NASYID PONDOK PESANTREN RAUDHATUL HASANAH

BAB IV NASYID PONDOK PESANTREN RAUDHATUL HASANAH

4.1 Musik Islam

4.1.1 Pengertian Seni Musik Banyak pengertian seni yang ditulis oleh para ahli dalam buku- bukunya sebagaimana pada dasarnya manusia yang menyukai segala sesuatu yang indah dan menyenangkan, maka seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. 57

Seni juga merupakan manifestasi dari pada budaya. Menurut Sidi Gazalba (1998) seni adalah bahasa latin yang berasal dari kata ars berarti sesuai dengan etimologi, kata ars tersebut yaitu membuat barang-barang atau mengerjakan sesuatu, maka seni dalam

pengertian yang paling dasar berarti kemahiran atau kemampuan. 58 Seni

adalah fitrah manusia seperti juga makan dan minum bergaul mencari pengetahuan mengarah kepada kebenaran yang berhubungan dengan manusia.

Sedangkan menurut Quraisy Shihab (1996), seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya menusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia di dorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis

57 Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dengan Seni Budaya Karya M anusia, (Jakart a: Bulan Bint ang 1988), hlm. 81

58 ibid ., hlm. 82 58 ibid ., hlm. 82

Seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologi atas manusia lain yang melihatnya. Jadi seni adalah penjelmaan keindahan yang terdapat dalam jiwa manusia sebagai fitrahnya, yang merupakan manifestasi cipta, rasa, karsa, intuisi dan karya manusia yang memenuhi syarat estetika yang dapat menimbulkan efek psikologis bagi orang lain yang merasakannya.

Sedangkan musik ialah cetusan ekspresi isi hati, yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bahasa bunyi (lagu). Apabila letusan isi hati tersebut dikeluarkan melalui mulut disebut vokal, dan dikeluarkan dengan alat-alat musik, maka disebut instrumental. Dari pengertian di atas dapat di katakana bahwa seni musik adalah seni menyusun nada suara yang dibunyikan sedemikian rupa, sehingga mengandung irama, lagu dan memiliki nilai estetika yang harmonis.

Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa musik adalah ilmu dan seni mengkombinasikan irama dan nada, baik vokal maupun instrumental, yang didalamnya termasuk rangkaian nada (melodi) dan paduan nada (harmoni) untuk mengungkapkan perasaan.

Sugeng Basuki (dalam bukunya Sidi Gazalba) mengemukakan seni musik berasal dari bahasa Yunani “muse” yang berarti dewa. Oleh bangsa Yunani kuno, apabila akan menggunakan nama-nama para dewa

59 M . Quraisy shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir M audhu’I atas perbagai persoalan Umar, (Bandung: M izan, 1996), hlm. 385 59 M . Quraisy shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir M audhu’I atas perbagai persoalan Umar, (Bandung: M izan, 1996), hlm. 385

1) Musik vocal Vokal berasal dari perkataan vokal (Belanda), voca (Itali), volx (Prancis), voice (Inggris) yang artinya suara. Yang di maksud disini adalah semua suara manusia. Musik vokal itu hanya mempergunakan suara manusia atau nyanyian saja, tanpa di iringi alat music. Mereka yang mendendangkan musik vokal disebut vokalis.

2) Musik instrumental Instrumental berasal dari perkataan instrumen (Itali) yang berarti alat, yang dimaksud disini adalah alat musik seperti biola, terompet dan lain-lain. Musik instrumental penyajiannya hanya menggunakan alat- alat musik saja, tanpa ada nyanyian. permainan musik instrumental disebut instrumentalia, sedangkan yang memainkannya disebut instrumentalis.

3) Musik campuran Musik campuran adalah musik vokal dan musik instrumental yang di sajikan bersama-sama. Tapi pada umumnya yang dipentingkan adalah vokalnya, sedang instrumentalnya adalah pengiring saja. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh banyak orang.

Jadi seni musik adalah ekspresi perasaan dan jiwa manusia sebagai fitrahnya terhadap keindahan yang diungkapkan lewat nada dan irama baik vokal maupun instrumen yang tersusun dalam melodi dan harmoni dan dapat memberikan efek-efek secara psikologis kepada yang melihat dan mendengarkannya.

Dalam menjelaskan unsur-unsur pokok dalam musik, para ahli berbeda pendapat. Al-Shofa misalnya, musik adalah yang mengandung lagu (lahn), nada (naghm) dan lengkok (iqa’at). Sementara Al Farabi, musik adalah lagu (al-Alhan), yaitu kumpulan ritme yang disusun dengan urutan dan ketentuan tertentu.

Lain halnya dengan Joseph Macholis, menerangkan kalau unsur- unsur penting dalam musik ada lima pokok, Musical line, pergantian nada-nada yang ada dalam musik, Musical space, (harmoni) yang menurut phythagoras, harmoni terletak pada nada-nada yang serasi, Musical time, ritme yang merupakan ketentuan perpindahan musik dalam waktu, yang mengontrol jarak antara nada satu dengan nada berikutnya. Musical pace, yaitu tempo, ketentuan kecepatan sebuah musik. Yang kelima Musical color, yaitu (warna nada). Nada yang sama menghasilkan suara yang berbeda ketika nada tersebut disuarakan melalui berbagai macam alat. Perbedaan ini terlihat pada sifat warna nada atau timbre yang dimiliki oleh setiap instrumen. Timbre ini berfungsi untuk memfokuskan impresi musik yang kita dengar, warna Lain halnya dengan Joseph Macholis, menerangkan kalau unsur- unsur penting dalam musik ada lima pokok, Musical line, pergantian nada-nada yang ada dalam musik, Musical space, (harmoni) yang menurut phythagoras, harmoni terletak pada nada-nada yang serasi, Musical time, ritme yang merupakan ketentuan perpindahan musik dalam waktu, yang mengontrol jarak antara nada satu dengan nada berikutnya. Musical pace, yaitu tempo, ketentuan kecepatan sebuah musik. Yang kelima Musical color, yaitu (warna nada). Nada yang sama menghasilkan suara yang berbeda ketika nada tersebut disuarakan melalui berbagai macam alat. Perbedaan ini terlihat pada sifat warna nada atau timbre yang dimiliki oleh setiap instrumen. Timbre ini berfungsi untuk memfokuskan impresi musik yang kita dengar, warna

Sementara aksi panggung dalam sebuah pertunjukan musik, tidaklah harus dengan gerakan lincah ataupun super aktif. Karena dalam penyampaian pesan dalam musik adalah melalui expresi nada dan iramanya, bukan gerakannya. Karena gerakan yang berlebihan akan menimbulkan efek negatif dan apabila efek negatif itu ditiru banyak orang maka kita yang akan menanggung dosanya, seperti hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah.

“Barang siapa menciptakan kebiasaan yang baik, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain, maka ia mendapat pahala. Dan barang siapa menciptakan kebiasaan buruk, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain, maka dia yang menanggung dosanya”.

Oleh karena itu ajaran Islam harus menyertai kita dimanapun dan kapanpun kita berada. Sekalipun pada saat menyanyi, menyempurnakan

pesan dakwah lewat musik. 61 Dalam sejarah agama Islam, seni musik bukan tergolong hal yang

baru. Pada masa Rosulullah dan para sahabat, secara teori, seni musik belum dikenal masyarakat Islam, walaupun pada saat itu dalam prakteknya seni sudah lebih dulu di kenal.

Hal ini terlihat dari betapa merdu dan indahnya suara adzan yang dilantunkan oleh Bilal. Betapa Umar bin Khotob seorang panglima

60 Abdul M uhayya, Bersufi M elalui M usik : Sebuah Pembelaan M usik Oleh Ahmad Al Ghozali , (Yogyakart a : Gramedia, 2003), hlm. 28.

61 Kat hur Suhardi, Inul Lebih dari Segelas Arak, (Jakart a : Darul Falah, 2003), hlm. 47 61 Kat hur Suhardi, Inul Lebih dari Segelas Arak, (Jakart a : Darul Falah, 2003), hlm. 47

Perkembangan Tamadun dalam pengertian perkembangan terhadap kebudayaan yang tinggi berlangsung di zaman daulah atau khalifah Abbasiyah. Terjadi peralihan dari kehidupan desa yang sederhana kepada kehidupan kota yang mewah, dari masyarakat tertutup kepada masyarakat terbuka, dari menjauhi dunia kepada pendekatan dunia. Pantulan perubahan itu kelihatan pada seniman yang menyertai masyarakat dalam perkembangan cita rasanya, menemukan diri dalam perkembangan karya. Dunia seni mengalami revolusi.

Kekayaan kebendaan dan kemewahan melanda kehidupan, sehingga sering terjadi kerusakan perimbangan antara dunia dan akhirat, ketika aktivitas dunia dari kawalan agama. Dalam kesenian hal ini menyatakan diri pada karya-karya yang tidak lagi memperpadukan nilai estetika dan nilai etika Islam. Walaupun demikian dunia seni umat Islam mengalami perkembangan luar biasa sejalan dengan

perkembangan luar biasa tamaddunnya. 62

Satu abad lamanya tamaddun Islam menyalin kitab-kitab Yunani, Persi dan India. Diantara kitab-kitab yang disalin itu adalah kitab-kitab ilmu musik. Setelah mereka pelajari kitab musik Yunani dan India, ahli- ahli Islam menciptakan kitab-kitab musik baru dengan jalan memperbaharui, menambah dan menyempurnakan alat, system dan

62 Sidi Gazalba, Op.Cit., hlm. 168 62 Sidi Gazalba, Op.Cit., hlm. 168

Perhatian kepada pendidikan musik telah diberikan semenjak akhir zaman Muawiyah. Dalam zaman Abasiyah perhatian yang amat besar untuk perkembangan pendidikan musik di berikan oleh para khalifah dan pembesar. Sekolah musik tingkat menengah dan tinggi di didirikan di berbagai kota. Faktor yang menggalakan pendirian sekolah-sekolah musik ialah keahlian bernyanyi dan bermusik merupakan salah satu

syarat untuk mendapatkan pekerjaan. 63 Umat Islam yang merupakan pelopor yang mendirikan kilang alat

musik. Pembuatan alat alat itu menjadi suatu cabang seni halus. Pusat kilang pembuatan alat-alat musik yang amat terkenal ialah Sevilla di Andalusia. Alat-alat yang di keluarkan oleh kilang ini ialah mizbar (kecapi klasik), ad qodim (kecapi lama), ud kamil (kecapi lengkap), syahrud (kecapi lengkung), marabba’ (semacam gitar), gitara (gitar),

kamanja’(semacam rebab), ghisyak (semacam rebab). 64

4.1.2 Sejarah Musik Islam

Dalam masyarakat Islam, tampaknya musik tidak pernah menjadi topik maupun bagian dari studi-studi religius Islami. Dengan demikian analisis terhadap musik di dunia Islam hanya mungkin dilakukan dari pendekatan-pendekatan di luar studi tersebut. Sehubungan dengan itu analisis tersebut tampaknya hanya dapat dilakukan secara lebih

63 Ibid., hlm. 165 64 Ibid., hlm. 170

mendalam melalui pendekatan ilmu-ilmu umum. Di antara berbagai ilmu umum yang telah memberikan perhatian khusus terhadap musik di dunia Islam ialah bidang studi seni musik yang secara umum kajian- kajiannya berada dalam lingkup pembahasan musikologi maupun etnomusikologi. Hampir semua sumber referensi musikologi yang populer di masyarakat hingga saat ini menggunakan pendekatan sejarah. Sebagai contoh ialah Beard dan Gloag (2005) yang menyertakan lima konsep yang terkait dengan sejarah, yaitu: Historical musicology, historicism, historigraphy, dan history, dari 90 konsep musikologi yang dipetakannya. Hubungan musikologi dengan sejarah bukanlah hal yang mengherankan karena musikologi pada dasarnya ialah studi ilmiah tentang musik yang mencakup kajian-kajian yang luas, khususnya meliputi berbagai studi historis, komparatif, dan juga sistematis (Randel, 1978: 327).

Di antara beberapa musikolog Barat yang tertarik untuk menggali sejarah music Islam ialah Amnon Shiloah (1995). Ia berpendapat bahwa sumber-sumber literatur sejarah musik Islam tertua diperkirakan berasal dari abad ke-9, atau kira-kira 250 tahun setelah kelahiran Islam. Walaupun akurasi penelusurannya tidak dapat dijamin sepenuhnya.

Musik Islam, baik dari jenis-jenis religius, tradisional maupun klasik, memang lahir bersamaan dengan kelahiran Islam dan mencapai puncaknya hingga akhir abad ke-15, yaitu ketika berakhirnya masa keemasan Islam saat itu. Namun demikian, keberadaanya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari akar budaya Arab sehingga pengupasan Musik Islam, baik dari jenis-jenis religius, tradisional maupun klasik, memang lahir bersamaan dengan kelahiran Islam dan mencapai puncaknya hingga akhir abad ke-15, yaitu ketika berakhirnya masa keemasan Islam saat itu. Namun demikian, keberadaanya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari akar budaya Arab sehingga pengupasan

Penelusuran sejarah musik Islam yang pernah dilakukan hingga saat ini senantiasa menyertakan musik Arab sebelum masa Islam. Hal tersebut dapat dimaklumi karena ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW pada dasarnya tidak menghapus budaya Arab atau meninggalkan sepenuhnya nilai-nilai budaya lama yang melatar belakanginya, melainkan merevisinya sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan kemudian mengembangkannya sebagai seni Islami yang berkualitas tinggi. Lebih jauh lagi, Islam pada dasarnya menghargai capaian-capaian artistik bangsa Arab Jahiliyah di bidang seni, khususnya sastra. Karena perkembangan musik Islami berakar dari seni sastra Arab, maka dapat dimaklumi jika secara musikologis musik Islamis memiliki hubungan dengan karakteristik seni praIslam. Puisi Arab pra-Islam dihormati karena kepersisannya, serta kekayaan kosakata, struktur-struktur yang rumit, sistem-sistem syair, dan sikuen tematiknya, yang telah benar-benar berkembang.

Sebagai contoh bentuk-bentuk pra-Islam yang kini dikenal sebagai bentuk-bentuk sastra Islami, diantaranya ialah: Qasidah, Madh, dan Mu’allaqat. Seiring dengan itu, Islam sendiri pada dasarnya juga bukan suatu agama yang sama sekali baru namun merupakan puncak penyempurnaan berbagai keyakinan samawi yang telah terlebih dahulu ada (Shiloah, 1995:3 jo Fariq, 1997:38).

Kenyataan di atas membuktikan bahwa keberadaan musik Islam memiliki latar belakang yang jauh, yaitu kebudayaan Arab pra-Islam. Itulah sebabnya walaupun bersifat universal, kebudayaan Islam sendiri tidak bisa lepas dari aspek-aspek kearaban atau ‘urubah. Dengan demikian bukanlah hal yang mengada-ada jika karakteristik musikal berbagai bentuk seni vocal Islamis yang kita kenal selama ini sesungguhnya berakar dari budaya yang telah ada sebelumnya, yaitu Arab pra-Islam: (Faruqi, I, 1991:19, 7778).

Sebelum masa Islam, musik adalah bagian dari kehidupan harian masyarakat padang pasir yang berfungsi sebagai pelengkap pertemuan- pertemuan umum untuk menyambut para peziarah rumah suci Ka’bah, dan pemberi motivasi serta semangat para pejuang dan musafir. Di antara jenis lagu-lagu pertama yang populer saat itu ialah Hudâ’, yang darinya kemudian diturunkan Ghinâ, kemudian, Nashb, Sanad, Rukbaanî , dan lagu-lagu tarian yang dikenal dengan istilah Hazâj. Sumber tertua yg dapat memberikan gambarkan musik pra-Islam, ialah Kitâb allahw Wa’lMalâhî (Buku tentang distraksi dan alat-alat musik) oleh Abû’l Qasim ‘Ubaydallah ibn Khurradâdhbih (wafat tahun 911), seorang ahli geografi.

Di antara bentuk-bentuk yang telah berkembang secara musikal ialah lagu-lagu dan tarian-tarian komunal yang mampu meningkatkan kehangatan perayaan-perayaan keluarga dan mengiringi perjalanan haji ke Tanah Suci maupun penyambutan kepulangannya. Disamping itu juga berkembang musik-musik fungsional untuk pertemuan-pertemuan

sosial dimalam hari. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan di pemukiman para musyafir oleh para musisi penyair, baik laki-laki maupun perempuan, dalam kelompoknya masing-masing. Mereka menerapkan teknik pengucapan yang menghasilkan bunyi menghidung dalam melagukan ayat-ayat sederhana secara spontan dan improvisasi. Lagu- lagu tersebut menggunakan bentuk-bentuk yang saling merespon, atau bersahut-sahutan, terkait dengan fungsi sosialnya. Melalui bentuk tersebut, audiens dapat turut berpartisipasi pada saat-saat tertentu, yaitu dengan menyanyi, menari, bertepuk tangan, dan bermain rebana. Jika dibandingkan dengan teksnya yang seringkali ditambahkan, penambahan melodi atau lagu baru sangat terbatas. Para pengamat memperkirakan bahwa bentuk-bentuk lain yang menggunakan istilah- istilah asing, masih memiliki kaitan dengan jenis-jenis musik Arab kuno tersebut; misalnya: Nashb, Sanad Thaqîl, Sanad Khafîf, dan Ahzâdj (Shiloah, 1995:6).

Musik Arab pra-Islam juga pernah mengalami periode musik yang lebih memperhatikan aspek-aspek artistik dan hiburan dengan pencapaian teknis dan musikal yang tinggi, daripada sekedar fungsional. Pada saat itu kompetisi puisi dan pentas-pentas musikal yang diselenggarakan di pasar-pasar Arab, khususnya Ukaz di Arab Barat, telah menarik perhatian hampir semua sastrawan musisi dari wilayah Arab dan sekitarnya. Musiknya yang lebih rumit dari musik harian para musafir, umumnya dibawakan oleh Qaynat, gadis-gadis penyanyi istana yang juga menyanyi di rumah-rumah pembantu Musik Arab pra-Islam juga pernah mengalami periode musik yang lebih memperhatikan aspek-aspek artistik dan hiburan dengan pencapaian teknis dan musikal yang tinggi, daripada sekedar fungsional. Pada saat itu kompetisi puisi dan pentas-pentas musikal yang diselenggarakan di pasar-pasar Arab, khususnya Ukaz di Arab Barat, telah menarik perhatian hampir semua sastrawan musisi dari wilayah Arab dan sekitarnya. Musiknya yang lebih rumit dari musik harian para musafir, umumnya dibawakan oleh Qaynat, gadis-gadis penyanyi istana yang juga menyanyi di rumah-rumah pembantu

4.1.2.1 Musik Pada Masa Permulaan Islam Pada beberapa hadis, sebagai sumber utama Islam kedua

setelah Al Qur’an, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW membolehkan musik, khususnya yang memiliki fungsi sosial dan religius tertentu, di antaranya seperti lagu-lagu penyemangat perang, lantunan-lantunan ziarah haji, dan lagu-lagu perayaan pernikahan atau hari-hari besar, baik untuk didengar perorangan maupun umum (Baghdadi, 1991:1518).

Masehi, Nabi merekomendasikan lantunan azan yang berfungsi sebagai pemberitahuan waktu-waktu shalat dan ajakan untuk datang salat berjamaah di masjid. Azan yang dapat dikatakan merupakan salah satu dari jenis-jenis musik religius Islam yang penting dalam rangkaian peribadatan Islam, pertama kali dikumandangkan oleh Bilal, seorang penyanyi Abisinia, yang kemudian menjadi acuan para pengumandang azan (Muazin) di seluruh dunia Islam. Seiring dengan persebaran Islam ke negara- negara lain di luar tanah Arab dan pertemuan budaya Islam

Pada

sekitar

tahun

622-623

dengan kebudayaan lain, azan, dan musik religius Islam lainnya pun mengalami penyesuaian dengan budaya-budaya lokal (Shiloah 1997: 169).

