Pemecahan Masalah ; mengandung upaya memanfaatkan potensi diri Prakarsa ; berarti adanya inisiatif untuk memulai kegiatan untuk

Rasyid dan Adjid 1992 lebih menekankan kemandirian pada kepercayaan diri dalam pengambilan keputusan secara bebas dan bijaksana. Sedangkan Cartwright dan Zander 1968 berpendapat bahwa untuk menumbuhkan dan membina kemandiriannya, kelompok sasaran perlu diarahkan agar dengan kekuatan dan kemampuannya berupaya untuk bekerja sama mencapai segala yang dibutuhkan dan diinginkan. Kemandirian tidak berarti anti terhadap kerjasama atau menolak saling keterkaitan dan saling ketergantungan. Kemandirian justeru menekankan perlunya kerjasama yang disertai dengan tumbuh dan berkembangnya mengenai ; 1. kemampuan memecahkan masalah. 2. aspirasi. 3. kreativitas. 4. keberanian menghadapi resiko. 5. keuletan. 6. sikap dan kemampuan berwiusaha, dan. 7. prakarsa seseorang bertindak atas dasar kekuatan sendiri dalam kebersamaan collective self-reliance. Mengacu pada beberapa konsep kemandirian di atas, maka pengertian kemandirian setidaknya meliputi unsur-unsur : 1. kemampuan pemecahan masalah, 2. prakarsa, 3. kreatifitas berusaha, 4. keuletan 5. keberanian mengambil resiko, 6. kewirausahaan dan 7. Kemampuan Bekerja sama. Kejelasan masing- masing unsur kemandirian tersebut, adalah sebagai berikut :

1. Pemecahan Masalah ; mengandung upaya memanfaatkan potensi diri

sendiri seoptimal mungkin dan memanfaatkan kemampuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil daripadanya adalah terpenuhinya atau tidak terpenuhinya kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya Soesarsono, 1996.

2. Prakarsa ; berarti adanya inisiatif untuk memulai kegiatan untuk

mencapai tujuannya. Daya inisiatif seseorang akan berkurang atau bahkan hilang karena kepercayaan diri rendah, atau bahkan tergolong orang yang pasif atau malas dan cenderung apatis tak mau berusaha. Orang yang apatis atau tidak tanggap terhadap perubahan yang ada, akan tertinggal, mundur da kalah dalam berusahaberbisnis Karsidi, 1999. Orang yang prakarsanya tinggi selalu berusaha mencari informasi terakhir yang diperlukan, jika perkembangan yang terjadi dianggapnya sangat penting dan kritis, maka perlu pemikiran dan pertimbangan yang cepat agar dapat segera diputuskan tindakan apa yang harus diambil. Keterlambatan bertindak dapat berarti sebagai suatu kerugian Soesarsono, 1996. 3. Kreativitas usaha ; merupakan abstraksi yang tinggi, berarti berpikir tingkat tinggi, atau menciptakan sesuatu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Rogers dalam Shouksmith 1970 menyebutkan karakteristik orang kreatif, yaitu : a. Keterbukaan pada pengalaman baru, b. Evaluasi diri, dan c. Kemampuan dalam mengembangkan konsep. Soesarsono 1996 berpendapat bahwa orang yang kreatif membuktikan dirinya sebagai orang yang menghasilkan karya yang relatif baru, baik dalam gagasan maupun ide. Sesatu yang baru sama sekali memang tidak ada, sehingga wujud daripadanya meliputi kemampuan mencoba gagasan baru. Dalam berusaha, hanya orang yang kreatiflah yang akan “survive” sedangkan “orang yang statis akan terlempar dari dunia usahabisnis”. 4. Keuletan ; merupakan bagian dari menuju kesuksesan dalam berusaha. Keuletan terjadi karena kepercayaan diri akan sukses dan berhasil, sebaliknya keuletan yang dapat meneguhkan kepercayaan diri. Orang yang ulet dalam berusaha akan menjadikan kegagalan sebagai guru yang baik baik dirinya dan tidak berputus asa dalam berusaha Soesarsono, 1996. Sedangkan menurut Rahardjo 1992, ulet berarti tabah dan tak mudah putus asa. Keuletan berhubungan dengan usaha kerja keras, yaitu setia menggunakan waktu dan tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 5. Keberanian mengambil resiko ; Cartwright dan Zander 1968 mengemukakan bahwa melalui interaksi di dalam kelompok, anggotaindividu akan mengenal kemungkinan resiko, sehingga menjadi berani menghadapimenerima resiko. Dikemukakan lebih lanjut, kelompok usaha bersama atau usaha individu yang rasional ditandai dengan inovatif yakni selalu mencari peluang untuk meningkatkan kehidupannya dan memiliki kemampuan mengantisipasi masa depannya serta berani menerima resiko. 6. Kemampuan wirausaha entrepreneurs ; lebih sering digunakan dengan istilah wiraswasta. Wira berarti utama, luhur, gagah berani dan penuh keteladanan. Swasta berarti sendiri atau mandiri. Pengertian kewiraswastaan menekankan segi kemampuan untuk diri sendiri dalam berusaha. Berdiri sendiri bukan berarti harus hanya sendiri, tetapi justeru dengan kondisi sosial ekonomi dan iklim berusaha menuntut adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara individu dengan kelompok, individu dengan individu dan kelompok dengan kelompok. Istilah swasta juga lebih memberikan asosiasi pengertian tentang kemampuan untuk mendapatkan kekayaankeuntungan sebanyak-banyaknya. Pengertian diri sendiri juga harus diartikan dengan pengertian kepercayaan diri yang memang sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan hidup berusaha. Penggabungan pengertian wira dan swasta akan menjadikan seseorang tidak sekedar hanya untuk mencari untung yang sebanyak- banyaknya dengan menghalalkan segala cara, tetapi penuh dengan kewiraan atau tindakan terpuji dan keteladanan Soesarsono, 1996. Cahyono 1983 mengatakan bahwa sikap dan kemampuan wirausaha entrepreneurship bukanlah dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan orang itu. Sikap wiraswasta mengandung perasaan dan motivasi untuk meningkatkan prestasi usaha. Seseorang yang memiliki mentalitas wirausaha; menilai tinggi orientasi masa depan, menilai tinggi hasrat inovasi, berorientasi ke arah hasil karya, menghargai kemampuan, berdisiplin, bertanggung jawab, dan menghargai diri sendiri sebagai pribadi yang tak bisa diabaikan atau menghargai diri sendiri yang tinggi dan tidak mau tergantung pada orang lain. 7. Kemampuan bekerja sama Kemandirian bukan berarti tidak membutuhkan bantuan dan kerjasama dengan orang lain. Justeru kemampuan bekerja sama merupakan jalan untuk membangun jaringan dan relasi dengan orang lain sebagai upaya mewujudkan kemandiriannya. Bertitik tolak pada beberapa penjelasan di atas, maka kemandirian sosial ekonomi pada hakekatnya adalah terpenuhinya kebutuhan materiil dan immateriil seseorang dalam menghadapi permasalahan hidupnya dengan berupaya sendiri maupun bekerjasama dengan orang lain serta berani dalam mengambil resiko dari keputusan yang telah diambil. Orang yang mandiri secara sosial ekonomi adalah orang yang mampu memecahkan masalah dengan segala daya upaya yang dimiliki serta mampu berwirausaha atas prakarsa sendiri dengan tetap bekerjasama dalam rangka membangun jaringan usaha serta membangun kemitraan dengan orang lain. Pengertian dan Pentingnya Kelompok dalam Pemberdayaan Masyarakat Pengertian dan Pentingnya Kelompok. Suatu kelompok pada hakekatnya merupakan pluralitas individu yang saling berhubungan secara berkesinambungan, saling memperhatikan , dan yang sadar akan adanya suatu kemanfaatan bersama. Suatu ciri yang esensial kelompok adalah, bahwa anggota- anggotanya mempunyai sesuatu yang dianggap sebagai milik bersama. Anggota kelompok menyadari bahwa apa yang dimiliki bersama mengakibatkan adanya perbedaan dengan kelompok lain.kepentingan, kepercayaan, wilayah, dan sebagainya mungkin merupakan sumber-sumber ikatan kelompok yang dianggap penting Olmsted, 1962. Johnson dan Jonson 1987 merumuskan definisi kelompok sebagai berikut : Sebuah kelompok adalah dua atau lebih yang berinteraksi tatap muka face to face interaction, yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Definisi di atas mengisyaratkan bahwa komponen penting suatu kelompok adalah kesadaran anggota bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok dan menyadari bahwa masing-masing anggota saling membutuhkan dan saling ketergantungan yang positif untuk mencapai tujuan bersama. Soekanto 2005 menyatakan, bahwa persyaratan eksistensi suatu kelompok sosial adalah : 1. Ada kesadaran dari setiap anggota sebagai bagian dari kelompok. 2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain. 3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antar mereka bertambah erat nasib, kepentingan, tujuan, ideoloogi. 4. Kelompok sosial memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku. 5. Kelompok sosial tersebut bersistem dan berproses. Melihat pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa alumni dapat membentuk suatu komunitas atau kelompok karena mereka memiliki perasaan yang sama sebagai alumni PSBR dan secara geografis bertempat tinggal dalam satu desa. Di samping itu mereka juga memiliki kepentingan untuk mempunyai kegiatan atau kerja produktif dalam rangka mendapatkan penghasilanpendapatan. Kondisi yang diharapkan alumni maupun stakeholder adalah terwujudnya kemandirian sosial dan ekonomi yang optimal, maka keberadaan kelompok usaha sangat diperlukan dalam rangka pemberdayaan alumni. Pentingnya kelompok yang berkaitan dengan aspek sosial seperti yang diungkapkan Supriyanto 1997 ,bahwa pembinaan usaha kecil bisa melalui kelompok untuk hal-hal yang bersifat umum moral, etika, tata nilai dan sebagainya. Diharapkan dengan terbentuknya kelompok usaha ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian sosial ekonomi yang optimal. Keberadaan kelompok akan sangat memberi manfaat yang jauh lebih besar bagi anggotanya sejauh Supriyanto, 1997 : 1. Dipakai untuk pembinaan dalam rangka meningkatkan kemampuan berusaha secara umum bagi para anggotanya. 2. Dipakai untuk meningkatkan pengetahuan dan praktek suatu value system yang lebih cocok bagi kehidupan pengusaha. 3. Tidak terpakai untuk berlindung dari suatu tanggung jawab yang seharusnya menjadi bebannya. 4. Dipakai untuk menyuburkan moralitas usaha yang baik; dan 5. Dipakai untuk meningkatkan kualitas dari aspek kehidupan yang lebih luas usaha, rumah tangga, masyarakat, dan sebagainya. Pertanyaan yang timbul dari beberapa pengertian dan pentingnya kelompok usaha dalam rangka pemberdayaan alumni adalah bagaimana membangun kelompok agar masing-masing anggota alumni mempunyai kesadaran untuk bergabung dengan kelompok dan rasa kebersamaan antar anggota. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan dan pemahaman kepada anggota tentang tujuan dan pentingnya membentuk kelompok, manfaat yang akan dirasakan anggota, menjelaskan dan menggugah perasaan senasib dan sepenanggungn sebagai sesama alumni PSBR, dan memberikan pemahaman tentang prospek positif dengan adanya kelompok. Kelompok Sebagai Media Strategis Pemberdayaan Masyarakat. Salah satu pola dan proses pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media ”kelompok”. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok, dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar-menukar informasi, pengetahuan, dan sikap. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan Jamasy, 2004. Hal senada juga diungkapkan oleh Friedmann 1993 yaitu ; kemampuan individu ”senasib” untuk mengorganisir diri dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif di tingkat komunitas collective self- empowerment. Melalui kelompok akan terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan mereka bersama. Vitayala 1986 menyatakan bahwa pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu apa yang dikemukakan Gaetano Mosca dalam Olson 1975, bahwa manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu “senasib” saling berkumpul dalam suatu kelompok. Sedangkan Sumodiningrat 1997 menyatakan bahwa pendekatan yang paling tepat dalam pengembangan ekonomi rakyat yang masih tertinggal adalah melalui pendekatan kelompok dalam bentuk usaha bersama. Apabila usaha dimaksud dikaitkan dengan pengumpulan modal usaha melalui kredit, maka keberadaan kelompok sangat diperlukan. Chotim dan Thamrin 1997 menyimpulkan dalam sebuah diskusi ahli bahwa, kredit kelompok cocok untuk usaha kecil yang relatif baru atau belum pernah berhubungan dengan pihak perbankan. Dengan demikian kelompok lebih memiliki bargaining position yang lebih tinggi bagi alumni bila dibandingkan dengan usaha peroranganindividu. Pelayanan Sosial Pelayanan sosial merupakan salah satu bentuk kebijakan atau strategi yang dilakukan oleh negara dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial. Suharto 2005 menyebutkan bahwa pembangunan kesejahteraan sosial memfokuskan kegiatannya pada tiga bidang, yaitu : pelayanan sosial social servicesprovisions, perlindungan sosial social protection, dan pemberdayaan masyarakat communitysocial empowerment. Menurut Dubois dan Miley 1992 pelayanan sosial diartikan sebagai suatu dukungan untuk meningkatkan keberfungsisosialan atau untuk memenuhi kebutuhan individu, antar individu maupun lembaga. Siporin 1975 menyebutkan bahwa pada dasarnya pelayanan sosial dilakukan untuk merefleksikan kebutuhan-kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. Kahn 1973 melihat pelayanan sosial pelayanan sosial sebagai pelayanan umum yang berisikan program-program yang ditujukan untuk membantu melindungi dan memulihkan kehidupan keluarga, membantu perorangan untuk mengatasi masalah yang diakibatkan proses perkembangan serta mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia. Apabila membahas tentang pelayanan sosial, maka tidak lepas dari adanya tiga pendekatan atau konsep sistem kesejahteraan sosial dimana pelayanan sosial diaplikasikan. Tiga pendekatan tersebut dijelaskan oleh Suharto 2005 adalah ; pertama, pendekatan residual yang memandang bahwa pelayanan sosial baru perlu diberikan hanya apabila kebutuhan individu tidak dapat dipenuhi dengan baik oleh lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, seperti institusi keluarga dan ekonomi pasar. Bantuan finansial dan sosial sebaiknya diberikan dalam jangka pendek, masa kedaruratan, dan harus dihentikan manakala individu atau lembaga- lembaga kemasyarakatan tadi dapat berfungsi kembali. Kedua, pendekatan institusional yang melihat sistem dan usaha kesejahteraan sosial sebagai fungsi yang tepat dan sah dalam masyarakat modern. Pelayanan sosial dipandang sebagai hak warga negara. Masyarakat dan ekonomi pasar memerlukan pengaturan guna menjamin kompetisi yang adil dan setara diantara berbagai kepentingan. Karena negara dipandang merefleksikan kepentingan-kepentingan warganya melalui perwakilan-perwakilan kelompok, maka pemerintah dibenarkan untuk mengatur dan memberikan pelayanan sosial. Program-program pemerintah, termasuk program kesejahteraan sosial dipandang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan secara luas dan berkelanjutan. Ketiga, pendekatan pengembangan ini muncul sebagai pendekatan alternatif dimana setelah terjadi perdebatan seru antara penganut ideologi liberalinstitusional dengan pengunut ideologi konservatifresidual. Pendekatan ini mendukung pengembangan program-program kesejahteraan sosial, peran aktif pemerintah, serta pelibatan tenaga-tenaga profesional dalam perencanaan sosial. Bertitik tolak dari penjelasan-penjelasan tersebut, maka pelayanan sosial yang diberikan oleh PSBR dengan sasaran pelayanan RPST adalah salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mengentaskan dan menangani permasalahan RPST institusional. Penanganan dan pelayanan sosial serta pembinaan terhadap Remaja khususnya, telah lama dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Meskipun tidak secara spesifik ditujukan kepada RPST, namun apabila dilihat dari sasaran yang ditangani dapat dikatakan sasaran tersebut merupakan sebab maupun akibat dari RPST. Departemen Sosial melalui program pembinaan Karang Taruna KT mengupayakan agar para remaja mempunyai wadah untuk mengembangkan diri serta dapat membantu pemerintah untuk ikut mencegah dan menanggulangi masalah sosial anak dan remaja. Di samping itu, pemerintah juga mengadakan pembinaan dan pelayanan sosial melalui panti misalnya : Panti Sosial Marsudi Putra PSMP yang ditujukan kepada anak nakal dimana usia mereka berada dalam kategori remaja, Panti Sosial Bina Remaja PSBR yang ditujukan kepada remaja putus sekolah terlantar. Pada awalnya, PSBR ini hanya memberikan pelayanan sosial kepada remaja putus sekolah, Panti yang ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba Panti Sosial Pamardi Putra, Panti Sosial Asuhan Anak PSAA yang memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar yang masih berusia sekolah SD, SLTP, SLTA. Sedangkan pelayanan yang dilaksanakan di luar panti misalnya pembinaan terhadap anak terlantar dengan memberikan pelatihan keterampilan dimana anakremaja tersebut berada dalam masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM juga telah banyak mengadakan pelayanan sosial terhadap anakremaja. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya LSM mendirikan Rumah Singgah bagi anak jalanan dimana umumnya mereka dari golongan remaja. Selain itu, panti asuhan yang didirikan oleh LSM ditujukan kepada anakremaja baik yatim, piatu, yatim piatu maupun terlantar. Penanganan terhadap RPST oleh pemerintah baru dilakukan pada tahun 2000 melalui PSBR. Sebelumnya terjadi polemik mengenai sasaran pelayanan. Apakah sasaran tersebut Remaja Putus Sekolah atau Remaja Putus Sekolah Terlantar. Di Jawa Timur, dengan terbitnya SK Gubernur Nomor 51 Tahun 2003 maka PSBR mempunyai tugas pokok melaksanakan pelayanan sosial terhadap RPST Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 51 tahun 2003. Hingga tahun 2006 ini, populasi RPST di Jawa Timur belum diketahui secara pasti karena belum ada data secara resmi tentang RPST. Data yang tersedia hanya data tentang Anak Terlantar yang jumlahnya 334.039 orang Tahun 2004. Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar dalam pelaksanaannya memberikan pelayanan sosial kepada remaja putus sekolah terlantar sebanyak 60 orang dalam satu semester. Sehingga dalam satu tahun ada 120 orang yang diberi pelayanan. Selama 6 bulan tersebut, RPST diasramakan dalam panti dan diberikan makan tiga kali sehari, diberikan peralatan kesehatan sebulan sekali, diberikan alat tulis, diberikan bahan keterampilan dan setelah keluar panti diberikan bantuan peralatan kerja sesuai keterampilan yang diikuti. Jenis keterampilan yang ada di PSBR ”Mardi Utomo” Blitar adalah Menjahit, Bordir, Meubeler, Montir Otomotof Roda dua dan roda empat. Kerangka Pemikiran Dalam rangka pemberdayaan terhadap Alumni PSBR “Mardi Utomo”, diperlukan pendekatan dan paradigma yang berorientasi kepada kebutuhan dan permasalahan mereka. Karena alumni sudah kembali ke masyarakat dan membentuk komunitas tersendiri yang memiliki identitas, permasalahan dan kebutuhan yang berbeda. Hal ini membutuhkan perhatian tersendiri tentang upaya apa yang sesuai dengan situasi dan kondisi mereka. Pemerintah lokal dan masyarakat serta lembaga kemasyarakatan belum berupaya untuk ikut membantu memecahkan permasalahan para alumni. Sementara itu pihak PSBR masih terkendala dengan dana dalam mengoptimalkan peranannya terhadap pemberdayaan alumni. Tiga faktor yang menjadi permasalahan yang dihadapi alumni saat ini yang berpengaruh terhadap kemandirian sosial dan ekonomi alumni. Tiga faktor tersebut yaitu ; pertama, faktor internal yang terdiri atas motivasi, modal dan kapasitas keterampilan yang dimiliki oleh alumni. Faktor kedua adalah kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni saat ini sedangkan faktor ketiga adalah faktor eksternal yaitu situasi dan kondisi pasar. Untuk memahami ketiga faktor tersebut dilakukan identifikasi. Pihak PSBR “Mardi Utomo” masih menilai bahwa apa yang dibutuhkan mereka hanyalah “peralatan kerja” sebagai upaya “pemberdayaan” untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian alumni. Namun pada kenyataannya, kasus seperti di Desa Bacem, bantuan tersebut belum berhasil merubah situasi dan kondisi alumni. Hal ini terjadi karena pihak PSBR tidak melakukan upaya pendampingan yang berkesinambungan terhadap alumni sebagai upaya tindak lanjut dan tidak pernah melibatkan stakeholders dalam upaya pemberdayaan almnit. Untuk itu perlu ada upaya pemberdayaan alumni yang berakar dari kebutuhan dan permasalahan mereka yang melibatkan berbagai stakeholder untuk mendukung upaya alumni menuju kemandirian mereka. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengidentifikasi permasalahan alumni. Identifikasi dimaksud berkaitan dengan motivasi, kapasitas keterampilan, modal yang dimiliki serta bagaimana penerimaan pelanggan dan pasar atas hasil usaha mereka. Media kelompok merupakan salah satu alternatif yang selama ini dipandang mampu untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh komunitas di dalam suatu masyarakat dan sebagai upaya untuk membangkitkan inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal. Pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu “senasib” saling berkumpul dalam suatu kelompok. Maka pendekatan kelompok adalah pendekatan yang paling sesuai untuk memberdayakan alumni. Di samping pendekatan kelompok, upaya lain yang perlu dilakukan adalah melalui peningkatan keterampilan, peningkatan pengetahuan manajemen kewirausahaan, pemberian modal usaha serta membantu alumni untuk dapat mengakses informasi usaha dan pasar. Untuk dapat mendukung upaya atau strategi pemberdayaan tersebut maka diperlukan upaya pengidentifikasian stakeholder yang akan dilibatkan dalam program pemberdayaan alaumni. Para alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar ini merupakan salah satu potensi dan aset yang dimiliki oleh masyarakat desa Bacem karena alumni memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun dalam rangka pengembangan ekonomi lokal. Untuk itu pelibatan masyarakat, keluarga dan para stakeholder dalam pemberdayaan alumni menjadi begitu penting agar kesenjangan antara kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni saat ini dengan kondisi yang diharapkan alumni dan stakeholder dapat diatasi dan pada gilirannya kondisi tersebut dapat terwujud secara optimal dan berkelanjutan. Kerangka pemikiran di atas dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini: Gambar 1 : Alur Kerangka Pemikiran Kajian Pemberdayaan Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi. Faktor Internal 1. Motivasi 2. Modal 3. Kapasitas keterampilan Kondisi Kemandirian sosek alumni saat ini Faktor Eksternal Situasi dan Kondisi Pasar Kemandirian Sosial dan Ekonomi Alumni 1. Kemampuan memecahkan masalah 2. Kemampuan berprakarsa 3. Kreatifitas berusaha 4. Keuletan 5. Keberanian mengambil resiko 6. Bermental wirausaha 7. Kemampuan bekerja sama . Strategi Pemberdayaan 1. Pembentukan Pembinaan Kelompok Usaha Produktif. 2. Peningkatan keterampilan 3. Identifikasi dan keterlibatan Stakeholder 4. Peningkatan Pengetahuan manajemen Kewirausahaan 5. Pemberian Modal usaha 6. Pengembangan jaringan 7. Akses pada informasi pasar Identifikasi Indikator Kemandirian Sosial dan Ekonomi Dilakukan Lewat FGD Alumni METODOLOGI PEKERJAAN LAPANGAN Strategi Kajian Studi kasus merupakan pilihan yang tepat untuk kajian komunitas karena berada pada aras mikro. Studi kasus adalah metode kerja penelitian untuk memperoleh pengetahuanpemahaman atas satu atau lebih kejadiangejala sosial, merupakan studi aras mikro yang menyoroti satu atau lebih kasus terpilih Sitorus dan Agusta, 2005. Kajian ini menerapkan metode eksplanasi untuk memahami permasalahan yang dihadapi alumni dengan cara mengidentifikasi hal-hal yang menyangkut motivasi, modal, kapasitas keterampilan dan situasi dan kondisi pasar. Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut maka akan diketahui kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni. Keunggulan studi kasus dibanding dengan strategi lainnya adalah hasilnya lebih mudah dipahami dan bersifat mendalam-menyeluruh-rinci trimatra. Tempat dan Waktu Kajian Tempat dan Alasan Pemilihan Tempat Kajian Tempat kajian yang dipilih peneliti adalah Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur . Alasan memilih tempat ini karena di desa Bacem terdapat 30 orang alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar yang belum optimal dalam memanfaatkan hasil bimbingan dan pelayanan sosial untuk mengembangkan diri dalam rangka mewujudkan kemandirian sosial ekonomi yang diharapkan oleh alumni dan berbagai pihak. Waktu Kajian Kajian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Juni sampai dengan akhir bulan Agustus tahun 2006. Sebelum dilaksanakan kajian terlebih dahulu peneliti telah melaksanakan beberapa kegiatan yaitu Praktek Lapangan 1 pemetaan sosial, Praktek Lapangan 2 dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kajian yang akan dilaksanakan peneliti dimana lokasi kegiatan tersebut di Desa Bacem. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 : Waktu Pelaksanaan Kajian Pemberdayaan Alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai kemandirian Sosial dan Ekonomi di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. No Kegiatan Tahun 2005 Tahun 2006 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Pemetaan Sosial PL 1 2. Evaluasi Program PL 2 3. Penyusunan Proposal Kajian 4. Kolokium 5. Kerja Lapangan Pengumpulan Data 6. Pengolahan dan Analisis Data 7. Penulisan Laporan Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam kajian ini menggunakan metode Pengumpulan data kualitatif. Metode ini digunakan dengan pertimbangan: 1. Syarat kecukupan informasi. Peneliti sebagai pegawai PSBR dapat mengakses data alumni dan perkembangannya. Informasi ini diperoleh dari seksi Penyaluran dan Pembinaan Lanjut. 2. Syarat efisiensi. Sehubungan dengan waktu yang diberikan, peneliti memungkinkan untuk memilih metode ini. 3. Syarat pertimbangan etika. Peneliti sedapat mungkin menjembatani antara pihak panti dengan pemerintah lokal maupun dengan Stakeholders. 4. Peneliti dekat dengan orang situasi yang diteliti. Peneliti sudah mengenal sebagian perangkat desa Bacem, orang tua Alumni maupun Alumni. Metode kerja yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah: 1. Pengamatan Berperan Serta. Metode ini digunakan untuk melihat kegiatan sehari-hari alumni dan potensi apa saja yang dimiliki alumni, keluarga alumni dan pemerintah lokal serta lembaga yang ada. 2. Wawancara mendalam. Untuk mendapatkan data primer, peneliti melakukan wawancara dengan responden yaitu Alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar sebanyak 4 orang dengan jenis keterampilan yang berbeda, informan sebanyak 7 orang yang terdiri dari Orang Tua Alumni, Tokoh Masyarakat, Tokoh pemuda, Pemerintah Lokal, Pihak PSBR, PKK, Pengusaha Lokal. Penentuan jumlah responden dan informan tersebut dilakukan secara sengaja. 3. Diskusi Kelompok Terfokus. Diskusi kelompok terfokus ini dilakukan sebanyak dua kali. Diskusi pertama dilakukan antar alumni untuk mengidentifikasi permasalahan, penyebab permasalahan, harapan alumni dan membentuk kelompok kerja. Diskusi pertama ini dihadiri oleh seluruh alumni. Diskusi kedua dilakukan antara alumni dengan stakeholder yang terdiri dari orang tua alumni, pengusaha lokal, pemerintah lokal, karang taruna, PSBR, PKK. Diskusi kedua ini dilakukan untuk menyamakan persepsi tentang permasalahan yang dihadapi alumni, mengidentifikasi kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni, mengidentifikasi stakeholder, menentukan indikator kemandirian sosial dan ekonomi dan menyusun strategi pemberdayaan terhadap alumni. 4. Kajian dokumen. Metode ini digunakan untuk menggali data sekunder melalui studi dokumentasi. Secara garis besar jenis data, tujuan, sumber data dan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti seperti terlihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2 : Jenis Data, Tujuan Analisis, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data No. Jenis Data yang diperlukan Tujuan Analisis Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Obsv Ww mdlm Studi Dok FGD 1. Identifikasi Kebutuhan dan Permasalahan Alumni Untuk mengetahui bagaimana motivasi, modal, Kapasitas keterampilan yang dimiliki alumni dan Situasi dan kondisi pasar - Alumni - Ortu alumni - PSBR - Lembaga Lokal KT, PKK. - Pemlok - Pengusaha lokal. V V V V 2. Identifkasi Indikator Kemandirian Sosial dan Ekonomi Untuk mengetahui dan merumuskan Indikator kemandirian Sosial Ekonomi Alumni - Ortu alumni - PSBR - Lembaga Lokal KT, PKK. - Pemlok V V 3. Kondisi Kemandirian Alumni Untuk mengetahui bagaimana : kemampuan pemecahan masalah, Prakarsa, kreatifitas berusaha, keuletan, keberanian mengambil resiko, kewirausahaan, Kemampuan Bekerja sama . - Alumni - Ortu alumni - PSBR - Lembaga Lokal KT, PKK. - Pemlok V V 4. Rencana Aksi Program Pemberdayaan Untuk mengetahui dan memahami Bagaimana strategi pemberdayaan terhadap para alumni - Alumni - Ortu Alumni - LemLok - Tokoh Masyarakt - Pem Lok -Stakeholders V Analisis Data dan Rancangan Penyusunan Program Analisis Data Data-data yang telah dikumpulkan diolah kemudian dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya disajikan secara deskriptif analitis. Langkah yang dilakukan adalah ; 1. Reduksi data ; yaitu dengan memilih, memusatkan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dan catatan-catatan tertulis di lapangan. 2. Penyajian data ; informasi yang terkumpul disusun untuk memberi kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Penarikan kesimpulan. Rancangan Penyusunan Program Setelah melalui pendekatan kepada berbagai unsur, peneliti berusaha memberikan penjelasan akan pentingnya membuat program pemberdayaan bagi alumni. Melalui FGD yang dilakukan oleh alumni dan berbagai stakeholder, maka dapat disusun program pemberdayaan bagi alumni. Kemudian untuk lebih mendapatkan dukungan, maka dilakukan loka karya yang menghadirkan dinas- dinas terkait, pengusaha lokal dan luar desa Bacem serta unsur-unsur yang ada dalam masyarakat. PETA SOSIAL DESA BACEM Keadaan Wilayah Memasuki Desa Bacem pertama kali, tidak ada kesan bahwa desa ini merupakan desa miskin. Terhampar di depan mata sawah-sawah dan tanaman jagung yang menghijau milik penduduk sepanjang jalan menuju pemukiman. Desa Bacem merupakan salah satu desa dari 15 desa yang ada di kecamatan Ponggok Kabupaen Blitar. Desa Bacem berjarak lima kilometer dari ibukota kecamatan, 18 kilometer dari ibukota kabupaten Blitar dan 165 kilometer dari ibukota propinsi Jawa Timur. Waktu tempuh ke ibukota kecamatan lebih kurang 20 menit menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan ke ibukota kabupaten lebih kurang 45 menit dan ke ibukota propinsi lebih kurang lima jam menggunakan angkutan umum. Waktu tempuh ke pusatfasilitas ekonomi, kesehatan, pendidikan dan pemerintahan hanya 10 menit. Jalan utama yang menghubungkan desa Bacem dengan wilayah di sekitarnya adalah jalan aspal yang sekaligus membelah desa Bacem bagian Timur dan Barat. Adapun jalan- jalan menuju rumah penduduk masih berupa jalan makadam dan jalan tanah. Untuk menjangkau desa Bacem tidak terlalu sulit karena setiap hari dari jam 07.00 sampai jam 17.00 BBWI kendaraan umum berupa angkutan pedesaan setiap satu jam melintas desa ini. Di samping itu angkutan ojek juga beroperasi sampai jam 21.00. Seperti halnya desa-desa lain yang ada di pulau Jawa, pola pemukiman penduduk cenderung mengelompok. Bentuk rumah-rumah penduduk adalah atap genteng tanah, dinding rumah ada yang tembok, dinding bambu dan papan. Lantai rumah bervariasi mulai dari tanah, semen dan keramik. Untuk penerangan rumah sebagian besar sudah menggunakan listrik dari PLN. Secara umum sketsa desa Bacem dapat dilihat pada lampiran satu dari laporan ini. Keberadaan tanggul lahar bagi masyarakat begitu penting. Fungsi utamanya adalah sebagai penangkal aliran lahar letusan gunung kelud agar tidak meluas ke pemukiman penduduk. Karena sewaktu-waktu bencana letusan bisa terjadi. Saat tidak ada letusan, area tanggul ini dimanfaatkan penduduk sebagai area pertanian. Sedangkan saat musim hujan dijadikan obyek pemancingan. Secara geografis desa Bacem berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sidorejo, Desa Gembongan dan Desa Ringinanyar. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ponggok. 3. Sebelah Barat dengan Desa Candirejo. 