Undang-undang yang dibentuk tersebut diharapkan oleh banyak pihak bahkan korban sendiri agar dapat memberikan perlindungan bagi korban dan
saksi sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, memberikan perhatian terhadap penderitaan yang dialami korban melalui pemberian hak restitusi
yang diberikan oleh pelaku sebagai ganti kerugian bagi korban, juga hak atas rehabilitasi medis dan sosial, pemulangan serta reintegrasi yang harus
dilakukan oleh negara khususnya bagi mereka yang mengalami penderiataan fisik, psikis dan sosial akibat tindak pidana perdagangan orang ini.
Penyusunan Undang-undang ini juga merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah,
Memberantas, dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak Protokol Palermo yang telah ditanda
tangani pemerintah Indonesia.
93
2. Tujuan pembentukannya
Pada setiap pembentukan suatu peraturan perundang-undangan pada dasarnya selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai jika kelak peraturan
tersebut diberlakukan. Misalnya, dibentuknya undang-undang lalu lintas yang ditujukan agar tercipta ketertiban dan keamanan di jalan raya, sehingga para
pengguna jalan tersebut mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada dan tidak melanggarnya. Demikian pula halnya dengan pembentukan Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pembentukan undang-undang
ini, yaitu:
94
93
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, h. 28-31.
94
Ibid, h.30.
1. Sebagai landasan materiil dan formil bagi penegak hukum dalam
menindak setiap kejahatan perdagangan orang. 2.
Memberikan perlindungan bagi saksi dan korban perdagangan orang. 3.
Memberikan perhatian terhadap kerugian yang diderita oleh korban perdagangan orang.
4. Memberikan hukuman kepada pelaku dengan seberat-beratnya sesuai
dengan kejahatan yang telah dilakukan. 5.
Melindungi hak-hak asasi korban perdagangan orang.
3. Landasan hukum
Adapun landasan hukum yang mendasari dibentuknya Undang- Undang No. 21 Tahun 2007 ini adalah sebagai berikut:
95
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pasal
20, pasal 21, dan pasal 28B ayat 2. 2.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277.
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235.
4. Susunan Dan Isi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
95
Ibid, h. 2.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 ini terdiri dari 9 bab, dan 67 pasal. Pada Bab I Ketentuan Umum undang-undang ini memuat satu pasal.
Pasal ini menjelaskan tentang perdagangan orang dan 15 point penting yang berkaitan dengan unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang.
96
Bab II terdiri dari 17 pasal dan dibagi dalam 23 ayat, dimulai dari pasal 2 sampai dengan pasal 18. Pasal-pasal tersebut secara umum menjelaskan
tentang masalah tindak pidana perdagangan orang, yang dimulai dari modus operandinya, yaitu pola perekrutan, penampungan, pengiriman, dan lain-lain,
hingga sanksi atau hukuman yang dikenakan terhadap pelaku trafficker, baik sanksihukuman tersebut berupa denda maupun penjara. Adapun hukuman
yang diatur dalam bab ini adalah:
97
1. Denda, dimulai dari yang paling rendah yaitu sebesar Rp. 40.000.000,-
empat puluh juta rupiah Pasal 9, sampai yang tertinggi yaitu sebesar Rp. 5.000.000.000,- lima milyar rupiah Pasal 7 ayat [2].
2. Penjara, dengan hukuman minimal selama 1 tahun pasal 9 dan hukuman
maksimalnya adalah selama 15 tahun. pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5, dan pasal 6.
Bab III undang-undang ini menjelaskan tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Bab ini dimulai dari
pasal 19 sampai dengan pasal 27. Dalam bab yang berkaitan dengan tindak pidana lain dalam perdagangan orang ini, hampir sama dengan bab II. Akan
tetapi hukuman yang diberikan terhadap pelaku perdagangan pada bab ini sedikit lebih ringan, dimana hukuman denda terhadap pelaku berkisar antara
96
Ibid, h. 3-5.
97
Ibid, h. 5-10.
Rp. 40.000.000,- empat puluh juta rupiah hingga Rp. 600.000.000,- enam ratus juta rupiah. Sedangkan hukuman penjara yang dijatuhkan terhadap
pelaku, paling singkat adalah 1 satu tahun dan paling lama adalah 15 tahun.
98
Bab IV berkaitan dengan Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan. Bab ini terdiri dari 14 pasal dan 26 ayat. Yaitu dari
pasal 28 sampai dengan pasal 42. Pada bab ini, dijelaskan tentang bagaimana proses pemeriksaan dalam tindak pidana perdagangan orang ini, dimulai dari
proses penyidikan di kepolisian, perlengkapan barang bukti, sampai dengan proses berjalannya persidangan di pengadilan.
99
Bab V undang-undang ini menjelaskan Perlindungan terhadap Saksi Dan Korban, yang dimulai dari pasal 43 sampai dengan pasal 55. Bab ini
mengatur tentang masalah perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh saksi dan korban tindak pidana perdagangan orang. Adapun hak-hak saksi dan
korban yang dimaksud tersebut telah terlebih dahulu dikemukakan oleh penulis dalam bab III skripsi ini.
100
Bab VI menjelaskan tentang pencegahan dan penanganan yang dilakukan dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang. Bab ini
terdiri dari 3 pasal dari pasal 56 sampai dengan pasal 58. Di dalam ketentuan undang-undang ini upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menanggulangi tindak pidana perdagangan orang yaitu dengan membentuk suatu gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak
98
Ibid, h. 11-13.
99
Ibid, h. 13-17.
100
Ibid, h. 17-22.
hukum, ormas, LSM, organisasi profesi, dan penelitiakademisi Pasal 58 ayat [2] dan [3].
101
Adapun tugas daripada gugus tugas itu pasal 58 ayat [4] adalah: mengkoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang;
melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerjasama; memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan terhadap korban, meliputi
rehabilitasi, pemulangan dan reintegrasi sosial; memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; dan melaksanakan pelaporan dan evaluasi.
Bab VII Kerjasama Internasional Dan Peran Serta Masyarakat. Pasal 59 sampai dengan pasal 63. Bab yang terdiri dari 4 pasal dan 7 ayat ini dibagi
dalam dua bagian. Pertama, kerjasama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral yang dilakukan untuk menanggulangi
masalah tindak pidana perdagangan orang. Kedua, penanggulangan tindak pidana perdagangan orang dengan mengikut sertakan masyarakat dalam
memberantasnya baik secara nasional maupun internasional.
102
Bab VIII berisi tentang Ketentuan Peralihan yang hanya terdiri dari satu pasal yaitu pasal 64. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pada saat
Undang-Undang ini berlaku, maka perkara tindak pidana perdagangan orang yang masih dalam proses penyelesaian di tingkat penyelidikan, penuntutan,
atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tetap diperiksa berdasarkan undang- undang yang mengaturnya.
103
Bab IX tentang Ketentuan Penutup, yaitu pasal 65 sampai dengan pasal 67. Pasal-pasal ini menjelaskan bahwa aturan-aturan yang berlaku dalam
101
Ibid, h. 23-24.
102
Ibid, h. 24-26.
103
Ibid, h. 26.
menangani masalah perdagangan orang selama ini, seperti pasal 297 KUHP dan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dinyatakan sudah tidak
berlaku lagi.
104
C. Perlindungan Hukum Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Terhadap Perempuan Korban Perdagangan Orang
1. Perlindungan korban dari ancaman