menyebabkan orang luka sedemikian rupa, yang dimaksud luka ringan adalah luka atau sakit bagaimana besarnya dan dapat sembuh kembali dengan sempurna dan
tidak mendatangkan bahaya maut.
20
Beberapa pendapat ahli menyebutkan syarat untuk adanya kealpaan:
21
a. Hazewinkel – Suringa
Ilmu pengetahuan hukum dan jurisprudensi mengartikan “Schuld” sebagai: 1. Kekurangan penduga – duga atau
2. Kekurangan penghati – hati
b. Van Hamel
Kealpaan mengandung dua syarat: 1.
Tidak mengadakan penduga – duga sebagaiamana diharuskan oleh hukum.
2. Tidak mengadakan penghati – hati sebagaimana diharuskan oleh
hukum.
c. Simons
Pada umumnya kealpaan mempunyai dua unsur:
1. Tidak adanya penghati – hati, di samping
2. Dapat diduganya akibat.
d. Pompe
Ada 3 macam yang masuk kelapaan:
1.
Dapat mengirakan “Kunnen verwahten” timbulnya akibat
20
Moelijatno, Op,Cit Hal 198
21
Sudarto, Ibid Hal 124
Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui adanya kemungkinan “Kennen der mogelijkheid “
3.
Dapat mengetahui adanya kemungkinan “ Kunnen kennen van de mogeijkheid “
Beberapa para ahli mengartikan kealpaan sebagai berikut:
Menurut D. Simons
22
Menurut Langemenyer
menerangkan sebagai berikut: “Umumnya kealpaan itu terdiri atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati melakukan suatu perbuatan,
disamping dapat menduga akibat perbuatan dan dilakukan dengan hati-hati, namun kemungkinan tetap saja akan terjadi kealpaan, jika yang berbuat itu
mengetahui bahwa dari perbuatannya itu akan timbul suatu akibat yang dilarang undang-undang. Kealpaan terdapat apabila seseorang tetap saja melakukan
perbuatan itu meskipun ia telah mengetahui atau menduga akibatnya. Dapat di duganya suatu akibat terlebih dahulu oleh pelaku maka hal tersebut adalah syarat
mutlak. Suatu akibat yang tidak dapat di duga terlebih dahulu maka tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebagai kealpaan. Tentu dalam hal
mempertimbangkan ada atau tidaknya “dapat diduganya lebih dahulu” itu, harus diperhatikan dari pribadi si pelaku. Kealpaan tentang keadaan yang menjadikan
perbuatan itu suatu perbuatan yang diancam hukuman, terdapat kalau si pelaku
dapat mengetahui bahwa keadaan itu tidak ada.”
23
22
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2005 , hal 25
23
Moelijatno, Ibid, hal 200
menyatkan bahwa; “Kealpaan adalah suatu struktur yang sangat gepcompliceerd. Dia mengandung dalam satu pihak
kekeliruan dalam perbuatan lahir, dan menunjuk kepada adanya keadaan batin yang tertentu, dan dilain pihak keadaan batinnya itu sendiri, jika diartikan
Universitas Sumatera Utara
demikian maka culpa mencakup semua makna kesalahan dalam arti luas yang bukan nerupa kesengajaan ada sifat yang positif yaitu adanya kehendak dan
penyetujuan yang disadari daripada bagia-bagian delik yang meliputi oleh kesengajaan, sedang sifat positif ini tidak ada dalam kealpaan, oleh karena itu
dapatlah dimengerti bahwa dipakai istilah yang sama untuk kesalahan dalam arti yang luas dan kesalahan dalam arti yang sempit, meskipun ini tidak praktis”.
Menurut Zamhari Abidin
24
Berdasarkan hal tersebut maka dalam doktrin kesalahan schuld kealpaan atau kelalaian culpa dibedakan atas :
seseorang itu dianggap sebagai lalai, bilamana keadaan perimbangan fisik sipelaku dengan perbuatan dan akibat yang
timbul, berada dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga dengan dasar kesempurnaan keadaan fisik sipelaku itu, dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya dapat dibebankan kepadanya dan dapat dipersalahkan kepadanya . Berdasarkan pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa seseorang dapat
dikatakan lalai apabila ia bertindak kurang hati – hati atau tidak memperhatikan kewajiban pekerjaannya dalam keadaan perimbangan fisik si pelaku dengan
perbuatan dan akibat yang timbul dapat dipertanggungjawabkan.
25
a. Kelalaian yang disadari bewuste schuld
Kelalaian atau kealpaan terjadi apabila pelaku dapat memperkirakan akan timbulnya suatu akibat dan ia telah melakukan upaya untuk mencegah munculnya
24
Zamhari Abidin, Pengertian dan Asas Hukum Pidana dalam Skema dan Synopsis, Jakarta: Ghilia Indonesia, 1986 , Hal 40
25
E.Y. Kanter dan SJL Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Cet III, Jakarta: Sinar Grafika 2002 , hal 194
Universitas Sumatera Utara
akibat tersebut, namun akibat yang diperkirakannya itu tetap saja muncul. Dalam hal tersebut bewuste schuld adalah kelalaian yang disadari.
b. Kelalaian yang tidak disadari onbewuste schuld
Kelalaian atau kealpaan terjadi ketika pelaku dalam melakukan tindakannya tidak memperkirakan kemungkinan akan timbulnya suatu akibat dari
tindakan tersebut padahal sepatutnya ia dapat memperkirakan akan timbulnya suatu akibat. Dalam unsur kesalahan ini, perlu dicermati perbedaan antara kelalaian yang
disadari dengan dolus eventtialis yang hampir memiliki persamaan.
Hezewinkel-Suringa mengutarakan antara kedua hal tersebut sebagai
berikut : Kealpaan dengan kesadaran mi ada, kalau yang melakukan perbuatan itu ingat akan akibat yang berbahaya itu. Tetapi tetap saja ia berani melakukan tindakan
itu karena ia tidak yakin bahwa akibat itu benar akan terjadi dan ia tidak akan bertindak demikian kalau ia yakin bahwa akibat itu akan timbul.
Syarat suatu perbuatan dapat dianggap sebagai kelalaian adalah sebagai - berikut:
26
- Tidak dijalankannya kewaj iban kehati-hatian tersebut
- Adanya suatu kewajiban kehati-hatian duty of care.
- Adanya kerugian bagi orang lain.
- Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan atau tidak melakukan
perbuatan dengan kerugian yang timbul. Mengacu pada pertimbangan kepatutan pelaku untuk memperkirakan
timbulnya akibat dari pelaku untuk memperkirakan kemungkinan timbulnya akibat dari tindakan pelaku yang disandarkan pada perhitungan umum, maka sebagaimana
26
Ibid 195
Universitas Sumatera Utara
kesengajaan, doktrin hukum pidana juga membuat gradasi terhadap kelalaian dengan ukuran kecerdasan dan kekuatan daya ingat pelaku sebagai tolak ukur. Dilihat dari
sudut ini, unsur kesalahan dapat dibedakan menjadi:
27
- Culpa lata, yaitu kelalaian berat.
Pada jenis kelalaian ini disyaratkan adanya kekurang waspadaan terhadap timbulnya akibat yang tidak diinginkan pada pelaku dalam melakukan
tindakannya. Meskipun ukuran grove schuld atau culpa lata ini belum setegas kesengajaan. Namun, dengan istilah grove schuld ini kesalahan kasar sudah ada
sekedar pertimbangan bahwa tidak masuk culpa apabila seseorang pelaku tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman.
- Culpa Levis, yaitu kelalaian yang ringan
Pada jenis kelaiaian ini disyaratkan adanya hasil perkiraan atau perbandingan antara pelaku dengan orang lain yang sejajar tingkat kecerdasannya.
Karena didasarkan pada kepentingan umum, maka perbandingan berdasarkan ievel kecerdasan pelaku ini tetap memperhatikan faktor pengetahuan dan persepsi pelaku
sebagai ukuran kriteria manusia normal. Mengenai adanya culva levis, para ahli menyatakan tidak di jumpai di dalam
jenis kejahatan, oleh karena sifatnya yang ringan. Akan tetapi dapat terlihat di dalam hal pelanggaran dari buku in KUHP, sebaliknya ada pandangan bahwa culva levis
oleh undang-undang tidak doperhatikan sehingga tidak diancam pidana,
27
Ibid, Hal 194
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan bagi culva lata, dipandang tersimpul di dalam kejahatan karena kealpaan.
28
3. Pengertian Pengemudi