BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
DARI TINDAKAN PENGOPLOSAN BERAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Perlindungan Konsumen
Kata konsumen merupakan alih bahasa dari kata “consumer” Inggris-America, atau consumentkonsument Belanda. Secara harfiah arti kata consumer adalah setiap orang
yang menggunakan barang. Pengertian konsumen secara harfiah berarti “seseorang yang membeli barang atau jasa”, atau “seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang
tertentu atau menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”. Dalam arti lain konsumen dikenal juga dengan pengertian “setiap orang yang menggunakan barang atau
jasa”.
71
Pengertian masyarakat umum saat ini, bahwa konsumen itu adalah pembeli, penyewa, nasabah penerima kredit, lembaga jasa perbankan atau asuransi, penumpang
angkutan umum, pada pokoknya langganan dari pengusaha. Pengertian ini tidaklah salah sebab secara yuridis, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat subjek-subjek
hukum dalam hukum perikatan buku ketiga yang bernama pembeli, penyewa, peminjam
71
AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, Jakarta: Diadit Media, 2002, Hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
pakai. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang juga ditemukan istilah penumpang yang pengertiannya juga dikelompokkan pada konsumen pemakai jasa.
Dilihat dari kegunaannya, pengertian konsumen dapat terbagi dalam 3 tiga bagian yaitu:
72
1. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang
danatau jasa untuk tujuan tertentu. 2.
Konsumen antara yaitu pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang danatau jasa untuk di produksi menjadi barang danatau jasa lain atau untuk memperdagangkannya.
3. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna danatau pemanfaat barangatau jasa
konsumen untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan.
Berdasarkan pembagian konsumen sebagaimana disebutkan di atas, pengertian konsumen yang terakhirlah yang dengan jelas diatur dalam undang-undang perlindungan
konsumen. Undang-undang ini mendifinisikan konsumen sebagai berikut :
73
“ setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”
Dalam berbagai perundang-undangan di negara-negara lain, secara tegas ditetapkan siapa yang dimaksud dengan konsumen yang harus dilindungi:
74
1. Undang-Undang konsumen India, menentukan bahwa konsumen adalah “ setiap orang
pembeli barang yang dispakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi
72
AZ. Nasution, Perlindungan Konsumen; Tinjauan Pada UU No. 8 Tahun 1999, Op.cit.hlm.3
73
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
74
AZ. Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm 69
Universitas Sumatera Utara
tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersil.
2. Dari Undang-Undang Jaminan Produk di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
konsumen itu adalah: “setiap pembeli produk produsen, yang tidak untuk dijual kembali, dan pada umumnya digunakan untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah
tangga”. 3.
Hukum Inggris, tidak secara tegas menentukan batasan dari konsumen itu tetapi dari berbagai peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi, dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan konsumen akhir diartikan sebagai pembeli pribadi private purchaser yang pada saat membeli barang tertentu, tidak menjalankan bisnis
dagang atau keuangan baik sebagian maupun seutuhnya, dari barang tertentu yang dibelinya itu.
Tinjauan pada perundang-undangan di Negara tersebut menunjukkan bahwa konsumen yang dirumuskan di dalam masing-masing perundang-undangan adalah sesuai
dengan konsumen akhir atau end user sebagaimana yang diuraikan dalam literatur ekonomi. Berbagai studi dilakukan berkaitan dengan perlindungan konsumen dan telah
berhasil membuat batasan tentang konsumen akhir antara lain:
75
a. Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain dan
tidak untuk diperjual belikan. b.
Pemakai barang atau jasa yang tersedia atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
75
Ibid, hlm. 71
Universitas Sumatera Utara
c. Setiap orang atau keluarga yang mendapat barang untuk dipakai dan tidak
diperdagangkan. Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh
karena itu perlindungan hukum mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih hak-haknya
yang bersifat abstrak. Dengan kata lain perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen.
76
Perlindungan Konsumen menurut Oxford Dictionary of Law adalah sebagai
berikut: “ consumer protections are protection, especially bylegal means, of consumers those who contract otherwise than in the course of a business to obtain goods of services
from those who supply them in the course of a business. It is the policy of current legislation to protect consumers against unfair terms. In particular they are protected
against term that attempt to exclude or restricy the seller’s implied undertaking that he has a right to sell the goods, that’s the goods confirm with either description or sample, and
that they are merchantable quality and fit for their particular purpose Unfair Contract Terms Act 1997. Theris also provision for the banning of unfair consumer trade practices
Fair Trade Act 1973. Consumer including individual businessmen are also protected when obtaining credit Consumer Credit act 1974 and there is is provision for imposition
of standard relating to the safety of goods unders the consumer protection Act 1987. For trot liability under the consumer protection act
77
Menurut Mochtar Kusumaatmaja, hukum konsumen adalah “ keseluruhan asas- asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah-masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup”.
