UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil uji aktivitas optimal minyak atsiri kemangi yang dibandingkan dengan kontrol positif yaitu Biorem dan kontrol
pelarut minyak atsiri dengan DMSO 9,8.
Gambar 4.8. Grafik Hasil Uji Aktivitas Terseleksi Minyak Atsiri Kemangi
4.2. Pembahasan
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia adalah Ocimum americanum atau yang lebih dikenal
dengan kemangi Umar, 2011. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Thaweboon Thaweboon tahun
2009, menunjukkan bahwa minyak atsiri kemangi memiliki aktivitas antimikroba yang juga mampu dalam menghancurkan biofilm dari bakteri
Streptococcus mutans di mulut. Hasil penelitian lain yang telah ada juga menyebutkan bahwa minyak atsiri dari kemangi memiliki efek antibakteri,
antituberkolosis, dan antijamur Sabra et al, 2007; Ntezurubanza
et al,1986; Wungsintaweekul et al, 2009; Parida et al, 2014
. Bahan utama yang digunakan pada penelitian adalah minyak atsiri
dari herba kemangi Ocimum americanum L., dan telah di determinasi di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Botani, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia LIPI, Bogor. Minyak atsiri herba kemangi didapat dengan cara destilasi uap-air
dengan menggunakan destilasi uap-air yang prosesnya dilakukan selama 4
Ekstrak 0.25 DMSO 9.8
Biorem 0.25 Series1
65.88 2.74
75.59 -10
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Pers e
n ta
se Akt
iv ita
s Pengh
an cu
ra n
Perlakuan Uji
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
jam. Metode destilasi uap dipilih karena merupakan salah satu metode yang sudah lama disetujui dan resmi untuk isolasi minyak atsiri dari bahan tanaman
Y. Li et al, 2014. Metode ini juga sudah dilakukan oleh Parida et al tahun 2014 untuk mengekstraksi minyak atsiri dari daun kemangi. H
asil rendemen minyak atsiri kemangi yang didapat pada penelitian Parida et al adalah 0.2
vb sedangkan penelitian yang saat ini dilakukan menghasilkan rendemen yang lebih rendah yaitu 0,18 vb. Perbedaan dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yaitu suhu udara dan tanah, intensitas cahaya dan kondisi kelembaban. Sintesis metabolit sekunder sangat berkaitan dengan jumlah
cahaya yang dapat diterima oleh tumbuhan. Namun, faktor lingkungan sepertinya yang paling berpengaruh pada akumulasi total minyak atsiri
Shadia et al. 2007. Minyak atsiri yang didapat selanjutnya dianalisis komponen kimianya
dengan menggunakan
GCMS Gas
Chromatography-Mass Spectrophotometer. Tujuannya adalah untuk mengetahui komponen-
komponen kimia yang terdapat didalam minyak atsiri. Hasil analisis kimia minyak atsiri menunjukkan terdapat 13 komponen senyawa didalamnya.
Senyawa yang paling dominan diantaranya Sitral 43,94 dan β-Sitral
31,737. Hasil jumlah komponen kimia yang didapat lebih rendah dibandingkan jumlah komponen minyak atsiri pada penelitian
Parida et al tahun 2014 yang menunjukkan terdapat 18 komponen kima dari minyak
atsirinya. Perbedaan jumlah komponen ini kemungkinan penyebabnya sama dengan perbedaan jumlah rendemen minyak atsiri yang sebelumnya dibahas.
Perbedaan ini juga kemungkinan dapat terjadi akibat perbedaan teknik analisis komponen kimia yang dilakukan oleh Parida et al tahun 2014 yang
menggunakan kormatografi gas-cair sedangkan pada penelitian ini menggunakan
kromatografi gas-spektroskopi massa. Meskipun jumlah komponen berbeda tetapi komponen utama dan jumlah komponen utama dari
minyak atsiri kemangi pada penelitian Parida dan yang saat ini dilakukan hampir sama. Komponen utama dari kedua penelitian ini adalah sitral dan β-
sitral dengan kadar pada penelitian Parida et al masing-masing yaitu 47,18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan 36,57 sedangkan pada penelitian ini didapatkan kadar masing-masing yaitu 43,94 dan 31,73.