4. Sebelah Timur dengan Desa Kebunduren. Desa Bacem dibagi dalam beberapa wilayah RW dan RT. Jumlah RW sebanyak lima dan RT sebanyak 31. Namun dalam kenyataannya, baik pemerintah desa maupun masyarakat lebih menggunakan istilah lokal dalam pembagian wilayah tersebut yaitu Dusun. Ada dua dusun di desa Bacem yaitu Dusun Bacem dan Dusun Pupus. Penanggung jawab masing-masing dusun adalah seorang Kamituwo. Di bawah kamituwo ada seorang yang disebut Bayan. Kalau dilihat dari tugas-tugas yang dilakukan maka fungsi Kamituwo hampir sama dengan ketua RW dan Bayan sama dengan ketua RT. Hal ini tercermin juga dalam struktur pemerintahan desa Bacem yang masih menggunakan istilah Jogotirto, Bayan, Kamituwo dan Modin. Secara topografi desa Bacem merupakan dataran dengan luas keseluruhan 529,785 hektar atau 5,30 kilometer persegi. Meskipun berada pada 30 meter di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata pertahun 200 milimeter cukup membantu kesuburan tanah. Suhu rata-rata adalah 26 derajat celsius. Sedangkan menurut penggunaannya, lahan di desa Bacem sebagian besar untuk lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Hal ini berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk yang sebagian besar petani. Perbandingan penggunaan tanah untuk pemukiman dan lahan pertanian dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini: Gambar 2 : Peta Desa Bacem Berdasarkan Penggunaannya Secara rinci penggunaan lahan di desa Bacem dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3 : Luas Wilayah Desa Bacem Menurut Penggunaannya No. Penggunaan Luas Ha Persentase 1. Pemukiman 66,5 12,6 2. Untuk Bangunan -Perkantoran -Sekolah -Tempat Peribadatan masjid, gereja, pura, vihara, dll -KuburanMakam -Jalan -Lain-lain 0,07 1,3 3,1 0,43 32,40 4,2 0,01 0,3 0,6 0,08 6,2 0,8 3. Pertanian Sawah - Sawah Pengairan Teknis irigasi - Sawah Pengairan Setengah Teknis Jumlah Luas Sawah 68,7 175,26 243,96 46,04 4. LadangTegalan 173,05 32,45 5. Rekreasi dan Olahraga - Lapangan Sepakbola - Lapangan Bola VolleyBasket - Lain-lain Jumlah luas tempat rekreasi dan olahraga 0,85 0,10 0,25 1,20 0,22 6. Perikanan DaratAir Tawar - Kolam Jumlah Luas Perikanan 3,57 3,57 0,7 Jumlah Luas Seluruhnya 529,785 100 Sumber: Buku Profil Desa Bacem, 2004. Melihat penggunaan lahan di desa Bacem seperti pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa desa ini cukup baik dalam memanfaatkan ruang yang tersedia. Berdasarkan pengamatan praktikan di lapangan, lahan yang digunakan untuk usaha peternakan juga cukup luas. Namun belum ada pencatatan secara resmi dari pemerintah desa Bacem. Pertanian sampai saat ini masih merupakan pilihan utama masyarakat. Meskipun saat ini juga peternakan khususnya itik mulai dilirik sebagai usaha yang menjanjikan. Selain masyarakat sejak nenek moyang mereka sudah bertani juga disebabkan terbentur modal untuk beralih kebidang pekerjaan lain. Lahan pertanian sawah menempati urutan teratas yaitu 46,04 dan lahan untuk ladangtegalan menempati urutan kedua yaitu 32,45. Hampir 80 tanah di desa Bacem merupakan tanah pertanian. Sedangkan untuk pemukiman penduduk hanya menggunakan lahan 12,6 dari luas wilayah desa Bacem. Adanya beberapa sumber mata air yang ada di desa Bacem juga memegang peranan penting bagi penduduk untuk memanfaatkan lahannya di bidang usaha perikanan air tawar. Kependudukan Berdasarkan data yang tersedia, tercatat jumlah penduduk desa Bacem 5616 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga KK 1232. Jumlah laki-laki 2785 jiwa dan jumlah perempuan 2831 jiwa. Data yang ada menunjukkan bahwa Rasio Jenis Kelamin RJK 98 persen. Artinya di desa Bacem setiap 100 perempuan terdapat 98 laki-laki. Artinya pola mortalitas atau faktor lain seperti migrasi laki- laki lebih tinggi daripada perempuan. Tercatat golongan umur 5 tahun - 9 tahun menempati urutan pertama dengan jumlah 645 jiwa 11,49 persen. Menyusul usia 10 tahun - 14 tahun dengan jumlah 634 jiwa 11,29 persen. Di samping itu fenomena yang menarik adalah banyaknya kelompok usia 65 tahun keatas sebanyak 437 jiwa 7,8 persen. Namun demikian hal itu tidak banyak berpengaruh terhadap pola pengasuhan yang dianut penduduk. Masyarakat Bacem masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam menghormati orang tua. Kelompok umur Balita juga menunjukkan jumlah yang cukup besar yaitu 495 jiwa 8,8 persen. Apabila dilihat dari Rasio Beban Tanggungan RBT, yaitu dengan menggunakan konsep usia produktif 15 th – 64 th, maka besar RBT di desa Bacem adalah 65. Artinya setiap 100 orang yang produktif menanggung 65 orang yang tidak produktif. Hal ini menunjukkan bahwa kedepan rasio ini mungkin akan lebih besar ataupun kecil seiring dengan masuknya usia di bawahnya sebagai usia produktif. Selengkapnya jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4 : Jumlah Penduduk Desa Bacem Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2004 No. Golongan Umur Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah 01. 0-4 249 246 495 02. 5-9 318 327 645 03. 10-14 325 309 634 04. 15-19 283 266 549 05. 20-24 235 239 474 06. 25-29 204 219 423 07 30-34 200 171 371 08. 35-39 169 160 329 09. 40-44 160 148 308 10. 45-49 130 156 286 11. 50-54 122 119 241 12. 55-59 125 108 233 13. 60-64 84 107 191 14. 65+ 181 256 437 Jumlah 2.785 2.831 5.616 Sumber: Buku Profil Desa Bacem Tahun 2004. Data yang ada menunjukkan, bahwa dengan menggunakan konsep usia kerja produktif 15 tahun – 49 tahun, maka jumlahnya sebesar 2740 orang atau 48,78 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan dengan menggunakan konsep usia kerja 15 tahun – 64 tahun, maka jumlah usia kerja mencapai 3405 orang atau 60,63 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kedepan perlu adanya antisipasi penyediaan lapangan kerja. Karena dimungkinan usia dibawahnya akan menambah prosentase usia kerja. Jumlah pengangguran di desa Bacem sebanyak 816 orang atau 14,5 persen dari jumlah penduduk. Penduduk desa Bacem dalam bentuk piramida dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini : LAKI-LAKI PEREMPUAN 65 + 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 Skala : 1 : 100 jiwa Gambar 3 : Piramida Penduduk Desa Bacem Bentuk Piramida seperti terlihat di atas menunjukkan angka kelahiran yang cukup tinggi. Usia 0 tahun – 4 tahun, 5 tahun – 9 tahun dan 10 tahun – 14 tahun melebar baik pada penduduk laki-laki maupun perempuan jumlahnya mencapai 1774 jiwa 31 persen dari jumlah penduduk. Apabila melihat penduduk usia produktif yaitu usia 15 tahun - 49 tahun, jumlahnya mencapai 2740 orang atau hampir 48,78 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan usia 65 tahun keatas sejumlah 437 jiwa 19 persen dari jumlah penduduk. Perubahan jumlah penduduk sampai saat data ini diambil tercatat 43 kelahiran, 20 meninggal dunia. Penduduk yang datang 11 orang dan yang pergi 14 orang. Meskipun desa Bacem tidak termasuk kategori desa miskin, namun tingkat pendidikan masyarakatnya dapat dikatakan masih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh pandangan sebagian besar penduduk bahwa ”tidak perlu sekolah tinggi- tinggi yang penting bisa kerja dan mendapatkan uang”. Tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat pada tabel 5 : Tabel 5 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah 01. Belum tamat SD 1320 23,5 02. Tidak tamat SD 539 9,6 03. Tamat SD 2083 37,1 04. SLTP 1054 18,8 05. SLTA 585 10,4 06. AkademiSarjanaMuda 22 0,4 07. Sarjana 13 0,2 Jumlah 5616 100 Sumber: Buku Profil Desa Bacem, 2004. Melihat tabel 5, penduduk desa Bacem sebagian besar 37,1 persen berpendidikan SLTP. Apabila dikaitkan dengan sarana pendidikan yang ada di desa Bacem, memang belum ada sarana pendidikan setingkat SLTA. Sarana pendidikan yang ada adalah sekolah TK sebanyak empat buah, SD sebanyak enam buah dan setingkat SLTP MTs sebanyak satu buah. MTs yang ada merupakan milik yayasan Maarif. Sekolah setingkat SLTP dan SLTA milik pemerintah negeri hanya ada di desa Ponggok yang berjarak lima kilometer dari desa Bacem. Untuk menjangkau sekolah tersebut sangat mudah. Di samping pandangan masyarakat seperti tersebut di atas, masyarakat lebih memilih Pondok Pesantren, yang umumnya hanya mengajarkan masalah keagamaan, setelah anaknya tamat SD maupun SLTP. Para orang tua memandang bahwa mereka punya tanah untuk masa depan anaknya sebagai modal hidupnya kelak. Sistem Ekonomi Apabila melihat penggunaan lahan pada Tabel 3, dapat dipastikan sebagian besar penduduk bermatapencaharian petani. Namun sektor lain juga mendukung perekonomian masyarakat desa Bacem. Seperti sektor peternakan dan perikanan saat ini sudah mulai menjadi alternatif masyarakat untuk meningkatkan perekonomian. Begitu juga dengan sektor jasa. Untuk sektor pertanian tanaman pangan dibagi dalam tiga kategori kepemilikan yaitu ; pemilik tanah sawah, penyewapenggarap dan buruh tani. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 6 : Tabel 6 : Sektor Pertanian Tanaman Pangan No. Status Jumlah orang 1. Pemilik Tanah Sawah 318 2. Penyewapenggarap 24 3. Buruh Tani 185 Jumlah 527 Sumber: Buku Profil Desa Bacem, 2004. Meskipun pemilik tanah sawah jumlahnya banyak namun dalam struktur kepemilikan tanah masyarakat yang memiliki tanah kurang dari satu hektar menempati urutan pertama. Tabel 7 menunjukkan struktur kepemilikan tanah masyarakat. Pemasaran hasil pertanian ini dilakukan dengan cara menjual kepada pengecer dan ada juga yang menjual kepada tengkulakpengijon. Jenis tanaman yang ditanam umumnya adalah padi, jagung, tomat, kacang tanah dan cabe. Tabel 7 : Struktur Pemilikan Tanah No. Luas Pemilikan Tanah Jumlah orang 1. Kurang dari 0,1 ha 182 2. 0,1 - 0,5 ha 296 3. 0,6 – 1,0 ha 221 4. 1,1 - 1,5 ha 76 5. 1,6 – 2,0 ha 15 6. 3 - 5 ha 4 Sumber: Buku Profil Desa Bacem, 2004. Masyarakat yang memiliki luas tanah kurang dari satu hektar mayoritas tinggal di dusun Pupus dan dusun Bacem bagian barat dimana sebagian besar alumni PSBR berasal. Selain mata pencaharian pokok penduduk yaitu bertani, mata pencaharian beternak juga merupakan usaha terbesar kedua. Sebanyak 270 orang yang bergerak di bidang atau sektor usaha ini. Tabel 8 : Sektor Peternakan dan Perikanan No. Status Jumlah orang 1. Jumlah Pemilik Ternak Sapi 60 2. Jumlah Pemilik Ternak Kambing 18 3. Jumlah Pemilik Ternak Ayam 6 4. Jumlah Pemilik Ternak Kerbau 7 5. Jumlah Pemilik Ternak Babi 3 6. Jumlah Pemilik Ternak Itik 154 7. Jumlah Pemilik Ternak Domba 14 8. Pemilik Kolam 20 Jumlah 270 Sumber: Buku Profil Desa Bacem, 2004. Usaha peternakan ini, khususnya itik, tidak terlepas dari usaha keras seorang warga Bacem yang bernama H. Mahmudi. Usahanya dimulai pada tahun 1986 dan sampai sekarang sudah ada 20.000 ekor itik miliknya. Disamping ada sekitar 300 peternak sebagai plasma ang menjadi binaannya. Pemasaran telur itik sudah sampai keluar pulau jawa. Setiap hari sudah ada pengecer besar yang datang mengambil telur itik. Rata-rata tiap hari sebanyak 90.000 telur itik yang diambil pengecer besar. Disamping itu H. Mahmudi juga mendirikan Koperasi yang dikelola sendiri. Usaha tersebut cukup banyak menyerap tenaga kerja. Namun sebagian besar berasal dari desa lain. Usaha ini mulai dilirik oleh warga Bacem sebagai usaha alternatif. Selain usaha peternakan ini membawa berkah bagi warga namun dampak bagi lingkungan juga ada. Beternak itik banyak membutuhan air. Umumnya mereka menggunakan sungai sebagai sarana untuk mencukupi kebutuhannya sekaligus sebagai pembuangan kotoran itik. Saat ini sungai yang ada sudah mulai berwarna ”hitam”. Masyarakat mulai mengeluh dengan kondisi seperti itu. H. Mahmudi sendiri masih memikirkan jalan keluar mengatasi masalah tersebut. Keberadaan usaha H. Mahmudi ini belum dimanfaatkan oleh sebagian besar warga masyarakat, khususnya Alumni PSBR. Hasil wawancara yang dilakukan peniliti, beliau siap membantu apabila dibutuhkan. Secara umum mata pencaharian masyarakat desa Bacem adalah heterogen. Selain yang telah disebutkan sebelumnya sektor-sektor lain juga mewarnai kehidupan masyarakat. Pada tabel 9 menunjukkan jumlah orang yang bergerak di sektor jasa dan perdagangan. Tabel 9 : Sektor JasaPerdagangan No. StatusJenis JasaPerdagangan Jumlah orang 1. Jasa PemarintahanNonpemerintahan a. Pegawai - Pegawai Kelurahan - Guru - Pegawai Negeri SipilABRI - Mantri Kesehatanperawat - Bidan - PNS lainnya b. Pensiunan ABRISipil c. Pegawai Swasta d. Pegawai BUMNBUMD e. Pensiunan Swasta 14 72 5 2 1 6 18 26 3 5 2. Jasa Lembaga-Lembaga Keuangan a. Perbankan b. Perkreditan Rakyat c. Asuransi 3 2 1 3. Jasa Perdagangan a. Warung b. Kios c. Toko 4 7 2 4. Jasa Komunikasi dan Angkutan a. Angkutan tak bermotor b. Angkutan sepeda motor c. Mobil kendaraan umum 5 2 4 5. Jasa Keterampilan a. Tukang Kayu b. Tukang Batu c. Tukang JahitBordir d. Tukang Cukur 13 21 11 1 6. Jasa Lainnya a. Konstruksi b. Jasa Persewaan 5 4 7. Lain-lain a. Jasa Bajak KerbauSapi b. Jasa Bajak Diesel 25 14 Jumlah 276 Sumber: Buku Profil Desa Bacem, 2004 Pada tabel 9, khususnya Tukang JahitBordir, jumlahnya masih sangat sedikit apalagi jasa montir otomotif baik roda dua maupun roda emat belum ada. Untuk jahitbordir sebenarnya memiliki peluang yang besar untuk berkembang. Karena di desa tetangga desa ponggok dan desa gembongan ada pengusaha konfeksi yang masih banyak membutuhkan tenaga kerja. Untuk montir, usaha ini perlu juga dikembangkan karena desa Bacem merupakan jalan penghubung antara Kabupaten Blitar dengan kabupaten Kediri. Sehingga banyak kendaraan yang melintas wilayah ini. Di samping itu warga desa Bacem banyak yang memiliki kendaraan bermotor. Jasa meubeler juga belum ada yang memanfaatkan. Ada lima orang Alumni PSBR yang memiliki bekal keterampilan ini. Namun hingga saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Struktur Komunitas Masyarakat Bacem cenderung homogen, tapi termasuk dalam kategori masyarakat yang terbuka. Baik dalam menerima perubahan maupun dalam berinteraksi, sehingga kesan damai dan tenteram nampak dalam kehidupan sehari- hari. Norma agama menjadi dasar dalam tata pergaulan masyarakat. Mengenai kepemimpinan, masyarakat mengkategorikan sumber kepemimpinan yaitu ; tokoh formal perangkat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda. Masyarakat Bacem tidak memandang jenis kelamin dari tokoh-tokoh tersebut masyarakat sudah berpandangan jender. Unsur-unsur yang menjadi penilaian masyarakat terhadap tokoh-tokoh tersebut didasarkan pada : Pendidikan formal yang disandang, Pengetahuan agama yang dimiliki dan materi atau kekayaan yang dimiliki. Masyarakat saat ini seakan-akan mengalami krisis kepercayaan terhadap pemimpin formal, khususnya lurah. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya beberapa kasus yang dilakukan lurah yang menurut penilaian masyarakat telah menyalahgunakan kekuasaan. Sehingga seluruh pengurus dan anggota BPD sebagai wakil masyarakat beberapa waktu yang lalu mengundurkan diri. Sampai saat ini masyarakat dan tokoh-tokoh yang ada belum memikirkan untuk mereformasi kepengurusan BPD. Namun demikian kehidupan masyarakat secara umum tetap berjalan baik. Kepatuhan masyarakat terhadap lurah hanya untuk kepentingan prosedur administrasi. Tokoh-tokoh agama yang ada di desa Bacem memegang peranan yang cukup penting dalam setiap pengambilan keputusan dalam musyawarah desa. Mereka dianggap sebagai orang yang mampu menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah desa. Umumnya tokoh agama yang ada sudah tua, namun tidak mengurangi rasa hormat masyarakat terhadapnya. Disamping tokoh agama, keberadaan orang-orang yang sukses dalam bidang usaha, juga dianggap sebagai panutan oleh masyarakat. Tokoh pemuda juga dipandang masyarakat cukup berperan dalam pembinaan generasi muda. Meskipun organisasi kepemudaan yang ada saat ini mengalami hambatan dalam pelaksanaan kegiatannya, masyarakat tetap membutuhkan kehadirannya. Pengunduran diri seluruh pengurus dan anggota BPD berdampak pada jejaring sosial komunitas desa Bacem. Terjadi kepincangan dalam melaksanakan jejaring sosial. Jejaring sosial komunitas desa Bacem dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 4 : Jejaring Sosial di Desa Bacem Masyarakat Tokoh Agama Masy. Stakeholders Perangkat Desa Musyawarah Desa Keputusan Desa Secara hirarki, masyarakat desa Bacem menganggap tokoh agama menempati urutan teratas dalam pengambilan keputusan. Kemudian berturut-turut perangkat desa, tokoh masyarakat, guru dan warga. Kelembagaan dan Organisasi Kelembagaan formal yang penting bagi masyarakat adalah pemerintahan desa. Karena segala urusan yang membutuhkan kekuatan hukum dapat dipenuhi oleh lembaga ini. Di samping itu adanya kelembagaan informal dan organisasi kemasyarakatan lainnya juga merupakan kebutuhan yang penting bagi masyarakat sesuai fungsi masing-masing. Kelompok pengajian dan majelis taklim yang bergerak di bidang keagamaan memegang peranan penting dalam pembinaan mental masyarakat. Khusus bagi kalangan remaja, peranan Risma begitu besar dalam pembinaan mental pemuda. Untuk kelompok pengajian, secara umum ada 2 kelompok besar yaitu di dusun Pupus dan dusun Bacem. Masing-masing mengadakan kegiatan seminggu sekali setiap kamis malam yang dilaksanakan setelah sholat isya’. Risma mengadakan kegiatan pengajian sebulan sekali yang dilaksanakan di salah satu masjid terbesar di dusun Bacem. Organisasi Politik yang ada ikut juga mewarnai kehidupan masyarakat. Adanya Koperasi yang dimiliki oleh H. Mahmudi merupakan salah satu lembaga ekonomi yang ikut membantu masyarakat dalam hal permodalan. Keberadaan PKK di masing-masing dusun mempunyai kegiatan yang mengarah pada pembinaan keluarga. Kegiatan PKK adalah arisan, posyandu, dasa wisma dan pengembangan tanaman obat keluarga toga. Kehadiran Karang Taruna sebagai organisasi kepemudaan mengadakan kerjasama dengan IPPNU dalam bidang kesenian dan olahraga. Karang Taruna ini nantinya diharapkan dapat membantu mengembangkan usaha para mantan klien PSBR. Karena Karang Taruna mempunyai program pengembangan Usaha Ekonomis Produktif, maka pada hakekatnya Karang Taruna mempunyai tanggung jawab moral membantu usaha para anggotanya. Karang Taruna di desa Bacem pernah mendapatkan bantuan usaha sebesar lima juta. Sebagian bantuan