Dalam waktu 12 tahun sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, Islam tersebar ke Syria, Iraq, Persia, Armenia, Mesir dan Cyrenaica (bagian dari Libya saat ini). Kontak budaya dengan negeri-negeri tersebut dengan sendirinya berdampak pada perkembangan budaya musikal bangsa Arab. Rezim Empat Kalifah ortodoks (532-660) yang sangat tegas saat itu tidak banyak berpengaruh pada dominasi kesenangan dan antusiasme terhadap kenikmatan hidup di Mekah dan Madinah. Periode empat khalifah pertama merupakan the golden age of Islam, yang dikenal juga sebagai masa Khulafa Rasyidin atau The Pious Caliphs , yaitu masa empat kepemimpinan Islam pertama yang terdiri dari Abu Bakr as-Siddiq (tahun 632-634), ‘Umar Ibn al-Khattab (tahun 634-643), ‘Utsman Ibn ‘Affan (tahun 644- 656), dan ‘Ali Ibn Abi Thalib (tahun 656-661) (Khan, 2001:ix x). Keluarga-keluarga kaya, menyewa budak-budak yang berbakat dalam musik, yang kemudian dibebaskan setelah kontraknya habis. Para musisi tersebut kemudian menjadi pilar- pilar kehidupan musik Arab. Kompetisi di antara para pemusik terekspresikan melalui konser-konser di rumah keluarga dan di Dalam waktu 12 tahun sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, Islam tersebar ke Syria, Iraq, Persia, Armenia, Mesir dan Cyrenaica (bagian dari Libya saat ini). Kontak budaya dengan negeri-negeri tersebut dengan sendirinya berdampak pada perkembangan budaya musikal bangsa Arab. Rezim Empat Kalifah ortodoks (532-660) yang sangat tegas saat itu tidak banyak berpengaruh pada dominasi kesenangan dan antusiasme terhadap kenikmatan hidup di Mekah dan Madinah. Periode empat khalifah pertama merupakan the golden age of Islam, yang dikenal juga sebagai masa Khulafa Rasyidin atau The Pious Caliphs , yaitu masa empat kepemimpinan Islam pertama yang terdiri dari Abu Bakr as-Siddiq (tahun 632-634), ‘Umar Ibn al-Khattab (tahun 634-643), ‘Utsman Ibn ‘Affan (tahun 644- 656), dan ‘Ali Ibn Abi Thalib (tahun 656-661) (Khan, 2001:ix x). Keluarga-keluarga kaya, menyewa budak-budak yang berbakat dalam musik, yang kemudian dibebaskan setelah kontraknya habis. Para musisi tersebut kemudian menjadi pilar- pilar kehidupan musik Arab. Kompetisi di antara para pemusik terekspresikan melalui konser-konser di rumah keluarga dan di

Walaupun kini musik dipertunjukkan di gedung-gedung konser, namun pada mulanya musik kamar diadakan di rumah atau di dalam ruangan yang tidak terlalu besar dengan jumlah audiens yang terbatas. Pada saat itu pertunjukan musik kamar dihadiri oleh audiens khusus seperti kenalan-kenalan dan para ahli musik (connoisseurs). Dari tradisi musikal Mekah dan Madinah, terbentuklah generasi musik Islami selanjutnya. Proses pendidikan dimulai dari pendekatan tradisional, kemudian meningkat pada audisi reguler dari musik-musik terbaik para virtuoso. Melalui ambisi dan usaha keras dari musik mereka, para musisi negara-negara Islam yang baru di luar Arab telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan teknik-teknik, instrumen-instrumen, dan elaborasi bentuk- bentuk musikal baru. Salah satu capaian musik Islam saat itu ialah pengembangan sistem penalaan ‘Ûd Arab. Talaan Lute Persia diterapkan pada ‘Ûd Arab dan pengaturan sistem modal pada berbagai melodi serta ritmenya disesuaikan dengan musik Arab serta diberi kodifikasi baru. Talaan ‘Ûd Arab berdawai 4 yang asli dari dawai teratas hingga terbawah ialah: agdc. Disebabkan oleh pengaruh Persia, talaan tersebut menjadi lebih

65 ist ilah “ salon” berkait an dengan bent uk musik pada abad ke-17, dan abad ke-18. Berkait an dengan istilah chamber music , karakterist ik bentuk pert unjukan pada jaman Klasik dengan jumlah pemain yang sedikit ,

t erdiri dari dua hingga 18 orang.

teratur dengan mengganti talaan dawai teratas dan terbawah yang masing-masing berjarak kwint dari kedua senar berurutan di antaranya. Dengan demikian dari dawai ke dawai berjarak kwint, yaitu: A E G D A (Spring, 2001:26; Gushee dan Hiley, 2002:2728).

Di antara musisi wanita yang terkenal saat itu ialah Azza al- Mayla yang trampil membawakan gaya menyanyi al-Ghinâ’ ar- Raqîq, atau nyanyian lembut (gentle song). Rumahnya berfungsi sebagai sebuah salon yang paling terkenal di kota Madinah, dan hampir kebanyakan musisi terkenal di kota tersebut tampil di salon tersebut atas sponsor darinya. Di samping Azza al-Mayla, musisi terkenal wanita lainnya ialah Jamila, yang di sekitarnya dikelilingi para musisi, penyair dan para selebriti. Sementara itu musisi pria yang terkenal saat itu di antaranya ialah Thuways, yang tertarik pada gaya musikal melodi-melodi nyanyian yang dibawakan oleh budak-budak yang berasal dari Persia. Ia kemudian

melodi-melodi tersebut dan mengembangkannya. Penyanyi pria lain yang juga tidak kalah populernya saat itu adalah Sha’ib Khathir, anak seorang budak Persia yang sangat berbakat. Lagu-lagu yang dibawakan mereka umumnya diiringi oleh instrumen-instrumen khas Arab seperti Lute (‘Ud), Rebana (Duff), dan tongkat perkusi atau disebut Qadlib (Shiloah dalam EB, 2006).

mengimitasi

Kehidupan musik di Mekah dan Madinah memiliki kesesuaian dengan beberapa keterangan dari hadis-hadis Rasulullah SAW yang mengklarifikasi bahwa Madinah bahkan pernah menjadi pusat musik (nyanyian) sejak jaman Jahiliyah. Hal tersebut karena dibandingkan dengan Mekah, penduduk kota tersebut memang lebih menyukai nyanyian. Tersirat pada beberapa hadis bahwa Rasulullah SAW pernah memperkenalkan seorang penyanyi dan mempertunjukkan bakat penyanyi tersebut kepada Aisyah, istri beliau. Beliau juga pernah mengirimkan Arnab, seorang penyanyi cantik yang dijuluki “Jamilah sang penyanyi” sebagai hadiah pertunjukan untuk suatu pesta pernikahan pengantin suku Anshar. Abu Bakar pernah

penyanyi sedang mempertunjukkan kebolehannya di hadapan Aisyah. Rasulullah SAW bersama beberapa sahabat pernah menyaksikan pertunjukan menyanyi oleh hamba sahaya di sebuah pekarangan yang diselenggarakan atas sponsor Hasan, dan diakhir pertunjukan

beliau mengekspresikan ketidakberatannya (Qardawi, 2002:194-196).

4.1.2.2 Musik Klasik di Dunia Islam Gaya musik Islam klasik mengalami perkembangan yang

signifikan pada masa Kekhalifahan Ummayah (661-750 M). Istana-istana di kawasan ibu kota kekhalifahan yang saat itu dipindahkan ke Damaskus, Syria, diramaikan oleh para musisi, signifikan pada masa Kekhalifahan Ummayah (661-750 M). Istana-istana di kawasan ibu kota kekhalifahan yang saat itu dipindahkan ke Damaskus, Syria, diramaikan oleh para musisi,

Musisi periode Ummayah pertama yang paling terkenal ialah Ibn Misjah, yang dikenal sebagai “bapak musik Islam.” Misjah yang lahir dari sebuah keluarga Persia di Mekah, adalah ahli teori musik, penyanyi, dan virtuoso Lute. Ia mempelajari teori serta praktek musik Persia dan Bizantium di Syria dan Persia. Ia banyak menggabungkan berbagai pengetahuan musik yang diperolehnya ke dalam “lagu seni” (art song) khas Arab, mengadopsi elemen-elemen baru seperti modus-modus musik asing, dan menolak ciri-ciri lain yang tidak cocok dengan gaya musik Arab. Di samping Ibn Misjah yang dijuluki “bapak music Islam,” terdapat musikolog Islam lain yang dijuluki “bapak musik” oleh kritikus Barat, Sir Huvert Parry, yaitu Shafi al Dîn karena dua karya monumentalnya, yaitu Syarafiya dan The Book of Musical Modes . Kontribusi musikologis Ibn Misjah terdapat dalam sumber informasi terpenting mengenai kehidupan musik pada tiga abad pertama Islam, yaitu Kitab alAghani (“The Book of Songs”) karya Abuu al-Faraj al-

Isybahani, pada abad ke10. Walaupun demikian informasi teoretis tersebut bukanlah yang pertama karena dua abad sebelumnya, Yuunus al-Katib, seorang penulis buku teori musik Arab, telah terlebih dahulu mengkompilasi koleksi lagu-lagu Arab. Musisi lain yang juga terkenal pada periode ini ialah: (1) Ibn Muhriz, keturunan Persia; (2) Ibn Surayj, putra seorang budak Persia yang terkenal karena elegi-elegi dan improvisasi- improvisasinya (murtajal); (3) Al-Gharidh, seorang murid Ibn Muhriz, yang memiliki latar belakang kelahiran dari keluarga Berber; dan (4) Ma’bad, seorang Negro. Seperti halnya Ibn Surayj, Ma’bad memiliki suatu gaya personal khusus yang kemudian diadopasi oleh generasi-generasi penyanyi yang datang kemudian. Buku karya Abu al-Faraj al-Isybahani yang diterjemahkannya sebagai “The Great Book of Song” tersebut, tersusun dari 21 jilid. Sedemikian komprehensifnya buku tersebut sehingga Ilmuwan Muslim terkenal saat itu, yaitu Ibn Khaldun, menyebutnya sebagai “biang musik” (Hosein, 1979:38)