Minyak atsiri kemangi yang digunakan memiliki komponen kimia terbesarnya yaitu sitral. Sitral merupakan monoterpen yang sudah diketahui
memiliki aktivitas farmakologi, termasuk didalamnya sebagai antibakteri, a
ntijamur, antibakteri, insektisida, dan antibiofilm Lima et al. 2012; Kalia,
2015; Chaimovitsh et al, 2010
. Sitral sebagai antibiofilm dengan menghambat quorum sensing QS sehingga pembentukan biofilm terhambat.
Pada penelitian oleh Dalleau tahun 2007, menunjukkan sitral dapat menghambat secara signifikan dari aktivitas metabolik ragi yang termasuk
dalamnya Candida albicans biofilm ketika ditambahkan pada konsentrasi kurang dari 2,25 mgmL pada saat awal pertumbuhan biofilm jamur.
Mekanisme yang mungkin terjadi saat penghambatan QS yaitu persaingan pengikatan molekul sinyal pada reseptor, degradasi sinyal enzimatik seperti
pada asil homoserine lakton AHL acylases Sistem komunikasi sel-sel yang memungkinkan untuk mengkoordinasikan ekspresi gen, dan penghambatan
penerimaan molekul sinyal Verbel et al, 2012. Sitral sebagai antibakteri dan antibiofilm dapat mengikat oksigen saat didalam tubuh untuk membuat
epoksida intermediet yang dapat mengalkilasi DNA, protein dan sejumlah biomolekular yang lainnya Kalia, 2015 Saddiq, 2010. Selain itu pada
penelitian yang dilakukan Thaweboon tahun 2012, menunjukkan minyak atsiri kemangi secara keseluruhan juga dapat bekerja sebagai antibiofilm
dengan cara menghancurkan biofilm dari Streptococcus mutans yang sudah terbentuk.
Minyak atsiri dibuat serial konsentrasi uji 1, 0,75, 0,5, dan 0,25 vv. Serial konsentrasi dibuat dengan mengencerkan minyak atsiri
dengan DMSO 9,8. DMSO digunakan karena merupakan pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa polar maupun non polar dan dapat
digunakan sebagai pengencer ekstrak. Pelarut DMSO merupakan pelarut organik dan tidak bersifat bakterisidal hingga konsentrasi 10. DMSO
direkomendasikan digunakan sebagai pelarut minyak atsiri Assidqi, 2012 Thaweboon, 2009.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada penelitian ini minyak atsiri dilakukan uji aktivitas antibiofilm terhadap bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan
Staphylococcus aureus menggunakan metode Microtitter Plate Biofilm Assay. Pengujian ini dilakukan terhadap tiga aktivitas antibiofilm yaitu
pencegahan pertumbuhan biofilm, penghambatan pertumbuhan biofilm dan penghancuran biofilm.