ini dimanfaatkan untuk usaha pembuatan kandang ayam petelur Baterai, istilah lokal, namun usaha ini mengalami kemacetan meskipun menggunakan pola Kelompok Usaha Bersama KUBE. Hal ini disebabkan oleh pengelolanya kurang bertanggung jawab. Gambar 5 : Koperasi Rahayu Mandiri Sebagai Salah Satu Kelembagaan Ekonomi Di Desa Bacem Masing-masing kelembagaan masyarakat dan organisasi yang ada dalam melaksanakan kegiatan berjalan sesuai dengan tugas dan programnya. Hampir tidak konflik yang terjadi diantara mereka. Meskipun saat ini kalau dipetakan secara politik ada tiga kelompok dalam masyarakat yang melibatkan kelembagaan maupun organisasi yang sedang mendukung pemilihan Bupati Blitar. Namun ketiga kelompok tersebut saling menghormati. Kelompok tani juga memegang peranan cukup penting dalam kehidupan petani khususnya. Untuk itu fungsi Jogotirto pengawas pengairanirigasi dalam mengatur irigasi pertanian cukup vital. Adanya jogotirto ini membuat situasi cukup aman. Jarang terjadi konflik antar petani. Ada dua pesantren di desa Bacem yang memberikan kontribusi penting dalam pendidikan bidang keagamaan. Pesantren di dusun Pupus khusus untuk pria sedangkan di dusun Bacem khusus wanita. Meskipun kapasitas untuk menampung santri kecil namun cukup membantu masyarakat dalam mendidik anak-anaknya. Pesantren ini tidak memungut biaya besar. Sehingga tidak terlalu membebani santri. Sistem Sosial dan Budaya Melihat kehidupan masyarakat sehari-hari, mereka memulai aktivitas mulai jam 05.00. Setelah melaksanakan sholat subuh mereka mempersiapkan diri menuju tempat kerja. Bagi petani, merupakan mayoritas pekerjaan masyarakat di desa Bacem, pergi ke sawah. Bagi yang memiliki ternak, mereka memberi makan ternak terlebih dahulu. Kemudian mereka berangkat. Makan pagi biasanya di sawah. Sampai pukul 11.00 mereka di sawah kemudian pulang sampai pukul 13.30. Selama di rumah kegiatan mereka adalah sholat dluhur, makan siang, memberi makan ternak. Kembali lagi ke sawah sampai pukul 16.00. Malam hari mereka berkumpul dengan keluarga. Kecuali kamis malam, bagi bapak-bapak umumnya mereka mengikuti pengajian yasinan. Masyarakat desa Bacem umumnya masih memegang teguh nilai-nilai agama Islam yang sudah dianggap sebagai norma-norma lokal. Hal ini tercermin dari kehidupan sehari-hari mereka dalam mendidik keluarga. Untuk pendidikan formal masyarakat menyerahkan kepada lembaga pendidikan umum sekolah, pesantren, guru ngaji. Sedangkan pendidikan moral atau etika dan pelaksanaan agama dilakukan dalam keluarga. Kegiatan Kenduri selamatan bagi orang yang meninggal maupun bagi yang mengalami sukacita pengantin, bangun rumah, sunatan, habis panen masih kerap dilakakukan oleh masyarakat. Di samping itu ada kegiatan yang umum dilakukan bersama-sama yaitu Baritan berupa selamatan dalam rangka memperingati HUT kemerdekaan RI sekaligus selamatan Bersih Desa. Kegiatan ini dilakukan tiap tahun. Di kalangan pemuda, pada malam hari melaksanakan kegiatan kesenian berupa sholawatan dan Band. Unsur-unsur modern juga mewarnai kehidupan masyarakat. Musik Elektone kerap diundang untuk mengisi acara pengantin, sunatan maupun Bersih Desa. Sumber Daya Lokal Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa desa Bacem jauh dari kesan sebagai desa miskin. Melihat letak geografis dan keadaan alam, desa Bacem banyak mempunyai sumber daya yang bisa dimanfaatkan secara maksimal. Apalagi akses untuk mencapainya sangatlah mudah. Meskipun sumber tersebut berada di luar desa namun masyarakat dengan mudah dapat menjangkaunya. Seperti misalnya di bidang pendidikan, sekolah setingkat SLTA dapat dijangkau hanya dengan waktu tempuh 15 menit. Begitu juga dengan sarana kesehatan Puskesmas dapat dijangkau dengan waktu tempuh 20 menit. Namun demikian masyarakat masih kurang dalam memanfaatkan sumber ekonomi lokal. Misalnya keberadaan koperasi milik H. Mahmudi belum banyak masyarakat yang mengakses sumber ini. Apabila diinventarisir, sumber daya lokal yang ada di desa Bacem antara lain : 1. Lahan yang luas merupakan modal yang sangat penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. 2. Banyaknya usia produktif sebagai modal tenaga kerja. 3. Masyarakat yang memiliki modal usaha yang cukup besar. 4. Koperasi 5. Alumni PSBR yang memiliki keterampilan. Alumni PSBR yang ada berjumlah 30 orang. Mereka terdiri atas lima orang memiliki keterampilan montir mobil, lima orang penjahitan, lima orang meubeler dan 15 orang bordir. Jenis keterampilan yang mereka miliki masih sangat mungkin untuk dikembangkan mengingat masih banyaknya peluang yang ada di desa Bacem sendiri maupun di luar desa Bacem. Meskipun para Alumni PSBR yang ada di desa Bacem belum berkembang seperti yang diharapkan, masyarakat tetap menganggap perlunya lembaga seperti PSBR mendidik remaja yang mempunyai pendidikan rendah. POTENSI LEMBAGA DAN PROGRAM YANG DAPAT MENDUKUNG PEMBERDAYAAN ALUMNI Gambaran Umum Dalam rangka pemberdayaan alumni PSBR, dipandang perlu melihat dan memahami lembaga dan program apa saja yang telah ada dan sedang berlangsung di desa Bacem. Hal ini dilakukan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk menyusun program pemberdayaan terhadap alumni. Terdapat beberapa lembaga dan program atau kegiatan pemberdayaan di desa Bacem baik yang berasal dari pemerintah maupun inisiatif masyarakat diantaranya adalah ; Pembangunan sarana jalan, pembangunan gedung serba guna, pembangunan saluran irigasi, penyaluran BLT, pembinaan terhadap PKK, pembinaan Karang Taruna, pemberian bantuan terhadap Alumni PSBR, pembangunan gedung Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, pembangunan masjid, pembentukan koperasi, pembentukan kelompok tani. Di antara kegiatan-kegiatan tersebut, peneliti memilih dua program dan satu lembaga yang dapat membantu pemberdayaan alumni PSBR. Program dan lembaga tersebut adalah : 1. KUBE UEP Kerajinan Bambu Karang Taruna. Program ini dipilih karena keterkaitan alumni sebagai anggota Karang Taruna yang memiliki hak dan kewajiban untuk mengakses segala sumber dan potensi yang ada dalam organisasi Karang Taruna. Alumni dapat memanfaatkan kegiatan yang berkaitan langsung dengan pemenuhan kebutuhan alumni untuk mewujudkan kemandiriannya. Secara garis besar, KUBE UEP ini mengalami kendala dalam perkembangannya dan sampai saat ini tidak berkelanjutan. Ada upaya dari sebagian alumni untuk memanfaatkan sebagian sisa dana yang ada untuk pengembangan program atau kegiatan alumni. 2. Koperasi Rahayu Mandiri. Terbentuknya koperasi ini merupakan inisiatif dari salah satu warga masyarakat desa Bacem. Selama ini koperasi Rahayu Mandiri masih mempunyai bidang usaha peternakan bebek. Padahal badan hukum koperasi ini adalah Koperasi Serba Usaha. Diharapkan alumni dapat memanfaatkan sumber ini sebagai mitra usaha terutama dalam hal mengatasi masalah manajemen usaha dan permodalan. 3. Pemberdayaan Alumni PSBR “Mardi Utomo”. Sebagai upaya pembinaan lanjut terhadap alumni, PSBR”Mardi Utomo” Blitar telah melaksanaan beberapa program di desa Bacem. Prgram tersebut antara lain memberikan tambahan modal usaha berupa peralatan kerja, mengikutsertakan alumni dalam kegiatan magang di perusahaan serta mengikutsertakan alumni dalam pelatihan manajemen usaha. Meskipun program tersebut bermanfaat bagi alumni namun belum mengarah pada upaya yang optimal. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya program lanjutan berupa pendampingan yang dapat memperkuat kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni semakin mantap. Program Kelompok Usaha Bersama KUBE Usaha Ekonomis Produktif UEP Kerajinan Bambu Karang Taruna Deskripsi Kegiatan Pada bulan Agustus tahun 2004, Karang Taruna “Widya Mandala” Desa Bacem mendapatkan bantuan dana untuk usaha ekonomis produktif dari Dinas Sosial propinsi Jawa Timur. Dana tersebut diperoleh Karang Taruna berdasarkan usulan yang diajukan untuk usaha pembuatan kandang ayam petelur Baterai, istilah lokal. Dana yang diperoleh sebesar Rp. 5.000.000,00.lima juta rupiah namun setelah dipotong pajak yang diterima sebesar Rp.4.900.000,00 empat juta sembilan ratus ribu rupiah. Mekanisme pemberian bantuan dana ini adalah, Dinas Sosial Kabupaten Blitar memberikan informasi, bahwa ada dana dari Dinas Sosial propinsi bagi karang taruna untuk mengembangkan usaha ekonomis produktif. Pengurus Karang Taruna “Widya Mandala” merespon informasi tersebut dengan membuat usulan proposal kepada Dinas Sosial propinsi melalui Dinas Sosial Kabupaten Blitar. Dalam proposal tersebut, karang taruna mengajukan jenis usaha pembuatan kandang ayam petelur baterai. Alasan mengajukan usaha ini karena di desa Bacem dan sekitarnya banyak masyarakat yang berusaha di bidang peternakan ayam petelur. Dimana para peternak tersebut selalu membutuhkan baterai baik untuk menambah jumlah ayam maupun mengganti kandang yang sudah rusak. Kemudian bantuan dana tersebut diberikan oleh Dinas Sosial propinsi Jawa Timur melalui rekening tabungan ketua Karang taruna. Gambar 6 : Kondisi Lokasi KUBE UEP Baterai yang sudah tidak berfungsi dan sisa bahan yang bertumpuk. Dasar pemikiran pihak Dinas Sosial propinsi Jawa Timur memberikan bantuan dana bagi karang taruna adalah bahwa sebagai sebuah organisasi kepemudaan, karang taruna merupakan wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda di wilayah desakelurahan atau komunitas sosial sederajat, merupakan wadah yang sangat strategis untuk mengarahkan dan memberdayakan generasi muda dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomis produktif. Untuk kepentingan tersebut, karang taruna dapat mendayagunakan semua potensi yang tersedia di lingkugannya baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Pihak Dinas Sosial propinsi mempersyaratkan, bahwa pemilihan usaha yang akan dikembangkan agar memperhatikan beberapa kriteria yaitu : 1. Bahan bakunya tersedia dan mudah diperoleh di lingkungan setempat. 2. Produk yang dihasilkan dapat diserap pasar setempat. 3. Memungkinkan untuk dibiayai secara swadaya. 4. Dilakukan dengan pendekatan kelompok yaitu Kelompok Usaha Bersama KUBE. Karena prinsip-prinsip KUBE pada hakekatnya memuat prinsip- prinsip pemberdayaan masyarakat dan pemanfaatan kelembagaan dan modal sosial. Prinsip-prinsip tersebut adalah : a. Penentuan nasib sendiri, yaitu bahwa anggota KUBE sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat, mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. b. Kekeluargaan, menekankan perlunya membangun semangat kekeluargaan diantara sesama anggota KUBE dan lingkungannya. c. Kegotong royongan, berarti menuntut adanya kebersamaan dan semangat kebersamaan diantara sesama anggota KUBE. Dalam prinsip ini tidak menonjolkan perbedaan antara atasan dan bawahan, namun lebih menekankan kesetaraan dan kebersamaan. d. Potensi anggota, bahwa pengelolaan dan pengembangan KUBE didasarkan pada kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh para anggota KUBE. e. Sumber-sumber setempat, menekankan bahwa pengembangan usaha yang dilakukan hendaknya didasarkan pada ketersediaan sumber-sumber yang ada di daerah tersebut. f. Keberlanjutan, menekankan bahwa pengelolaan KUBE, kegiatan- kegiatannya, bidang usaha yang dikembangkan diwujudkan dalam program yang berkelanjutan, bukan hanya untuk sementara waktu. g. Usaha yang berorientasi pasar, bahwa pengembangan KUBE melalui jenis usaha yang dilakukan diarahkan pada jenis usaha yang memiliki prospek yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Selanjutnya, karang taruna menunjuk tiga orang anggotanya untuk mengelola usaha pembuatan baterai dengan struktur, satu orang sebagai manajer, satu orang sebagai tenaga ahli dan satu orang sebagai bendahara. Dana yang dikucurkan untuk usaha ini sebesar Rp.3.500.000,00 tiga juta lima ratus ribu rupiah. Sedangkan dana sisa dijadikan sebagai kas karang taruna. Dalam perjalanan selanjutnya, pada awalnya usaha ini cukup menjanjikan dan mempunyai prospek yang bagus. Para pengelola bahkan melibatkan anggota lain untuk membantu usaha ini. Anggota yang membantu dalam proses produksi mendapatkan upah dari jerih payahnya. Seperti diketahui, produksi baterai ini membutuhkan bahan baku utama bambu pilihan yang tahan lama. Dalam prosesnya, setelah bambu dipilah-pilah kemudian dihaluskan disisiki, bahasa lokal yang tentunya membutuhkan tenaga lebih. Pada mulanya bambu didapatkan dari desa setempat. Namun ternyata jenis bambu di desa Bacem kurang baik mutunya. Sehingga pengelola membeli dari daerah lain yang cukup jauh jaraknya yaitu kabupaten Malang kurang lebih 70 kilometer dari desa Bacem. Masalah bahan baku inilah yang menjadi cikal bakal dari ketidakberlanjutannya usaha ini. Karena setelah dikalkulasi antara biaya produksi dengan hasil yang didapatkan tidak setimpal ora sumbut, bahasa lokal. Kelompok Usaha Bersama KUBE UEP kerajinan bambu ini bertahan sampai satu tahun. Sebenarnya untuk pemasaran hasil produk tidak terlalu sulit. Karena setiap saat para peternak ayam selalu membutuhkan baterai. Namun selain masalah bahan baku yang menjadi kendala, ada beberapa masalah yang menjadi penyebab usaha ini tidak berkelanjutan yaitu : 1. Proses perencanaan program ini tidak melibatkan seluruh anggota Karang Taruna. Pembuatan proposal hanya dilakukan oleh enam orang pengurus karang taruna. Seperti dinyatakan oleh seorang pengurus bernama Lutfi : “ pada waktu itu setelah mendapat informasi dari Dinso Kabupaten, pengurus karang taruna berupaya bagaimana mendapatkan dana tersebut. Ada 6 orang yang menyusun poposal dan tidak melibatkan orang yang ahli membuat baterai. Keputusan untuk mengajukan usaha itu ya juga atas pemikiran 6 orang pengurus itu pak “. Ditambahkan oleh Mashuri: “memang salah kami tidak melibatkan anggota lain”. Bahkan Kepala Desa tidak tahu menahu bagaimana perencanaan program maupun pelaksanaan : “Saya tidak tahu ada usulan untuk UEP baterai itu. Dan dananya digunakan untuk apa, saya juga tidak tahu” Kades Bacem. 2. Selama menjalankan usaha ini, pihak Dinas Sosial Propinsi maupun kabupaten tidak pernah melakukan upaya pembinaan ataupun melihat perkembangannya. Pihak Dinas Sosial propinsi hanya meminta laporan triwulan kepada karang taruna dan menanyakan perkembangan usaha melalui telepon. Dinas Sosial Kabupaten hanya menanyakan perkembangan usaha kalau bertemu dengan salah satu pengurus yang berkunjung ke dinas sosial kabupaten. Lutfi menambahkan: “ya gitu itu pak, orang dinas nanya per telepon atau secara guyon mereka menanyakan “gimana Bacem?”. Mereka ndak pernah datang ke Bacem”. 3. Kesibukan masing-masing pengurus Karang taruna. Menurut Mashuri, salah satu pengurus yang juga ikut menyusun proposal, menyatakan : “Karang taruna memang perlu direformasi kepengurusannya pak. Pengurus lama sudah sama-sama sibuk dengan urusan pribadi. Sehingga usaha baterai itu jarang ditengok”. 4. Kepercayaan yang diberikan Karang Taruna kepada salah seorang pengelola ternyata disalahgunakan. Uang hasil penjualan baterai tidak diserahkan kepada bendahara, melainkan dipegang sendiri dan sampai sekarang uang tersebut dipakai untuk kebutuhannya sendiri. Sesuai observasi yang dilakukan penulis, tempat usaha baterai sudah kosong dan sisa bambu yang sudah dihaluskan dikumpulkan di rumah salah seorang warga. Selanjutnya Mashuri menyatakan : “memang usaha ini salah kelola dan salah mimilih orang pak”. Kelompok Usaha Bersama UEP Baterai ini merupakan salah satu program dari pemerintah propinsi Jawa Timur melalui Dinas Sosial. Meskipun mekanisme perencanaannya sudah partisipatif, namun karena pembinaan yang tidak berkelanjutan, monitoring dan evaluasi dari Dinas Sosial maupun Karang Taruna tidak dijalankan dengan baik, serta manajemen pengelolaan kurang baik, maka usaha ini menjadi tidak sustainable. Pengembangan Ekonomi Lokal Kelompok Usaha Bersama UEP Baterai ini sudah dapat dikatakan sebagai suatu upaya pengembangan ekonomi lokal. Ide dasar dan langkah-langkah yang ditempuh baik oleh pemerintah maupun karang taruna menunjukkan adanya indikasi ke arah usaha sektor informal yang merupakan salah satu bentuk kepedulian karang taruna terhadap anggotanya yang tidak memiliki pekerjaan. Seperti yang diungkapkan oleh Mashuri : “sebenarnya kami kasihan melihat ada anggota yang menganggur, untuk itu kami berusaha mendapatkan bantuan dana sebagai modal usaha. Tapi orang yang kami percayai menggunakan uang untuk kebutuhan pribadinya”. Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmadja 2005, pengertian sektor informal dapat dilihat berdasarkan lokasi dimana para pelaku ekonomi melakukan kegiatannya. Ada empat kategori sektor informal : 1. Pekerja berbasis rumah tanggga home-based woekers yaitu; Dependent terikat dan independent bebas. 2. Pedagang dan pengecer jalanan kaki lima Street traders and street vendors. 3. Pekerja musiman pada pembangunan gedung dan jalan raya. 4. “Pekerja di antara rumah dan jalan” seperti pemulung, penjual minyak tanah dan air bersih. Kelompok Usaha Bersama UEP Baterai ini termasuk dalam kategori yang pertama, yaitu para pengelola menjalankan usahanya yang terikat oleh karang taruna sebagai wadah utama kegiatan organisasi kepemudaan. Syaukat dan Hendrakusumaatmadja 2005 menyatakan; sektor informal ini penting dalam pengembangan ekonomi lokal karena merupakan komponen dari ekonomi lokal dan nasional yang tumbuh secara cepat. Walaupun pendapatan secara individual rendah, secara kolektif pendapatan tersebut relatif tinggi. Sektor informal dapat secara langsung berkontribusi terhadap penurunan dan pengentasan kemiskinan. Banyak penduduk yang menggantungkan kehidupannya dari sektor informal ini. Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Usaha pengembangan ekonomi berbasis komunitas merupakan suatu konsep yang mengandung arti pemanfaatan potensi sumberdaya lokal Sumberdaya Alam SDA, Sumberdaya Manusia SDM, kelembagaan dan sebagainya dengan mempertimbangkan aspirasi serta kebijakan setempat yang dipandu pertimbangan ilmiah, sehingga menjadi suatu kegiatan yang produktif, renumeratif, dan berkelanjutan. Konsep usaha ekonomi berbasis masyarakat ini merupakan perpaduan dari kosep pembangunan yang berbasis masyarakat community based development dengan konsep ekonomi berbasis pengetahuan Knowledge based economy Nasdian dan Utomo, 2005. Selanjutnya dikatakan bahwa pemikiran pengembangan usaha produktif yang bekaitan dengan pengembangan komunitas dan pembangunan daerah bukan hal baru lihat misalnya, World Bank, 1996. Namun realitanya di Indonesia aplikasi pemikiran tersebut lebih banyak mengandung catatan kegagalan dibanding keberhasilan. Setiap masyarakat pasti memiliki sumberdaya tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Sumberdaya tersebut salah satunya adalah modal sosial, dimana sumberdaya ini oleh kalangan tertentu kurang diperhatikan dalam upaya pembangunan atau pengembangan masyarakat. Padahal modal sosial merupakan salah satu kekuatan yang menjadi titik tolak bagi pengembangan suatu kommunitas. Nasdian dan Utomo 2005 menyatakan bahwa modal sosial Social capital yang ada, atau yang akan dikembangkan pembentukan modal sosial yang baru atau yang sudah hilang dari masyarakat masyarakat madani didasarkan pada asumsi bahwa modal sosial tersebut mempunyai fungsi positif yang paling banyak diusahakan atau negatif yang sering dihindari terhadap kegiatan ekonomi, politik, dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Menurut Putman dan Fukuyama seperti dikutip Nasdian dan Utomo 2005 menyatakan bahwa konsep modal sosial tidak saja diterapkan pada tingkat individu, tetapi juga pada tingkat kelompok, komunitas bahkan nasional. Komunitas membangun modal sosial melalui pengembangan hubungan-hubungan aktif, partisipasi, demokrasi, penguatan pemilikan komunitas dan kepercayaan. Modal sosial adalah kerjasama antar warga untuk menghasilkan tindakan kolektif. Paldam 2000 menyatakan bahwa pilar modal sosial adalah kepercayaan trust, eksistensi jaringan network, dan kemudahan bekerjasama ease of cooperation. Pada kenyataannya, modal sosial seperti mata uang dengan dua sisi yang berbeda. Bertitik tolak dari pemikiran-pemikiran di atas, KUBE UEP baterai yang dilaksanakan oleh karang taruna desa Bacem belum maksimal dalam memanfaatkan modal sosial yang ada dalam masyarakat. Kepercayaan memang telah diterapkan dalam mengelola usaha ini, namun kepercayaan tersebut disalahgunakan oleh salah satu pihak. Sedangkan network dan kerjasama juga dibangun dengan beberapa peternak dan pengusaha pakan setelah usaha berjalan, namun kurang ditindaklanjuti dengan serius karena dalam tubuh karang taruna menghadapi kendala manajemen usaha. Seperti yang diungkapkan Mashuri : “kami pada waktu itu sudah menghubungi dan bekerjasama dengan penjual pakan ternak untuk meminta rekomendasi tentang peternak yang membutuhkan baterai, tapi karena baterai yang dibuat masih terbatas sehingga tidak sanggup memenuhi kebutuhan. Disamping itu juga disebabkan modal yang ada dibawa oleh pengelola dan digunakan secara pribadi” . Karang taruna sendiri sebagai sebuah organisasi sosial merupakan modal sosial yang dimanfaatkan untuk pengembangan program KUBE UEP baterai. Sedangkan dari aspek gerakan sosial, KUBE UEP ini sudah dapat dikatakan sebuah gerakan sosial yang berorientasi nilai dan ekspresi personal dengan tujuan untuk mendorong perubahan dalam masyarakat khususnya peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Meskipun pengaruhnya masih terbatas pada anggota karang taruna, namun program ini juga membawa dampak yang cukup signifikan bagi perekonomian anggotanya. Di samping itu dalam pelaksanaannya telah melibatkan anggota karang taruna dan masyarakat sekitar lokasi usaha. Merujuk pendapat Baldridge 1986 dalam Nasdian dan Utomo 2005, bahwa gerakan sosial merupakan suatu bentuk perilaku atau tindakan kolektif yang melibatkan sekelompok orang yang membaktikan diri untuk mendorong atau sebaliknya menolak suatu perubahan sosial”. Program KUBE UEP baterai ini sudah memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai suatu gerakan sosial karena dalam prosesnya melibatkan beberapa orang meskipun masih terbatas di kalangan pengurus dan anggota karang taruna. Kelompok Usaha Bersama UEP baterai ini juga mempunyai implikasi terhadap psikologi sosial masyarakat khususnya anggota karang taruna. Bantuan dana yang diberikan pemerintah merupakan stimulus yang direspon dengan perilaku berusaha melalui kegiatan ekonomis produktif. Ada proses interaksi, komunikasi dan sosialisasi antar masyarakat yang memungkinkan mereka mengadakan negoisasi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Inisiatif untuk mengembangkan program usaha ekonomis produktif ini berasal dari Dinas Sosial Kabupaten Blitar. Informasi yang disampaikan kepada karang taruna adalah tentang adanya dana bagi karang taruna untuk modal usaha ekonomis produktif. Kemudian karang taruna merespon dengan mengadakan pertemuan antar pengurus dalam rangka penyusunan proposal atau usulan. Dalam pertemuan tersebut sekaligus diputuskan usaha apa yang akan dikembangkan. Pembuatan baterai kandang ayam petelur merupakan pilihan kebijakan karang taruna. Pilihan ini hanya didasari oleh pengetahuan para pengurus saja tanpa ada studi kelayakan dari usaha pembuatan baterai ini. Dalam pertemuan itu pihak karang taruna juga tidak melibatkan orang yang mempunyai keterampilan membuat baterai. Pada intinya karang taruna hanya menginginkan bagaimana agar dana tersebut dapat segera cair. Perihal bagaimana kelanjutannya tergantung situasi dan kondisi. Selanjutnya proposal diajukan kepada pihak dinas sosial kabupaten untuk kemudian diteruskan kepada pihak dinas sosial propinsi. Pada bulan Agustus 2004 bantuan dana dicairkan melalui rekening ketua karang taruna. Setelah bantuan tersebut cair karang taruna kemudian menunjuk tiga orang untuk melaksanakan usaha ini. Penunjukan tiga orang tersebut juga tidak didasarkan pada musyawarah seluruh pengurus tetapi ditunjuk oleh enam orang pengurus yang terlibat dalam penyusunan rencana. Pada tahap pelaksanaan programusaha, pada awalnya baik, namun karena tidak pernah ada monitoring dan evaluasi dari karang taruna maupun dinas sosial, usaha ini mulai mengalami kemacetan. Diperparah lagi uang hasil usaha digunakan secara pribadi oleh salah satu pengelola usaha. Merujuk pada pendapat Carey 1980 ; Marjuki dan Suharto 1996; Suharto ; 1997 dalam Suharto 2005, dalam garis besar, perencanaan sosial dapat dirumuskan menjadi lima tahapan yaitu ; 1. Identifikasi Masalah 2. Penentuan masalah 3. Penyusunan dan pengembangan rencana program 4. Pelaksanaan program 5. Evaluasi program Apabila dikaitkan dengan prinsip pengembangan masyarakat, kelima tahapan tersebut dilakukan dengan partisipasi seluruh masyarakat. Dalam kaitan ini seluruh pengurus dan anggota karang taruna diharapkan berpartisipasi terhadap tahapan perencanaan. Ikhtisar Pada saat ini KUBE UEP baterai ini sudah tidak dikelola lagi. Karang Taruna mencari alternatif UEP lain yang dapat memanfaatkan sisa dana yang ada sekaligus sebagai program unggulan Karang Taruna. Berkaitan dengan pemberdayaan alumni PSBR, peluang untuk memanfaatkan pengalaman dan potensi yang dimiliki Karang Taruna sangat besar. Terutama dalam pembentukan kelompok kerja. Mengingat alumni juga merupakan anggota dan bahkan diantara alumni ada yang menjadi pengurus Karang Taruna. Dengan demikian kelompok kerja lebih mudah dalam mengakses setiap informasi dan peluang yang dimiliki Karang Taruna. Di samping itu pengalaman dalam berorganisasi Karang Taruna dapat dijadikan dasar bagi kelompok kerja alumni. Koperasi Serba Usaha “Rahayu Mandiri” Desa Bacem Deskripsi Kegiatan Ketika krisis ekonomi menerpa Indonesia, Koperasi dan UKM KUKM disebut-sebut sebagai pilar penting perekonomian rakyat. Hal ini disebabkan sebagian besar KUKM berhasil bertahan dalam krisis yang telah melumpuhkan usaha skala besar. Tidak heran jika KUKM saat ini banyak dilirik dan diminati oleh investor untuk bekerjasama mengembangkan usaha Warta Kop, Edisi Mei 2005. Koperasi Serba Usaha “Rahayu Mandiri” di desa Bacem ini berdiri pada tahun 2000 dengan status berbadan hukum BH. No. 021 BH.KDK1321BH12VIII2000 dengan ketua ibu Yayuk. Berdirinya koperasi ini tidak lepas dari sejarah panjang yang dilalui oleh pendirinya yaitu H. Mahmudi, suami dari ibu Yayuk, dan juga sebagai tokoh masyarakat. Gambar 7 : Kantor Koperasi “Rahayu Mandiri”. Pada tahun 1986, H. Mahmudi memulai usaha ternak bebek dengan modal awal Rp.600.000,00 enam ratus ribu rupiah. Bebek yang dipelihara saat itu sebanyak 200 ekor. Sesuai penuturan H. Mahmudi : “Orang Bacem waktu itu mentertawakan saya. Kok angon bebek dilakoni, lha wong pekerjaan kotor”. Namun dengan prinsip kerja keras, disiplin, kejujuran, akhirnya peternakan bebek H. Mahmudi menjadi besar. Hingga saat ini ada sekitar 20.000 lebih bebek miliknya. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari modal yang dipinjam dari lembaga keuangan Bank. H. Mahmudi selalu tepat waktu dalam melunasi pinjaman untuk menanamkan kepercayaan pihak Bank. Keberhasilan tersebut juga membawa dampak terhadap masyarakat Bacem. Beberapa orang mulai tertarik untuk mencoba ternak bebek petelur. Masyarakat belajar dan bergabung dengan H. Mahmudi sebagai peternak plasma. H. Mahmudi menyediakan diri untuk mendidik dan memfasilitasi pakan bebek. Telur bebek disetor kepada H. Mahmudi. Peternak plasma menyediakan lokasi dan bibit. Pada tahun 1999, peternak plasma binaan H. Mahmudi semakin banyak. Menurut penuturannya ada 300 orang peternak baik dari desa Bacem maupun sekitarnya. Berdasarkan musyawarah antara H. Mahmudi dan para peternak, mereka sepakat untuk mendirikan Koperasi sebagai sarana untuk menabung dan meminjam modal usaha. Ibu Yayuk terpilih sebagai ketua koperasi. Sebagai ketua, ibu Yayuk memegang teguh disiplin dalam pengelolaan keuangan. Ada beberapa hal penting yang diputuskan sebagai komitment bersama yaitu : 1. Para peternak harus menjual telur bebek kepada koperasi baik harga telur sedang murah maupun mahal. Karena Ibu Yayuk juga membuat kesepakatan yang sama dengan pembeli besar. 2. Hasil penjualan telur dipotong beberapa rupiah sebagai tabungan peternak dan diberikan pada saat lebaran. 3. Pinjaman uang kepada koperasi lebih diutamakan untuk modal usaha. Modal awal koperasi ini sebesar Rp.35.000.000,00 tiga puluh lima juta rupiah. Modal koperasi ini sebagian besar milik H. Mahmudi. Hingga saat ini modal tersebut berkembang menjadi kurang lebih Rp.300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Pada saat berdirinya, koperasi ini belum memiliki legitimasi dari pemerintah. Sehingga pada tahun 2000, ibu Yayuk mengajukan pemohonan untuk mendapatkan legitimasi. Namun jenis Koperasi yang diusulkan adalah Koperasi Serba Usaha. Hal itu dilakukan atas permntaan beberapa masyarakat agar semua masyarakat dapat memanfaatkan koperasi tersebut. Jadi tidak hanya peternak bebek saja. Menurut Purwanto 1987, Koperasi Serba Usaha ialah Koperasi yang mengusahakan beberapa macam usaha. Tujuan dari koperasi ini adalah untuk mempertinggi kesejahteraan segolongan masyarakat tertentu. Disamping permintaan masyarakat, pertimbangan lain adalah karena ibu Yayuk melihat banyak masyarakat yang meminjam uang kepada lembaga keuangan lain dengan bunga tinggi dan proses yang berbelit-belit. Pada intinya menurut ibu Yayuk : “prinsipnya koperasi kami ini ingin memberikan bunga yang seringan- ringannya kepada masyarakat dan proses yang tidak berbelit-belit dan terutama untuk modal usaha”. Gambar 8 : Wawancara Penulis dengan Ibu Yayuk, Ketua Koperasi “Rahayu mandiri”. Anggota tetap koperasi “Rahayu Mandiri” ini tergolong sedikit, yaitu 20 orang. Menurut ibu Yayuk, anggota sedikit tidak ada masalah karena justeru koperasi semakin efektif. Tidak semua peternak bebek binaan H. Mahmudi menjadi anggota koperasi. Alasan peternak seperti yang disampaikan oleh Mardi : “saya tidak mau terikat pak. Kan kalau jadi anggota punya kewajiban membayar iuran. Biarlah saya tetap menjual telur di koperasi tapi tidak perlu jadi anggota”. Selanjutnya ditanya tentang manfaat dari adanya koperasi, Mardi menyatakan “sangat bermanfaat pak. Terutama kalau membutuhkan modal”. Diperkuat lagi oleh pernyataan Ibu Ririn seorang warga masyarakat : “ya sangat bermanfaat pak. Sekalipun ibu Yayuk sangat disiplin dalam pemberian pinjaman modal, tapi masyarakat merasa sangat terbantu”. Meskipun anggota koperasi ini sedikit, namun memiliki nasabah yang cukup banyak untuk ukuran sebuah desa. Hingga saat ini ada sekitar 300 orang nasabah yang dilayani oleh koperasi ini. Nasabah ini bervariasi mulai dari peternak, pedagang, tukang nderes kelapa dan petani. Dalam proses peminjaman uang, koperasi menerapkan adanya Jaminan yang berupa BPKB, Sertifikat tanah atau barang berharga lainnya. Kemudian pihak koperasi meninjau tempat usaha peminjam. Saat ini koperasi ini memberikan pinjaman modal usaha dengan bunga 1,5 . Disamping ternak bebek petelur sebagai usaha utama, koperasi “Rahayu Mandiri” juga memiliki usaha Foto Copy. Setiap tahun selalu mengadakan RARK dan RAT serta pembagian SHU kepada anggota tetap. Jumlah karyawan koperasi sebanyak 5 orang. Pengembangan Ekonomi Lokal Di dalam pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 digariskan bahwa ; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama dan berdasar atas asas kekeluargaan. Penjelasan pasal tersebut menegaskan bahwa badan usaha yang sesuai dengan hal tersebut adalah Koperasi. Purwanto 1987 memberikan definisi koperasi adalah ; suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan- badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan anggotanya. Dalam Undang-Undang RI No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian khususnya pasal 1 angka 1, dicantumkan: Koperasi adalah badan usaha yang berangggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, pada hakekatnya koperasi merupakan suatu usaha ekonomi. Apabila dikaitkan dengan pembangunan ekonomi lokal, maka koperasi “Rahayu Mandiri” di desa Bacem ikut berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Tidak saja di desa Bacem, tetapi juga di sekitar desa Bacem. Seperti diungkapkan olek Sekdes Bacem : “Peternak bebek binaan Koperasi Rahayu Mandiri rata-rata dari segi ekonomi cukup bagus pak. Bahkan masyarakat yang pernah mendapatkan pinjaman modal, usahanya meningkat. Orang di luar Blitar juga ada yang menjadi nasabahnya”. Pembangunan Ekonomi Lokal seperti di dalam Syaukat dan Hendrakusumaatmadja 2005 merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah lokal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sustainable economic growth yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi economic welfare dan kualitas hidup quality of life seluruh masyarakat di dalam komunitas. Koperasi “Rahayu Mandiri” berdampak secara langsung terhadap perekonomian masyarakat. Khusus pemasaran telur bebek telah ada kepastian pasar yang menjamin usaha ini berkelanjutan. Bahkan pemasarannya sudah sampai ke luar pulau jawa. Pelayanan koperasi juga tidak terbatas hanya di lingkungan masyarakat Bacem atau Kabupaten Blitar saja, tetapi juga di luar kabupaten Blitar, seperti Kediri dan Tulungagung. Setelah berjalan kurang lebih 6 tahun, koperasi ini menunjukkan adanya peningkatan dari segi modal usaha. Nasabah koperasi juga tidak terbatas hanya peternak bebek tetapi masyarakat khususnya yang mempunyai usaha kecil dan menengah. Sampai sejauh ini koperasi ini masih tetap berkelanjutan dalam melakukan usahanya. Gambar 9 : Salah satu kegiatan anggota Koperasi yaitu peternakan bebek petelur dan telur-telur yang disetorkan ke koperasi. Agar koperasi ini lebih maju lagi, maka variasi usaha perlu dikembangkan. Upaya menjemput bola untuk membantu usaha kecil dan menengah perlu dilakukan. Selain dapat menguntungkan koperasi juga sebagai bentuk kepedulian koperasi terhadap dunia usaha kecil dan menengah. Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Merujuk pada pendapat Paldam 2000 seperti dikutip Nasdian dan Utomo 2005, pilar modal sosial adalah trust, eksistensi jaringan network dan kemudahan bekerjasama. Terbentukya Koperasi Rahayu Mandiri didasarkan pada modal sosial seperti dimaksud. Para peternak percaya bahwa Ibu Yayuk dapat mengelola koperasi dengan baik. Hal ini didasarkan pada keberhasilan Ibu Yayuk dan H. Mahmudi dalam mengelola peternakannya. Begitu juga Ibu Yayuk percaya bahwa anggota koperasi akan mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Ibu Yayuk dalam memasarkan hasil usaha sebelumnya sudah memiliki jaringan yang kuat dengan beberapa pedagang besar dan lembaga perbankan yang memungkinkan adanya kepastian pasar dari hasil usahanya dan penambahan modal usaha apabila diperlukan. Disamping itu antara pengurus koperasi, anggota, pedagang besar dan perbankan mempunyai akses hubungan yang mudah dan tidak berbelit-belit. Keberlanjutan usaha koperasi ini bila dikaitkan dengan hubungan antara modal fisik, modal sosial dan modal manusia, maka dapat digambarkan sebagai berikut ; Para peternak dan masyarakat percaya bahwa Ibu Yayuk punya kemampuan manajerial untuk mengelola koperasi karena selama berhubungan dengan ibu Yayuk dalam mengelola usaha, para peternak tidak pernah mengalami masalah. Hubungan kedua belah pihak didasarkan pada adanya saling menguntungkan. Ibu Yayuk memberikan pakan dan pendidikan kepada peternak dan peternak menjual telur kepada ibu yayuk. Hubungan ini dapat diformulakan sebagai “hubungan modal manusia-modal sosial”. Di dalam proses pemberian pinjaman modal usaha, Ibu Yayuk, sebagai ketua koperasi, dengan cermat dan teliti terjun langsung melihat usaha yang dilakukan oleh calon nasabah. Tidak jarang memberikan arahan bagaimana agar usaha calon nasabah berkembang dengan baik. Kemudian secara kontinyu, perkembangan usaha nasabah selalu dipantau. Formula hubungan ini adalah “modal fisik-modal sosial” – modal manusia. Koperasi, sebagai modal fisik, sejauh ini berkembang dengan baik karena didukung oleh modal manusia pengurus yang mampu dan terampil dalam mengelola usaha serta didukung oleh kepercayaan dari para anggota dan masyarakat terhadap para pengurus. Jadi formula yang terjadi dalam hal ini adalah “hubungan modal fisik-modal manusia-modal sosial”. Koperasi rahayu mandiri juga dapat disebut sebagai suatu gerakan sosial, menurut Baldridge 1986 seperti dikutip Nasdian dan Utomo 2005, berangkat dari gejala pengharapan yang meningkat. Para peternak bebek menginginkan agar usahanya dapat berkembang dengan cepat dan memiliki tabungan untuk masa depan. Bertitik tolak dari hal inilah tahap Pra-gerakan dimulai. Kemudian dengan dilandasi kesadaran, mereka membentuk koperasi sebagai wadah bagi tujuan yang ingin dicapai. Di sinilah tahap penyadaran dan pembangunan gerakan mulai ditampakkan. Dipilihnya bentuk “koperasi serba usaha” merupakan salah satu strategi koperasi dalam menjaring lebih banyak anggota dan nasabah untuk bergabung. Pada saat ini, koperasi rahayu mandiri sudah berada pada tahap pengaruh dan pencapaian hasil. Pengaruh aspek psikologi sosial Koperasi terhadap masyarakat dalam hal ini terlihat dengan munculnya perubahan sikap anggota dan masyarakat yang dimanifestasikan dalam tingkah laku mereka menyikapi permasalahan yang dihadapi. Tumbuhnya motivasi untuk menabung, untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, memperhatikan dan menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial di antara mereka merupakan kemajuan yang sangat berarti ditinjau dari aspek psikologi masyarakat. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Sebagaimana tercermin dari pernyataan Conyers 1984 dalam Suharto 2005, perencanaan sebaiknya tidak dipandang sebagai aktifitas yang terpisah dari kebijakan, tetapi sesuatu bagian dari proses pengambilan keputusan yang amat kompleks yang dimulai dari perumusan tujuan kebijakan serta sasaran yang lebih luas, kemudian dikembangkan melalui tahapan-tahapan dimana tujuan kebijakan ini diterjemakan ke dalam bentuk rencana plan yang lebih rinci bagi program dan proyek khusus, yang selanjutnya dilaksanakan secara nyata. Setiap perencanaan sosial dibuat dengan mengikuti tahapan atau siklus tertentu. Tahapan tersebut biasanya berbeda-beda tergantung pada jenis perencanaan, tujuan perencanaan dan konteks perencanaan. Namun demikian, dalam garis besar perencanaan sosial dapat dirumuskan menjadi lima tahapan Suharto, 2005 yaitu : 1. Identifikasi masalah. 2. Penentuan tujuan. 3. Penyusunan dan pengembangan rencana program. 4. Pelaksanaan program dan 5. Evaluasi Program. Terbentuknya Koperasi Rahayu Mandiri sudah melalui tahapan seperti tersebut di atas. Bukan hanya itu, proses perencanaannyapun dilakukan secara demokratis, kekeluargaan dan atas kepentingan bersama. Sehingga kebijakan yang diambil berdasarkan keputusan dari berbagai pihak yang terlibat dalam perencanaan tersebut. Ikhtisar Koperasi Serba Usaha Rahayu Mandiri ini murni sebagai suatu program atau gerakan dari sebagian masyarakat yang didasari oleh adanya kesadaran untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraannya. Koperasi ini sampai sekarang mengalami perkembangan yang cukup signifikan karena merupakan inisiatif dan aspirasi masyarakat. Menginjak tahun ke enam, modal yang sudah terkumpul cukup banyak untuk ukuran sebuah koperasi lokal. Meskipun pada awal terbentuknya pelayanan yang diberikan terbatas pada peternak bebek petelur, namun berdasarkan kepedulian pengurus dan permintaan anggota serta masyarakat, maka koperasi ini melayani pinjaman modal usaha bagi masyarakat yang berusaha di luar bidang peternakan. Koperasi Rahayu Mandiri ini merupakan potensi yang dapat dijadikan mitra dalam pemberdayaan alumni. Pengalaman dalam pengelolaan usaha dan modal yang tersedia sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh alumni. Manajemen usaha yang diterapkan dalam koperasi dapat diadopsi dalam mengelola kelompok kerja alumni. Di samping itu alumni juga dapat memanfaatkan jaringan usaha koperasi yang memungkinkan untuk pengembangan usaha kelompok. Modal koperasi yang cukup besar memungkinkan kelompok kerja memanfaatkannya sebagai pinjaman modal usaha. Program Pemberdayaan Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Deskripsi Kegiatan Sebagai salah satu bekal RPST yang telah selesai mengikuti pelayanan sosial dan keterampilan, dalam rangka menunjang kemandirian ekonominya, pihak PSBR “Mardi Utomo” Blitar memberikan bantuan stimulan berupa peralatan kerja sesuai keterampilan yang digeluti dan mengikutsertakan alumni dalam pelatihan manajemen usaha serta magang di perusahaan. Pada tahun 2004 ada 2 orang alumni dari desa Bacem mengikuti pelatihan manajemen usaha yang diadakan oleh Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur di Surabaya. Setelah mengikuti pelatihan tersebut, alumni diberikan bantuan peralatan kerja berupa mesin jahit 1 satu buah dan mesin bordir sepak 1 satu buah. Di samping itu pada tahun 2005, 1 satu orang alumni bordir diberikan kesempatan untuk magang di sebuah perusahaan Handicraft di Surabaya. Pada tahun 2005 juga PSBR memberikan bantuan 1 buah mesin bordir sepak kepada alumni bordir. Sebelum alumni diikutsertakan dalam pelatihan manajemen usaha, terlebih dahulu pihak PSBR melakukan observasi dan seleksi terhadap alumni. Indkator utama yang menjadi persyaratan adalah alumni yang telah mempunyai komitmen untuk melakukan usaha sesuai keterampilannya dan telah mempunyai embrio usaha. Dua 2 orang alumni yang terpilih adalah Binti Zulaikah Bordir dan Siti Khoirul Mu’awiyah Jahit. Setelah mengikuti pelatihan, Dinas Sosial Propinsi menunjuk seorang pendamping untuk membantu alumni dalam hal memberikan pembianaan dan bimbingan usaha. Namun pendampingan ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sehingga perkembangan alumni kurang terpantau. Bantuan mesin bordir sepak yang diberikan kepada alumni merupakan salah satu proyek Dinas Sosial Propinsi dalam rangka pemberdayaan alumni PSBR. Kriteria bagi alumni yang mendapatkan bantuan didasarkan pada kegiatan yang dilakukan oleh alumni saat ini yaitu mempunyai embrio usaha sesuai keterampilan yang dimiliki. Kegiatan program ini tidak diimbangi oleh pembinaan yang berkesinambungan. Alumni yang mendapatkan bantuan mesin bordir adalah Sri Binas. Sedangkan alumni yang mengikuti program magang yaitu Nur Ni’amah. Program ini merupakan inisiatif PSBR “Mardi Utomo” Blitar dengan tujuan untuk memberi kesempatan bagi alumni Jahit dan bordir khususnya, yang ingin mempunyai keterampilan tambahan. Program ini dilaksanakan selama 1 bulan. Gambar 10 : Pemberian bantuan peralatan kerja kepada alumni. Pengembangan Ekonomi Lokal Meskipun bantuan peralatan kerja yang diberikan kepada alumni masih terbatas untuk individu, namun hakekat dari bantuan tersebut adalah agar alumni bekerja secara kelompok dan menularkan keterampilannya kepada alumni yang belum mempunyai kesempatan mendapatkan bantuan dan yang belum mengikuti program pelatihan dan magang. Bagi alumni yang mendapatkan bantuan, program tersebut dapat membangkitkan motivasi alumni untuk berusaha lebih keras dan menumbuhkan jiwa wirausaha. Seperti yang diungkapkan oleh Siti Muawiyah ; “ ya saya senang pak menerima bantuan. Sekarang saya tidak lagi bergantian menggunakan mesin jahit untuk mengerjakan jahitan. Lumayan pak hasilnya meskipun masih cukup untuk membeli kosmetik sambil tertawa”. Peralatan kerja sebagai salah satu komponen modal usaha merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menjalankan sebuah usaha. Sampai saat ini pengaruh bantuan tersebut secara ekonomi masih bersifat individu. Namun diharapkan pada gilirannya akan berdampak terhadap pengembangan ekonomi lokal. Melihat bantuan peralatan kerja yang diberikan, sekilas memang masih sangat terbatas untuk mendukung kemandirian alumni terutama secara ekonomi, khususnya keterampilan menjahit dan bordir. Hal ini disadari sepenuhnya oleh pihak PSBR “Mardi Utomo” sebagai konsekuensi dari dana yang terbatas dari Dinas Sosial propinsi Jawa Timur. Seperti yang diungkapkan Kepala Seksi Penyaluran dan Binjut PSBR “Mardi Utomo” Blitar Bapak SS : “ Ya mau bagaimana lagi, dana dari propinsi hanya cukup untuk segitu. Memang masih perlu evaluasi dan perbaikan program kalau kita menginginkan agar para lulusan PSBR bisa lebih mengembangkan keterampilan untuk kesejahteraannya. Kalau saya sih menginginkan baik jumlah maupun jenis bantuan lebih banyak dan variatif dan kalau bisa bentuknya perorangan meskipun mereka nantinya juga bekerja secara kelompok”. Berdasarkan obsrvasi yang dilakukan penelit, alumni yang telah menerima bantuan masih bekerja secara perorangan tanpa melibatkan alumni yang memeliki keterampilan sejenis. Harapan PSBR agar alumni bekerja secara kelompok tanpa diimbangi oleh pendampingan yang berkesinambungan. Hal inilah yang menyebabkan program pemberian bantuan ini kurang bisa berdampak terhadap alumni yang lain dan masyarakat desa Bacem. Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Program pemberdayaan yang dilakukan PSBR ini apabila dikaitkan dengan pemanfaatan modal sosial berupa kelembagaan lokal yang ada, dapat dikatakan belum maksimal. Pihak PSBR hanya memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh alumni. Aspek kelembagaan lain seperti kepemimpinan yang ada dalam komunitas belum dimanfaatkan untuk mendukung program ini. Sebagai contoh, kepala desa tidak mengetahui kalau ada bantuan yang diberikan kepada alumni. Setiap komunitas atau masyarakat mempunyai potensi dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pemberdayaan, salah satunya adalah sumber dana yang ada dalam masyarakat. Lembaga keuangan seperti koperasi merupakan sumber yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh alumni untuk mengembangkan usahanya. Selama ini PSBR tidak pernah memanfaatkan potensi ini untuk pemberdayaan alumni. Disamping itu hal yang paling utama adalah proses pemberian bantuan tersebut tidak melibatkan seluruh alumni dalam pengambilan keputusan siapa yang layak untuk menerima. Pihak PSBR hanya melakukan evaluasi tanpa didasari oleh keputusan komunitas alumni. Karang Taruna sebagai organisasi kepemudaan juga tidak dilibatkan dalam proses maupun pelaksanaan program ini. Padahal organisasi karang taruna merupakan organisasi yang mungkin dapat menjembatani permasalahan- permasalahan yang dialami oleh alumni. Disamping itu karang taruna juga mempunyai sumber dana yang dapat mendukung aspek permodalan alumni. Secara umum proses pemberdayaan ini masih banyak dilakukan diluar komunitas alumni. Sehingga berdampak tidak adanya suatu gerakan sosial yang dilakukan alumni maupun masyarakat untuk mendukung program ini. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Kebijakan pemerintah untuk melaksanakan program ini berdasarkan evaluasi terhadap alumni yang masih membutuhkan bantuan modal peralatan untuk menunjang kemandirian ekonomi alumni. Tetapi proses kebijakan ini tidak sepenuhnya didasarkan pada perencanaan yang parisipatif. Sebuah kebijakan yang didasarkan pada perencanaan yang partisipatif akan menghasilkan sebuah program yang berkelanjutan. Program pemberdayaan terhadap alumni PSBR ini apabila dilaksanakan dengan prinsip-prinsip pemberdayaan yang benar, maka program ini sangat membantu meningkatkan kemandirian alumni sekaligus akan mencapai tujuan fungsional dari program tersebut. Meskipun demikian ada tahapan perencanaan yang mengakomodir pendapat dari alumni. Setelah mengikuti pelatihan, alumni ditanya tentang peralatan apa yang dibutuhkan untuk usaha. Namun tindak lanjut dari pemberian bantuan tersebut tidak diikuti dengan kegiatan pendampingan yang memadai. Alumni dibiarkan sendiri dalam mengembangkan usaha dengan bantuan modal peralatan. Padahal alumni masih membutuhkan bantuan pembinaan terutama dalam mengelola sebuah usaha. Hal tersebut mengakibatkan belum optimalnya alumni mengembangkan usahanya. Sedangakan program magang yang dilakukan oleh PSBR mempunyai tujuan fungsional untuk merangsang dan memotivasi alumni agar mempunyai pengetahuan tambahan sekaligus belajar untuk mengelola sebuah usaha. Namun program kurang dirancang dengan baik. Apabila dilihat dari waktu magang yang sangat singkat 1 bulan, belum memungkinkan bagi alumni untuk banyak mengadopsi pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Melihat manfaat pemberdayaan yang dirasakan oleh para alumni, program ini mungkin lebih dipertajam dan dikembangkan secara terus menerus melalui proyek secara khusus dan ditindaklanjuti dengan program pembinaan dan pendampingan baik dari PSBR maupun dari masyarakat atau alumni yang telah berhasil mengembangkan usaha. STRATEGI PEMBERDAYAAN ALUMNI PSBR “MARDI UTOMO” BLITAR Profil Alumni PSBR “Mardi Utomo” Jumlah alumni PSBR “Mardi Utomo” dari tahun 2001 sampai tahun 2005 sebanyak 600 orang yang tersebar di delapan daerah tingkat II. Alumni tersebut memiliki bekal keterampilan yang bervariasi yaitu ; Menjahit, Membordir, Montir roda MR dua, Montir roda MR empat dan Pertukangan Kayu Meubeler. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 10 : Tabel 10 : Jumlah Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Berdasarkan Daerah Tingkat II dan Jenis Keterampilan Tahun 2001 s.d Tahun 2005. No Daerah Tingkat II Jenis Keterampilan Jumlah Jahit Bordir MR 2 MR 4 Meubl 1. Kota Blitar 35 25 25 5 20 110 2. Kab. Blitar 35 30 20 5 25 115 3. Kota Kediri 25 20 10 5 10 70 4. Kab. Kediri 20 25 15 5 10 75 5. Kab. Tulungagung 30 45 10 5 20 110 6. Kab. Nganjuk 15 15 5 5 10 50 7. Kab. Trenggalek 10 10 5 5 20 50 8. Kab. Madiun 5 5 5 - 5 20 J u m l a h 175 175 95 35 120 600 Sumber : Seksi Penyaluran dan Pembinaan Lanjut PSBR “Mardi Utomo” Blitar tahun 2006. Panti Sosial Bina Remaja PSBR “Mardi Utomo” Blitar sebagai instansi yang telah membina para alumni, mempunyai keterkaitan yang sangat erat dalam pemberdayaan alumni. Pihak PSBR selama ini masih mencari alternatif solusi yang dapat mengidentifikasi berbagai permasalahan dan kebutuhan alumni sekaligus melihat sejauhmana kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni. Namun hingga saat ini program tersebut belum dapat dilaksanakan secara optimal mengingat anggaran yang ada masih terbatas. Disamping itu juga belum ada indikator yang dapat dijadikan pedoman yang baku untuk mendukung kegiatan tersebut. Jumlah alumni di kabupaten Blitar berjumlah 115 orang merupakan jumlah terbanyak di antara daerah tingkat II lainnya. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kecamatan yang ada di wilayah kabupaten Blitar. Sedangkan jumlah terbanyak untuk tingkat desa berada di desa Bacem kabupaten Blitar. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 11 : Tabel 11 : Daftar Nama Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar di Desa Bacem Berdasarkan Jenis Kelamin, Keterampilan dan Tahun Lulus. No. Nama Alumni Jenis Kelamin Keterampilan Tahun Lulus 1. M. Fadhol L Montir Roda 4 2001 2. M. Juaini L Montir Roda 4 2001 3. Sumbudi L Montir Roda 4 2001 4. M. Nashor L Montir Roda 4 2001 5. Mujianto L Montir Roda 4 2001 6. Sri Winarti P Jahit 2001 7. Yuli P Jahit 2001 8. Siti Mu’awiyah P Jahit 2001 9. Bidayah P Jahit 2001 10. Kholifaturrosidah P Jahit 2001 11. Binti Zulaikah P Bordir 2001 12. Miftahurrohmah P Bordir 2001 13. Mukarromah P Bordir 2001 14. Sofia P Bordir 2001 15. Imroatussolikah P Bordir 2001 16. Nanik P Bordir 2004 17. Imro’atus Sholikah P Bordir 2004 18. Nur Ni’amah P Bordir 2004 19. Anik Rahmawati P Bordir 2004 20. Sari P Bordir 2004 21. Azis Mustofa L Meubeler 2005 22. N. Agus Setiawan L Meubeler 2005 23. Ali Shodikin L Meubeler 2005 24. Darul Khoiri L Meubeler 2005 25. M. Fathoni L Meubeler 2005 26 Supiana P Bordir 2005 27. Nurfatma Lailia P Bordir 2005 28. Lutfatul Husna P Bordir 2005 29. Yuliana P Bordir 2005 30. Sri Binas P Bordir 2005 Sumber : Seksi Penyaluran dan Pembinaan Lanjut PSBR “Mardi Utomo” Blitar Tahun 2005. Identifikasi Permasalahan Untuk mengidentifikasi permasalahan alumni, peneliti menggunakan metode wawancara mendalam terhadap alumni dan informan yang dianggap mengetahui permasalahan alumni. Disamping itu juga peneliti menggunakan media FGD untuk menjaring informasi tentang permasalahan yang dihadapi oleh alumni. Wawancara dilakukan terhadap empat orang alumni dengan kejuruan keterampilan yang berbeda dan informan sebanyak tujuh orang yang terdiri dari orang tua alumni, kepala desa yang mewakili pemerintah lokal, PSBR yang diwakili oleh Kepala Seksi Penyaluran dan Pembinaan Lanjut Binjut, Tokoh Pemuda dalam hal ini Ketua Karang Taruna, Tokoh masyarakat, PKK serta pengusaha lokal. Hasil wawancara menunjukkan bahwa permasalahan alumni berbeda-beda menurut keterampilan yang dimiliki. Setelah melakukan wawancara, peneliti dan alumni mengadakan FGD antar alumni untuk merumuskan permasalahan alumni yang ada. Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar merupakan salah satu potensi dan asset bagi masyarakat desa Bacem. Para alumni memiliki keterampilan sebagai modal untuk kemandiriannya yang pada gilirannya akan berdampak bagi keluarga dan masyarakat. Upaya-upaya untuk mengoptimalkan potensi tersebut merupakan tanggung jawab semua pihak dengan mengetahui permasalahan alumni. Permasalahan masing-masing alumni berbeda-beda. Untuk memahami hal tersebut para alumni perlu ditanya dan dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan dan program yang ditujukan kepada alumni. Permasalahan alumni sangat erat berkaitan dengan kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni saat ini. Keduanya dapat diibaratka sebagai dua sisi mata uang dari satu mata uang. Sebagai sebuah illustrasi, alumni kurang memiliki motivasi karena dia tidak mampu memecahkan masalahnya yang disebabkan oleh tidak adanya peralatan kerja atau modal untuk usaha. Alumni yang sudah memiliki peralatan kerja tapi dia tidak memiliki mitra dan jaringan usaha juga tidak dapat menimbulkan motivasi dalam dirinya karena dia tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Di samping itu peranan stakeholder sangat berarti dalam mengatasi permasalahan alumni. Berdasarkan wawancara mendalam dan Diskusi kelompok terfokus dan loka karya yang dilakukan peneliti dengan alumni, orang tua alumni, tokoh masyarakat, PSBR “Mardi Utomo” Blitar, pengusaha, pemerintah desa, Ketua Karang Taruna dan Pengurus PKK, diketahui bahwa permasalahan masing- masing alumni berbeda menurut jenis keterampilan yang dimiliki. Identifikasi yang dilakukan peneliti terhadap alumni untuk mengetahui motivasi, modal, kapasitas keterampilan serta situasi dan kondisi pasar ternyata mempunyai karakteristik permasalahan yang berbeda. Motivasi Melalui wawancara mendalam yang dilakukan terhadap alumni dengan kejuruan keterampilan yang berbeda, motivasi mereka untuk mengatasi permasalahan masing-masing berbeda. Hal ini tidak lepas dari kondisi kemandirian sosial dan ekonomi yang dialami alumni saat ini. Namun demikian secara umum alumni masih mempunyai keinginan dan semangat untuk memecahkan dan mengatasi permasalahannya. Keterampilan Bordir . Alumni memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk mengatasi permasalahan dan kebutuhannya. Hal ini terlihat dari usaha yang dilakukan dan kreatifitas mereka dengan melakukan kerjasama dengan pengusaha lokal maupun yang berada di luar desa Bacem, PSBR, dan masyarakat setempat. Meskipun hingga saat ini secara ekonomis usaha mereka belum dapat dikatakan optimal, namun secara sosial telah ada prakarsa untuk merubah kondisinya. Tercermin dari ungkapan salah satu alumni bordir Nur fatma Lailia : Saya sekarang mulai terima bordiran dari tetangga dekat pak. Ya lumayan daripada menganggur. Meskipun hasilnya tidak seberapa, yang penting bagi saya dapat melancarkan cara membordir. Saya membuat kerudung bordir dan saya jual ke tetangga dan teman- teman. Hasilnya ya belum seberapa pak. Ya masih kecil-kecilan. Untuk memproduksi banyak masih takut gak laku. Selain itu modal saya sedikit Disamping itu alumni juga melakukan kegiatan usaha di rumah sendiri dengan menerima jasa bordir dari masyarakat sekitarnya. Hal ini menunjukkan adanya motivasi yang cukup tinggi untuk tetap melakukan usaha bordir sambil memperhalus hasil bordiran. Dukungan dari berbagai pihak juga memegang peranan penting untuk menciptakan motivasi yang tinggi terhadap alumni. Orang tua alumni sebagai orang yang terdekat merupakan stakeholder paling dominan untuk mewujudkan motivasi yang tinggi bagi alumni. Seperti yang diungkapkan oleh orang tua Nur Niamah, Muhajir : “Nggih, yugane kerep kulo sanjangi pak, “bapak karo ibu iki ora nduwe opo-opo, dadi kowe kudu sregep lek nyambut gawe ben iso bantu wong tuwo. Keteramplan sing mbok duweni iku yo manfaatne supoyo iso gawe golek duit. Kulo ngatenne pak”.ya, anak saya sering saya bilangi, “bapak sama ibu ini tidak punya apa-apa, jadi kamu harus rajin bekerja supaya bisa bantu orang tua. Keterampilan yang kamu miliki itu ya manfaatkan supaya bisa mencari uang. Saya gitukan anak saya pak. Peranan PSBR sebagai instansi yang telah membina alumni juga diharapkan mampu untuk meningkatkan motivasi alumni melalui usaha pembinaan lanjut dan pendampingan. Namun sampai saat ini program PSBR masih terbatas pada pemberian bantuan peralatan, program magang dan pelatihan manajemen usaha. Program tersebut masih terbatas pada dua jenis keterampilan yaitu jahit dan bordir dan alumni yang mengikuti program tercatat tiga orang alumni bordir dan satu orang alumni jahit. Namun demikian upaya tersebut dapat meningkatkan motivasi alumni untuk mengembangkan usaha. Seperti yang diungkapkan Sri Binas : “alhamdulillah pak, sejak saya mendapat bantuan mesin bordir dari PSBR, saya jadi semangat belajar lagi. Sekarang saya belajar menghaluskan bordiran sama ibu Nur di Wonodadi. Nantinya saya dijanjikan untuk mendapat order bordir kalau sudah halus”. Gambar 11 : Wawancara Mendalam Peneliti dengan Alumni Bordir dan Orang Tua Alumni. Begitu pentingya arti sebuah peralatan kerja bagi alumni untuk mendukung motivasinya untuk berkembang dan mengatasi permasalahan serta memenuhi kebutuhannya. Meskipun tidak semua alumni menghadapi permasalahan yang sama. Ada alumni yang sudah memiliki peralatan kerja dan kapasitas keterampilan yang cukup baik namun tidak ada keberanian untuk menerima order dan jasa dari orang lain. Hal ini disebabkan oleh tidak ada upaya dari alumni untuk bekerjasama dengan sesama alumni dan tidak mempunyai jaringan usaha dengan orang lain. Permasalahan tersebut terungkap saat pelaksanaan FGD yang merumuskan tentang permasalahan dan kebutuhan alumni. Sebanyak 14 orang alumni bordir yang hadir dalam FGD menyatakan masih mempunyai semangat dan tekad untuk mengembangkan keterampilan sebagai upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi. Namun berdasarkan identifikasi peneliti yang mengacu pada kegiatan yang dilakukan alumni saat ini, hanya enam orang 43 persen yang mempunyai motivasi tinggi dalam berusaha meskipun ada juga alumni yang berusaha di luar keterampilan yang dimiliki. Motivasi alumni untuk memecahkan permasalahan dan kebutuhannya juga tidak lepas dari status perkawinan yang disandang alumni. Alumni bordir yang telah menikah sebanyak dua orang. Mereka cenderung pasif dan tidak ada upaya untuk berusaha dikarenakan kesibukan sebagai ibu rumah tangga. Namun demikian masih ada keinginan untuk belajar kembali untuk membantu ekonom keluarganya. Gambar 12 : Situasi FGD Dalam Rangka Identifikasi Permasalahan dan kondisi kemandirian sosial ekonomi Alumni. Keterampilan Jahit. Pada saat kajian berlangsung, dari lima orang alumni jahit yang terinventarisir, hanya tiga orang yang dapat ditemui peneliti. Berdasarkan wawancara terhadap ketiga orang tersebut hanya dua orang yang memiliki motivasi tinggi untuk mengembangkan keterampilannya. Bidayatul salah seorang alumni, meskipun telah memiliki mesin jahit, namun lebih memilih bekerja pada pengusaha konveksi lokal Hanafi. Motivasi Bidayatul untuk bekerja agar bisa mencukupi kebutuhan hidup anaknya. Hal ini disebabkan suami Bidayatul bekerja di luar negeri dan hingga saat ini belum pernah mendapatkan nafkah dari suaminya. Melihat kasus tersebut, kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak merupakan salah satu aspek yang ikut berpengaruh terhadap motivasi alumni untuk mengatasi permasalahannya. Seperti yang diungkapkan Bidayatul : “ya saya bersyukur bisa menjahit pak, karena dapat membantu saya untuk mencukupi kebutuhan hidup saya dan anak saya. Meskipun upahnya tidak seberapa tapi ya lumayan untuk beli susu anak saya. Apa boleh buat karena tidak ada pilihan lain. Mau menerima jahitan dari orang saya masih takut salah. Karena saya belum bisa buat model macam-macam. Kalau di pak Hanafi kan saya hanya tinggal jahit saja, tidak perlu repot motong dan buat model”. Pernyataan di atas dibenarkan oleh Hanafi, bahwa cara kerja alumni masih lamban dan masih membutuhkan banyak latihan. “Ada dua orang alumni yang pernah bekerja di tempat saya. Cara kerja mereka alumni masih lamban pak. Mungkin mereka masih takut salah. Ya saya bilang supaya latihan terus di rumahnya. Mereka masih sebatas bisa menjahit saja pak. Untuk pola baju, saya yang membuat”. Kondisi dan sikap alumni seperti yang digambarkan di atas terjadi karena alumni tidak memiliki posisi tawar dengan pihak pengusaha lokal. Hal ini disebabkan kapasitas keterampilan yang dimiliki alumni masih sangat rendah sehingga alumni berada pada pihak yang pasrah dan menerima apa yang menjadi keputusan pihak pengusaha. Begitu juga dengan peralatan kerja yang dimiliki alumni tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal apabila tidak dimbangi dengan kapasitas keterampilan yang memadai. Kedua aspek tersebut saling terkait dengan tingginya motivasi alumni untuk mengatasi permasalahan dan memenuhi kebutuhannya. Kasus di atas berbeda dengan kasus yang terjadi pada Sri Winarti. Permasalahan yang dialami alumni ini lebih kompleks sehingga hampir tidak ada motivasi untuk mengatasi permasalahan karena kendala yang dihadapi hingga saat ini belum dapat dipecahkan. Meskipun disadari bahwa menjahit dapat membantu perekonomian keluarga. Seperti yang diungkapkannya : “Kalau sekarang ada mesin jahit, saya mau menjahit. Tapi saya masih mau belajar lagi supaya pengetahuan saya bertambah.. saya belum bisa pecah model dan membuat pola pak. Karena waktu di PSBR pengetahuan menjahit saya masih dasar. Suami saya setuju kalau saya di rumah juga menjahit. Lumayan untuk tambah penghasilan katanya. Aspek-aspek yang mempengaruhi motivasi alumni membawa dampak pada kepercayaan diri alumni dalam upaya mewujudkan aspek kewirausahaan. Hal ini juga tidak lepas dari situasi dan kondisi yang kondusif yang dapat mendukung motivasi alumni untuk berusaha. Permasalahan alumni jahit ini memang diakui oleh pihak PSBR, bahwa memang keterbatasan dana merupakan penghalang utama dalam memberikan bantuan peralatan kepada alumni. Namun bukan berarti tidak ada upaya dari pihak PSBR. Keterampilan Meubeler. Motivasi alumni untuk mengatasi permasalahannya tidak terbatas pada kapasitas keterampilan yang dimiliki, tetapi alumni juga berupaya untuk meningkatkan keterampilannya dengan mengikuti kursus atau pelatihan secara mandiri. Seperti yang dialami oleh N. Agus Setiawan. Alumni ini meningkatkan keterampilan dengan belajar ukir. Karena dia menyadari bahwa produk ukir mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Disadari bahwa persaingan pasar untuk produk meubel di daerah Bacem sangat kompetitif. Sedangkan kapasitas alumni masih pada tingkat dasar. Usaha alumni tersebut meskipun hingga saat ini belum berhasil namun sudah ada upaya dan semangat untuk mengatasi masalahnya. Diungkapkan oleh Agus : “mebel di sini sepi garapan pak, musim-musiman, kalau tidak betul- betul ahli, orang tidak mau datang. Saya dan teman-teman kadang ragu untuk mengerjakan pesanan. Kami sebenarnya masih ingin belajar lebih banyak lagi agar benar-benar hasilnya baik. Saya pernah belajar ukir di Jepara, tapi hanya sebentar saja. Karena untuk bisa mengukir membutuhkan jangka waktu lama”. Pilihan jenis keterampilan merupakan salah satu aspek yang ikut menentukan motivasi alumni dalam mengatasi permasalahan dan kebutuhannya. Hal ini berkaitan dengan proses rekruitment awal alumni mengikuti pelatihan keterampilan di PSBR. Karena dari empat orang alumni meubel yang mengikuti kegiatan FGD hingga saat ini belum ada satupun yang berupaya untuk mengembangkan usaha di bidang meubel. Namun demikian satu orang alumni telah bekerja di peterakan dan satu orang masih belajar ukir. Keterampilan Otomotif Roda Empat. Jumlah alumni otomotif di desa Bacem sebanyak lima orang. Empat orang diantaranya sudah bekerja pada bidang yang sama sekali tidak berkaitan dengan otomotif. Fenomena ini menarik karena hakekatnya alumni tidak tertarik untuk mendalami otomotif. Motivasi alumni pada saat mengikuti pelatihan di PSBR sebenarnya hanya ingin mengisi waktu luang dan senang dengan situasi di PSBR. Menurut salah satu alumni, Fadhol, dia merasa betah tinggal di PSBR karena bisa berkenalan dengan banyak orang, seperti yang diungkapkannya : “saya dulu ikut pelatihan karena di rumah tidak ada kerjaan pak. Ya pertama saya coba-coba siapa tahu cocok. Ternyata saya senang tinggal di PSBR karena bisa berkenalan dengan teman dari daerah lain...... sekarang saya sudah lupa dengan keterampilan otomotif”. Gambar 13 : Wawancara Peneliti dengan Alumni Otomotif. Pelayanan dan bimbingan di PSBR seperti dijelaskan pada bab terdahulu, memang tidak hanya menitikberatkan pada aspek keterampilan saja, namun bimbingan sosial berupa pengembangan diri siswa juga menjadi sasaran pelayanan. Namun untuk mewujudkan kemandirian sosial ekonomi siswa, aspek keterampilan mendapatkan perhatian yang cukup besar. Hal yang sangat mendasar untuk mendapatkan penekanan adalah bagaimana menggali minat dan bakat siswa tentang keterampilan pada saat rekruitmen awal, sehingga siswa benar-benar memilih jenis keterampilan sesuai minat dan bakatnya. Kasus yang terjadi pada Fadhol menunjukkan bahwa keterampilan yang diikuti kurang sesuai dengan minat dan bakatnya, sehingga pelatihan yang diikuti tidak memberi pengaruh yang positif dalam memotivasi dirinya untuk berusaha. Karena saat ini Fadhol masih menganggur. Seperti yang diungkapkannya : “Saya aktif di olahraga voli plastik pak. Ya kalau tidak ada jadual pertandingan atau latihan, saya bantu ibu saya buat tempe di rumah. Meskipun kondisi Fadhol saat ini seperti apa yang diungkapkan, namun dia masih memiliki keinginan untuk bekerja. Berdasarkan FGD yang dilakukan, dari alumni otomotif yang hadir sebanyak empat orang, tiga orang diantaranya saat ini sudah bekerja di bidang lain. Namun mereka masih memiliki motivasi dan harapan untuk bekerja di bidang lain sebagai tambahan pendapatan. Modal Aspek modal dalam hal ini tidak saja berorientasi pada modal uang saja. Melainkan modal peralatan dan kapasitas keterampilan yang dimiliki oleh alumni. Pada aspek motivasi, alumni pada dasarnya sudah banyak menyinggung tentang aspek modal, yaitu peralatan kerja dan kapasitas keterampilan. Alumni yang sudah memiliki kapasitas keterampilan yang cukup baik, ternyata masih mempunyai kendala tidak memiliki peralatan kerja yang memadai. Sedangkan alumni yang sudah memiliki peralatan kerja dan kapasitas keterampilan yang baik masih terbentur tidak adanya modal uang untuk mengembangkan usaha. Keterampilan Bordir. Permasalahan dialami oleh sebagian besar alumni bordir adalah kekurangan peralatan kerja dan modal uang. Hal ini memang merupakan modal pokok alumni dalam mengembangkan usaha. Sampai saat ini kedua permasalahan tersebut masih belum dapat diatasi oleh alumni. Sebagian alumni tetap menjalankankan aktifitas usaha dengan modal yang ada tetapi ada sebagian alumni yang memilih untuk beraktifitas di bidang lain karena tidak mampu untuk mengatasi permasalahan ketiadaan modal. Seperti kasus yang terjadi pada Nur Niamah : “bantuan dari PSBR bukan mesin bordir sepak pak, tapi mesin jahit manual, bagaimana saya bisa menerima order bordir? Bordir sekarang kan pakai mesin sepak semua pak. Kalau pakai mesin manual sudah jarang. Akhirnya saya memilih untuk menjahit di rumah saja. Sekarang saya menjahit order kerudung. Untung saya bisa jahit sedikit-sedikit. Tapi saya tetap ingin punya mesin sepak”. Kasus tersebut merupakan masukan yang sangat berarti bagi PSBR untuk membekali siswa bordir dengan pengetahuan menjahit. Karena kenyataan yang ada, bahwa produk bordir membutuhkan jasa menjahit. Disamping itu, bantuan peralatan kerja disesuaikan dengan kondisi pasar yang ada. Mesin sepak bagi alumni bordir merupakan modal utama untuk menjalankan usaha. Seperti yang dialami oleh Binti Zulaikah dan Sri Binas, keduanya sudah memiliki mesin sepak dan saat ini mereka sudah bisa melayani pelanggan dan menerima order. Berdasarkan pengamatan peneliti, di rumah alumni sudah ada satu unit mesin bordir dan kain yang sedang dibordir untuk kerudung dan rukuh. Peneliti melihat kualitas hasil bordir alumni dapat dikatakan cukup baik. Keterampilan Jahit. Berbeda dengan bordir, dari tiga orang alumni yang ada, dua orang sudah dapat dikatakan mempunyai cukup modal peralatan dan kapasitas keterampilan yang cukup baik. Meskipun masih diperlukan peningkatan kapasitas keterampilan. Bahkan satu orang alumni sudah dapat melayani jasa menjahit. Hal ini dapat dipahami karena modal peralatan menjahit pada dasarnya dapat dipenuhi oleh alumni sendiri karena dana untuk itu tidak terlalu besar. Salah satu alumni yang bernama Siti Mu’awiyah sudah mempunyai dua buah mesin jahit dan peralatan obras. Meskipun tidak terlalu ramai pelanggan, Mu’awiyah tetap menekuni jahit sambil belajar berbagai pecah model. Mesin tersebut berasal dari bantuan PSBR satu buah dan membeli sendiri satu buah. Sedangkan mesin obras dibelikan oleh orang tuanya. Diungkapkan oleh Mu’awiyah : “orang tua saya mendukung sekali usaha saya pak. Mesin obras yang ada sekarang dibelikan orang tua saya. Untuk modal menjahit kan tidak terlalu besar. Yang penting punya mesin jahit ditambah mesin obras saya kira sudah cukup”. Peran orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhan modal sangat berarti bagi alumni. Karena orang tua merupakan sumber terdekat yang dapat diakses alumni untuk mengatasi masalah dan kebutuhannya. Hasil pengamatan peneliti, di rumah alumni nampak adanya satu unit mesin jahit dan pola baju yang sedang dikerjakan. Peneliti menilai bahwa alumni sudah ada kegiatan yang produktif meskipun dengan modal mesin jahit manual. Keterampilan Meubeler. Permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan oleh alumni mebel, khususnya modal usaha adalah kapasitas keterampilan dan modal uang. Sedangkan peralatan kerja relatif masih dapat diupayakan sendiri oleh alumni. Bantuan peralatan kerja dari PSBR sudah dapat dijadikan modal usaha meskipun masih membutuhkan tambahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada alumni yang berupaya mengatasi sendiri namun belum maksimal karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup mahal. Sampai saat ini alumni membutuhkan dukungan dana atau alternatif lain untuk dapat menyalurkan keinginan dan motivasinya. Seperti yang dituturkan oleh N. Agus S. : “saya ingin menekuni bidang kerajinan yang masih berkaitan dengan keterampilan yang saya punyai pak. Sekarang masih bingung apa yang mau saya lakukan. Teman-teman juga begitu pak”. Alumni mebel tersebut masih membutuhkan pendampingan agar lebih terarah dalam mengakses sumber dan potensi yang ada. Pendampingan dimaksud untuk memberikan penguatan agar kepercayaan diri alumni makin meningkat dan mengetahui sumber dan potensi yang ada untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan dan pemecahan masalah alumni. Keterampilan Otomotif Roda Empat. Alumni otomotif merupakan kelompok yang dapat dikatakan sudah tidak memiliki modal peralatan kerja dan keterampilan. Mereka sudah tidak memiliki semangat lagi untuk mengembangkan usaha di bidang otomotif. Karena mereka sadar bahwa usaha tersebut membutuhkan biaya besar dan kapasitas keterampilan yang baik. Sehingga mereka lebih memilih berusaha di bidang lain. Usaha yang mereka tekuni saat ini memang tidak seluruhnya membutuhkan modal yang terlalu banyak. Seperti usaha yang dilakukan M. Juwaini yaitu sablon. Peralatan sablon yang dimiliki merupakan bantuan dari orang tuanya. Sedangkan modal untuk bahan sablon Juwaini mengelola dari uang muka yang diberikan pelanggan. Begitu juga dengan alumni Mujianto yang menekuni pekerjaan tani. Lahan yang digunakan adalah lahan milik orang tuanya yang tidak begitu luas. Mujianto juga masih berharap alternatif pekerjaan lain yang dapat membantu menambah pendapatan keluarga. Seperti yang diungkapkan Mujianto : “saya bertani terus terang biar tidak nganggur saja pak. Lahan yang saya gunakan ini milik orang tua. Kalau ada modal, lebih baik saya kerja yang lain pak. Saya ingin kerja yang bisa juga dikerjakan istri saya di rumah. Jadi tani jalan, kerja yang lain juga jalan”. Identifikasi terhadap aspek modal yang ada pada diri alumni, masih berkisar pada kekurangan peralatan kerja dan modal uang. Hal ini terjadi karena alumni tidak ada upaya untuk memanfaatkan sumber dan potensi yang ada dalam masyarakat, alumni tidak mengetahui prosedur untuk mengakses sumber tersebut, kondisi ekonomi keluarga alumni yang tidak bisa mendukung terwujudnya modal serta masyarakat yang kurang memahami permasalahan dan kebutuhan alumni. Seperti yang diungkapkan Bapak Imam Bashori, salah seorang tokoh masyarakat : “saya memang pernah mendengar tentang alumni tersebut. Namun kurang mengerti tentang permasalahannya. Tapi kalau memang masalahnya seperti yang bapak sampaikan, saya kira mungkin mereka tidak tahu cara dan jalannya pak”. Kapasitas Keterampilan. Masing-masing alumni selama mengikuti bimbingan keterampilan di PSBR berbeda-beda dalam menagkap materi bimbingan. Ada yang cepat menangkap materi dan ada yang lamban. Begitu juga ketika alumni kembali ke masyarakat. Ada alumni yang bersemangat dan berlatih sendiri keterampilan di rumahnya dan ada yang bahkan sama sekali melupakan keterampilannya karena menyibukkan diri dengan pekerjaan lain. Namun hampir semua alumni dari keempat kejuruan keterampilan yang ada di desa Bacem masih menganggap kapasitas keterampilan yang dimiliki masih kurang. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap motivasi mereka untuk mengembangkan usaha sebagai salah satu jalan bagi terwujudnya kemandirian sosial ekonomi alumni. Meskipun ada sebagian alumni yang sudah mempunyai prakarsa memulai usaha sesuai dengan keterampilannya, tetapi untuk lebih memacu motivasi dan kepercayaan diri alumni, mereka masih tetap membutuhkan peningkatan kapasitas keterampilannya. Apabila diidentifikasi menurut jenis keterampilan alumni, maka kapasitas keterampilan yang cukup baik adalah alumni bordir. Hal ini dibenarkan oleh pengusaha bordir yang ada di luar desa Bacem Elizabeth yang pernah dijadikan tempat magang oleh alumni : “hasil bordiran mereka cukup bagus pak, meskipun belum bisa dikatakan layak jual, karena masih kasar dan tinggal memperhalus saja. Untuk itu mereka selalu saya dorong untuk belajar di rumah”. Upaya untuk meningkatkan kapasitas keterampilan alumni hingga saat ini masih dilakukan secara perorangan. Belum ada upaya terkoordinir yang memungkinkan semua alumni dapat terakomodir dalam suatu kegiatan yang terstruktur seperti pelatihan dan pengembangan keterampilan lanjutan. Hal ini juga disebabkan kurang adanya pembinaan lanjut yang mengarah pada peningkatan kapasitas keterampilan dari pihak yang terkait seperti PSBR, Dinkesos, Disnakertrans dan Disperindag. Diungkapkan oleh alumni Bordir, Miftah : “Sejak saya lulus sampai saya kawin, belum pernah saya ditanyakan tentang perkembangan keterampilan yang saya pelajari. Akhirnya saya jadi malas membordir pak. Apalagi mesin yang saya miliki mesin manual biasa. Kalau ada kesempatan belajar lagi, saya mau ikut pak. Entah bagaimana caranya. Lha sekarang saya sudah lupa eh pak”. Situasi dan Kondisi Pasar Sebuah usaha tidak akan lepas dari sejauhmana pasar bisa menerima kehadiran usaha tersebut. Pasar sangat berarti bagi kelangsungan sebuah usaha. Hal ini dapat menjadi masukan berarti bagi PSBR khususnya dalam memberikan jenis keterampilan kepada siswa. Meskipun desa Bacem merupakan desa yang mayoritas penduduknya bergerak di sektor pertanian, namun peluang untuk berusaha di bidang lain masih sangat terbuka. Misalnya di bidang jahit, konveksi dan bordir merupakan bidang yang tak pernah sepi order. Di bidang jahit, untuk menjahit seragam sekolah setiap tahun ajaran baru, pengusaha lokal belum mampu untuk mengerjakan seluruh pesanan karena kekurangan tenaga kerja sehingga banyak order yang diberikan kepada penjahit di luar desa Bacem. Untuk keterampilan bordir, penjahit lokal menolak mengerjakan order karena tidak bisa mengerjakan dan tidak mengetahui kalau alumni PSBR ada yang bisa membordir. Order bordir yang biasa ditolak oleh penjahit lokal adalah membuat Badge sekolah dan topi. Jumlahnya bisa sampai ribuan. Seperti yang diungkapkan Bapak M. Daroini seorang pengusaha lokal yang bergerak di bidang jahit dan konveksi : “alhamdulillah saya tidak pernah sepi garapan pak. Saya membuat pesanan seragam sekolah pak. Setiap tahun ajaran baru saya kewalahan menerima order. Ada pesanan yang saya tolak misalnya membuat badge dan topi sekolah yang dibordir. Biasanya saya suruh kerjakan ke teman saya. Lha saya gak bisa bordi. Hampir semua sekolah yang ada di Bacem ini saya yang menjahit seragamnya. Belum lagi sekolah di luar Bacem”. Menjalin komunikasi dengan pengusaha lokal untuk mendapatkan informasi sangat penting artinya bagi alumni. Selama ini alumni kurang bisa menjalin hubungan baik dengan pengusaha lokal sehingga kesempatan dan peluang yang seharusnya bisa dikerjakan pada akhirnya terbuang sia-sia. Sumber daya dan potensi lokal yang belum dimanfaatkan ini merupakan salah satu sumber yang bisa berperan dalam mengatasi permasalahan alumni di desa Bacem. Untuk keterampilan bordir sampai saat ini masih banyak dibutuhkan oleh pengusaha karena potensi pasar masih sangat luas. Sentra industri bordir yang ada di Blitar dan sekitarnya masih membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengerjakan order yang tidak pernah habis. Seperti yang disampaikan oleh pengusaha bordir, Elizabeth : “saya pernah berkunjung ke Bangil Pasuruan yang katanya merupaka sentra industri bordir pak. Tetapi kenyataannya mereka tidak memproduksi sendiri pak. Mereka pengepul yang mengambil barang dari daerah yang benar-benar memproduksi sendiri seperti Tulungagung, Tasikmalaya bahkan dari Blitar. Jadi kalau kita memproduksi sendiri, kita masih banyak kesempatan untuk memasok produk kita kepada pengepul itu” . Peluang tersebut merupakan kesempatan bagi alumni untuk memanfaatkan keterampilannya dalam rangka mengatasi permasalahan pemasaran. Sedangkan bagi alumni yang kapasitas keterampilannya masih rendah hal itu sebagai motivasi untuk meningkatka dirinya. Di bidang meubel sebenarnya memiliki prospek yang cukup baik apabila ditunjang oleh peralatan dan kapasitas keterampilan yang memadai. Upaya lain adalah menggabungkan keterampilan meubel dengan keterampilan lain sehingga menghasilkan produk yang mempunyai daya saing. Seperti yang diungkapkan oleh pengusaha lokal dan tokoh masyarakat H. Mahmudi : “selama orang itu masih membutuhkan rumah, saya yakin kebutuhan akan peralatan rumah tangga tidak pernah ada habisnya. Ya tinggal bagaimana alumni mengasah keterampilannya supaya hasil kerjanya bagus dan laku dijual sehingga banyak pemesan yang datang. Ya istilah sekarang jemput bolalah”. Pernyataan di atas mengesankan bahwa selama ini alumni kurang aktif melakukan upaya untuk berhubungan dengan orang lain khususnya yang memiliki keterampilan sejenis. Di samping itu juga alumni kurang aktif menawarkan jasa kepada orang lain. Hal ini dapat dimaklumi karena kapasitas keterampilan alumni masih belum memadai. Di bidang otomotif seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, alumni merasa telah “salah” memilih jenis keterampilan. Hal ini disebabkan kurang selektifnya alumni pada saat mengikuti pelatihan di PSBR sehingga berakibat kurangnya motivasi alumni untuk mengembangkan keterampilannya. Hal ini diperkuat oleh Anang Efendi ketua karang taruna desa Bacem : “kalau saja dulu memilih otomotif roda 2, kemungkinan berhasil sangat besar pak. Orang yang punya mobil di desa Bacem ini dapat dihitung dengan jari. Kalaupun mereka mau menservis mobilnya, paling-paling dibawa ke Blitar. Karena di Blitar lebih lengkap peralatannya dan yang terpenting lebih profesional. ..... Kalau sepeda motor di desa Bacem malah banyak dan bengkel yang ada masih jarang”. Kasus di atas menunjukkan betapa pentingnya menentukan pilihan jenis keterampilan bagi mereka yang akan mengikuti pelatihan di PSBR. Perlu adanya studi kelayakan terhadap situasi dan kondisi pasar di daerah yang akan mengikutsertakan warganya untuk mengikuti pelatihan. Identifikasi terhadap permasalahan alumni selain melalui wawancara mendalam terhadap alumni dan stakeholder, peneliti dan alumni juga melakukan FGD dengan tujuan merumuskan permasalahan alumni, penyebab dan harapan alumni berdasarkan jenis keterampilan yang dimiliki alumni dan kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni. Dalam FGD ini dihadiri 21 orang alumni dari 30 orang alumni PSBR di desa Bacem. Di samping itu FGD juga menghasilkan keputusan membentuk Kelompok Usaha Produktif dengan menggunakan nama Kelompok Kerja Alumni. Terpilih sebagai ketuakoordinator adalah Lutfatul Husna dan sekretaris Yulia. Susunan kepengurusan secara lengkap akan dilakukan oleh ketua terpilih dan sekretaris bersama alumni lain pada waktu yang akan ditentukan kemudian. Rekapitulasi permasalahan, penyebab dan harapan alumni dapat dilihat pada tabel 12 : Tabel 12 : Jenis Keterampilan, Permasalahan, Penyebab dan Harapan Hasil FGD. Jenis Keterampilan Permasalahan Penyebab Harapan BORDIR 1. Keterbatasan Modal. 2. Tidak punya jejaring. 3. Kurang komunikasi dan kerjasama antar alumni. 4. Kapasitas Keterampilan masih rendah. 5. Kendala pemasaran. 6. Usaha belum berkembang. 7. Kurang dukungan masyarakat dan pihak luar. 1. Alumni dan ortu tidak mampu dan tidak tahu cara mengakses sumber dan potensi. 2. Kurang pengalaman dan tidak tahu cara membuat jejaring. 3. Kesibukan pribadi masing-masing alumni. 4. Tidak punya biaya untuk kursus dan tidak punya peralatan. 5. Kurang dapat mengakses informasi pasar. 6. Kurang pedulinya masyarakat dan pihak luar terhadap permasalahan alumni. 1. Mendapatkan modal usaha. 2. Bisa membangun jejaring dengan pengusaha lain. 3. Terbentuknya kelompok kerja dan pembinaan kelompok. 4. Mendapatkan Pelatihan keterampilan lanjutan dan bantuan peralatan. 5. Mendapatkan informasi pasar. 6. Mendapatkan pelatihan kewirausahaan. 7. Belajar keterampilan lain. 8. Masyarakat dan pihak luar peduli dengan permasalahan alumni. JAHIT 1. Keterbatasan Modal 2. Kapasitas Keterampilan masih rendah. 3. Kurang komunikasi dan kerjasama antar alumni. 4. Kurang dukungan masyarakat dan pihak luar. 1. Alumni dan ortu tidak mampu dan tidak tahu cara mengakses sumber dan potensi. 2. Tidak punya biaya untuk kursus dan tidak punya peralatan. 3. Kesibukan pribadi masing-masing alumni. 4. Kurang pedulinya masyarakat dan pihak luar terhadap permasalahan alumni. 1. Mendapatkan modal usaha. 2. Mendapatkan Pelatihan keterampilan lanjutan dan bantuan peralatan. 3. Terbentuknya kelompok kerja dan pembinaan kelompok. 4. Mendapatkan Pelatihan kewirausahaan. 5. Masyarakat dan pihak luar peduli dengan permasalahan alumni. MEUBEL 1. Keterbatasan Modal 2. Kapasitas Keterampilan masih rendah. 3. