Uji Ktivitas Antiinfsi Senyawa Fukoidan yang Diisolasi Dari Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agard) Pada Tikus Jantan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Uraian Tumbuhan
Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut dipengaruhi oleh toleransi
fisiologis dari biota tersebut untuk beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan,
seperti substrat, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi.
Rumput laut memiliki sifat benthic (melekat) dengan cara melekatkan talus pada
substrat pasir, lumpur berpasir, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu
atau kayu (Anggadiredja, dkk., 2011).
Rumput laut membutuhkan tempat menempel juga membutuhkan sinar
matahari untuk dapat melangsungkan fotosintesis. Fotosintesis berlangsung tidak
hanya dibantu dengan sinar matahari, tetapi juga zat hara sebagai bahan
makanannya. Tidak seperti tumbuhan pada umumnya, yang zat haranya tersedia
di dalam tanah, zat hara rumput laut diperoleh dari air disekelilingnya (Indriani
dan Sumiarsih, 1999).
2.1.1
Morfologi tumbuhan
Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar,
batang maupun daun sejati yang disebut talus (Anggadiredja, dkk., 2011). Akar
(holdfast) berbentuk cakram kecil, “batang” pendek dengan percabangan utama
tumbuh rimbun dibagian ujungnya. “Daun” kecil, lonjong, ujungnya runcing, tepi
bergerigi dan urat daun tidak begitu jelas, gelembung udara atau vesikel bulat
telur,duduk pada percabangan (Atmaja, 1996).
5
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Klasifikasi tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi LIPI, taksonomi rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C.Agard diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Filum
: Phaeophyta
Kelas
: Phaeophyceae
Bangsa
: Fucales
Suku
: Sargassaceae
Marga
: Sargassum
Jenis
: Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agard
2.1.3
Kandungan kimia rumput laut
Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat,
protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam
natrium dan kalium. Selain itu, rumput laut juga mengandung vitamin seperti
vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan C, betakaroten, serta mineral seperti kalsium,
fosfor, zat besi dan iodium (Anggadiredja, dkk., 2011).
2.2
Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan maupun hewan dengan pelarut yang sesuai. Sebelum ekstraksi
dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada
derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).
Hasil ekstraksi disebut ekstrak, yaitu sediaan kental atau cair yang
diperoleh dengan cara
mengekstraksi zat aktif dengan pelarut yang sesuai
6
Universitas Sumatera Utara
kemudian menguapkan semua atau hampir semua pelarut yang digunakan pada
ekstraksi (Depkes RI, 1995).
Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan
sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan. Zat aktif yang
terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak
atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI
(2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:
a. Cara dingin
Maserasi
Maserasi
adalah
penyarian
simplisia
dengan
cara
perendaman
menggunakan pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah dilakukan
penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator
dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang
umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.
b. Cara panas
Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit.
7
Universitas Sumatera Utara
Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya
menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut
akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C.
Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.
2.3 Fukoidan
Fukoidan dapat ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup yang ada di
laut. Makhluk hidup laut tersebut antara lain timun laut dan rumput laut coklat
(Descamps, dkk., 2006). Fukoidan mempunyai aktivitas biologi sebagai
antikoagulan, antiinflamasi dan antioksidan. Selain itu, fukoidan juga berkhasiat
sebagai antivirus, antitumor, antibakteri, penurun kadar kolesterol dalam darah,
penurun tekanan darah, penstabil kadar gula darah, mengatasi gangguan
pencernaan dan meningkatkan funsgsi lever (Junaidi, dkk., 2009). Fukoidan
8
Universitas Sumatera Utara
adalah polisakarida yang mengandung persentase substasional dari L-fukosa dan
golongan ester sulfat. Komponen utama fukoidan adalah fukosa dan sulfat
(Duarte, dkk., 2001). Struktur fukoidan dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur fukoidan yang diisolasi dari rumput laut coklat
2.4
Autakoid Turunan Lipid
Kata autakoid berasal dari bahasa Yunani autos (sendiri) dan akos (agen
penyembuh atau obat). Autakoid juga berbeda dari hormon yang bersirkulasi
karena autakoid diproduksi oleh berbagai jaringan, tidak oleh kelenjar endokrin
yang spesifik (Finkel, dkk., 2013). Eikosanoid adalah produk oksigenasi dari asam
lemak rantai panjang yang tidak jenuh. Contoh senyawa eikosanoid meliputi
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan A2 dan leukotrien (Joel dan Lee, 2012).