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa yang didapat dari koleksi laboratorium
mikrobiologi LIPI dan Staphylococcus aureus hasil isolasi. Ketiga bakteri yang digunakan ini dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Escherichia
coli merupakan flora normal di dalam usus tetapi dapat menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar
usus. Escherichia coli dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare, sepsis bila bakteri dapat memasuki aliran darah, infeksi
saluran kemih, dan penyebab utama meningitis pada bayi Jawetz et al, 1996. Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan infeksi pada luka,
membentuk nanah yang berwarna biru hijau, meningitis, dan infeksi saluran air kemih akibat pemakaian kateter dan alat-alat medis yang ditumbuhi
biofilm bakteri Jawetz, et al, 1996. Infeksi oleh Staphylococcus aureus
ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini adalah bisul, jerawat,
impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, dan osteomielitis Ryan
et al, 1994; Warsa, 1994. Bakteri uji dikultur pada media padat untuk diamati bentuk
morfologinya. Bakteri Escherichia coli ditumbuhkan pada media EMB Eosin Methyl Blue Agar
dan dilakukan pewarnaan Gram untuk melihat bentuk mikroskopisnya. Hasil dari inokulan menunjukkan ciri khas dari
Escherichia coli yaitu pada media EMB menghasilkan warna metalik emas dan bentuk mikroskopis terlihat batang pendek sedikit oval, susunan tidak
teratur, dan berwarna kemerahan. Bakteri Pseudomonas aeruginosa ditumbuhkan pada media PIA Pseudomonas Isolation Agar dan dilakukan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pewarnaan Gram untuk melihat bentuk mikroskopisnya. Hasil dari inokulan menunjukkan ciri dari Pseudomonas aeruginosa yaitu pada media PIA
inokulan yang terbentuk menghasilkan warna hijau yang merupakan ciri khasnya dan bentuk mikroskopisnya batang pendek, warna kemerahan, dan
tidak teratur. Hasil dari inokulan Staphylococcus aureus menunjukkan ciri khasnya yaitu secara makroskopis koloni padat, bulat, halus, dan berwarna
putih kekuningan dan secara mikroskopis sel yang berbentuk bulat berwarna ungu dan berkoloni seperti buah anggur. Uji biokimia dilakukan untuk
memastikan bahwa inokulan adalah spesies Staphylococcus aureus dengan menggunakan larutan H
2
O
2
3, media pelarut fosfat, media KIA, dan susu skim 20. Bakteri hasil inokulasi dapat dipastikan Staphylococcus aureus
jika pada uji H
2
O
2
3 menghasilkan gelembung gas yang banyak, uji dengan susu skim 20 menyebabkan menggumpalnya susu, positif melarutkan fosfat
pada media fosfat, dan terdapatnya titik kehitaman pada dasar penusukan di media KIA. Dari keseluruhan uji yang dilakukan terhadap tujuh jenis bakteri
yang diuga Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa bakteri nomor 6 positif merupakan Staphylococcus aureus.
Setelah semua bakteri uji dipastikan sesuai, maka selanjutnya dilakukan uji pembentukan biofilm. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan bakteri uji yang digunakan dalam membentuk biofilm. Suspensi bakteri dengan densitas optik 0.2 DO
600
pada masing-masing bakteri dimasukkan ke dalam mikroplat yang berbeda dan diinkubasi pada suhu 37
C selama 72 jam. Densitas optik biofilm Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphylococcus aureus yang terbentuk masing-masing adalah 0,324, 0,66, dan 0,829. Grafik pertumbuhan dapat dilihat pada gambar
4.1. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri dapat membentuk biofilm yang baik, sehingga metode dan bakteri yang digunkan sudah cocok dan dapat
digunakan untuk uji aktivitas antibiofilm. Uji aktivitas antibiofilm minyak atsiri dilakukan terhadap pencegahan,
penghambatan, dan penghancuran biofilm Escherichia coli. Data persentase pencegahan biofilm Escherichia coli pada gambar 4.2. Grafik pada gambar
menunjukkan grafik eksponensial dimana terjadi peningkatan aktivitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pencegahan biofilm seiring dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri. Hasil tertinggi ditunjukan pada konsentrasi 1 dengan persentase
pencegahan sebesar 40,68 dan yang terendah pada konsentrasi 0,25 dengan persentase pencegahan 13,63. Hasil uji statistik pencegahan biofilm
Escherichia coli dapat dilihat pada lampiran 10. Uji normalitas menunjukkan data pencegahan biofilm terdistribusi normal p ≥ 0,05 dan pada uji
homogenitas menunjukkan data pencegahan biofilm tidak terdistribusi homogen p
≤
0,05 sehingga dilanjutkan ke uji Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis p
≤
0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada data uji pencegahan biofilm Escherichia coli sehingga dilanjutkan ke uji
Post Hoc untuk melihat perbedaanya. Hasil uji post hoc menunjukkan densitas optik kontrol negatif berbeda secara bermakna terhadap masing-
masing konsentrasi uji. Persentase aktivitas penghambatan Eschercia coli dapat dilihat pada
gambar 4.2. Grafik pada gambar menunjukkan grafik eksponensial dimana terjadi peningkatan aktivitas penghambatan biofilm seiring dengan
meningkatnya konsentrasi minyak atsiri. Penghambatan biofilm tertinggi ditunjukkan pada konsentrasi 1 dengan persentase penghambatan sebesar
41,28 dan yang terendah pada konsentrasi 0,25 dengan persentase pencegahan 34,07. Hasil uji statistik penghambatan biofilm Escherichia
coli dapat dilihat pada lampiran 11. Uji normalitas menunjukkan pencegahan b
iofilm terdistribusi normal p ≥ 0,05 dan pada uji homogenitas menunjukkan penghambatan biofilm terdistribusi homogen p ≥ 0,05.