Pada akhir masa Ummayah, elemen-elemen yang berbeda dari musik Arab dan musik bangsa-bangsa non-Muslim yang kemudian memeluk Islam, tergabung ke dalam gaya musik Islamis klasik. Dengan berdirinya kekalifahan Abbasiyah pada tahun 750 M. Baghdad menjadi pusat musikal terdepan saat itu. Masa kekalifahan Abbasiyah merupakan periode keemasan

(Golden Age) untuk musik Islam. Pada saat itu penguasaan musik, yang seakan-akan merupakan keharusan bagi setiap orang yang terpelajar, di antaranya berkaitan dengan virtuositas, teori estetika, sasaran-sasaran etis maupun terapis, pengalaman mistis, dan spekulasi matematis. Di samping itu para pemusik profesional juga diharuskan memiliki penguasaan teknis, daya kreatif, dan pengetahuan ensiklopedis yang memadai. Di antara para pemusik Abbasiyah terbaik ialah Ibrahim al-Mawshili dan Ishaq. Hampir semua anggota keluarga bangsawan Persia saat itu ialah pimpinan musisi-musisi istana dan sahabat-sahabat dekat dua kalifah, yaitu Harun ar-Rasyid dan al-Ma’mun (Sabini 1976:2223).

Ishaq al-Mawsili, seorang penyanyi, komposer, dan virtuos ‘Ud Arab, adalah seorang musisi Abbasiyah yang hebat. Sebagai seorang musisi yang berkebudayaan luas, ia telah menulis sekitar 40 buku dalam bidang musik, baik berkaitan dengan toeri maupun kumpulan karya-karya musik, yang kabarnya telah banyak yang hilang (Shiloah dalam EB 2006).

Lute saat itu merupakan instrumen favorit yang banyak digunakan untuk mendemonstrasikan temuan-temuan teoretis dari para ahli musik. Menurut Kitab al-Aghani, Ishaq adalah penemu teori modus-modus melodi musik Islam yang pertama.

Salah satu karyanya, Ashbi’, yang berarti “jari-jari”, adalah teori penyusunan modus-modus menurut fret-fret ‘Ud dan penempatan jari-jari tangan kiri yang berkaitan dengannya: (Shiloah, 1997:164)

Pada bagian atas setiap lagu terdapat petunjuk-petunjuk mengenai modus dan jenis-jenis interval terts dengan kualitas mayor, minor, dan netral/murni, serta modus ritmis, yang digunakan untuk lagu tersebut. Terts ialah ialah sebuah interval yang menjangkau tiga nada berurutan dalam suatu susunan tangga nada. Interval tersebut bervariasi dalam ukuran yang pasti tanpa kehilangan karakternya. Musik Barat menggunakan terts mayor dan minor sedangkan kebanyakan musik non-Barat dan musik rakyat menggunakan terts murni (netral), yang ukurannya terdapat di antara mayor dan minor. Terts murni dalam musik Islam yang kira-kira diperkenalkan pada masa tersebut, memberikan kontribusi terhadap penambahan jumlah modus melodi dari delapan hingga 12 macam dengan cara membuat lebih banyak interval sebagai landasan dalam membangun melodi-melodi baru. Sementara itu jumlah modus- modus ritmis bervariasi dari enam hingga delapan, dengan struktur dan isi yang berbeda-beda (Wright, 1992: 681).

Kemajuan musik di dunia Islam pada masa Ummayah, tidak hanya terjadi dalam bidang pendidikan dan pertunjukan, baik artistik maupun hiburan, melainkan juga dalam bidang

kritikmusikologis. Sehubungan dengan itu Ishq dan Ibrahim al- Mawshili aktif berpartisipasi dalam perdebatan di antara aliran modernism Romantik Persia yang cenderung pada antusiasme dekoratif, dan Klasikisme Arab yang sederhana dan tingkat- tingkat kesulitan artistik yang bervariasi. Aliran modernisme Persia didukung oleh Ibn Jami’ dan penyanyi terkenal Pangeran Ibrahim ibn al-Mahdi, sementara aliran klasik lama didukung oleh Mawshilis. Pada paruh kedua abad ke-8, literatur Islamis mengenai teori musik pernah menjamur di pusat-pusat kebudayaan Islam. Warisan karya-karya ilmiah musik bangsa Yunani mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Para sarjana Arab yang akrab dengan literatur Yunani, menunjukkan produktivitasnya dengan mempersembahkan buku-buku baru dan penerbitan ulang bagian-bagian tertentu dari buku-buku Yunani. Dalam karya-karyanya, mereka memperluas, menggubah, mengembangkan, dan menyumbangkan kejelasan baru teori-teori musik Yunani. AlKindi, filsuf terkenal yang secara mendalam sangat fasih dalam ilmu-ilmu Yunani, menulis lebih dari 13 karya tulis tentang musik, termasuk di antaranya ialah beberapa literatur musikal Arab tertua yang hingga kini masih bertahan. Ia juga memperdalam teori etos (ta’tsir) dan aspek-aspek kosmologis dari musik. (Lihat sub bahasan: “The Umayyad and Abbasid dynasties: classical Islamic music” dalam EB 2006).

Ikhwan ash-Shafa, sebuah persaudaraan yang terdiri dari para filsuf Islam, memiliki peran yang penting dalam pengembangan pengetahuan musik di dunia Islam pada abad ke-

10 M. Persaudaraan ini memberikan perhatian yang besar pada tema ta’ tsir dan kosmologi musik yang didalami oleh Al- Kindi. Mereka mencapai teori baru mengenai bunyi yang mengungguli teori-teori kuno Yunani. Di samping Al-Kindi dan Ikhwan ash-Shafa, periode ini juga telah diramaikan oleh para filsuf lain yang mendalami teori musik secara khusus, seperti di antaranya ialah al-Farabi dengan karyanya Kitab al-Musiqi al- Kabir , dan Ibn Sina, pelopor ilmu kesehatan, yang di Eropa dikenal dengan nama Avicenna. Mereka aktif bergelut dengan topik-topik yang berkaitan dengan teori bunyi, interval, jenis- jenis musik dan sistem-sistem yang menyertainya, komposisi, ritme, dan instrumen-instrumen. Hal serupa juga dilakukan oleh As-Sarakhsi, kemudian oleh tokoh sejamannya, Tsabit ibn Qurrah, dan murid Ibn Sina yaitu Ibn Zayla. Ahli teori musik terakhir pada periode Abbasiyah adalah Shafi ad-Din yang membuat kodifikasi elemen-elemen praktis modal yang kemudian dikenal sebagai sistem musikal tingkat lanjut dan menjadi model acuan bagi generasi-generasi berikutnya. Banyak dari warisan-warisan teori musik dan karya-karyanya yang ditulis di antara abad ke-13 dan abad ke-19, kemudian diterapkan ke dalam berbagai kelipatan tradisi-tradisi lokal (Shehadi, 1995:3449).

4.1.2.3 Musik Islam di Spanyol Musik di Spanyol mengalami kemajuan sejak masuknya

Islam. Pusat musik Spanyol pertama berada dalam koordinasi pemerintah Ummayah dan kemudian berpindah ke Berber Almoravids, penguasa Afrika Utara dan Spanyol abad ke-11 dan ke-12; Setelah kejatuhan Almoravids kemudian dikembangkan Almohads. Bertemunya Islam dengan budaya-budaya lain di Spanyol telah menstimulasi perkembangan musik wilayah Andalusia. Tokoh musik terkenal saat itu ialah Ziryâb (abad ke- 9), murid Ishâq al-Mawshili. dikabarkan karena iri pada gurunya, ia beremigrasi dari Bagdad ke Spanyol. Berkat Ziryab, seorang virtuoso vokal dan musisi terdepan di istana Cordoba, dalam pengembangan musik Andalusia, ‘Ud Arab yang sebelumnya bersenar empat, saat itu ditambah hingga menjadi lima dawai. Kontribusi lain ialah bentuk komposisi baru, dan inovasi dalam metode pengajaran menyanyi. Dan kemudian, saat itu Sevilla menjadi pusat pembuatan alat-alat musik termaju di seluruh dunia. Kelahiran Vihuela di Spanyol, yaitu gitar pada permulaan Renaisans yang bersenar lima, tampaknya terinspirasi oleh instrumen-instrumen Arab, maupun Persia, khususnya ‘Ud Arab. Pada periode Spanyol, berkembang syair-syair puitis baru seperti Muwashshah dan Zajal, yaitu bait dan meter (irama) yang lebih bebas dibanding bait formal, Qashîdah. Inovasi tersebut membuka jalan bagi perkembangan bentuk-bentuk Islam. Pusat musik Spanyol pertama berada dalam koordinasi pemerintah Ummayah dan kemudian berpindah ke Berber Almoravids, penguasa Afrika Utara dan Spanyol abad ke-11 dan ke-12; Setelah kejatuhan Almoravids kemudian dikembangkan Almohads. Bertemunya Islam dengan budaya-budaya lain di Spanyol telah menstimulasi perkembangan musik wilayah Andalusia. Tokoh musik terkenal saat itu ialah Ziryâb (abad ke- 9), murid Ishâq al-Mawshili. dikabarkan karena iri pada gurunya, ia beremigrasi dari Bagdad ke Spanyol. Berkat Ziryab, seorang virtuoso vokal dan musisi terdepan di istana Cordoba, dalam pengembangan musik Andalusia, ‘Ud Arab yang sebelumnya bersenar empat, saat itu ditambah hingga menjadi lima dawai. Kontribusi lain ialah bentuk komposisi baru, dan inovasi dalam metode pengajaran menyanyi. Dan kemudian, saat itu Sevilla menjadi pusat pembuatan alat-alat musik termaju di seluruh dunia. Kelahiran Vihuela di Spanyol, yaitu gitar pada permulaan Renaisans yang bersenar lima, tampaknya terinspirasi oleh instrumen-instrumen Arab, maupun Persia, khususnya ‘Ud Arab. Pada periode Spanyol, berkembang syair-syair puitis baru seperti Muwashshah dan Zajal, yaitu bait dan meter (irama) yang lebih bebas dibanding bait formal, Qashîdah. Inovasi tersebut membuka jalan bagi perkembangan bentuk-bentuk

