25
BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
BERENCANA A.
Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana
1.
Tindak pidana pembunuhan
Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh kitab undang- undang hukum pidana dewasa ini berlaku telah disebut sebagai suatu
pembunuhan. untuk menghilangkan nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan
meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya itu harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut. Kiranya sudah
jelas bahwa yang tidak dikehendaki oleh undang-undang itu sebenarnya ialah kesengajaan menimbulkan akibat meninggalnya orang lain
12
12
P.A.F.Lamintang,Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Kesehatan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012 hal 1
. Akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang seperti itu didalam
doktrin juga disebut sebagai constitutief-gevolg atau sebagai akibat konstitutif. Jadi tindak pidana pembunuhan itu merupakan suatu delik materiil atau materiil
delict ataupun yang oleh Prof. Van Hamel juga telah disebut sebagai suatu delict met materiele omschrijving yang artinya delik yang dirumuskan secara materiil,
yakni delik yang baru dapat dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki
Universitas Sumatera Utara
oleh undang-undang.
13
1. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja dolus
midrijven, adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal
338-350.
Kejahatan terhadap nyawamisdrijven tegen het leven adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang
dilindungi dan yang merupakan objek kejahatan ini adalah nyawa leven manusia. Kejahatan terhdapa nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atas dua dasar
yaitu1 atas dasar unsur kesalahan dan 2 atas dasar objek nya nyawa. Atas dasar kesalahan nya ada 2 kelompok kejahatan terhadap nyawa,ialah :
2. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja
cullpose misdrijeven, dimuat dalam Bab XXIkhusus pasal 359.
14
Menurut pasal 338 KUHP kejahatan terhadap jiwa orang ialah barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain dihukum, karena makar
mati,dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. Kejahatan ini dinamakan “makar mati”atau “pembunuhan” doodslag. Disini diperlukan
perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain, sedangkan kematian itu disengaja, artinya dimaksud, termasuk dalam niatnya. Apabila kematiannya itu
tidak dimaksud, tidak dimaksud dalam pasal ini mungkin masuk pasal 359karena kurang hati-hatinya menyebabkan mati nya orang lain.
15
13
Ibid hal 2
14
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap TubuhNyawa, jJakarta, Rajawali Press, 2001 hal 55
15
R.soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Bogor, Politeia,1993 hal 240.
Universitas Sumatera Utara
2.Pembunuhan Berencana moord Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan
pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manuasia, diatur dalam
Pasal 340 KUHP yang dirumuskan: Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orsang lain, dipidana karena
pembunuhan dengana rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti Pasal 338 ditambah dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat
ancaman pidana pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam Pasal 338 maupun Pasal 339, diletakkan pada adanya unsur
dengan rencana terlebih dahulu itu. Dan pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri een zelfstandingmisdrijf lepas dan lain
dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok 338.
16
Dan Simons berpendapat orang hanya dapat berbicara tentang adanya perencanaan lebih dulu, jika untuk melakukan suatu tindak pidana itu pelaku telah
menyusun keputusannya dengan mempertimbangkannya secara tenang, demikian pula telah mempertimbangkan tentang kemungkinan-kemungkinan dan tentang
akibat-akibat dari tindakannya. Antara waktu seorang pelaku menyusun rencananya dengan waktu pelaksanaan dari rencana tersebut selalu harus terdapat
16
Adami Chazawi,Op.Cit, hal 80-81
Universitas Sumatera Utara
suatu jangka waktu tertentu, dalam hal seorang pelaku dengan segera melaksanakan apa yang ia maksud untuk dilakukan, kiranya sulit untuk berbicara
tentang adanya suatu perencanaan lebih dulu. Dan pertimbangan secara tenang itu bukan hanya diisyaratkan bagi pelaku pada waktu ia menyusun rencananya dan
mengambil keputusannya melainkan juga pada waktu ia melakukan kejahatannya.