Sehingga analisa dilanjutkan dengan uji Anova. Hasil uji Anova p
≤
0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada data uji penghambatan
biofilm Escherichia coli sehingga dilanjutkan ke uji post hoc untuk melihat perbedaanya. Hasil uji Post Hoc menunjukkan densitas optik kontrol negatif
berbeda secara bermakna terhadap masing-masing konsentrasi uji. Uji terakhir terhadap Escherichia coli yaitu penghancuran biofilm.
Persentase aktivitas penghancuran Eschercia coli dapat dilihat pada gambar 4.2. Grafik pada gambar menunjukkan grafik dengan skema sigmoid, dimana
aktivitas terbaik berada di tengah yaitu pada konsentrasi 0,5 dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktivitas penghancuran 23,92 dan turun kembali pada konsentrasi 0,25 dengan persentase aktivitas penghancuran sebesar 21,92. Aktivitas
penghancuran tersendah pada konsentrasi 1 dengan aktivtas penghancuran sebesar 14,64. Hasil uji statistik penghancuran biofilm Escherichia coli
dapat dilihat pada lampiran 12. Hasil uji normalitas menunjukkan pencegahan biofilm terdistribusi normal p ≥ 0.05 dan pada uji homogenitas
menunjukkan pencegahan biofilm terdistribusi homogen p ≥ 0.05 sehingga
memen uhi persyataran untuk uji Anova. Hasil uji Anova p ≥ 0.05
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Uji aktivitas antibiofilm minyak atsiri selanjutnya dilakukan terhadap
pencegahan, penghambatan, dan penghancuran biofilm Pseudomonas aeruginosa. Persentase pencegahan biofilm Pseudomonas aeruginosa pada
gambar 4.3. Grafik pada gambar menunjukkan peningkatan aktivitas pencegahan biofilm seiring dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri.
Pencegahan biofilm tertinggi ditunjukkan pada konsentrasi 1 dengan persentase pencegahan sebesar 34,89 dan yang terendah pada konsentrasi
0,25 dengan persentase pencegahan 20,54. Hasil uji statistik pencegahan biofilm Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada lampiran 13. Hasil uji
normalitas menunjukkan pencegahan biofilm Pseudomonas aeruginosa terdistribusi no
rmal p ≥ 0,05 tetapi uji homogenitas p ≤ 0,05 menunjukkan
pencegahan biofilm
Pseudomonas aeruginosa
tidak terdistribusi homogen, sehingga analisa dilanjutkan dengan uji Kruskal-
Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis p ≤ 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan
yang bermakna, maka dilakukan uji post hoc. Hasil uji post hoc menunjukkan densitas optik kontrol negatif berbeda secara bermakna terhadap masing-
masing konsentrasi uji. Persentase aktivitas penghambatan biofilm Pseudomonas aeruginosa
dapat dilihat pada gambar 4.3. Grafik pada gambar menunjukkan grafik dengan skema sigmoid, dimana aktivitas terbaik berada di tengah yaitu pada
konsentrasi 0,5 dengan aktivitas penghambatan sebesar 42,94 dan turun kembali pada konsentrasi 0,25 degan persentase aktivitas penghambatan
sebesar 40,47. Aktivitas penghambatan terendah pada konsentrasi 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan aktivtas penghancuran sebesar 36,69. Hasil uji statistik penghambatan biofilm Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada lampiran
14. Hasil uji normalitas menunjukkan pencegahan biofilm terdistribusi normal p ≥ 0,05 dan pada uji homogenitas menunjukkan pencegahan
biofilm terdistribusi homogen p ≥ 0,05 sehingga dilanjutkan ke uji Anova. Hasil uji Anova p ≤ 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna
sehingga dilanjutkan ke uji post hoc. Hasil uji post hoc menunjukkan densitas optik kontrol negatif berbeda secara bermakna terhadap masing-masing
konsentrasi uji. Uji terakhir terhadap Pseudomonas aeruginosa adalah uji