Asam arakidonat adalah prekursor eikosanoid terbanyak yang merupakan
suatu asam lemak dengan 20-karbon yang mempunyai empat ikatan ganda yang
dimulai pada posisi omega 6 sehingga menjadi 5,8,11,14-eicosatetraenoic acid
(Katzung, 2001). Asam arakidonat bebas dilepaskan dari fosfolipid jaringan oleh
kerja fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya melalui proses yang diatur oleh
9
Universitas Sumatera Utara
hormon dan rangsangan lainnya. Terdapat dua jalur utama dalam sintesis
eikosanoid dari asam arakidonat:
a. Jalur siklooksigenase
Sintesis prostaglandin dilakukan secara bertahap oleh kompleks enzim
mikrosomal yang terdapat dimana-mana. Enzim pertama yang terdapat
pada jalur ini adalah prostaglandin endoperoksida sintase. Enzim ini
memiliki
dua
isoform
yaitu
siklooksigenase
1
(COX-1)
dan
siklooksigenase 2 (COX-2). COX-1 diekspresikan secara konstitutif
(dihasilkan secara terus menerus atau dalam jumlah yang tetap, tidak
tergantung kondisi atau kebutuhan) di dalam sebagian besar sel.
Sebaliknya COX-2 pada keadaan normal tidak ada tetapi dapat diinduksi
oleh faktor-faktor seperti serum, sitokin dan faktor pertumbuhan (Joel dan
Lee, 2012).
Kedua siklooksigenase meningkatkan pengambilan dua molekul oksigen
dengan siklisasi asam arakidonat dan menghasilkan C9-C11 endoperoxide
C15 hydroperoxide hasilnya adalah PGG2 yang secara cepat dimodifikasi
oleh gugus peroksida enzim siklooksigenase untuk menambah satu
kelompok 15-hidroksil yang penting bagi aktivitas biologis. Hasilnya
adalah PGH2 yang kemudian menghasilkan prostaglandin, tromboksan dan
prostasiklin melalui jalur-jalur yang berbeda (Katzung, 2001).
b. Jalur lipoksigenase
Metabolisme asam
arakidonat oleh lipoksigenase-5,
-12 dan -15
menghasilkan hydroperoxyeicosatetraenoic acid (HPETEs) yang segera
berubah menjadi turunan hidroksi (HETEs) dan leukotrien . Leukotrien
yang paling banyak diteliti adalah leukotrien yang dihasilkan oleh
10
Universitas Sumatera Utara
lipoksigenase-5 yang berada dalam sel inflamasi (Katzung, 2001). Proses
biosintesis prostaglandin dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini:
Trauma/ luka pada sel
Gangguan membran sel
Fosfolipid
Fosfolipase
Kortikosteroid
Asam arakidonat
Siklooksigenase
Lipoksigenase
AINS
Endoperoksid
Tromboksan A2
Prostasiklin
Hidroperoksid
Prostaglandin
(PGE2, PGF2, PGD2)
Leukotrien
Gambar 2.2 Proses bisontesis prostaglandin (Wilmana,2007)
2.5 Inflamasi
Inflamasi adalah respon perlindungan normal terhadap cedera jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya atau agen
mikrobiologi. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktifkan atau
menghancurkan organisme penginvasi, menghilangkan iritan dan persiapan
tahapan untuk perbaikan jaringan. Bila penyembuhan telah sempurna proses
inflamasi biasanya mereda (Finkel, dkk., 2013).
Respon peradangan terjadi dalam tiga fase yang berbeda, masing-masing
tampak diperantarai oleh mekanisme yang berbeda. Pertama fase singkat akut,
ditandai oleh vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Kedua fase
11
Universitas Sumatera Utara
subakut lambat, tanda yang paling menonjol berupa infiltrasi sel leukosit dan sel
fagosit. Ketiga fase proliferativ kronik, pada fase ini terjadi kerusakan jaringan
dan fibrosis. Kemampuan untuk meningkatkan respon peradangan sangat penting
untuk bertahan hidup dalam menghadapi patogen lingkungan dan cedera
walaupun pada keadaan dan penyakit tertentu, respon peradangan mugkin
berlebihan dan berlangsung lama tanpa alasan manfaat yang jelas (Joel dan Lee,
2012).
