Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan Hasil Identifikasi Tumbuhan Hasil Ekstraksi Serbuk Daun Kembang Bulan Hasil Uji Pendahuluan Kesimpulan

27 hewandiaklimatisasi di ruang percobaan selama lebih kurang 7 hari Ditjen, POM., 2014. Hewandikelompokkan secara acak sedemikian rupa sehingga penyebaran berat badan merata untuk semua kelompok. Sebanyak 25 ekor mencit dibagi dalam 5 kelompok. 3.3 Penyiapan Sampel 3.3.1 Pengumpulan tumbuhan Pengumpulan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Tumbuhan yang digunakan adalah daunkembang bulan Tithonia diversifolia Hemsley A. Gray yang diperoleh dari bumi perkemahanSibolangit Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasidaunkembang bulan Tithonia diversifolia Hemsley A. Gray dilakukan di Herbarium Medanense MEDA, Universitas Sumatera Utara.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Daun kembang bulan Tithonia diversifolia Hemsley A. Gray yang masih segar dipisahkan dari tangkainya, dicuci kemudian ditiriskan dan ditimbang beratnya sebagai berat basah 6500 g. Daun kemudian dikeringkan dalam lemari pengering hingga kering yang ditandai dengan sampel mudah dipatahkan, kemudian ditimbang kembali sebagai berat kering selanjutnya diblender dan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia 750 g. Serbuk simplisia dimasukkan kedalam kantong plastik, diberi etiket dan disimpan di tempat yang sesuai.

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan

Pembuatan EEDKBdilakukan secara maserasi menggunakan etanol 80. Cara kerja: Universitas Sumatera Utara 28 Sebanyak 750 g serbuk simplisia daun kembang bulandimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 5,5 liter etanol 80. Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai dan diperas. Ampas dicuci kembali dengan2 liter etanol 80, dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, selanjutnya disaring Depkes, RI., 1979. Maserat etanol yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator ± 40 o C sampai diperoleh ekstrak kental.

3.5 Pengujian Efek Toksisitas

Pengujian efek toksisitas meliputi pembuatan sediaan uji EEDKB, uji pendahuluan, pengujian toksisitas subkronik meliputi gejala toksik, perubahan berat badan,jumlah pakan, kematian hewan,makropatologi dan histopatologi organ ginjal dan hati dan pengukuran kadarALT dan kreatinin.

3.5.1 Pembuatan sediaan uji ekstrak etanol daun kembang bulan

Sediaan ujidibuat dengan konsentrasi 6 , ditimbang ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam lumpang, dan ditambahkan CMC-Na 0,5 digerus hingga merata. Sediaan uji EEDKB dimasukkan ke dalam labu ukur, cukupkan dengan CMC-Na 0,5 hingga dicapai batas volume.

3.5.2 Uji pendahuluan

Dosis pada uji toksisitas subkronik biasanya dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari uji toksisitas akut, juga diusulkan suatu penelitian untuk menentukan rentang dosis. Ini dilakukan dengan memberikan tiga atau empat tingkat dosis selama 7 hari kepada hewan uji Lu, 1995. Sebanyak12 ekor mencit dibagi dalam 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 2 ekor. Kelompok kontrol diberi CMC-Na 1 bb, kelompok perlakuan Universitas Sumatera Utara 29 diberi EEDKB dosis250, 500, 1000, 1500,3000mgkgbb secara oral selama 7 hari dan dilakukan pengamatan.

3.5.3 Pengujian toksisitas subkronik

Berdasarkan hasil uji pendahuluan maka didapatkan dosis untuk dilakukan pengujian toksisitas subkronik. Mencit dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit yaitu: kelompok kontrol 1 dan kelompok perlakuan 2-5. -Kelompok 1: kontrol, diberi CMC-Na 1 bb - Kelompok 2: diberi EEDKB dosis 250 mgkg bb - Kelompok 3: diberi EEDKB dosis 500 mgkg bb - Kelompok 4: diberi EEDKB dosis 750 mgkg bb - Kelompok 5: diberi EEDKB dosis 1000 mgkg bb

3.5.4 Pengamatan

Penimbangan mencit dilakukan pada hari ke-0 kemudian pada hari ke-1 diberi sediaan uji secara oral setiap hari selama 28 hari dan dilakukan pengamatan Ditjen, POM., 2014.

3.5.4.1 Gejala toksik

Pengamatan terjadinya gejala-gejala toksik dan gejala klinis yang berupaperubahan kulit, bulu, sekresi, ekskresi,perubahan cara jalan, tingkah laku yang aneh misalnya berjalan mundur,kejang dsb, dilakukan setiap hari selama 28 hari Ditjen, POM., 2014.