penghancuran biofilm. Persentase aktivitas penghancuran Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada gambar 4.3. Grafik pada gambar menunjukkan
peningkatan aktivitas penghancuran biofilm seiring dengan menurunnya konsentrasi minyak atsiri. Penghancuran biofilm tertinggi ditunjukkan pada
konsentrasi 0,25 dengan persentase penghancuran sebesar 42,66 dan yang terendah pada konsentrasi 1 dengan persentase penghancuran biofilm
sebesar 15,14. Hasil uji statistik penghancuran biofilm Pseudomonas aeruginosa yang dapat dilihat pada lampiran 15. Hasil uji normalitas
menunjukkan penghancuran biofilm terdistribusi normal p ≥ 0,05 dan pada uji homogenitas menunjukkan penghancuran biofilm terdistribusi homogen p
≥ 0,05 sehingga dilanjutkan uji Anova. Hasil uji Anova p ≤ 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada konsentrasi uji.
Selanjutnya, dilakukan uji post hoc yang menjelaskan tentang perbandingan densitas optik antar perlakuan uji. Hasil uji Post Hoc menunjukkan densitas
optik kontrol negatif berbeda secara bermakna terhadap masing-masing konsentrasi uji.
Uji aktivitas antibiofilm minyak atsiri yang terakhir dilakukan terhadap
pencegahan, penghambatan,
dan penghancuran
biofilm Staphylococcus
aureus. Persentase
aktivitas pencegahan
biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada gambar 4.4. Grafik pada gambar
menunjukkan peningkatan aktivitas pencegahan biofilm seiring dengan menurunnya konsentrasi minyak atsiri. Pencegahan biofilm tertinggi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditunjukan pada konsentrasi 0,25 dengan persentase pencegahan sebesar 43,06 dan yang terendah pada konsentrasi 1 dengan persentase
pencegahan biofilm sebesar 16,41. Hasil uji statistik pencegahan biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada lampiran 16. Hasil uji normalitas
menunjukkan pencegahan biofilm Staphylococcus aureus terdistribusi normal p ≥ 0,05 dan uji homogenitas menunjukkan pencegahan biofilm
Staphylococcus aureus terdistribusi homogen p ≥ 0,05, sehingga dilanjutkan
uji Anova. Hasil uji Anova p ≤ 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang
bermakna. Sehingga dilanjutkan dengan uji post hoc yang menjelaskan tentang perbandingan densitas optik antar perlakuan uji. Hasil uji post hoc
menunjukkan bahwa minyak atsiri kemangi dapat mencegah biofilm Staphylococcus aureus secara bermakna.
Persentase aktivitas penghambatan biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada gambar 4.4. Grafik pada gambar menunjukkan peningkatan
aktivitas penghambatan biofilm seiring dengan menurunnya konsentrasi minyak atsiri. Penghambatan biofilm tertinggi ditunjukan pada konsentrasi
0,25 dengan persentase penghambatan sebesar 54,41 dan yang terendah pada konsentrasi 1 dengan persentase penghambatan biofilm sebesar
41,53. Hasil uji statistik penghambatan biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada lampiran 17. Hasil uji normalitas menunjukkan pencegahan
biofilm terdistribusi normal p ≥ 0,05 dan pada uji homogenitas menunjukkan pencegahan biofilm tidak terdistribusi homogen
p ≤ 0,05, sehingga dilakukan uji Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis
p ≤ 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada perbedaan konsentrasi
uji sehingga dilanjutkan uji post hoc yang. Hasil uji post hoc menunjukkan bahwa minyak atsiri kemangi dapat menghambat pertumbuhan biofilm
Staphylococcus aureus secara bermakna terhadap kontrol negatif. Uji antibiofilm yang terakhir dilakukan terhadap Staphylococcus
aureus adalah aktivitas penghancuran biofilmnya. Persentase aktivitas penghancuran biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada gambar 4.4.