17
B. Unsur-unsur tindak pidana pembunuhan dan pembunuhan berencana
1. Unsur-unsur tindak pidana pembunuhan
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja pembunuhan dalam bentuk pokok, dimuat dalam pasal 338 KUHP yang rumusannya adalah
barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Apabila rumusan
tersebut dirinci unsur-unsurnya, maka terdiri dari: a
Unsur obyektif: 1
Perbuatan, menghilangkan nyawa 2
Obyeknya: nyawa orang lain b
Unsur subyektif: dengan sengaja. Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lainterdapat 3 syarat
yang harus dipenuhi,yaitu: 1
Adanya wujud perbuatan: 2
Adanya suatu kematian orang lain
17
P.A.F.Lamintang,,Theo Lamintang,,Op.Cit,Hal 53
Universitas Sumatera Utara
3 Adanya hubungan sebab dan akibat causal verband antara
perbuatan dan akibat kematianorang lain Antara unsur subyektif sengaja dengan dengan wujud perbuatan
menghilangkan terdapat syarat yang juga harus di buktikan, ialah pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa orang lain harus tidak
lama setelah timbulnya kehendakniat untuk menghilangkan nyawa orang lain itu. Oleh karena apabila terdapat tenggang waktu yang cukup lama
sejak timbuklnya atau terbentuknya kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaanya, dimana dalam tenggang waktu yang cukup lama itu
penindak dapat memikirkan tentang berbagai hal, misalnya memikirkan apakah kehendaknya itu akan diwujudkan dalam pelaksanaan ataukah
tidak, dengan cara apa kehendak itu akan diwujudkan dan sebagainya, maka pembunuhan itu akan masuk dalam pembunuhan berencana 340,
dan bukan lagi pembunuhan biasa. Rumusan pasal 338 KUHP dengan menyebut unsur tingkah laku sebagai
“menghilangkan nyawa” orang lain, menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan adalah suatu tindak pidana materiil. Tindak pidana materiil
adalah suatu tindak pidana yang melarang menimbulkan akibat tertentu akibat yang dilarang untuk dapat terjadi atau timbulnya tindak pidana
materiil secara sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada selesainya perbuatan , melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah menimbulkan
akibat yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila karenanya misalnya membacok belum menimbulkan akibat hilangnya nyawa orang
Universitas Sumatera Utara
lain, kejadian ini baru merupakan percobaan pembunuhan 338 jo 53, dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksud
pasal 338 KUHP.
18
2. Unsur tindak pidana pembunuhan berencana
Tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu yang oleh pembentuk undang-undang telah disebut dengan kata moord itu diatur
dalam pasal 340 KUHP, yang rumusannya ialah “ barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa
orang lain, karena bersalah telah melakukan suatu pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu, dipidana dengan pidana mati atau dipidana
penjara seumur hidup atau dengan pidana penjara sementara selama- lamanya dua puluh tahun.
Dari rumusan ketentuan pidana pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu diatas dapat diketahui bahwa tindak pidana pembunuhan
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 340 KUHP itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
A. Unsur subjektif: dengan sengaja dan atau direncanakan terlebih
dahulu B.
Unsur obyektif: menghilangkan , nyawa, orang lain.
Semua unsur tindak pidana pembunuhan di atas itu telah dibicarakan pada waktu membicarakan tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok,
kecuali unsur dengan direncanakan terlebih dahulu.
19
18
Adami Chazawi,Op.Cit, hal.57-58
Universitas Sumatera Utara
Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam pasal 338, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni
“dengan rencana terlebih dahulu”. Oleh karena dalam pasal 340 mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka pembunuhan berencana
dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri, lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok338. Apalagi
pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan.
Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat yaitu,
1 Memutuskan kehendak dalam suasana tenang.
2 Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai
dengan pelaksanaan kehendak. 3
Pelaksanaan kehendak dalam suasana tenang.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana
batin yang tenang. Suasana batin yang tenang, adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang
tinggi. Sebagai indikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh itu, telah dipikirnya dan dipertimbangkannya, telah dikaji
untung dan ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti itu hanya dapat
19
P.A.F.Lamintang,,Theo Lamintang,,op.cit,kejahatan terhadap nyawa,tubuh dan kesehatan, hal 52
Universitas Sumatera Utara
dilakukan apabila ada dalam suasana tenang, dan dalam suasana tenang sebagaimana waktu ia memikirkan dan mempertimbangkan dengan
mendalam itulah ia akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat. Ada tenggang waktu yang cukup, antara sejak timbulnyadiputuskannya
kehendak sampai pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup ini relatif, dalam arti tidak diukur dari lama nya waktu tertentu,
melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongkrit yang berlaku. Tidak terlalu singkat karena jika terlalu singkat, tidak mempunyai
kesempatan lagi untuk berpikir-pikir karena tergesa-gesa, waktu yang demikian sudah tidak menggambarkan suasana yang tenang. Begitu juga
tidak boleh terlalu lama, sebab bila sudah terlalu lama sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan antara pengambilan putusan kehendak
untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan. Dalam tenggang waktu itu masih tampak adanya hubungan antara
pengambilan putusan kehendak dengan pelaksanaan pembunuhan. Sebagai adanya hubungan itu dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam waktu
itu: 1 dia masih sempat untuk menarik kehendaknya dalam membunuh, 2 bila kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk
memikirkan misalnya bagaimana cara dan dengan alat apa melaksanakannya, bagaimana cara untuk menghilangkan jejak, untuk
menghindari dari tanggung jawab, punya kesempatan untuk memikirkan rekayasa.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu mana ada kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya
pembunuhan itu dan lain sebagainya, sebagaimana yang diterangkan diatas, dapat disimak dalam suatu arrest yang menyatakan bahwa “untuk
dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka adalah perlu adanya suatu tenggang waktu pendek atau panjang dalam mana dilakukan
pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku harus dapat memperhitungkan makna dan akibat-akibat perbuatannya dalam suatu
suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir”
20
Tiga unsursyarat dengan rencana lebih dulu sebagaimana yang diterangkan sebelumnya bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu
kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisahterputus maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu.
Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana batin tenang. Bahkan syarat ketiga ini diakui
oleh banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang
tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya.
21
20
Loc.cit hal 54
21
Adami chazawi,op.cit, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa hal 81-84
Universitas Sumatera Utara
C. Penyertaan tindak pidana pembunuhan berencanaperkara in casu
Masalah penyertaan deelneming diatur dalam buku pertama tentang aturan umum, bab V pasal 55 sampai dengan pasal 62 KUHP
Ajaran tentang penyertaan ini lahir pada abad ke 18, dipelopori oleh Von Fauerbach yang menemukan suatu paham bahwa dalam mengusut tindak pidana
harus dibedakan antara pelaku dan peserta. Yang dimaksud dengan pelaku adalah orang atau orang-orang yang memegang peranan utama dalam pelaksanaan suatu
tindak pidana sedangkan peserta adalah orang atau orang-orang yang ikut melakukan perbuatan yang pada dasarnya membantu atau melancarkan
terlaksananya tindak pidana tersebut. Sebelum abad ke18, tidak dipersoalkan peranan seseorang dalam suatu tindak pidana itu, apakah ia itu sebagai pelaku atau
hanya sebagai peserta. Dalam menguraikan penyertaan melakukan tindak pidana, harus diketahui lebih
dahulu siapa pelaku tindak pidana, sebab pada hakikatnya penyertaan dalam suatu tindak pidana akan mencari siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya suatu
tindak pidana. Dalam hal ini pelaku tindak pidana dibedakan antara pelaku menurut doktrin dan pelaku menurut KUHP. Pelaku tindak pidana menurut
doktrin adalah mereka yang telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dituduhkan. Sedangkan pelaku menurut KUHP adalah sesuai dengan ketentuan
yang termuat dalam KUHP, sehingga terjadi kemungkinan seseorang yang tidak memenuhi unsur dari tindak pidana dapat diklasifikasikan sebagai pelaku.
Subjek hukum yang disebutkan dan dimaksudkan dalam rumusan tindak pidana adalah satu orang Misalnya lihat pasal 338 dan 362 KUHP. Kata “barang siapa”
Universitas Sumatera Utara
yang terdapat didalam ketentuan pasal 338 dan 362 KUHP itu merujuk pada satu orang, bukan banyak orang, jika terjadi suatu peristiwa pembunuhan dimana A
membunuh B dengan sebuah pisau, sedangkan C yang hanya memegang tangan B agar B tidak melawan tidaklah mengakibatkan kematian pada B, tetapi B
mempunyai andil dalam kelancaran peristiwa pembunuhan ini. Dalam hal ini jika hanya didasarkan pada rumusan pasal 338 KUHP saja maka B tidak dapat
dipidana atas keterlibatannya dalam peristiwa pembunuhan tersebut, karena apa yang dilakukan oleh B itu tidak memenuhi unsur dari tindak pidana pembunuhan
pasal 338 KUHP. Agar C dapat dipidana harus ada ketentuan lain yang mengatur tentang hal ini.