2.5.1 Gejala inflamasi
Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala klinis pada jaringan yang
terkena radang yaitu terjadinya kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan
(tumor), nyeri (dolor) dan gangguan fungsi jaringan (function laesa) (Price dan
Wilason, 1995).
a. Kemerahan (Rubor)
Kemerahan (rubor) merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka
arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga lebih banyak
darah yang mengalir ke daerah yang mengalami peradangan.
b. Panas (Calor)
Panas (calor) berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi radang akut.
Sebenarnya panas hanyalah suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan
badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37ºC, yaitu suhu di
dalam tubuh.
c. Pembengkakan (tumor)
Gejala yang paling terlihat dari peradangan akut adalah pembengkakan
12
Universitas Sumatera Utara
(tumor). Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringan interestial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun di daearah peradangan disebut eksudat.
d. Nyeri (Dolor)
Rasa sakit (dolor) dalam reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui
berbagai cara. Perubahan pH lokal menjadi lebih rendah atau konsentrasi
lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama,
pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif
lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang
meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan
lagi menimbulkan rasa sakit.
e. Functio laesa
Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat
cedera jaringan dan area rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996). Gerakan yang terjadi pada
daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara refleks
akan mengalamai hambatan oleh sakit, pembengkakan yang hebat secara
fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Underwood, 1996).
2.5.2 Pengobatan inflamasi
Pengobatan pasien dengan antiinflamasi mempunyai 2 tujuan utama:
pertama meringankan rasa nyeri yang sering kali merupakan gejala awal yang
terlihat dan keluhan utama pasien dan kedua, memperlambat atau membatasi
proses perusakan pada jaringan (Katzung, 2001).
13
Universitas Sumatera Utara
Pengobatan inflamasi, kelompok obat yang banyak diberikan adalah obat
antiinflamasi non steroid (AINS). Obat ini merupakan obat sintetik dengan
struktur kimia heterogen. Obat golongan AINS mempunyai khasiat sebagai
analgetik, antipiretik dan antiinflamasi. Walaupun demikian, obat-obat ini
memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping berdasarkan
mekanisme kerjanya, yaitu menghambat biosintesis prostaglandin. AINS
menghambat siklooksigenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yang berperan dapat menimbulkan
reaksi peradangan terganggu. AINS tidak menghambat biosintesis leukotrien yang
diketahui ikut berperan dalam proses inflamasi (Wilmana, 2007). Pembagian obat
antiinflamasi non steroid (AINS) dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini:
AINS
Inhibitor COX Non
Selektif
Inhibitor COX-2
Selektif
1. Turunan asam salisilat (aspirin,
diflunisal, olsalazin)
1.Furanon tersubstitusi diaril
(rofekoksib)
2. Turunan para-aminofenol
(asetaminofen)
2. Pirazol tersubstitusi diaril
(selekoksib)
3. Asam asetat indol dan inden
(indometasin, sulindak)
3. Asam asetat indol (etodolak)
4. Asam asetat heteroaril (tolmetin,
diklofenak, keterolak)
4. Sulfonalid (nimesulid)
5. Asam arilpropionat (ibuprofen,
oksaprozin)
6. Asam antranilat (asam mefenamat)
7. Asam enolat (piroksikam,
meloksikam)
8.Alkanon (nabumeton)
Gambar 2.3 Pembagian obat antiinflamasi non steroid AINS.