Grafik menunjukan aktvitas yang sama seperti aktivitas pencegahan dan penghambatan biofilm Staphylococcus aureus sebelumnya. Grafik pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gambar menunjukkan peningkatan aktivitas penghancuran biofilm seiring dengan menurunnya konsentrasi minyak atsiri. Penghancuran biofilm
tertinggi ditunjukkan
pada konsentrasi
0,25 dengan
persentase penghancuran sebesar 58,10 dan yang terendah pada konsentrasi 1
dengan persentase penghancuran biofilm sebesar 46,41. Hasil uji statistik penghancuran biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada lampiran 18.
Hasil uji normalitas menunjukkan penghancuran biofilm terdistribusi normal p ≥ 0,05 dan pada uji homogenitas menunjukkan penghancuran biofilm
terdistribusi homogen p ≥ 0,05 sehingga dilanjutkan uji Anova. Hasil uji
Anova p ≤ 0,05 menunjukkan aktivitas penghancuran biofilm berbeda
secara bermakna, sehingga dilanjutkan ke uji post hoc. Hasil uji post hoc menunjukkan bahwa minyak atsiri kemangi dapat menghancurkan biofilm
Staphylococcus aureus secara bermakna terhadap kontrol negatif. Setelah didapatkan hasil uji aktivitas antibiofilm kemangi, maka
penelitian dilanjutkan untuk menguji aktivitas terbaik dari aktivitas antibiofilm minyak atsiri kemangi. Aktivitas antibiofilm terbaik kemangi
yang paling baik dapat dilihat pada persentase aktivitas penghancuran biofilm Staphylococcus aureus. Hasil persentase penghancuran biofilm tertinggi
terjadi pada biofilm bakteri Staphylococcus aureus yaitu 58,1. Nilai penghancuran tersebut jauh di atas nilai aktivitas antibiofilm pada perlakuan
yang lain. Hal ini yang menjadi dasar pemilihan aktivitas penghancuran biofilm Staphylococcus aureus untuk dilakukan optimasinya.
Sebelum melakukan optimasi, dilakukan uji penumbuhan biofilm untuk mencari waktu pertumbuhan biofilm terbaik dengan waktu lebih cepat.
Hasil dari penumbuhan biofilm dapat dilihat pada gambar 4.5. Hasil pertumbuhan biofilm terbaik memiliki densitas optik sebesar 0,87 dengan
waktu inkubasi 48 jam. Metode Response Surface Analysis RSA digunakan untuk
merancang dan mengolah data penghancuran biofilm. Faktor yang digunakan untuk optimasi biofilm adalah konsentrasi, suhu dan waktu kontak.
Rancangan optimasi yang didapatkan dari RSA sebanyak 20 perlakuan uji yang dapat dilihat pada lampiran 20. Setelah didapatkan hasil densitas optik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari 20 perlakuan uji RSA, data dimasukan ke dalam rancangan dan akan diplotkan untuk didapatkan contour plot yang menunjukkan perbandingan
aktivitas dengan faktor uji yang digunakan. Hasil contour plot ini digunakan untuk mengetahui suhu, konsentrasi
dan waktu yang optimal dalam menghasilkan aktivitas antibiofilm yang paling baik. Hasil contour plot dapat dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7.