Pasal 55 dan pasal 56 KUHP diberikan klasifikasi tentang siapa orang yang dianggap sebagai pelaku dan pembantu dalam suatu tindak pidana. Ternyata
didalam pasal tersebut yang dianggap sebagai pelaku bukan saja mereka yang memenuhi unsur suatu kejahatan, akan tetapi juga mereka yang terlibat dalam
tindak pidana itu. UTRECHT mengatakan bahwa “Pelajaran umum penyertaan ini justru
dibuat untuk menuntut pertanggungan jawaban mereka yang memungkinkan pembuat melakukan peristiwa pidana, biarpun perbuatan mereka itu sendiri tidak
memuat semua anasir peristiwa pidana tersebut, pembuat yaitu perbuatan mereka tidak memuat semua anasir-anasir peristiwa pidana, masih juga mereka
bertanggung jawab atas dilakukannya peristiwa pidana, karena tanpa turut sertanya mereka sudah tentu peristiwa pidana itu tidak pernah terjadi. Tindak
pidana dapat diselesaikan oleh bergabungnya beberapa atau banyak orang, yang
Universitas Sumatera Utara
setiap orang melakukan wujud-wujud tingkah laku mereka, dari tingkah laku itulah melahirkan suatu tindak pidana. Pada peristiwa senyatanya, kadang sulit
dan kadang juga mudah untuk menentukan siapa diantara mereka perbuatannya benar-benar telah memenuhi rumusan tindak pidana, artinya dari perbuatannya
yang melahirkan tindakan pidana itu. Ketentuan penyertaan yang dibentuk dan dimuat dalam KUHP bertujuan agar
dapat dipertanggungjawabkan dan dipidananya orang-orang yang terlibat dan mempunyai andil baik secara fisik obyektif maupun psikis subyektif.
Pembentuk Undang-Undang merasa perlu membebani tanggung jawab pidana dan yang sekaligus besarnya bagi orang-orang yang perbuatannya semacam itu untuk
menjadi pegangan hakim dalam menjatuhkan pidana. Terkait pada kasus penyertaan pembunuhan berencana yang saya ambil
ialah jika kita melihat pada isi dakwaan jaksa penuntut umum yakni dakwaan pertama yang berbunyi “Jaksa Penuntut Umum mengajukan terdakwa ke
persidangan dengan tuduhan melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan itu dengan sengaja dan dengan rencana terlebih
dahulu merampas nyawa orang lain yaitu korban khowito dan dora halim”. Dan dengan dakwaan kedua nya yang berbunyi “ melakukan, yang menyuruh
melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan itu dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain yaitu korban khowito dan
korban dora halim. Bahwa dari dakwaan pertama dan dakwaan kedua terlihat jaksa penuntut
umum sangat keliru dalam menyusun pertanggungjawaban pidana terhadap
Universitas Sumatera Utara
terdakwa, dimana pada satu sisi disebut melakukan kemudioan ditambah menyuruh melakukan lalu ditambah turut serta melakukan. Bilamana dipenggal
perkalimat, maka terdapat penafsiran antara lain: 1
Melakukan artinya orangnya ikut langsung bekerja. 2
Menyuruh melakukan artinya menyuruh orang lain. 3
Turut serta melakukan artinya ikut bersama-sama melakukan. Bahwa dengan dakwaan demikian tidak relevan uraian dakwaan yang
berisi tudingan kepada terdakwa yang dituduh melakukan kejahatan dengan berbagai posisi. Tudingan tersebut harusnya dapat dirinci dengan tepat pada posisi
apa terdakwa berada, apakah pada posisi melakukan? Menyuruh? Atau turut serta?. Lebih lanjut lagi dalam dakwaan jaksa penuntut umum menjelaskan
bahwasanya terdakwa bersama dengan angho,acui,acuan,hok khian dan hok khim dan akok merencanakan pembunuhan terhadap sarwo pranoto. Bahwa setelah
achui belum tertangkap menetapkan waktu pembunuhan ternyata empat orang laki-laki pelaku pembunuhan tersebut salah sasaran dalam pelaksanaannya,
mereka malah membunuh khowito dan Dora Halim, akan tetapi hingga saat ini ke-4empat orang yang katanya laki-laki tersebut dalam dakwaan belum
tertangkap. Bahwa jika diteliti lebih jauh pada surat dakwaan tersebut, peristiwa
hukum tindak pidana perencanaan pembunuhan ataupun pelaku pembunuhan tidak dilakukan oleh terdakwa. Melainkan dilakukan oleh Achui sebagai otak
pelaku dan 4 empat orang laki-laki tidak dikenal sebagai pelaksana atau dapat disebut sebagai pleger. Sedangkan didalam dakwaan tercantum peran terdakwa
Universitas Sumatera Utara
Sun An Alang hanya sebatas menyiapkan mobil rental tanpa menguraikan hubungan hukum untuk apa mobil tersebut dirental oleh terdakwa, dan terdakwa
bukan sebagai pelaku yang ikut melakukan pembunuhan terhadap Khowito dan Dora Halim, karena yang diduga sebagai pelaku pembunuhan didalam dakwaan
Jaksa Penuntut Umum adalah orang lain empat orang laki-laki yang belum tertangkap. Berdasarkan uraian saya diatas maka Jaksa Penuntut Umum telah
salah dalam meminta pertanggungjawaban pidana terhadap terdakwa. Karena yang seharusnya bertanggungjawab adalah para eksekutor pembunuh korban Kho
Wi To dan Dora Halim.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PENYERTAAN