14
Universitas Sumatera Utara
2.6
Diklofenak
Derivat fenil asetat termasuk AINS yang terkuat antiradangnya dengan
efek samping yang kurang kuat dibandingkan obat lainnya (indometasin,
piroksikam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri, migrain dan
encok (Tjay dan Rahardja, 2007). Rumus bangun diklofenak dapat dilihat pada
Gambar 2.4 di bawah ini :
Gambar 2.4 Rumus bangun diklofenak
Diklofenak diabsorpsi dengan cepat dan sempurna setelah pemberian oral,
konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 3 jam. Pemberian
bersama dengan makanan memperlambat laju absorpsi tetapi tidak mengahmbat
jumlah yang diabsorpsi. Obat ini banyak yang terikat pada protein plasma (99%)
dan waktu paruhnya dalam plasma 1 sampai 2 jam. Diklofenak berakumulasi
dalam cairan sinovial setelah pemberian oral, yang mungkin menjelaskan durasi
efek terapeutik yang jauh lebih lama daripada waktu paruhnya dalam plasma.
Diklofenak dimetabolisme di hati oleh isoenzim sitokrom P450 subfamili CYP2C
menjadi 4-hidroksidiklofenak, metabolit utama serta bentuk terhidroksi lain,
metabolit tersebut dieksresi dalam urin (65%) dan empedu (35%). Diklofenak
menimbulkan efek samping pada saluran cerna merupakan perdarahan dan
pembentukan ulser (Joel dan Lee, 2012).
15
Universitas Sumatera Utara
2.7
Teknik Analisis Spektroskopi
Pada spektroskopi pembangkit sinyal adalah hasil aksi enersi radiasi
elektromagnet dengan elektron dalam atom atau molekul analit yang
menyebabkan transisi elektron valensi atom atau molekul dari tingkat enersi
elektron dasarnya ke tingkat enersi elektron tertentu yang lebih tinggi atau
meningkatkan enersi vibrasi-rotasi ikatan antar atom dalam molekul (Satiadarma,
dkk., 2004).
2.7.1
Spektrofotometri ultraviolet (UV)
Penyerapan (absorpsi) sinar UV dan sinar tampak pada umumnya
dihasilkan oleh eksitasi elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang
pita yang mengabsorpsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada
dalam suatu molekul. Ada tiga macam proses penyerapan energi ultraviolet dan
sinar tampak yaitu :
a. Penyerapan oleh transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan.
b. Penyerapan oleh transisi elektron d dan f dari molekul kompleks.
c. Penyerapan oleh perpindahan muatan (Rohman, 2007).
2.7.2
Spektrofotometri inframerah
Apabila radiasi inframerah tengah mengenai molekul organik, frekuensi
tertentu yang enersinya sesuai dengan frekuensi enersi vibrasi dan rotasi
atom/gugus atom dalam molekul, akan diabsorpsi dan digunakan untuk eksitasi
pada tingkat enersi vibrasi dan rotasi khas dari molekul. Radiasi inframerah yang
digunakan pada analisis senyawa kimia organik meliputi daerah panjang
gelombang 2,5 sampai 16 πm dengan frekuensi 1,2 x104 sampai 2,0 x1013 Hz atau
16
Universitas Sumatera Utara
bilangan gelombang 4000 sampai 625 cm-1 atau enersi antara 7,95 x10-20 J dan
1,325 x10-20 J (Satiadarma, dkk., 2004).
Atom atau gugus dalam molekul selalu berada dalam gerakan kontinu
yang satu terhadap yang lainnya. Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, C-O,
C=O, O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan dapat
mendeteksi adanya ikatan-ikatan tersebut dalam molekul organik dengan
mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam
spektrum inframerah (Sastrohamidjojo, 1985).
2.8 Karagenan
Iritan yang digunakan untuk efek antiinflamasi beragam jenisnya yaitu
satu diantaranya adalah karagenan. Karagenan merupakan polisakarida hasil
ekstraksi rumput laut dari famili Euchema, Chondrus dan Gigartina. Bentuknya
berupa serbuk bewarna putih hingga kuning kecoklatan ada yang berbentuk
butiran kasar hingga serbuk halus, tidak berbau serta memberi rasa berlendir di
lidah. Berdasarkan kandungan sulfat dan potensi pembentukan gelnya, karagenan
dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu lamda karagenan, iota karagenan dan
kappa karagenan. Ketiga karagenan ini memiliki sifat larut dalam air bersuhu
80ºC (Rowe, dkk., 2009).
Lamda karagenan berperan dalam pembentukan udem dalam model
inflamasi akut (Singh, dkk., 2008). Karagenan dipilih karena dapat melepaskan
prostaglandin setelah disuntikkan ke hewan uji (Winter, dkk., 1962).
