Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Sektoral

II.3. Kondisi Makro Ekonomi

Jawa Timur merupakan barometer perekonomian nasional setelah DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Barat, sebab kontribusi PDRB Jawa Timur terhadap Produk Domestik Bruto PDB Nasional mencapai sekitar 16. Perekonomian Jawa Timur ditopang tiga sektor utama, yaitu perdagangan, industri, dan pertanian.

II.3.1. Pertumbuhan Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto PDRB Jawa Timur atas dasar harga berlaku ADHB pada periode 2003-2008 menunjukkan kecenderungan terus meningkat sejalan kian membaiknya kondisi perekonomian. Pada 2004 sebesar Rp 341.065 miliar; 2005 Rp 403.392 miliar; 2006 Rp 470.627 miliar; 2007 Rp 534.919 miliar; dan pada 2008 Rp 621.582 miliar. Sedangkan berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan ADHK 2000, menunjukkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur terus membaik, meski pada 2006 terjadi sedikit perlambatan dibanding 2005, namun pada 2007 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur meningkat kembali. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2006, antara lain, disebabkan dampak negatif kenaikan harga BBM dua kali, dan cukai rokok pada 2005, serta ditambah dampak luapan lumpur panas Lapindo. Pada 2003, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur hanya sebesar 4,78, kemudian meningkat menjadi 5,83 pada 2004, dan meningkat tipis menjadi 5,84 pada 2005. Pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 5,80 pada 2006, namun pada tahun berikutnya 2007 meningkat menjadi 6,11. Tapi pada 2008, pertumbuhan ekonomi kembali melambat menjadi 5,90, meski masih di atas angka pertumbuhan 2005. Melemahnya pertumbuhan ekonomi 2008 antara lain disebabkan dampak krisis ekonomi global. II.3.2 Pertumbuhan

II.3.2 Pertumbuhan Sektoral

Pertumbuhan ekonomi 2003 yang sebesar 4,78 sebagian besar didukung oleh pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih 15,52; sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,92; sektor pengangkutan 5,78, dan sektor industri yang merupakan pendukung utama perekonomian Jawa Timur 2003 hanya tumbuh sebesar 4,46. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada 2004 mulai menembus angka 5, menjadi 5,83. Pertumbuhan ini didorong oleh seluruh sektor ekonomi yang semuanya mengalami peningkatan, terutama sektor listrik, gas, dan air bersih 14,86; sektor perdagangan, hotel dan restoran 9,25; sektor pengangkutan dan komunikasi 6,77; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 5,94; dan sektor industri yang tumbuh mencapai 5,28. Sektor lainnya meski mengalami pertumbuhan, tapi rata-rata masih di bawah 4. Pertumbuhan ekonomi 2005 dibanding 2004 hanya meningkat tipis sebesar 0,1. Dari 5,83 pada 2004 menjadi 5,84 pada 2005. Pertumbuhan ekonomi pada 2005 ini dapat dikatakan relatif stagnan, akibat kenaikan harga BBM dan cukai rokok pada 2005, dan munculnya dampak semburan lumpur Lapindo. Pada 2005, hampir semua sektor mengalami perlambatan pertumbuhan, kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh menjadi 9,32. Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang menjadi pendukung utama pertumbuhan melambat menjadi 9,15; begitu pula sektor listrik, gas, dan air bersih 6,18, dan sektor pengangkutan dan komunikasi 5. Sektor industri juga melambat menjadi 4,61. Pada 2006, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur melambat menjadi 5,80, yang sebelumnya pada 2005 sebesar 5,84. Dampak kenaikan harga BBM pada 2005 mulai terasa pengaruhnya terhadap sektor industri dan sektor konstruksi, ditambah munculnya dampak semburan lumpur panas Lapindo. Pertumbuhan kedua kedua sektor tersebut melambat menjadi 3,05, dan 1,42. Perlambatan pertumbuhan juga dialami hampir semua sektor, kecuali sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh menjadi 9,62. Dampak kenaikan harga BBM dan berlanjutnya dampak lumpur panas Lapindo tidak menghalangi perekonomian Jawa Timur untuk tetap tumbuh pada 2007. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada 2007 meski tertatih-tatih, merangkak naik menjadi 6,11, atau naik 0,31. Kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi pada 2007 berasal dari sektor listrik, gas dan air bersih, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang masing-masing tumbuh menjadi 11,81 dan 8,39. Pada 2008, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur kembali melambat menjadi 5,90, atau melemah 0,21 dibanding 2007. Hampir seluruh sektor mengalami perlambatan pertumbuhan, kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Sektor ini tumbuh menjadi 9,26, yang pada 2007 hanya mencapai 10,44. Sedangkan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang pada 2007 sebesar 8,39, melemah menjadi 8,27. Sektor listrik, gas dan air bersih yang pada 2007 tumbuh sebesar 11,81, anjlok menjadi 3,11. Pertanian yang diharapkan menjadi sektor unggulan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi 2008, ternyata mengalami perlambatan akibat kemarau panjang. Pertumbuhan sektor industri pengolahan juga melambat akibat menurunnya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor. Pada 2008, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 16,57 terhadap PDRB atas dasar harga berlaku, atau terbesar ketiga setelah sektor perdagangan, hotel, dan restoran 29,36, dan industri pengolahan 28,49. II.3.3 PDRB

II.3.3 PDRB per Kapita