Kemunduran pusat-pusat Islam di Spanyol dan berkembangnya gerakan sekularisme Eropa berdampak pada mengendornya dominasi Islam di negara tersebut secara bertahap hingga 1492 M. Kekuasaan politik melemah namun jejak-jejak peradaban Islam tetap ada sehingga memberikan kontribusi yang besar terhadap kemajuan peradaban Barat. Sejak melemahnya pusat-pusat penting budaya Islam di Timur, yaitu Baghdad pada tahun 1258 M, dan di Barat, yaitu Granada pada tahun 1492, kejayaan musik Islampun tersaing oleh budaya musik baru di Barat yang terstimulasi oleh gerakan Renaisans (Pendle 1963:28-29).

Alat-alat musik dari budaya Islam akhirnya tergeser oleh tiga jenis Vihuela, yang merupakan instrumen baru khas Spanyol. Vihuela de Arco (digesek dengan alat penggesek) tampaknya merupakan nenek moyang keluarga instrument Alat-alat musik dari budaya Islam akhirnya tergeser oleh tiga jenis Vihuela, yang merupakan instrumen baru khas Spanyol. Vihuela de Arco (digesek dengan alat penggesek) tampaknya merupakan nenek moyang keluarga instrument

de Mano (dipetik dengan tangan/ jari-jari) menjadi gitar klasik yang ada saat ini. Sementara itu beberapa instrumen warisan budaya Islam, termasuk ‘Ud Arab dan Arbab, diekspor ke Afrika Utara, dan sebagian ke Eropa Barat. Sementara jenis- jenis klasik menghilang, jenis-jenis tradisional tersebar ke berbagai wilayah Islam di luar Spanyol. Beberapa di antaranya dilestarikan dan menerima pengaruh-pengaruh baru dari penguasa-penguasa Mongol dan Turki. Sementara musik Turki yang memiliki pengaruh budaya Arab dan Persia yang sangat kuat hingga 1918, tersebar ke seluruh wilayah yang dikuasainya dari Balkan hingga Tunisia, Persia menikmati kemandirian artistik dalam kebudayaan musiknya selama masa tersebut (Randel, eds), 1978: 541). Setelah kemunduran dunia Islam, sejak Renaisans Barat justru mengalami kemajuan di bidang musik yang berlangsung intensif dari abad ke abad. Berkembangnya kolonialisasi bangsa-bangsa Barat di wilayah Timur pada abad ke-19, telah mempertegas hilangnya tradisi- tradisi musik klasik Islam yang sempat mempersatukan budaya masyarakat dunia Islam. Namun demikian dunia budaya modern

Islam diwarnai oleh kontrak-kontrak musikal dengan Barat dan percampuran musik Islam tradisional dengan musik Barat.

4.1.3 Pandangan Islam Terhadap Seni Musik Seni musik mempunyai kedudukan yang berbeda-beda dalam pandangan ulama. Ada pendapat yang memperbolehkan seni musik, ada juga yang melarang bahkan mengharamkannya. Diantara mereka ada yang membuka lebar-lebar terhadap setiap macam lagu dan warna musik, dengan alasan karena yang demikian itu halal, dan merupakan salah satu aktivitas yang baik dalam kehidupan, yang dibolehkan Allah bagi hamba-hamba-Nya. Ada yang mematikan radio atau menutup mata dan telinganya ketika mendengar lagu apapun seraya mengatakan, “Lagu adalah seruling setan, perkataan yang tak berguna serta penghalang orang untuk berdzikir kepada Allah dan mengerjakan shalat”. Terutama suara wanita yang menyanyi, menurut mereka, suara wanita dengan tidak menyanyi pun adalah aurat, bagaimana pula jika menyanyi ?. sebagian lagi ada yang menolak sama sekali segala macam musik apapun musik ilustrasi pengantar siaran berita.

Kelompok ketiga bersikap ragu-ragu diantara dua kelompok ini, kadang cenderung pada kelompok pertama, di saat yang lain ikut pada kelompok yang kedua. Kelompok yang ketiga ini dan jawaban yang memuaskan dari Ulama dalam masalah penting yang menyangkut perasaan dan kehidupan manusia sehari-hari ini, terutama sesudah masuknya berbagai media informasi yang dapat didengar dan dilihat, yang telah memasuki rumah-rumah dan disertai dengan hal-hal yang

serius dan yang lucu-lucu dan menarik pendengaran orang dengan lagu- lagu dan musiknya suka ataupun tidak suka. Sebuah perdebatan yang cukup serius boleh tidaknya umat Islam bermain musik ataupun menyanyikan sebuah lagu. Ulama yang mengharamkan musik dan nyanyian mengemukakan antara lain, bahwa musik dan nyanyian adalah jenis hiburan, permainan atau kesenangan yang bisa membawa orang lalai / lengah dari melakukan kewajiban kewajibannya, baik terhadap agama, misalnya shalat terhadap diri dan keluarganya, seperti lupa studinya atau malas mencari nafkah, maupun terhadap masyarakat dan negara, seperti mengabaikan tugas organisasinya atau tugas negara. Tampaknya dalil syar’i yang dipakai ulama yang mengharamkan musik dan nyanyian itu adalah yang disebut saddu al-dzari’ah, yang artinya menutup/mencegah hal-hal yang dapat mengantarkan orang kedalam hal-hal yang dilarang oleh agama. Misalnya melihat aurat wanita bukan muhrim dan bukan istrinya adalah haram, karena perbuatan itu bias mendorong orang kepada perbuatan yang tercela (berbuat cabul, zina dan sebagainya). Demikian pula wanita, dilarang memperlihatkan bagian auratnya kecuali pada suaminya, anak-anaknya, dan orangorang yang tersebut dalam Surat al-Nuur ayat : 3. Larangan ini juga dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dan kehormatan wanita itu

sendiri dan juga untuk tidak merangsang kaum pria. 66 Banyak dalil yang digunakan ulama baik yang diambil dari al-

Qur’an maupun dari hadits Nabi Muhammad saw. Diantaranya dalil

66 M asjfuk Zuhdi, M asail Fiqdyah, (Bandung : PT. Gunung Agung, 1997), hlm. 98.

tersebut adalah pertama mereka mengharamkan lagu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud dan Ibnu Abbas serta sebagian tabi’in bahwa mereka mengharamkan nyanyian berdasarkan firman Allah Swt.

Artinya : “Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan”. (Q.S. Lukman : 6)

Dalil berikutnya adalah al-Qur’an surat al-Qashash ayat 55;

Artinya : “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat mereka berpaling daripadanya… ” (Al Qashash : 55)

Nyanyian bagi mereka termasuk al-laghwu (perkataan yang tidak

berguna) maka wajib berpaling dari padanya. 67

Dalil yang ketiga adalah hadits Rasulullah saw. yang artinya :

“Setiap permainan yang dilakukan oleh seorang mukmin maka itu suatu kebatilan, kecuali tiga permainan; permainan suami dengan istrinya, pelatihan terhadap kudanya dan melempar anak panah dari busurnya”. (H.R. Ashhabus Sunan Munhthorib).

Dalil yang keempat adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang merupakan hadits mu’allaq, dari Abi Malik atau Amir Al Asy’ari, satu keraguan dari perawi dari Nabi saw, ia berkata:

“Benar-benar akan ada suatu kaum dari umatku yang menghalalkan kemaluan (zina), sutera, khomar (minuman keras) dan alat-alat musik”. 68 (HR. Bukhari).

67 Yusuf Qordhaw i, Seni dan Hiburan Dalam Islam, (Jakart a : Al-Kaut sar, 1998), hlm. 68 Al Imam Zainuddaini Ahmadubnu Abdullat if Azzabaedi, M uhtashor Shohih Bukhori,

(Juz Aw al : Darul Kit ab Libanon), hlm. 451

Adapun ulama yang membolekan orang Islam belajar musik dan nyanyian, memainkan, dan mendegarkan mengemukakan alasan-alasan, antara lain sebagai berikut:

Artinya : “Pada dasarnya segala sesuatu itu halal (boleh), sehingga ada dalil yang jelas menunjukkan keharamannya ”. (Yusuf Qordhawi 38 :

Menikmati musik dan nyanyian itu sesuai dengan fitrah manusia dan naluri yang memang suka kepada hal-hal yang enak, lezat, indah, menyenangkan, mempesona, mengasyikan, dan memberi kedamaian

dan ketenangan dalam hati, seperti musik dan nyanyian. 70 Sebagaimana

yang diingatkan oleh Allah swt dalam al Qur’an surat Ali Imran ayat 14 :

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan manusia kemauan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi

Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) ”. 71 (Ali Imran : 14)

Tentang menyanyinya dua budak wanita di rumah Nabi saw, di sisi Aisyah Ra. Dan bentakan Abu Bakar terhadap kedua wanita itu beserta perkataannya, “Seruling syetan di rumah Nabi”, ini membuktikan bahwa kedua wanita itu bukan anak kecil sebagaimana anggapan sebagian orang. Sebab kalau wanita itu bukan anak kecil, pasti tidak akan memancing kemarahan Abu Bakar ra.