78
76
Shidarta, Op.cit, hlm. 19
77
Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen Jakarta: Gramedia, 2001, hlm. 8
78
AZ. Nasution, Konsumen dan Hukum, Op.Cit. Hlm. 64
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan konsumen merupakan bagian dari Hukum Konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat melindungi
kepentingan konsumen.
79
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan
barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa tersebut.
Perlindungan Konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Pasal 1 ayat 1 yaitu :
80
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
Perlindungan konsumen yang dijamin undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, kepastian hukum meliputi segala
upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang danatau jasa kebutuhannya serta mempertahankannya atau
membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Hukum Konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya
saing maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka yang berkedudukan seimbang, maka masing-masing lebih mampu mempertahankan
dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Sedangkan hukum perlindungan konsumen
79
Ibid, Hlm. 65
80
Lihat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang mengadakan hubungan atau bermasalah dalam bermasyarakat itu tidak seimbang.
81
B.
Hubungan antara Konsumen dan Produsen
Secara umum hubungan hukum antara produsen atau pelaku usaha dengan konsumen pemakai akhir dari suatu produk merupakan hubungan yang terus menerus dan
berkesinambungan. Hubungan mana terjadi karena adanya saling keterkaitan kebutuhan antara pihak produsen dengan konsumen.
Menurut Sudaryatmo, hubungan hukum antara produsen dengan konsumen timbul karena keduanya menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi
antara yang satu dengan yang lain.
82
Produsen membutuhkan dan bergantung kepada dukungan konsumen sebagai pelanggan, dimana tanpa adanya dukungan konsumen maka tidak mungkin produsen dapat
menjamin kelangsungan usahanya, sebaliknya konsumen membutuhkan barang dari hasil produksi produsen. Saling ketergantungan kebutuhan tersebut di atas dapat menciptakan
suatu hubungan yang terus dan berkesinambungan sepanjang masa. Hubungan hukum antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan terjadi sejak proses produksi, distribusi,
pemasaran dan penawaran.
83
Secara individu hubungan hukum antra produsen dengan konsumen adalah bersifat keperdataan, yaitu karena perjanjian jual beli, sewa beli, penitipan dan sebagainya. Namun
81
AZ. Nasution, Perlindungan konsumen; Tinjauan Pada UU No. 8 Tahun 1999, Op.cit., hlm. 66
82
Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta: Grafika, 1996, hlm 23
83
Basu Swastia dan Irawan, Manajemen Modern, Yogjakarta: Liberty, 1997, hlm.25
Universitas Sumatera Utara
oleh karena produk yang dihasilkan oleh produsen tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang banyak, maka secara kolektif hubungan hukum antara konsumen dengan produsen tidak
lagi hanya menyangkut hukum perdata akan tetapi juga memasuki bidang hukum publik, seperti hukum pidana, hukum administrasi Negara dan sebagainya. Dari hubungan hukum
secara individu antara konsumen dengan pelaku usaha telah melahirkan beberapa doktrin atau teori yang dikenal yaitu sebagai berikut:
a. Let the Buyer Beware
Doktrin ini berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi konsumen. Menurut
doktrin ini yang wajib berhati-hati adalah pembeli konsumen. Dengan demikian akan menjadi kesalahan bagi konsumen itu sendiri bila membeli dan mengkonsumsi produk
yang tidak layak. b.
The Due Care Theory Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati
dalam memasyarakatkan produknya baik barang maupun jasa dan selama berhati-hati maka pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan bila terjadi kerugian yang diderita oleh
konsumen.
c. The Privity of Contract
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjadi suatu
hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan atas hal-hal diluar yang
Universitas Sumatera Utara
diperjanjikan artinya konsumen boleh menggugat pelaku usaha berdasarkan wanprestasi contractual liability.
Dalam pengaturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen telah melahirkan 2 dua bentuk tanggung jawab
yaitu ; tanggung jawab produk product liability dan tanggung jawab professional professional liability, ketentuan tersebut terdapat dalam BAB VI Pasal 19 sampai
dengan Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
C. Hak dan Kewajiban konsumen,