berusaha dan bekerja. Dengan kata lain, bahwa wanita perlu mendapat kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam mengisi pembangunan
sesuai yang dicita-citakan bersama. Perjuangan kesejajaran hak wanita dan laki- laki tidak akan sia-sia apabila wanita mampu berusaha sesuai dengan
kemampuannya, sehingga dapat berasing dengan kaum laki-laki. Walaupun wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki bukan berarti yang bersangkutan
harus meninggalkan tugas-tugas kewanitaannya sebagai seorang ibu. Secara formal pemerintah dan undang-undang yang ada memberikan
kesempatan bagi wanita untuk menuntut ilmu, mengembangkan karir, dan memperoleh pekerjaan yang sama, namun pada kenyataannya wanita terkadang
menemui banyak kendala dalam mengembangkan karirnya. Kendala yang biasa dialami oleh wanita seringkali dapat menimbulkan fear of success.
2.5.1 Fear of Success Pada Wanita Pekerja Belum Menikah
Wanita pekerja yang belum menikah juga kemungkinan rentan mengalami fear of success, walaupun sebenarnya wanita pekerja yang belum menikah belum
memiliki tuntutan dalam rumah tangga sehingga dapat mampu fokus bekerja. Namun, wanita juga memiliki tuntutan lain yang menyebabkan terganggunya
pekerjaan. Wanita yang belum menikah memiliki masih keterikatan dengan keluarga seperti orang tua. Budaya yang ada di Indonesia, wanita walaupun sudah
dewasa tetap dianggap masih dibawah pengawasan orang tua karena belum menikah. Orang tua melepas pengawasan kepada anak perempuannya jika sudah
menikah dan memiliki suami. Pengawasan orang tua ini membuat wanita pekerja menjadi tidak dapat maksimal dalam bekerja. Sebagai contohnya terdapat orang
tua yang melarang anak perempuannya untuk bekerja di luar kota. Sehingga hal ini menyebabkan wanita pekerja yang belum menikah masih terikat kepada orang
tua sehingga memunculkan fear of success. Wanita yang belum menikah juga memiliki rencana untuk menikah.
Wanita sudah memikirkan kehidupan pernikahannya kelak dimana kehidupan wanita setelah menikah akan dipengaruhi oleh pasangan. Hal ini senada dengan
pendapat yang diungkapkan oleh Santrock 2002: 152 yang paling umum untuk perempuan adalah bekerja sebentar setelah menyelesaikan sekolah atau bahkan
kuliah, menikah, dan mempunyai anak, kemudian ketika anak-anak bertambah besar kembali bekerja paruh waktu untuk membantu pendapatan suami. Wanita
yang akan menikah akan berpikir mengenai pekerjaannya setelah menikah. Adanya ketakutan tidak diizinkan suami untuk bekerja menyebabkan wanita tidak
maksimal dalam bekerja. Masyarakat Indonesia khususnya untuk suku Jawa masih mempunyai
anggapan wanita yang memiliki prestasi tinggi sulit menemukan pasangan hidup. Sedangkan laki-laki juga cenderung memilik wanita dengan posisi yang sama atau
lebih rendah dari dirinya daripada dengan wanita yang lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan adanya anggapan bahwa wanita dengan prestasi tinggi akan
menyebabkan sulit
untuk mendapatkan
pasangan hidup.
Berdasarkan kekhawatiran tersebut maka wanita pekerja yang belum menikah menurunkan
prestasinya. Pada perusahaan, jumlah pekerja wanita juga tidak sedikit bahkan wanita
mendominasi jumlah pekerja wanita di Indonesia. Namun tidak banyak wanita
yang mampu menduduki posisi jabatan yang tinggi. Hal ini merupakan kebiasaan yang masih ada di Indonesia dimana umumnya pemimpin merupakan laki-laki.
Wanita dianggap kurang pantas dalam memimpin suatu perusahaan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Matlin 2012: 214 yang menyatakan bahwa
pengusaha memiliki pandangan yang negatif terhadap kemampuan pekerja wanita. Alasan tersebut membuat wanita takut untuk berprestasi secara maksimal karena
ada kekhawatiran dimana wanita tidak akan dapat menduduki jabatan yang lebih tinggi. Walaupun tingkat fear of success wanita pekerja yang belum menikah
lebih rendah daripada wanita yang sudah menikah namun rata-rata wanita pekerja yang belum menikah juga tetap mengalami fear of success yang cukup tinggi.
2.5.2 Fear of Success Pada Wanita Pekerja Sudah Menikah