69 Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

1994), Hlm. 140 70 Yusuf Qordhaw i, Seni dan Hiburan Dalam Islam, (Jakart a : Al-Kaut sar, 1998), hlm.

71 Depart emen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Gema Risalah Press, 1989), Hlm. 167

Yang menjadi penekanan disini adalah jawaban Nabi saw kepada Abu Bakar dan alasan yang dikemukakan oleh Rasulullah saw, bahwa beliau ingin mengajarkan kepada kaum Yahudi bahwa di dalam agama kita itu ada keluwesan. Beliau diutus dengan membawa agama yang bersih dan mudah.

Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, ”Aisyah pernah menikahkan salah seorang wanita dari familinya dengan laki-laki Anshar, maka Rasulullah Saw datang dan bertanya,

“Apakah kalian sudah memberi hadiah pada gadis itu?” Mereka berkata, “ya (sudah)”. Nabi berkata, “Belum”. Maka Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya sahabat Anshar itu kaum yang senang hiburan, kalau seandainya kamu kirimkan bersama gadis itu orang yang menyanyikan “kami datang kepadamu… kami datang kepadamu… selamat untukmu ”.

Tidak ada dalam Islam sesuatu yang baik artinya dan yang dianggap baik oleh jiwa yang bersih dan akal yang sehat kecuali telah

dihalalkan oleh Allah sebagai kasih sayang untuk semua 72 . Karena risalah yang universal dan abadi, sebagaimana Allah swt berfirman:

Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu, “Apakah yang dihalalkan ”. bagi mereka?” katakanlah, “Dihalalkan bagimu yang baikbaik 73 (QS. Al Maidah : 4).

Imam Al Ghazali membantah orang yang berkata, “Sesungguhnya nyanyian itu perbuatan sia-sia dan permainan”

dengan bantahannya “Dia memang demikian, tetapi dunia seluruhnya

72 Qordhawi, Op.Cit., hlm. 252 73 Depart emen Agama RI, Op. Cit ., Hlm. 158 72 Qordhawi, Op.Cit., hlm. 252 73 Depart emen Agama RI, Op. Cit ., Hlm. 158

Menurut Quraisy Shihab (1999) tidak ada larangan menyanyikan lagu di dalam Islam. Bukankah Nabi saw pertama kali tiba di Madinah, beliau disambut dengan nyanyian “Thala al-badru ‘alaina min Tsaniyaah al-wadaa ”?. Ketika ada perkawinan, Nabi juga merestui nyanyian yang menggambarkan kegembiraan. Yang terlarang adalah yang mengandung makna-makna yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.

Imam Al Ghazali mengecam mereka yang mengharamkan musik atau nyanyian, walaupun dia mengakui adanya larangan Nabi saw, tetapi dia mengaitkan larangan mendengarkan musik atau nyanyian itu dengan kondisi yang menyertainya, atau dampak negative yang dilahirkannya.

Al-Marhum Mahmud Syaltut, pemimpin tertinggi Al Azhar Mesir, dalam buku Fatwa fatwanya, seperti dikutip oleh Quraisy Shihab, menegaskan bahwa para ahli hukum Islam telah sepakat tentang bolehnya nyanyian guna membangkitkan kerinduan melaksanakan haji, semangat bertempur, serta dalam peristiwaperistiwa gembira seperti lebaran, perkawinan, dan sebagainya. Adapun selain itu, memang Al-Marhum Mahmud Syaltut, pemimpin tertinggi Al Azhar Mesir, dalam buku Fatwa fatwanya, seperti dikutip oleh Quraisy Shihab, menegaskan bahwa para ahli hukum Islam telah sepakat tentang bolehnya nyanyian guna membangkitkan kerinduan melaksanakan haji, semangat bertempur, serta dalam peristiwaperistiwa gembira seperti lebaran, perkawinan, dan sebagainya. Adapun selain itu, memang

Kalangan sufi Islam bertanggapan,bahwa ilham turun pada manusia melalui gairat. Dalam kalangan sufi, musik adalah suatu yang harus ada. Imam Ghazali pernah berkata, bahwa Gairat diperoleh manusia dengan perantaraan mendengarkan musik, untuk itu, maka Al Ghazali mengarang sebuah kitab musik yang bernama ”Musik dan Gairat”, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Musik and Ecstasy. Musik dan nyanyian penting benar, kata Ghazali, untuk memperoleh Gairat Tuhan. Dengan musik dan nyanyian lebih lekas diperoleh nikmat Tuhan.

Ahli-ahli sufi Islam berpendapat, bahwa musik dan nyanyian dapat menyembuhkan penyakit jiwa dan penyakit badan, dan music bisa menjadi obat. Teori ini telah dipraktekkan oleh para sarjana barat dewasa ini. Al-Kindi sendiri telah mempraktekkan musik sebagai jalan untuk menyembuhkan seorang hartawan yang telah lama menderita sakit. Pelajaran dari terapi musik (doctrinair of musical therapheutics), sekarang telah diterima orang dalam lapangan ilmu pengetahuan. Bahkan para sufi menempatkan musik sebagai sesuatu yang sangat penting keberadaannya. Walaupun ada para ulama yang memiliki dalildalil yang melarang musik, tetapi sejarah menjelaskan kepada kita bahwa musik diperbolehkan hukumnya oleh Islam, apa lagi seni music

74 Quraisy Shihab, Fat wa-fat wa Seput ar Waw asan Agama, (Bandung : M izan, 1999), hlm. 8 - 14

Nasyid yang memang dijadikan sebagai alat atau media dakwah untuk mencapai tujuan yang mulia.

Acuan normatif berupa dalil-dalil diatas, ada sejumlah hal sangat elementer yang bias diungkapkan dan dielaborasi. Pertama, bahwa Islam sama sekali tidak pernah mempunyai ajaran untuk melawan kecenderungan fitrah manusia yang senang kepada hal-hal yang enak dan menyenangkan, seperti musik. Kedua, selama tidak melalaikan orang dan mengingat Tuhan, musik adalah sesuatu yang boleh. Maha Agung Tuhan yang telah mengkaruniai manusia kecenderungan- kecenderungan alamiah untuk senang kepada hal-hal yang bersifat hiburan, seperti musik. Ketiga, nyanyian harus diperuntukkan buat sesuatu yang tidak bertentangan dengan etika Islam. Kalau nyanyian itu penuh dengan syair-syair yang bertentangan dengan etika Islam, maka

menyanyikannya haram. 75 Dari ungkapan diatas, bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa

seni music diperbolehkan selagi orang yang menyanyi atau yang mendengarkan lagu tidak terlena yang akhirnya meninggalkan kewajibannya, baik kewajiban dengan Allah ataupun dengan sesame manusia.

Jadi seni musik diperbolehkan selama ia tidak diikuti atau dikaitkan dengan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam. Bahkan para sufi menempatkan musik sebagai sesuatu yang penting keberadaannya.

75 Yusuf Al- Qordhowi, Fiqh M usik dan Lagu, Penerjemah Tim LESPISI, H. Ahmad Fulex Bisyri, H. Aw an Sumarno Lc, H. Anw ar M ust hofa, M ujahid, (Bandung : LESPISI, 2002), hlm . 163.

Walaupun ada para ulama yang memiliki dalil-dalil yang melarang musik. Tapi sejarah telah menjelaskan kepada kita bahwa musik diperbolehkan hukumnya oleh ulama Islam, apalagi musik yang dimaksud di sini adalah sebagai alat atau media untuk mengkomukasikan pesan-pesan dakwah untuk mencapai tujuan yang mulia.

4.1.4 Sistem Musik Arab Musik Arab pada umumnya melodi, yang berarti jarang mencakup harmoni

dan akord. Alasan utama mengapa harmoni jarang digunakan adalah bahwa akord tidak terdengar enak ketika telah di masukan nada seperempat atau varia

Maqam Arab (Arab: maqam, jamak: maqamat) adalah sistem yang digunakan dalam mode melodi musik Arab tradisional, yang terutama melodi. Kata maqam dalam bahasa Arab berarti tempat, lokasi atau peringkat. Maqam-maqam Arab adalah jenis melodi. Maqam adalah "teknik improvisasi" yang mengembangkan nada-nada, pola, dan pengembangan nada musik dan untuk "seni musik Arab yang unik". Ada tujuh puluh dua bentuk scale maqam. Di bangun dari berbagai jarak nada atau laras. Setiap maqam di bentuk dari scale, dan membawa tradisi yang mendefenisikan frasa yang lazim, melodi penting, pengembangan melodi dan modulasi. Kedua komposisi dan improvisasi Maqam Arab (Arab: maqam, jamak: maqamat) adalah sistem yang digunakan dalam mode melodi musik Arab tradisional, yang terutama melodi. Kata maqam dalam bahasa Arab berarti tempat, lokasi atau peringkat. Maqam-maqam Arab adalah jenis melodi. Maqam adalah "teknik improvisasi" yang mengembangkan nada-nada, pola, dan pengembangan nada musik dan untuk "seni musik Arab yang unik". Ada tujuh puluh dua bentuk scale maqam. Di bangun dari berbagai jarak nada atau laras. Setiap maqam di bentuk dari scale, dan membawa tradisi yang mendefenisikan frasa yang lazim, melodi penting, pengembangan melodi dan modulasi. Kedua komposisi dan improvisasi

Maqam muncul pertama kalinya pada abad ke empat belas yang ditulis oleh sheikh Al-Safadi dan Abdulqadir al-Maraghi, dan sejak itu pula digunakan sistem music dalam music arab. Maqam adalah struktur yang mencirikan seni music di Negara Afrika utara, timur tengah dan asia tengah.

4.1.4.1 Tuning sistem Maqam arab di dasarkan pada scale pada 7 nada yang di

ulang-ulang di dalam satu oktav. Beberapa maqam memiliki dua atau lebih scale alternatif (misalnya Rast, Nahawand dan Hijaz). Scale maqam pada musik tradisional arab ialah microtonal, tidak didasarkan pada 12 nada yang biasa dipakai pada tuning sistem musik modern barat. Sebahagian besar scale maqam terdiri dari perfect fifth atau perfect fourth (atau keduanya) dan semua oktaf ialah perfect. Scale maqam mugkin atau tidak mungkin mengandung nada yang jatuh pada semitone. Oleh karena itu maqam kebanyakan diajarkan secara lisan.

4.1.4.2 Notasi Karena microtonal tidak praktis dalam penotasian, maka

sistem notasi musik Arab pada pergantian abad ke-20 disederhanakan. Dimulai dengan kromatis scale. Scale Arab dibagi menjadi 24 nada, sama dengan seperempat tone. Di mana sistem notasi musik Arab pada pergantian abad ke-20 disederhanakan. Dimulai dengan kromatis scale. Scale Arab dibagi menjadi 24 nada, sama dengan seperempat tone. Di mana

Maqam-maqam tersebut terbentuk dari suatu bahan (nada dasar) yang disebut Jins (jamak: Ajnas). Ajnas terdiri dari 3 nada (trichords), 4 nada (tetrachords), dan 5 nada (pentachords).

4.1.4.3 Jenis-jenis maqam `Ada puluhan maqam arab, terlalu banyak untuk di uraikan,

termasuk Persia dan Turki yang amat banyak. Sulit untuk menemukan daftar lengkap pada maqamat Arab yang di setujui semua buku pelajaran, atau referensi yang lengkap, mana yang benar-benar maqam Arab dan yang mana maqam Turki atau Persia. Ada juga maqamat lokal yang hanya digunakan di beberapa wilayah di dunia Arab (misalnya Irak dan Afrika Utara), dan tidak diketahui oleh yang lain. Tapi maqamat yang paling banyak digunakan dan dikenal terdapat sekitar 30 sampai

40 maqam. Disini akan diuraikan maqam-maqam yang umum di

gunakan, terutama di negara-negara di timur tengah:

1) Ajam Trichord Ajam trichord terdengar sangat mirip dengan 3 not pertama

dalam skala mayor di Musik Klasik Barat, dengan not ke 3 dalam skala mayor di Musik Klasik Barat, dengan not ke 3

2) Jiharkah Trichord Jiharkah Trichord terdengar sangat mirip dengan 3 not

pertama dalam skala mayor di Musik Klasik Barat. not ke 3 disetel sedikit lebih rendah dari skala mayor, dan bahkan lebih rendah dari pada di Trichord Ajam.

3) Sikah Trichord Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab.

Beberapa buku menyatakan Trichord ini sebagai 3 tetrachords yang berbeda, tergantung pada interval tonal berikutnya yang mungkin: 1/2 nada disebut Huzam Tetrachord, 3/4 nada disebut Irak Tetrachord, dan 1 nada disebut Sikah Tetrachord.

4) Mustaar Trichord Ini adalah Trichord yang sangat jarang. Ini varian dari

Trichord Sikah, dengan not ke 2 dinaikan 1/2 nada. Beberapa buku menyatakan Trichord ini sebagai 3 tetrachords yang berbeda, tergantung pada kemungkina interval tonal berikutnya: 1/2 nada, 3/4 dan 1 nada.

5) Bayati Tetrachord

Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. Di tuning dengan not ke 2 (Eb) sedikit lebih rendah dan lebih mellow dari Eb yang digunakan dalam Rast dan Sikah.

6) Busalik (Buselik) Tetrachord tetrachord Busalik (kadang-kadang disebut 'Ushaq) terdengar

sangat mirip dengan dengan 4 not pertama di skala minor dalam Musik Klasik Barat. Di tuning dari not ketiga dimainkan lebih rendah dari pada di tetrachord Nahawand. Perbedaan tuning sekitar 1/9 lebih rendah dari nada (istilah ini dikenal sebagai koma di msuic Turki).

7) Hijaz Tetrachord Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. Eb

disetel sedikit lebih tinggi dari biasanya, sedangkan F# disetel sedikit lebih rendah, dalam rangka untuk mempersempit perbedaan nada 1 1/2 dan membuatnya lebih mellow.

8) Kurd Tetrachord Tetrachord Kurd terdengar sangat mirip dengan 4 not

pertama dalam modus Phrygian dalam musik klasik Barat.

9) Nahawand Tetrachord

Tetrachord Nahawand terdengar sangat mirip dengan 4 not pertama dari skala minor dalam Musik Klasik Barat.

10) Rast Tetrachord Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. not

ke-3 jatuh antara 3 minor dan 3 mayor dalam Musik Klasik Barat.

11) Saba Tetrachord Tiga not pertama adalah bagian dari Bayati tetrachord. Juga

not 3 dan 4 biasanya digunakan untuk memulai tetrachord Hijaz.

12) Zamzama Tetrachord Ini adalah tetrachord yang sangat jarang. 3 not Pertama

adalah bagian dari Kurdi tetrachord. Ini adalah versi barat dari Saba dengan not ke 2 berubah dari nada seperempat menjadi semitone.

13) Nawa Athar Pentachord Ini kadang-kadang disebut pentachord Nikriz. 3

not pertama adalah bagian Nahawand tetrachord. Juga 3 not terakhir biasanya digunakan untuk memulai tetrachord Hijaz. Beberapa buku menyatakan tetrachord sebagai pentachord dengan G sebagai not ke 5, dalam rangka untuk menyelesaikan tetrachord Hijaz.

14) Athar Kurd Pentachord tetrachord ini adalah variasi dari tetrachord Nawa Athar,

dengan not ke 2 diturunkan 1/2 nada. 3 not pertama adalah bagian dari tetrachord kurdi.

4.2 Nasyid

4.2.1 Pengertian Nasyid Banyak sekali ragam lagu-lagu popular sebagai hiburan atau kesenangan yang digandrungi di seluruh dunia. Pria wanita, tua muda sampai anak-anak. Namun ada jenis lagu yang khas dengan latar belakang serta tujuan khusus yang berbeda dengan lagu popular yaitu nyanyian religius atau yang lebih kita kenal sekarang ini adalah Nasyid.

Di tanah air, perjalanan Nasyid di awal sekitar era 80-an, ketika Mahasiswa-mahasiswa muslim menyanyikan syair berbahasa Arab sebagai wujud solidaritas saudara-saudara mereka di Palestina. Pada akhir tahunn 90-an grup-group Nasyid di tanah air tumbuh bak cendawan di musim hujan. Hal ini paling tidak menandakan kerinduan masyarakat kita terhadap apa yang kerap disebut sebagai seni Islam. 76

Secara etimologi seni Nasyid adalah seni suara, lagu dan musik. Kata Nasyid diambil dari bahasa Arab yaitu (anasyid ) yang berarti nyanyian atau syair.

Adapun secara terminologi seni Nasyid adalah lagu-lagu dan irama- irama dengan tema tema religius. Nasyid juga merupakan komposisi-

76 Sri Yuliant i, Nasyid M enyeruk Pasar, (Jakarta : Syiar, 2002), hlm. 40 76 Sri Yuliant i, Nasyid M enyeruk Pasar, (Jakarta : Syiar, 2002), hlm. 40

arab dan bahasa pribumi. 77 Menurut Yusuf Al- Qordawi ( 1988 ) Nasyid atau nyanyian

religious adalah nyanyian yang dihubungakan dengan nuansa keagamaan. Agama merupakan tujuan dan isi dari nyanyian tersebut. Oleh karena itu nyanyian religius ini syair-syairnya hanya menceritakan kecintaan kepada Allah, Rasulullah, orang-orang saleh dari hamba Allah, kehidupan akhirat dan kenikmatan syurga juga menceritakan makna ketuhanan dan keimanan yang dibawa oleh Rasulullah.

Seni Nasyid adalah seni suara atau seni musik yang tidak hanya menyentuh tetapi juga meresap dan merasuk jiwa dan hati pendengarnya sebab dalam hal itu terdapat pesan-pesan atau syair-syair yang bermuatan Islami serta mempunyai pengaruh terhadap realisasi penyempurnaan kehidupan spiritual manusia.

Seni Nasyid adalah seni musik Islami (handasah al- shawat) yang mendendangkan syair syair Qur’an dan irama-irama yang syahdu seni Nasyid yang berisikan ajaran-ajaran dan penuh ajaran Islam yang banyak mengandung muatan dakwah dan bimbingan melalui seni musik

77 Yusuf al- Qordhow i, Op. Cit ., hlm. 170 77 Yusuf al- Qordhow i, Op. Cit ., hlm. 170

sehingga menggembirakan hati dan menggoyangkan perasaan. 78 Dari berbagai Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Nasyid adalah seni suara seni musik yang membawakan syair-syair Islami untuk umat manusia agar dapat memahami akan eksistensinya di muka bumi. Dengan demikian pendakwah melalui seni musik Nasyid dapat menyentuh perasaan dan hati sanubari manusia khususnya umat Islam.

4.2.2 Jenis-Jenis Nasyid Menurut Yusuf Qordawi (1988) ada dua jenis Nasyid yaitu :

a. Nasyid Islami, yaitu lagu yang dibolehkan oleh syariat yang syair- syairnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam : Aqidah, syariah dan akhlak seperti puji-pujian kepada Allah, Rasulullah, kisah- kisah dan lain-lain.

Nasyid Islami disyaratkan syair tidak bertentangan dengan syariat, gaya menyanyikan lagu tidak mengandung maksiat, nyanyian tidak dibarengi dengan sesuatu yang diharamkan dan tidak berlebihan dalam mendengarkannya.

b. Nasyid Jahili , yaitu lagu yang diharamkan oleh syariat karena syairnya bertentangan dengan syariat Islam. Seperti lagu yang pernah dilantumkan oleh Abu Nawas.

78 Yusuf al- Qordhowi, Waktu dalam Kehidupan M uslim, (Jakarta : Firdaus, 1998), hlm. 117

Tinggalkan celaanmu padaku, sebab celaan itu adalah pujian obatilah aku dengan si cantik sang penawar .

Atau sajak Syauqi Ramadhan telah datang menyambut peminum Yang selalu

menanti setiap saat.

