Variasi Leksikon Isoglos atau Watas kata Peta Bahasa

11 disebut dengan ‘dwipurwa’, sedangkan di Desa Gunung Saribu, Desa Sukarame dan di Desa Sari Munte tidak terdapat reduplikasi dwipurwa, melainkan di desa tersebut menggunakan kata ulang utuh atau penuh yang sering disebut dengan ‘dwilingga’. Sebagai contoh y aitu untuk menyatakan kata ‘pohon-pohon’, di Desa Munte, Desa Singgamanik, Desa Tanjung Beringin, Desa Kuta Suah, dan Desa Guru Benua mengatakan babatang sedangkan di Desa Gunung Saribu, Desa Sukarame dan Desa Sari Munte menggunakan kata batang-batang. Contoh lain, untuk merealisasikan kata ‘ibu-ibu’ di Desa Munte, Desa Singgamanik, Desa Tanjung Beringin, Desa Kuta Suah, dan Desa Guru Benua mengatakan nanande , sedangkan di Desa Sukarame, Desa Sarimunte dan Desa Gunung Saribu merealisasikan kata ‘gayung’ dengan nande-nande.

2.1.5 Variasi Leksikon

Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem- leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan leksikon selalu berupa variasi Mahsun, 1995:54. Sebagai contoh, Desa Munte menggunakan kata salimar untuk menyatakan ‘dinding bambu’, sedangkan di Desa Gunung Saribu menggunakan kata bayu-bayu. Contoh lain, seperti dalam menyatakan ‘hisap’, di Desa Munte menggunakan kata sirup, sedangkan di Desa Sari Munte menggunakan kata isap.

2.1.6 Isoglos atau Watas kata

Isoglos atau garis watas kata adalah garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang berbeda yang dinyatakan dalam peta peta bahasa Dubois dkk. dalam Ayatrohaedi, 1983:5. Garis watas kata ini kadang disebut juga sebagai heteroglos Kurath dalam Ayatrohaedi, 1983:5. Universitas Sumatera Utara 12 Isoglos juga memunyai arti, yaitu garis yang menghubungkan kata-kata atau bentuk-bentuk yang sama Keraf, 1991:158 Menurut Kridalaksana 1984:78, isoglos adalah garis pada peta bahasa atau peta dialek yang menandai batas pemakaian ciri atau unsur bahasa. Jadi isoglos dapat menunjukkan batas-batas dari dialek dan dapat menunjukkan perkembangan yang terjadi pada daerah pemakai bahasa. Lauder dalam Mahsun, 2005:163 menyebutkan bahwa isoglos pada dasarnya merupakan garis imajiner yang diterakan di atas peta. Oleh karena itu, tidak seorang pun dapat menentukan dengan pasti daerah-daerah mana yang dilalui garis-garis tersebut.

2.1.7 Peta Bahasa

Gambaran umum mengenai sejumlah dialek akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahasa yang terkumpul selama penelitian dipetakan. Dalam peta bahasa tergambar pernyataan yang lebih umum tentang perbedaan dialek yang penting dari satu bahasa dengan daerah yang lain. Oleh karena itu, kedudukan dan peran peta bahasa dalam kajian geografi dialek mutlak diperlukan Ayatrohaedi, 1983:31. Ada dua jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan display dan peta map penafsiran interpretative map Chamber dan Trudgill dalam Mahsun, 1995:58. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan peta peragaan dan peta penafsiran untuk menyatakan gambaran umum mengenai sejumlah dialek. Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan dengan maksud agar data-data itu tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis.Dalam peta peragaan tercakup distribusi geografis perbedaan-perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan Mahsun, 1995:59. Universitas Sumatera Utara 13 Peta penafsiran merupakan peta yang memuat akumulasi pernyataan-pernyataan umum tentang distribusi perbedaan-perbedaan unsur linguistik yang dihasilkan berdasarkan peta peragaan.Peta penafsiran merupakan peta yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan inovasi dan relik, juga termasuk peta berkas isoglos Mahsun, 1995:68.

2.1.8 Bahasa Karo