Pengaruh konsentrasi pada contour plot menunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi menunjukkan aktivtias penghancuran biofilm yang semakin baik
pada Staphylococcus aureus dibandingkan dengan konsentrasi yang besar. Selain konsentrasi, pengaruh suhu dan juga waktu kontak memiliki peranan
dalam proses penghancuran biofilm. Semakin tinggi suhu dan lamanya waktu kontak ekstrak dengan biofilm dapat menyebabkan penghancuran biofilm
oleh minyak atsiri kemangi yang semakin baik. Peningkatan suhu dapat menyebabkan terganggunya kestabilan lapisan biofilm yang terbentuk dari
polisakarida, protein, dan DNA sehingga menyebabkan semakin mudahkan minyak atsiri untuk masuk ke bagian dalam biofilm bakteri. Waktu kontak
yang lama akan menyebabkan minyak atsiri yang dapat masuk kedalam biofilm bakteri akan semakin banyak sehingga akan dapat menghancurkan
biofilm bakteri tersebut. Warna yang ada pada contour plot menunjukkan aktivitas penghancuran biofilm. Data RSA yang didapatkan menunjukkan
perlakuan uji optimal minyak atsiri untuk menghancurkan biofilm Staphylococcus aureus yaitu pada konsentrasi 0,25, suhu degradasi 50
o
C, dan waktu kontak 0.79 jam 48 menit.
Hasil uji terseleksi penghancuran biofilm Staphylococcus aureus yang didapat dari RSA dilakukan uji statistik yang dapat dilihat pada lampiran 18.
Hasil uji normalitas menunjukkan penghancuran biofilm terdistribusi normal p ≥ 0.05 dan pada uji homogenitas menunjukkan penghancuran biofilm
terdistribusi homogen p ≥ 0.05 sehingga dilanjutkan uji Anova. Hasil uji
Anova p ≤ 0.05 menunjukkan aktivitas optimasi penghancuran biofilm
berbeda secara bermakna, Sehingga dilanjutkan ke uji post hoc. Hasil uji post hoc menunjukkan bahwa minyak atsiri kemangi dapat menghancurkan
biofilm Staphylococcus aureus secara bermakna terhadap kontrol negatif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Persentase optimasi penghancuran biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada gambar 4.8. grafik pada gambar menunjukkan bahwa
kontrol positif Biorem memiliki persentase penghancuran biofilm yang lebih baik dengan 75,59 sedangkan minyak atsiri menghancurkan 65.79.
sedangkan DMSO 9.8 hampir tidak memiliki aktivitas penghancuran karena penghancurannya hanya sebesar 2.73. Meskipun persentase
penghancuran biofilm optimal minyak atsiri lebih rendah dibandingkan dengan kontrol positif. Namun, perbedaan yang tidak terlalu jauh
menunjukkan bahwa minyak atsiri mempunyak potensi yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai penghancur biofilm dari bakteri Stapylococcus
aureus.
45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Minyak atsiri kemangi memiliki aktivitas pencegahan, penghambatan,
dan penghancuran biofilm Escherichia coli dengan persentase aktivitas tertinggi pada konsentrasi berturut-turut yaitu 1, 1, dan 0,5.
2. Minyak atsiri kemangi memiliki aktivitas pencegahan, penghambatan,
dan penghancuran biofilm Pseudomonas aeruginosa dengan persentase aktivitas tertinggi pada konsentrasi berturut-turut yaitu 1,
0.5, dan 0,5 3.
Minyak atsiri kemangi memiliki aktivitas pencegahan, penghambatan, dan penghancuran biofilm Staphylococcus aureus dengan persentase
aktivitas tertinggi pada konsentrasi 0,25 4.
Aktivitas optimal minyak atsiri herba kemangi Ocimum americanum L. dari penelitian ini ditunjukan pada aktivititas penghancuran biofilm
dari Staphylococcus aureus. Kondisi optimal minyak atsiri herba kemangi untuk penghancuran biofilm Staphylococcus aureus yaitu
pada konsentrasi 0,25, suhu 50 C dan waktu kontak ekstrak 48 menit
dengan menghasilkan persentase penghancuran biofilm sebesar 65,79.
5.2 SARAN
Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi senyawa aktif spesifik dan mekanisme kerja dari minyak atsiri herba kemangi Ocimum
americanum L. sebagai antibiofilm.