17
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Uraian Tumbuhan
Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut dipengaruhi oleh toleransi
fisiologis dari biota tersebut untuk beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan,
seperti substrat, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi.
Rumput laut memiliki sifat benthic (melekat) dengan cara melekatkan talus pada
substrat pasir, lumpur berpasir, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu
atau kayu (Anggadiredja, dkk., 2011).
Rumput laut membutuhkan tempat menempel juga membutuhkan sinar
matahari untuk dapat melangsungkan fotosintesis. Fotosintesis berlangsung tidak
hanya dibantu dengan sinar matahari, tetapi juga zat hara sebagai bahan
makanannya. Tidak seperti tumbuhan pada umumnya, yang zat haranya tersedia
di dalam tanah, zat hara rumput laut diperoleh dari air disekelilingnya (Indriani
dan Sumiarsih, 1999).
2.1.1
Morfologi tumbuhan
Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar,
batang maupun daun sejati yang disebut talus (Anggadiredja, dkk., 2011). Akar
(holdfast) berbentuk cakram kecil, “batang” pendek dengan percabangan utama
tumbuh rimbun dibagian ujungnya. “Daun” kecil, lonjong, ujungnya runcing, tepi
bergerigi dan urat daun tidak begitu jelas, gelembung udara atau vesikel bulat
telur,duduk pada percabangan (Atmaja, 1996).
5
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Klasifikasi tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi LIPI, taksonomi rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C.Agard diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Filum
: Phaeophyta
Kelas
: Phaeophyceae
Bangsa
: Fucales
Suku
: Sargassaceae
Marga
: Sargassum
Jenis
: Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agard
2.1.3
Kandungan kimia rumput laut
Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat,
protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam
natrium dan kalium. Selain itu, rumput laut juga mengandung vitamin seperti
vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan C, betakaroten, serta mineral seperti kalsium,
fosfor, zat besi dan iodium (Anggadiredja, dkk., 2011).
2.2
Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan maupun hewan dengan pelarut yang sesuai. Sebelum ekstraksi
dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada
derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).
Hasil ekstraksi disebut ekstrak, yaitu sediaan kental atau cair yang
diperoleh dengan cara
mengekstraksi zat aktif dengan pelarut yang sesuai
6
Universitas Sumatera Utara
kemudian menguapkan semua atau hampir semua pelarut yang digunakan pada
ekstraksi (Depkes RI, 1995).
Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan
sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan. Zat aktif yang
terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak
atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI
(2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:
a. Cara dingin
Maserasi
Maserasi
adalah
penyarian
simplisia
dengan
cara
perendaman
menggunakan pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah dilakukan
penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator
dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang
umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.
b. Cara panas
Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit.
7
Universitas Sumatera Utara
Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya
menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut
akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C.
Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.
2.3 Fukoidan
Fukoidan dapat ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup yang ada di
laut. Makhluk hidup laut tersebut antara lain timun laut dan rumput laut coklat
(Descamps, dkk., 2006). Fukoidan mempunyai aktivitas biologi sebagai
antikoagulan, antiinflamasi dan antioksidan. Selain itu, fukoidan juga berkhasiat
sebagai antivirus, antitumor, antibakteri, penurun kadar kolesterol dalam darah,
penurun tekanan darah, penstabil kadar gula darah, mengatasi gangguan
pencernaan dan meningkatkan funsgsi lever (Junaidi, dkk., 2009). Fukoidan
8
Universitas Sumatera Utara
adalah polisakarida yang mengandung persentase substasional dari L-fukosa dan
golongan ester sulfat. Komponen utama fukoidan adalah fukosa dan sulfat
(Duarte, dkk., 2001). Struktur fukoidan dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur fukoidan yang diisolasi dari rumput laut coklat
2.4
Autakoid Turunan Lipid
Kata autakoid berasal dari bahasa Yunani autos (sendiri) dan akos (agen
penyembuh atau obat). Autakoid juga berbeda dari hormon yang bersirkulasi
karena autakoid diproduksi oleh berbagai jaringan, tidak oleh kelenjar endokrin
yang spesifik (Finkel, dkk., 2013). Eikosanoid adalah produk oksigenasi dari asam
lemak rantai panjang yang tidak jenuh. Contoh senyawa eikosanoid meliputi
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan A2 dan leukotrien (Joel dan Lee, 2012).
Asam arakidonat adalah prekursor eikosanoid terbanyak yang merupakan
suatu asam lemak dengan 20-karbon yang mempunyai empat ikatan ganda yang
dimulai pada posisi omega 6 sehingga menjadi 5,8,11,14-eicosatetraenoic acid
(Katzung, 2001). Asam arakidonat bebas dilepaskan dari fosfolipid jaringan oleh
kerja fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya melalui proses yang diatur oleh
9
Universitas Sumatera Utara
hormon dan rangsangan lainnya. Terdapat dua jalur utama dalam sintesis
eikosanoid dari asam arakidonat:
a. Jalur siklooksigenase
Sintesis prostaglandin dilakukan secara bertahap oleh kompleks enzim
mikrosomal yang terdapat dimana-mana. Enzim pertama yang terdapat
pada jalur ini adalah prostaglandin endoperoksida sintase. Enzim ini
memiliki
dua
isoform
yaitu
siklooksigenase
1
(COX-1)
dan
siklooksigenase 2 (COX-2). COX-1 diekspresikan secara konstitutif
(dihasilkan secara terus menerus atau dalam jumlah yang tetap, tidak
tergantung kondisi atau kebutuhan) di dalam sebagian besar sel.
Sebaliknya COX-2 pada keadaan normal tidak ada tetapi dapat diinduksi
oleh faktor-faktor seperti serum, sitokin dan faktor pertumbuhan (Joel dan
Lee, 2012).
Kedua siklooksigenase meningkatkan pengambilan dua molekul oksigen
dengan siklisasi asam arakidonat dan menghasilkan C9-C11 endoperoxide
C15 hydroperoxide hasilnya adalah PGG2 yang secara cepat dimodifikasi
oleh gugus peroksida enzim siklooksigenase untuk menambah satu
kelompok 15-hidroksil yang penting bagi aktivitas biologis. Hasilnya
adalah PGH2 yang kemudian menghasilkan prostaglandin, tromboksan dan
prostasiklin melalui jalur-jalur yang berbeda (Katzung, 2001).
b. Jalur lipoksigenase
Metabolisme asam
arakidonat oleh lipoksigenase-5,
-12 dan -15
menghasilkan hydroperoxyeicosatetraenoic acid (HPETEs) yang segera
berubah menjadi turunan hidroksi (HETEs) dan leukotrien . Leukotrien
yang paling banyak diteliti adalah leukotrien yang dihasilkan oleh
10
Universitas Sumatera Utara
lipoksigenase-5 yang berada dalam sel inflamasi (Katzung, 2001). Proses
biosintesis prostaglandin dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini:
Trauma/ luka pada sel
Gangguan membran sel
Fosfolipid
Fosfolipase
Kortikosteroid
Asam arakidonat
Siklooksigenase
Lipoksigenase
AINS
Endoperoksid
Tromboksan A2
Prostasiklin
Hidroperoksid
Prostaglandin
(PGE2, PGF2, PGD2)
Leukotrien
Gambar 2.2 Proses bisontesis prostaglandin (Wilmana,2007)
2.5 Inflamasi
Inflamasi adalah respon perlindungan normal terhadap cedera jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya atau agen
mikrobiologi. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktifkan atau
menghancurkan organisme penginvasi, menghilangkan iritan dan persiapan
tahapan untuk perbaikan jaringan. Bila penyembuhan telah sempurna proses
inflamasi biasanya mereda (Finkel, dkk., 2013).
Respon peradangan terjadi dalam tiga fase yang berbeda, masing-masing
tampak diperantarai oleh mekanisme yang berbeda. Pertama fase singkat akut,
ditandai oleh vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Kedua fase
11
Universitas Sumatera Utara
subakut lambat, tanda yang paling menonjol berupa infiltrasi sel leukosit dan sel
fagosit. Ketiga fase proliferativ kronik, pada fase ini terjadi kerusakan jaringan
dan fibrosis. Kemampuan untuk meningkatkan respon peradangan sangat penting
untuk bertahan hidup dalam menghadapi patogen lingkungan dan cedera
walaupun pada keadaan dan penyakit tertentu, respon peradangan mugkin
berlebihan dan berlangsung lama tanpa alasan manfaat yang jelas (Joel dan Lee,
2012).
