perdagangan orang ini, hampir sama dengan bab II. Akan tetapi hukuman yang diberikan terhadap pelaku perdagangan pada bab ini sedikit lebih ringan, dimana hukuman denda terhadap pelaku berkisar antara 96 Ibid, h. 3-5. 97 Ibid, h. 5-10. Rp. 40.000.000,- empat puluh juta rupiah hingga Rp. 600.000.000,- enam ratus juta rupiah. Sedangkan hukuman penjara yang dijatuhkan terhadap pelaku, paling singkat adalah 1 satu tahun dan paling lama adalah 15 tahun. 98 Bab IV berkaitan dengan Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan. Bab ini terdiri dari 14 pasal dan 26 ayat. Yaitu dari pasal 28 sampai dengan pasal 42. Pada bab ini, dijelaskan tentang bagaimana proses pemeriksaan dalam tindak pidana perdagangan orang ini, dimulai dari proses penyidikan di kepolisian, perlengkapan barang bukti, sampai dengan proses berjalannya persidangan di pengadilan. 99 Bab V undang-undang ini menjelaskan Perlindungan terhadap Saksi Dan Korban, yang dimulai dari pasal 43 sampai dengan pasal 55. Bab ini mengatur tentang masalah perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh saksi dan korban tindak pidana perdagangan orang. Adapun hak-hak saksi dan korban yang dimaksud tersebut telah terlebih dahulu dikemukakan oleh penulis dalam bab III skripsi ini. 100 Bab VI menjelaskan tentang pencegahan dan penanganan yang dilakukan dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang. Bab ini terdiri dari 3 pasal dari pasal 56 sampai dengan pasal 58. Di dalam ketentuan undang-undang ini upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang yaitu dengan membentuk suatu gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak 98 Ibid, h. 11-13. 99 Ibid, h. 13-17. 100 Ibid, h. 17-22. hukum, ormas, LSM, organisasi profesi, dan penelitiakademisi Pasal 58 ayat [2] dan [3]. 101 Adapun tugas daripada gugus tugas itu pasal 58 ayat [4] adalah: mengkoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang; melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerjasama; memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan terhadap korban, meliputi rehabilitasi, pemulangan dan reintegrasi sosial; memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; dan melaksanakan pelaporan dan evaluasi. Bab VII Kerjasama Internasional Dan Peran Serta Masyarakat. Pasal 59 sampai dengan pasal 63. Bab yang terdiri dari 4 pasal dan 7 ayat ini dibagi dalam dua bagian. Pertama, kerjasama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral yang dilakukan untuk menanggulangi masalah tindak pidana perdagangan orang. Kedua, penanggulangan tindak pidana perdagangan orang dengan mengikut sertakan masyarakat dalam memberantasnya baik secara nasional maupun internasional. 102 Bab VIII berisi tentang Ketentuan Peralihan yang hanya terdiri dari satu pasal yaitu pasal 64. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pada saat Undang-Undang ini berlaku, maka perkara tindak pidana perdagangan orang yang masih dalam proses penyelesaian di tingkat penyelidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tetap diperiksa berdasarkan undang- undang yang mengaturnya. 103 Bab IX tentang Ketentuan Penutup, yaitu pasal 65 sampai dengan pasal 67. Pasal-pasal ini menjelaskan bahwa aturan-aturan yang berlaku dalam 101 Ibid, h. 23-24. 102 Ibid, h. 24-26. 103 Ibid, h. 26. menangani masalah perdagangan orang selama ini, seperti pasal 297 KUHP dan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. 104 C. Perlindungan Hukum Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Terhadap Perempuan Korban Perdagangan Orang

1. Perlindungan korban dari ancaman

Dokumen yang terkait

Tinjauan tentang pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan pencabulan menurut undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

0 7 62

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DI BIDANG KEWARGANEGARAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2006 DI YOGYAKARTA.

0 3 12

PENDAHULUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DI BIDANG KEWARGANEGARAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2006 DI YOGYAKARTA.

0 2 19

PENUTUP PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DI BIDANG KEWARGANEGARAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2006 DI YOGYAKARTA.

0 3 4

ANALISIS HUKUM MENGENAI PERKAWINAN FASID MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974.

0 0 2

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI RAFA SEORANG ISTRI TERHADAP SUAMI MENURUT HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974.

0 0 2

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG KHUSUSNYA ANAK DAN RELEVANSI TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN TRAFFICKING DI SURABAYA.

0 6 69

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 2 122

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN - Raden Intan Repository

0 0 154

STUDI TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA MENURUT KUHP, UNDANG-UNDANG RI NO.21 TAHUN 2007 DAN HUKUM ISLAM

0 0 73