3.5.4.2 Berat badan

Mencit ditimbang setiap hari selama 28 hari untuk menentukan volume sediaan uji yang diberikan. Perubahan berat badan dianalisis setiap minggu. Pada akhir penelitian, hewan yang masih hidup ditimbang dan diotopsi OECD, 2008. Universitas Sumatera Utara 30

3.5.4.3 Jumlah pakan

Jumlah makanan yang dikonsumsi ditimbang dan diamati dua hari sekali Ditjen, POM., 2014 3.5.4.4 Kematian hewan Kematian mencit diamati dari hari pertama sampai hari terakhir dan mencit yang mati selama waktu pemberian sediaan uji segera diotopsi Hendriani, 2007; Klasseen, 2001.

3.5.4.5 Pengukuran kadar ALT dan kreatinin

Pada akhir periode pemberian sediaan uji semua mencit yang masih hidup diotopsi.Hewan dibunuh dengan melakukan dislokasi leher,kemudian selagi jantung masih berdenyut darah diambil melalui jantung intra cardiac secara perlahan-lahan menggunakan alat suntik steril sebanyak 1-3 mL. Sebanyak 1mL darah dimasukkan kedalam tabung mikrosentrifuge dan didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit, kemudian dipindahkan kedalam tangas es dan segera disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm.Serum dipisahkan dan disimpan dalam lemari bekuOECD, 2008; Sagita, dkk., 2012; Ditjen, POM., 2014. Kadar ALT dan kreatininselanjutnya diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.

3.5.4.6 Makropatologi

Mencit yang mati segera diotopsi dan dilakukan pengamatan OECD, 2008. Pengamatan meliputi warna, permukaan dan konsistensi organ hati secara visual Anggraini, 2008; Praptiwi,2010

3.5.4.7 Histopatologi organ ginjal dan hati

Selanjutnya diambil organ hati dan ginjal kemudian dicuci dengan larutan fisiologis 0,9 kemudian dimasukkan dalam larutan dapar formaldehida Universitas Sumatera Utara 31 10 dan hasilnya dilihat di bawah mikroskop OECD, 2008; Hendriani, 2007.Pembuatan preparat histopatologi dilakukan di rumah sakit Murni Teguh.

3.5.5 Analisis statistik

Pengamatan berat badan,jumlah pakan danpengukuran ALT dan kreatinin dianalisisnormalitasnya terlebih dahulu menggunakan Shapiro- Wilk . Apabila data terdisribusi normal diuji dengan one-way analysis of variance ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Apabila data tidak terdistribusi normal diuji dengan Kruskall-Wallis Hdan dilanjutkan dengan Mann-Whitney U. Pengujian dilakukan menggunakan program Statistic Product and Service Solutions SPSS versi 22. Universitas Sumatera Utara 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense MEDA, Universitas Sumatera Utara Medan, disebutkan sampel yang digunakan adalah tumbuhan daunkembang bulan Tithonia diversifolia Hemsley A. Gray suku Asteraceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1 dan gambar tumbuhan pada Lampiran 2.

4.2 Hasil Ekstraksi Serbuk Daun Kembang Bulan

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 80. Hasil maserasi dari 750 g serbuk simplisia diperoleh ekstrak kental 71 g randemen 9,466 .

4.3 Hasil Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan selama 7 hari ditemukan adanya gejala toksik dan kematian pada dosis 1500 dan 3000 mgkgbb. Tidakada perbedaan yang signifikan antara kenaikan berat badan dengan pemberian EEDKB p 0,05 pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dosis 250, 500, 1000, 1500 dan 3000 mgkg bb. Hasil uji pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.4 Hasil Pengujian Toksisitas Subkronik

Dari hasil uji pendahuluan EEDKB didapatkan dosis untuk pengujian toksisitas subkronik yaitu 250, 500, 750 dan 1000 mgkg bb. Pengamatan dilakukan selama 28 hari meliputi gejala toksik, berat badan, jumlah pakan, kematian hewan, kadar ALT dan kreatinin, makropatologi dan histopatologi organ Universitas Sumatera Utara 33 hati dan ginjal.