2.5.1 Gejala inflamasi
Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala klinis pada jaringan yang
terkena radang yaitu terjadinya kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan
(tumor), nyeri (dolor) dan gangguan fungsi jaringan (function laesa) (Price dan
Wilason, 1995).
a. Kemerahan (Rubor)
Kemerahan (rubor) merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka
arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga lebih banyak
darah yang mengalir ke daerah yang mengalami peradangan.
b. Panas (Calor)
Panas (calor) berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi radang akut.
Sebenarnya panas hanyalah suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan
badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37ºC, yaitu suhu di
dalam tubuh.
c. Pembengkakan (tumor)
Gejala yang paling terlihat dari peradangan akut adalah pembengkakan
12
Universitas Sumatera Utara
(tumor). Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringan interestial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun di daearah peradangan disebut eksudat.
d. Nyeri (Dolor)
Rasa sakit (dolor) dalam reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui
berbagai cara. Perubahan pH lokal menjadi lebih rendah atau konsentrasi
lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama,
pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif
lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang
meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan
lagi menimbulkan rasa sakit.
e. Functio laesa
Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat
cedera jaringan dan area rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996). Gerakan yang terjadi pada
daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara refleks
akan mengalamai hambatan oleh sakit, pembengkakan yang hebat secara
fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Underwood, 1996).
2.5.2 Pengobatan inflamasi
Pengobatan pasien dengan antiinflamasi mempunyai 2 tujuan utama:
pertama meringankan rasa nyeri yang sering kali merupakan gejala awal yang
terlihat dan keluhan utama pasien dan kedua, memperlambat atau membatasi
proses perusakan pada jaringan (Katzung, 2001).
13
Universitas Sumatera Utara
Pengobatan inflamasi, kelompok obat yang banyak diberikan adalah obat
antiinflamasi non steroid (AINS). Obat ini merupakan obat sintetik dengan
struktur kimia heterogen. Obat golongan AINS mempunyai khasiat sebagai
analgetik, antipiretik dan antiinflamasi. Walaupun demikian, obat-obat ini
memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping berdasarkan
mekanisme kerjanya, yaitu menghambat biosintesis prostaglandin. AINS
menghambat siklooksigenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yang berperan dapat menimbulkan
reaksi peradangan terganggu. AINS tidak menghambat biosintesis leukotrien yang
diketahui ikut berperan dalam proses inflamasi (Wilmana, 2007). Pembagian obat
antiinflamasi non steroid (AINS) dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini:
AINS
Inhibitor COX Non
Selektif
Inhibitor COX-2
Selektif
1. Turunan asam salisilat (aspirin,
diflunisal, olsalazin)
1.Furanon tersubstitusi diaril
(rofekoksib)
2. Turunan para-aminofenol
(asetaminofen)
2. Pirazol tersubstitusi diaril
(selekoksib)
3. Asam asetat indol dan inden
(indometasin, sulindak)
3. Asam asetat indol (etodolak)
4. Asam asetat heteroaril (tolmetin,
diklofenak, keterolak)
4. Sulfonalid (nimesulid)
5. Asam arilpropionat (ibuprofen,
oksaprozin)
6. Asam antranilat (asam mefenamat)
7. Asam enolat (piroksikam,
meloksikam)
8.Alkanon (nabumeton)
Gambar 2.3 Pembagian obat antiinflamasi non steroid AINS.
14
Universitas Sumatera Utara
2.6
Diklofenak
Derivat fenil asetat termasuk AINS yang terkuat antiradangnya dengan
efek samping yang kurang kuat dibandingkan obat lainnya (indometasin,
piroksikam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri, migrain dan
encok (Tjay dan Rahardja, 2007). Rumus bangun diklofenak dapat dilihat pada
Gambar 2.4 di bawah ini :
Gambar 2.4 Rumus bangun diklofenak
Diklofenak diabsorpsi dengan cepat dan sempurna setelah pemberian oral,
konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 3 jam. Pemberian
bersama dengan makanan memperlambat laju absorpsi tetapi tidak mengahmbat
jumlah yang diabsorpsi. Obat ini banyak yang terikat pada protein plasma (99%)
dan waktu paruhnya dalam plasma 1 sampai 2 jam. Diklofenak berakumulasi
dalam cairan sinovial setelah pemberian oral, yang mungkin menjelaskan durasi
efek terapeutik yang jauh lebih lama daripada waktu paruhnya dalam plasma.
Diklofenak dimetabolisme di hati oleh isoenzim sitokrom P450 subfamili CYP2C
menjadi 4-hidroksidiklofenak, metabolit utama serta bentuk terhidroksi lain,
metabolit tersebut dieksresi dalam urin (65%) dan empedu (35%). Diklofenak
menimbulkan efek samping pada saluran cerna merupakan perdarahan dan
pembentukan ulser (Joel dan Lee, 2012).
15
Universitas Sumatera Utara
2.7
Teknik Analisis Spektroskopi
Pada spektroskopi pembangkit sinyal adalah hasil aksi enersi radiasi
elektromagnet dengan elektron dalam atom atau molekul analit yang
menyebabkan transisi elektron valensi atom atau molekul dari tingkat enersi
elektron dasarnya ke tingkat enersi elektron tertentu yang lebih tinggi atau
meningkatkan enersi vibrasi-rotasi ikatan antar atom dalam molekul (Satiadarma,
dkk., 2004).
2.7.1
Spektrofotometri ultraviolet (UV)
Penyerapan (absorpsi) sinar UV dan sinar tampak pada umumnya
dihasilkan oleh eksitasi elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang
pita yang mengabsorpsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada
dalam suatu molekul. Ada tiga macam proses penyerapan energi ultraviolet dan
sinar tampak yaitu :
a. Penyerapan oleh transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan.
b. Penyerapan oleh transisi elektron d dan f dari molekul kompleks.
c. Penyerapan oleh perpindahan muatan (Rohman, 2007).
2.7.2
Spektrofotometri inframerah
Apabila radiasi inframerah tengah mengenai molekul organik, frekuensi
tertentu yang enersinya sesuai dengan frekuensi enersi vibrasi dan rotasi
atom/gugus atom dalam molekul, akan diabsorpsi dan digunakan untuk eksitasi
pada tingkat enersi vibrasi dan rotasi khas dari molekul. Radiasi inframerah yang
digunakan pada analisis senyawa kimia organik meliputi daerah panjang
gelombang 2,5 sampai 16 πm dengan frekuensi 1,2 x104 sampai 2,0 x1013 Hz atau
16
Universitas Sumatera Utara
bilangan gelombang 4000 sampai 625 cm-1 atau enersi antara 7,95 x10-20 J dan
1,325 x10-20 J (Satiadarma, dkk., 2004).
Atom atau gugus dalam molekul selalu berada dalam gerakan kontinu
yang satu terhadap yang lainnya. Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, C-O,
C=O, O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan dapat
mendeteksi adanya ikatan-ikatan tersebut dalam molekul organik dengan
mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam
spektrum inframerah (Sastrohamidjojo, 1985).
2.8 Karagenan
Iritan yang digunakan untuk efek antiinflamasi beragam jenisnya yaitu
satu diantaranya adalah karagenan. Karagenan merupakan polisakarida hasil
ekstraksi rumput laut dari famili Euchema, Chondrus dan Gigartina. Bentuknya
berupa serbuk bewarna putih hingga kuning kecoklatan ada yang berbentuk
butiran kasar hingga serbuk halus, tidak berbau serta memberi rasa berlendir di
lidah. Berdasarkan kandungan sulfat dan potensi pembentukan gelnya, karagenan
dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu lamda karagenan, iota karagenan dan
kappa karagenan. Ketiga karagenan ini memiliki sifat larut dalam air bersuhu
80ºC (Rowe, dkk., 2009).
Lamda karagenan berperan dalam pembentukan udem dalam model
inflamasi akut (Singh, dkk., 2008). Karagenan dipilih karena dapat melepaskan
prostaglandin setelah disuntikkan ke hewan uji (Winter, dkk., 1962).
17
Universitas Sumatera Utara