Dalam syair ini orang mempropagandakan meminum khamr, padahal ia induknya kejahatan dalam Islam. Hati-hati juga pada sajak Abu Madi dalam syairnya Ath-Thalasim.

Aku tidak tahu dari mana datang, tapi aku telah dating Telapak kakiku telah melihat satu jalan, maka akupun berjalan Aku akan terus berjalan kalau aku mau atau aku berhenti Bagaimana kau datang Bagaimana kau berjalan?aku tidak tahu Dan kenapa aku tidak tahu ? Aku juga tidak tahu.

Syair ini tidak boleh menurut syariat karena mengandung unsur- unsur keraguan terhadap dasar-dasar keimanan penciptaan hari kiamat dan nubuwah. Maka Nasyid ini hukumnya haram.

Sedangkan tema-tema Nasyid adalah sebagai berikut :

a. Syair yang bersenandung shalawat nabi, ini banyak didendangkan oleh setiap kalangan, baik itu orang dewasa maupun anak-anak.

b. Syair yang bersenandung ketauhidan

c. Syair yang bersenandung dengan tema Ilahi, akhlaq aqidah dan moral

d. Syair-syair yang bercerita tentang kehidupan manusia, baik itu kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.

4.2.3 Fungsi Nasyid Musik berfungsi untuk menentramkan pikiran dari beban kemanusian (basyariyyah) dan memperbaiki tabiat manusia. Ia merupakan stimulan untuk melihat rahasia ketuhanan (asrar rabbani) bagi sementara orang musik merupakan godaan karena ketidaksempurnaan mereka. 79

Musik spiritual (Nasyid) adalah kunci pembuka kazanah kebenaran

Ilahi para ahli tasawuf musik spiritual salah satunya Nasyid berfungsi untuk lebih mendekatkan kepada Ilahi. Seni Nasyid juga berfungsi sebagai alat manifestasi atau penyemangat dalam meningkatkan moralitas dan spiritualitas dalam kehidupan ini. Disamping itu Nasyid dapat berfungsi sebagai sarana atau alat untuk berdzikir, sebagai manifestasi dari wujud syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah dia berikan kepada hamba-hambanya. Rasa syukur kepada Allah akan selalu terdorong di hati nurani,

bilamana ada suatu pendorong yang mampu untuk mengingatkanya. Maka Nasyid adalah salah satu jalan keluarnya, sebab di dalam Nasyid

terdapat berbagai macam-macam pujian dan tasbih kepada Allah SWT.

Nasyid Sebagai Media Dakwah Trend Nasyid, saat-saat sekarang ini sepertinya telah menunjukkan

gairah yang luar biasa. Sambutan antusias tersebut beriring dengan munculnya kesadaran keislaman di kalangan sebagian remaja-remaja

79 Sayyid Hussein Nashr , Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung : Mizan, 1993), hlm. 38 79 Sayyid Hussein Nashr , Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung : Mizan, 1993), hlm. 38

Menurut Din Syamsuddin, kesenian Nasyid ini bisa menjadi

momentum syair Islam dan penyelamatan generasi muda dari musibah atau kemaksiyatan seperti narkoba, perkelahian pelajar atau tawuran,

perjudian, mabuk, dan lain-lain agar mereka menjadi umat Islam yang produktif dan professional.

Semarak Nasyid sebagai media dakwah dapat dilihat dari berbagai

kegiatan yang banyak menggelar pertunjukan Nasyid. Hal ini menandakan bahwa Nasyid dapat diterima oleh masyarakat dan sebagai

sarana media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah, seperti pertunjukkan yang pernah digelar dengan tema “ Menyelamatkan Generasi Muda, membangun Bangsa “ hal tersebut sangat istimewa

karena acara tersebut disisipi dengan acara penyerahan David Club Cup (diambil dari nama Nabi Daud as yang konon memiliki suara yang merdu), sebuah penghargaan bagi pelantun Nasyid terbaik di Indonesia yang dilakukan oleh seketaris Umum Mejelis Ulama Indonesia (MUI) yaitu Dr. Din Syansuddin, kepada grup Nasyid SNADA.

Mungkin tidak ada salahnya jika program-program penganugerahan musik mengakomodasi trend suara alternatif tersebut. Karena hal itu sejalan dengan misi pembangunan manusia seutuhnya. Khususnya terkait dengan pembangunan aspek ketaqwaan. Satu aspek yang memang harus ditumbuh kembangkan apalagi melihat kerusakan moral Mungkin tidak ada salahnya jika program-program penganugerahan musik mengakomodasi trend suara alternatif tersebut. Karena hal itu sejalan dengan misi pembangunan manusia seutuhnya. Khususnya terkait dengan pembangunan aspek ketaqwaan. Satu aspek yang memang harus ditumbuh kembangkan apalagi melihat kerusakan moral

Dengan demikian Nasyid adalah salah satu media yang efektif

untuk berdakwah. Dengan Nasyid persoalan dakwah tidak di jelaskan

secara gamblang, namun melalui nyanyian dan musik, sehingga orang yang baru pertama mengenal Islam bisa faham lewat Nasyid tersebut.

Dengan menggunakan Nasyid sebagai media dakwah, maka dakwah yang disampaikan tidak akan menjemukan bagi mad’u. Karena

dakwah dengan menggunakan media Nasyid, pertama mad’u akan tertarik dengan musik yang ditawarkan oleh munsyid (pembawa Nasyid) setelah mereka menyukai warna musiknya. Maka kemudian

mereka memperhatikan isi Nasyid tersebut yang tiada lain adalah pesan- pesan dakwah yang mengajak manusia untuk selalu melaksanakan amar

ma’ruf nahi mungkar.

4.3 Nasyid Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah merupakan tempat pelajar yang belajar dan menetap ditempat tersebut. Selain mengikuti pelajaran-pelajaran umum dan agama yang diberikan oleh pesantren, santri juga diberikan pelajaran- pelajaran keterampilan baik dalam bidang olah raga, bahasa, maupun kesenian, atau yang dikenal dengan kegiatan ekstrakurikuler, dan diantaranya yaitu nasyid.

Para santri dan santriwati bagi yang berminat dapat mengikuti kegiatan ini, berhubung santri dan santriwati yang begitu banyak maka untuk menjadi anggota

80 Sri Yulianti, Op. Cit., hlm. 41 80 Sri Yulianti, Op. Cit., hlm. 41

Disamping terdapat nasyid yang terus aktif diberbagai acara atau biasa disebut group nasyid senior. Maka terdapat juga nasyid-nasyid yang dibentuk berdasarkan kelas atau asrama, mereka dididik oleh para senior mereka di nasyid yang kemudian disuatu waktu diadakan acara perlombaan nasyid antar asrama atau kelas, misalnya dalam acara isra’ miraj nabi Muhammad dan waktu malam lebaran haji (Idul Adha). Hal ini di lakukan pada tiap tahun, dan yang memenangkan perlombaan tersebut memperoleh hadiah dari panitia yang menyelenggarakan acara tersebut. Panitia yang mengadakannya terdiri dari para senior dari organisasi OPRH (Organisasi Pemudan Raudhatul Hasanah) di sekolah umum di kenal dengan istilah OSIS. Organisasi tersebut terdiri dari para senior seluruh kelas V (setara dengan kelas II SMA) dan sebahagian kelas IV (setara dengan kelas I SMA) dari pondok pesantren tersebut.

Terdapat jadwal latihan tetap yang ditentukan oleh pihak pesantren dan dilakukan dua kali dalam setiap minggunya, namun dalam pelaksanaannya tergantung dari kapan pelatih nasyid datang ke pesantren. Namun jam latihan mereka selalu diadakan pada sore hari, tepatnya setelah shalat ashar sekitar jam

16.30, walaupun dilaksanakan dihari-hari yang berbeda. Akan tetapi ketika akan ada pertunjukan latihan dilakukan lebih sering, bahkan ketika malam setelah shalat isya mereka melanjutkan latihan. Dan diwaktu-waktu kosong yang lain juga 16.30, walaupun dilaksanakan dihari-hari yang berbeda. Akan tetapi ketika akan ada pertunjukan latihan dilakukan lebih sering, bahkan ketika malam setelah shalat isya mereka melanjutkan latihan. Dan diwaktu-waktu kosong yang lain juga

Dalam satu group nasyid dapat terdiri dari beberapa anggota, yaitu sekitar

12 hingga 15 orang, tidak ada ketetapan pasti tentang jumlah keanggotaan. Namun bagi para panitia yang mengadakan perlombaan dapat membatasi jumlah pemain. Alat musik yang digunakan bermacam-macam yaitu diantaranya beberapa alat musik rebana dan bebarapa alat musik band seperti gitar elektrik, bass elektrik, keyboard dan lain-lain. Dan salah satu diantaranya ialah sebagai vocal.

Untuk melaksanakan latihan para santri diberikan tempat dan fasilitas latihan yang disediakan oleh pesantren. Yaitu berupa ruangan seperti ruang kelas yang didalamnya terdapat alat-alat musik yang dapat digunakan untuk latihan, mereka menyebutnya ruang nasyid. Karena ruangan dan fasilitas merupakan milik umum dan bukan milik pribadi, maka ruangan dan fasiltas tersebut digunakan bergantian. Oleh karena itu terdapat jadwal yang telah dibuat oleh senior agar proses latihan dan waktu latihan dapat terorganisir dengan baik. Pelatih mengajarkan nasyid pada senior, dan kemudian senior mengajarkan pada group nasyid yang lainnya.

Pada organisasi OPRH terdapat salah satu bidang yang mengatur tentang kegiatan ini, disebut Qismul Funun (lembaga kesenian). Lembaga inilah yang mengatur jalannya kegiatan nasyid di pesantren, dan lembaga inilah yang mengatur kegiatan-kegiatan nasyid baik berupa pertunjukan pada suatu acara dan perlombaan-perlombaan yang diadakan oleh santri dan santriwati di pondok pesantren tersebut.