4.4.1 Hasil pengamatan gejala toksik

Hasil pengamatan yang dilakukan setiap hari selama 28 hari terhadap adanya kejang, salivasi, diare, lemas, perubahan bulu, gerak-gerik hewan seperti berjalan mundur dan berjalan dengan perut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil pengamatan gejala toksik Perlakuan Kejang Salivasi Diare Lemas Perubahan bulu Gerak gerik Rontok Warna Jalan mun- dur Jalan dengan perut Gelisah Kontrol - - - - - - - - - Dosis 250 mg - - - - - - - - - Dosis 500 mg - - - + - - - - + Dosis 750 mg + - - + + - - - + Dosis 1000 mg + - + + + - - - + Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa pemberian EEDKB tidak ditemukan adanya gejala toksik pada kelompok kontrol dan dosis 250 mgkg bb. Pada dosis 500 mgkg bb terdapat gejala toksik yaitu lemas dan gelisah sedangkan pada dosis 750 dan 1000 mgkg bb ditemukan gejala toksik yaitu terjadi kejang, lemas,gelisah dan perubahan bulu pada mencit. Sifat toksik dari suatu senyawa sangat ditentukan oleh dosis. Kenaikan dosis biasanya akan menyebabkan lebih banyak sistem organ yang dikenai dan akan memberikan efek kerja yang jauh berbeda. Jumlah individu yang menunjukkan efek toksik atau efek terapetik tergantung dari dosisnya.Setelah dosis berada pada dosis toksik maka zat tersebut dapat menimbulkan keracunan Wirasuta dan Niruni, 2007. Setiap zat biladiberikan pada dosis yangcukupbesar akan menimbulkan Universitas Sumatera Utara 34 gejala-gejala toksik Ganiswara, 1995.Makin besar dosis yang diberikan makin besar efek toksik yang timbul Lu, 1995. Tanda toksik yang muncul pada organ dan sistem antara lain : pada sistem gastrointestinal meliputi melemas, diare, salivasi, keluar air seni, pada perilaku meliputi sedasi, gelisah, depresi berat, sikap agresif atau defensif, ketakutan, bingung , aktivitas yang aneh,dll Lu, 1995.

4.4.2 Hasil pengamatan berat badan

Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari dari hari 0 sampai hari ke 28 untuk menentukan volume sediaan yang diberikan, sedangkan yang dianalisis secara statistik dilakukan seminggu sekali. Hasil pengamatan rata-rata berat badan dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini: Tabel 4.2 Hasil rata-rata berat badan Hari Rata-rata berat badan g ± SD Kontrol 250 mg 500 mg 750 mg 1000 mg 22,52±2,40 23,82±3,60 24,42±2,32 26,04±4,14 25,34±2,03 7 24,00±3,29 25,14±3,94 25,70±2,57 26,00±4,11 25,26±5,70 14 24,30±4,38 25,08±3,88 24,68±3,42 21,30±6,11 23,58±6,22 21 24,84±3,80 25,42±4,29 25,08±3,65 22,26±6,64 22,36±4,14 28 26,16±4,13 25,88±3,89 25,46±4,77 22,9±7,00 22,8±4,43 Berdasarkan hasil uji statistik pengamatan berat badan pada minggu pertama diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari setiap kelompok perlakuan setelah pemberian EEDKB sig. 0,947; p 0,05. Hasil uji statistik pada minggu kedua pengamatan berat badan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari setiap kelompok perlakuan setelah pemberian EEDKB sig. 0,765; p 0,05, pada perlakuan dosis 750 dan 1000 mgkg bb terdapat kematian hari ke 12 dan dosis 1000 mgkg bb pada hari ke-11 dan ke-14. Hasil uji statistik berat badan mencit pada minggu ketiga menunjukkan masih tidak terdapat perbedaan signifikan dari setiapkelompok perlakuan setelah Universitas Sumatera Utara 35 pemberian EEDKB sig. 0,695; p 0,05. Terdapat kematian pada hari ke-16 pemberian dosis 750 mgkg bb dan hari ke-17 dosis 1000 mgkg bb. Analisis data berat badan mencit minggu keempat menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan sig. 0,700; p 0,05. Pada pemberian dosis 500 mgkg bb terjadi kematian pada hari ke-26. Parameter yang merupakan indikator sensitif untuk mengetahui toksisitas yaitu gejala klinis dan berat badan. Hewan uji diamati setiap hari untuk gejala klinis dan berat badan diukur secara berkala Gupta dan Bhardwaj, 2012. Berdasarkan pengamatan selama 28 hari dan analisis data yang dilakukan setiap minggunya, dapat diketahui bahwa EEDKB tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kenaikan berat badan secara signifikan p 0,05, akan tetapi pada beberapa mencit yang mengalami kematian yaitu pada dosis 500,750 dan 1000 mgkg bb diamati adanya penurunan berat badan sebelum terjadinya kematian. Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh berat badan terhadap efek toksik, dimana berkurangnya pertambahan berat badan merupakan indeks efek toksik yang sederhana namun sensitif Lu, 1995.

4.4.3 Hasil pengamatan jumlah pakan

Jumlah asupan makanan dan minuman merupakan salah satu faktor utama yang dapatmempengaruhi perkembangan berat badan Oktriana dan Nurlaela, 2011. Hasil pengukuran asupan makanan menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan dosis 250 mgkg bb memiliki nilai asupan makanan rata-rata terbesar dibandingkan kelompok perlakuan lainnya, sedangkan kelompok perlakuan dosis 1000 mgkg bb memiliki nilai asupan makanan rata-rata terendah dibandingkan kelompok perlakuan yang lain. Universitas Sumatera Utara 36 Jumlah pakan yang diberikan pada mencit, diamati setiap 2 hari sekali. Hasil pengamatan jumlah pakan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil pengamatan jumlah pakan Hari Jumlah pakan g kontrol 250 mg 500 mg 750 mg 1000 mg 2 40,0 43,1 42,0 46,1 44,8 4 36,9 35,4 39,0 39,0 32,7 6 35,6 40,0 37,7 39,2 39,4 8 36,8 41,0 38,4 30,5 31,0 10 39,6 43,2 41,2 32,3 25,1 12 36,5 37,8 38,5 31,0 23,4 14 41,2 41,0 39,2 29,1 25,2 16 38,6 39,4 40,7 22,5 20,2 18 37,0 36,5 37,6 23,4 16,1 20 36,7 41,6 33,5 20,5 15,7 22 42,1 42,5 34,1 22,7 18,2 24 43,2 38,7 33,3 21,6 15,6 26 38,7 37,5 31,2 23,4 14,8 28 40,2 42,1 31,0 24,3 15,6 Hasil statistik rata-rata asupan makanan menunjukkan nilai signifikansip0,05 yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah pakan yang dikonsumsi oleh mencit selama 28 hari pengamatan. Hasil dari Post Hoc Test dengan menggunakan uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan terdapat antara perlakuan dosis 750 dan 1000 mgkg bb terhadap kelompok kontrol p0,05, sedangkan pada perlakuan dosis 250 dan 500 mgkg bb tidak terdapat perbedaan yang signifikan jumlah pakan mencit terhadap kontrol p0,05. Dengan demikian pemberian EEDKB memberikan pengaruh terhadap jumlah pakan mencit jantan. Salah satu metabolit sekunder yang dimiliki kembang bulan adalah tanin. Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental. Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa Universitas Sumatera Utara 37 sangat pahit atau kelat Hagerman, 2002 Kekurangan protein dalam ransum dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan. Secara umum penambahan berat badan akan dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan yang dimakan dan kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan tersebut Ichwan, 2003. Konsumsi makanan juga merupakan indikator yang berguna, konsumsi makanan yang nyata berkurang dapat menimbulkan efek yang mirip atau memperberat manifestasi toksik zat kimia tersebut Lu, 1995.

4.4.4 Hasil pengamatan kematian

Mencit yang mati selama waktu pemberian sediaan uji dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil pengamatan kematian . Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol dan 250 mgkg bb tidak ada mencit yang mati selama waktu pemberian sediaan uji, sedang pada dosis 500 mgkg bb jumlah mencit yang mati 1 ekor pada hari ke-26, dosis 750 mgkg bb 2 ekorpada hari ke- 12 dan 16 dan dosis 1000 mgkg bb 3 ekor pada hari ke- 11, 14 dan 17.Hal tersebut dikarenakan pemberian EEDKB setiap hari selama 28 hari pada berbagai tingkat dosis.Suatu zat pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian namun dosis merupakan faktor utama yang terpenting Ganiswara, 1995. Pemberian EEDKB selama 28 hari juga menyebabkan terjadi kerusakan organ yang dapat menyebabkankematian pada mencit. Penelitian sebelumnya Kelompok Jumlah mencit Jumlah kematian Kontrol 5 Dosis 250 mg 5 Dosis 500 mg 5 1 Dosis 750 mg 5 2 Dosis 1000 mg 5 3 Universitas Sumatera Utara 38 menunjukkan bahwa ekstrak etanol kembang bulan memiliki efek sitotoksik pada sel yang membelah dengan cepat Elufioye, et al., 2008.Pemberian ekstrak etanol kembang bulan untuk pengujian antimalaria juga menunjukkan bahwa jumlah rata-rata mencit yang bertahan pada pemberian dosis berulang kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kontrol Elufioye and Agbedahunsi,2004. Uji toksisitas ekstrak kembang bulan dengan pemberian dosis tunggal juga menunjukkan adanya efek toksik akut dan reversibel pada hati dan ginjal , Elufioye, et al., 2008. Kandungan senyawa metabolit sekunder dalam EEDKB juga merupakan penyebab kematian mencit. Alkaloid cukup toksik sehingga pemberian dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan kematian Elya, dkk., 2010. Efek toksik merupakan efek yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Efek toksik suatu zat dipengaruhi oleh zatnya, target organ, besar dosis dan kondisi fisiologi membran biologi yang terpapar Priyanto, 2009.

4.4.5 Hasil pengukuran kadar ALT dan kreatinin

Pengukuran kadar ALTdan kreatinin dilakukan pada hari ke 29, hasil rata- rata kadar ALT dan kreatinin dapat dilihat pada Lampiran 9. Grafik rata-rata kadar ALTdapat dilihat pada Gambar 4.1, sedangkan kadar kreatinin dpat dilihat pada Gambar 4.2. Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa kadar ALT meningkat seiring peningkatan dosis. Berdasarkan hasil analisis statistika terdapat perbedaan yangsignifikan antara kelompok perlakuan dan kontrol p 0,05. Pada kelompok kontrol rata-rata kadar ALT 24,26IUL, dosis 250 mgkg bb 48,5IUL, Universitas Sumatera Utara 39 dosis500 mgkg bb 73,5IUL, terlihat hasil rata-rata kadar ALT dari ketiga perlakuan Gambar 4.1 Grafik rata-rata hasil pengukuran kadar ALT tersebut masih dalam batas normal.Pada dosis 750 mgkg bb 99,5IUL dan dosis 1000 mgkg bb 151,1IUL, rata-rata kadar ALTkelompok tersebut di atas batas normal. Kadar ALT darah mencit normal adalah 17–77 IULAnonymous, 2009. GPT dan GOT merupakan indikator yang kuat dan peka terhadap kelainan sel –sel hati. Enzim glutamate piruvat transaminase GPTALT merupakan enzim sitosol yang sebagian besar terdapat di dalam hati, jantung dan otot. Enzim ini sebagai indikator yang lebih spesifik untuk kerusakan sel-sel hati dibandingkan Universitas Sumatera Utara 40 GOT, karena GOT merupakan enzim mitokondria ada dalam jumlah besar di jantung, hati otot rangka dan ginjal, jika kadardalam jantung hati, ALT tinggi ada indikasi terjadi kerusakan sel di dalam hati Murtini, dkk.,2010; Widjaja,2010. Gambar 4.2 Grafik rata-rata hasil pengukuran kadar kreatinin Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa kadar kreatinin juga meningkat seiring peningkatan dosis. Berdasarkan hasil analisis statistika terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan terhadap kontrol p 0,05.Pada kelompok kontrol rata-rata kadar kreatinin 0,12 mgdL, dosis 250 mgkg bb 0,184 mgdL ,dosis 500 mgkg bb 0,33 mgdL, dosis 750 mgkg bb 0,47 mgdL dan dosis 0,12 0,184 0,3325 0,4667 0,71 KONTROL DOSIS 250 MG DOSIS 500 MG DOSIS 750 MG DOSIS 1000 MG kadar kreatinin Universitas Sumatera Utara 41 1000 mgkg bb 0,71 mgdL. Terlihat kadar rata-rata kreatinin dari seluruh kelompok masih ada dalam batas normal, nilai kreatinin pada mencit yang sehat berada dalam rentang 0,2-0,9 mgdL Anonymous, 2009. Analisis biokimia yang dapat dilakukan untuk mendeteksi fungsi ginjal yaitu kadar kreatinin dan ureum. Kreatinin serum secara khusus berguna dalam mengevaluasi fungsi glomerulus. Kreatinin serum dinilai lebih sensitif dan merupakan indikator penyakit ginjal yang lebih spesifik. Kreatinin ini kemudian meningkat dan tidak dipengaruhi diet atau masukan cairanLefever, K.J., 2007. Kelemahan kadar kreatinin sebagai parameter fungsi ginjal yaitu peningkatannya dalam darah terjadi jika laju filtrasi glomerulus LFG telah menurun dibawah 70 dari normal, sehingga tidak dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan ginjal dini IDAI, 1993. Kadar kreatinin dan ureum bukanlah satu-satunya indikator kerusakan ginjal, tetapi perlu dikonfirmasi lagi dengan histologi jaringan ginjal Michael,2013.

4.4.6 Hasil pengamatan makropatologi

Perubahan warna menjadi salah satu parameter terjadinya efek toksik yang bertujuan mendapatkan informasi mengenai toksisitas zat uji yang berkaitan dengan organ sasaran dan efek terhadap organ tersebut Lu, 1995. Kriteria normal pada organ bila tidak ditemukan perubahan warna, perubahan struktur permukaan dan perubahan konsistensi Anggraini, 2008. Tidak terlihat adanya perubahan warna hati dan ginjal pada kelompok kontrol dan dosis 250 mgkg bb warna organ merah kecoklatan, permukaan licin dan konsistensi kenyal. Hasil pengamatan makropatologi meliputi pengamatan warna, permukaan Universitas Sumatera Utara 42 dan konsistensi organ hati dan ginjal.Hasil pengamatan makropatologi hati dan ginjal dapat dilihat pada Tabel4.5 dan Tabel 4.6 berikut: Tabel 4.5 Hasil pengamatan makropatologi hati Tabel 4.6 Hasil pengamatan makropatologi ginjal Kelompok Pengamatan Warna Permukaan Konsistensi Kontrol Merah kecoklatan Licin Kenyal Dosis 250 mg Merah kecoklatan Licin Kenyal Dosis 500 mg Merah bata Licin Kenyal Dosis 750 mg Merah bata Tidak licin Kenyal Dosis 1000 mg Merah bata,pucat Tidak licin Kenyal Perubahan warna menjadi merah bata terjadi pada hati dan ginjal dosis 500 dan 750 mgkg bb. Pada dosis 1000 mgkg bb warna hati dan ginjal menjadi lebih pucat. Menurut Tang dalam Praptiwi 2010 Perubahan yang terjadi pada organ akibat pemberian ekstrak pegagan disebabkan adanya kandungan kimia pada ekstrak tersebut, misalnya saponin, turunan triterpenoid asam asiastika, dan asam brahmida dan ion potasium K, sedangkan ekstrak kembang bulan juga memiliki kandungan saponin dan triterpenoid. Saponin yang merupakan salah satu kandungan ekstrak kembang bulan dapat menyebabkan hemolisis dan menurunkan tekanan permukaan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada sel dan jaringan otot, pendarahan pada sinusoid, nekrosis pada tubuli dan juga adanya perubahan warna pada organ Praptiwi,2010.

4.4.7 Hasil histopatologi organ hati dan ginjal

Kelompok Pengamatan Warna Permukaan Konsistensi Kontrol Merah kecoklatan Licin Kenyal Dosis 250 mg Merah kecoklatan Licin Kenyal Dosis 500 mg Merah bata Licin Kenyal Dosis 750 mg Pucat Licin Kenyal Dosis 1000 mg Pucat Tidak licin Tidak kenyal Universitas Sumatera Utara 43 Organ hati dan ginjal pada mencit yang mati segera diambil dan pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua mencit yang masih hidup diotopsi. Organ hati dan ginjal diambil kemudian dibuat menjadi preparat histopatologi dan selanjutnya dilihat kerusakan jaringan di bawah mikroskop. Tabel 4.7 Hasil histopatologi organ hati Keterangan : - = normal; + = ringan; ++ = sedang; +++ = parah Gambaran histopatologi hati mencit jantan dapat dilihat pada gambar berikut : Kelompok Jenis kerusakan hepatosit Pelebaran sinusoid Degenerasi hidropik Nekrosis Kontrol - - - Dosis 250 mg - - - Dosis 500 mg - - Melebar Dosis 750 mg ++ + Melebar Dosis 1000 mg + +++ Melebar Jaringan hati kelompok kontrol Jaringan hati dosis 250 mgkg bb Jaringan hati dosis 500 mgkg bb Jaringan hati dosis 500 mgkg bb Universitas Sumatera Utara 44 Gambar 4.3 Jaringan hati mencit perbesaran 40 x10 Keterangan : 1 = hepatosit, 2 =vena sentral, 3=sinusoid, 4 = pelebaran sinusoid, 5 = degenerasi hidropik, 6 = nekrosis Tabel 4.7 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol dan dosis 250 mgkg bb tidak terdapat kerusakan pada jaringan hati mencit jantan. Pada dosis 500 mgkg bb mulai terjadi kerusakan ditandai dengan adanya pelebaran sinusoid, sedangkan pada dosis 750 dan 1000 mgkg bb kerusakan yang terjadi pada jaringan ginjal mencit jantan semakin parah ditandai dengan adanya pelebaran sinusoid, degenerasi hidropik dan terdapatnya nekrosis. Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa kelompok kontrol dan 250 mgkg bb menunjukkan gambaran histopatologi masih dalam keadaan normal yaitu dengan menunjukkan hepatosit tersusun secara radial dalam lobulus hati. Celah antara lempeng-lempeng ini mengandung sinusoid-sinusoid kapiler yang dinamakan sinusoid hati. Sinusoid merupakan pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri atas satu lapisan endotel yang tidak kontinyu Junqueira dan Corneiro, 2005. Pada dosis 500 mgkg bb tampak sinusoid yang tidak utuh lagi, sedangkan pada dosis 750 dan 1000 mgkg bb telah terjadi pelebaran sinusoid, degenerasi hidropik dan nekrosis pada sebagian hepatosit. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa akumulasi bahan toksik dan metabolit lain menyebabkan degenerasi sel Tatukude, dkk., 2014. Menurut Rippey 1994 zat yang memiliki sifat toksik akan menyebabkan gangguan pada organel mitokondria yang menghasilkan energi Adenosin Triposphat ATP dan ATP tersebut dibutuhkan untuk berjalannya pompa natrium Na + . Apabila tidak ada ATP maka Na + yang ada dalam sel tidak akan keluar dari sel. Dimana Na + memiliki sifat menarik air. Hal ini menyebabkan Jaringan hati dosis 1000 mgkg bb Universitas Sumatera Utara 45 terganggunya permeabilitas sel sehingga cairan yang ada di ekstrasel akan masuk ke dalam intrasel dalam jumlah yang banyak yang mengakibatkan terbentuknya vakuola yang jernih, kecil dan banyak. Vakuola-vakuola yang tersebar bersatu membentuk vakuola yang lebih besar atau vakuola tunggal yang menempati di dalam sitoplasma dan menggantikan inti sel serta terjadinya pembengkakan sel sehingga terjadilah degenerasi hidropik Chang, 1986. Degenerasi hidropik merupakan respon awal sel terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik, serta merupakan proses awal dari kematian sel Jones, et al., 1997; Cheville, 1999. Kerusakan sel secara terus-menerus akan mencapai suatu titik sehingga terjadi kematian sel. Kematian sel ada dua macam yaitu nekrosis dan apoptosis, nekrosis ditandai dengan pembengkakan sel,kebocoran, kehancuran inti sel dan aliran dari sel-sel inflamasi Klassen,2001. Lu 1995 mengatakan bahwa jika sebuah sel hati mendapat paparan zat yang dicurigai toksik secara terus menerus, maka akan mengganggu metabolisme hati yang akhirnya menyebabkan kerusakan mikroanatomi hati berupa nekrosis hati. Nekrosis hati adalah kematian hepatosit yang umumnya merupakan kerusakan akut. Gambaran histopatologi pada dosis 500, 750 dan 1000 mgkg bb meunnjukkan adanya pelebaran sinusoid. Menurut Junqueira dan Carneiro 1998 melebarnya sinusoid terjadi karena toksikan pada sel hati mudah berkontak dengan sinusoid. Melebarnya sinusoid disebabkan karena penyaluran aliran darah yang kuat dan rusaknya sel hati yang diakibatkan toksikan, dimana dinding sinusoid yang terdiri dari sel-sel endotel yang membentuk lapisan tidak utuh. Yang membatasi sel hati dan sinusoid adalah celah subendotel yang mengandung mikrovilli dari sel hati. Hal ini memudahkan kontak langsung antara permukaan Universitas Sumatera Utara 46 sel hati dan sinusoid sehingga memudahkan terjadinya pertukaran makromolekul termasuk toksikan. Toksikan pada sel hati yang rusak akan mudah berkontak dengan sinusoid, dan apabila konsentrasi toksikan tinggi maka akan menyebabkan pelebaran sinusoid Surasa, dkk., 2014. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol dan dosis 250 mgkg bb tidak terdapat kerusakan pada jaringan ginjal mencit jantan. Pada dosis 500 mgkg bb mulai terjadi kerusakan yaitu adanya pelebaran ruang bowman, sedangkan pada dosis 750 dan 1000 mgkg bb kerusakan yang terjadi pada jaringan ginjal mencit jantan semakin parah ditandai dengan adanya pelebaran ruang bowman, pelebaran sinusoid dan nekrosis. Tabel 4.8 Hasil histopatologi organ ginjal Keterangan : - = normal; + = ringan; ++ = sedang; +++ = parah Gambaran mikroskopis ginjal selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.4, pada kelompok kontrol dan dosis 250 mgkg bb jaringan ginjal tampak normal Gambar 4.8 dan 4.9. Pada perlakuan dosis 500 mgkg bb telah terjadi pelebaran ruang bowman sedangkan pada dosis 750 dan 1000 mgkg bb terjadi kerusakan ginjal yang ditandai adanya pelebaran lumen tubulus, pelebaran ruang bowman dan kematian sel nekrosis. Pelebaran ruang bowman diakibatkan atrofi glomerolus, yaitu menurunnya ukuran jaringan yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah sel atau berkurangnya ukuran sel Spector, 1993. Kerusakan ini menyebabkan Kelompok Pelebaran ruang bowman Pelebaran lumen tubulus Nekrosis Kontrol - - - Dosis 250 mg - - - Dosis 500 mg + - - Dosis 750 mg ++ + + Dosis 1000 mg +++ ++ ++ Universitas Sumatera Utara 47 terganggunya proses filtrasi darah. Jika kemampuan menyaring darah berkurang, maka sel darah dan protein dapat keluar bersama urin atau malah tertimbun pada tubulus karena dapat lolos pada proses filtrasi Hasnisa, dkk., 2014. Ginjal menghasilkan urin yang merupakan jalur utama peneluaran zat-zat toksik. Ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik karena ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasikan zat-zat toksik pada filtrat glomerolus dan membawanya melalui sel tubulus, serta mengaktifkan toksikan tertentu Santoso dan Nurliani,2006. Gambaran histopatologi ginjal dapat dilihat pada gambar berikut: Jaringan ginjal kelompok kontrol Jaringan ginjal dosis 250 mgkg bb Jaringan ginjal dosis 500 mgkg bb Jaringan ginjal dosis 500 mgkg bb Jaringan ginjal dosis 1000 mgkg Universitas Sumatera Utara 48 Gambar 4.4 Jaringan ginjal mencit perbesaran 40 x10 Keterangan : G = glomerolus, P = tubulus proksimal, D = tubulus distal, 1 = pelebaran ruang bowman, 2 = pelebaran lumen tubulus, 3 = nekrosis Bila ginjal bekerja terlalu berat, maka sel mengalami kerusakan yang irreversibel dan menyebabkan kematian sel. Perubahan ini sesuai dengan pendapat Himawan 1992 yang menyatakan bahwa zat kimia yang terlalu banyak dalam ginjal diduga akan mengakibatkan kerusakan sel Soepaptini, dkk., 2012. Kerusakan sel-sel epitel tubulus yang mengalami kontak langsung dengan bahan yang direabsorbsi dapat mengakibatakan terjadinya degenerasi maupun nekrosis pada sel ginjal Cotran, 2007. Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang besar dalam mengikat senyawa kimia. Kedua organ ini mungkin memiliki konsentrasi toksikan yang lebih banyak dibandingkan seluruh organ lainnya Klassen, 2001. Sel-sel endotelium pada sinusoid hati dan kapiler peritubular ginjal memiliki saluran yang lebih luas diameter 50-150 nm yang memungkinkan lewatnya bahkan ikatan-protein xenobiotik. Hal ini yang menyebabkan akumulasi zat-zat kimia pada hati dan ginjal Klassen, 2001. Universitas Sumatera Utara 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: a. EEDKBpada kelompok kontrol dan dosis 250 mgkg bb tidak berpengaruh terhadap gejala klinis sedang dosis 500, 750 dan 1000 mgkg bb berpengaruh pada mencit jantan. b. EEDKB sampai dengan dosis 1000 mgkg bb tidak berpengaruh secara signifikan terhadap berat badan mencit jantan, namun terjadi penurunan berat badan kepada mencit yang mengalami kematian. c. EEDKB memberikan pengaruh terhadap jumlah pakan mencit jantan pada dosis 750 dan 1000 mgkg bb. d. EEDKBpada kelompok kontrol dan dosis 250 mgkg bb tidak memberikan efek pada organ hati dan ginjal mencit jantan, sedangkan pada dosis 500,750 dan 1000 mgkg bb memberikan efek pada hati dan ginjal mencit jantan. e. EEDKB pada dosis 250 mgkg bb tidak toksik sedang dosis 500,750 dan 1000 mgkg bb toksik terhadap mencit jantan.

5.2 Saran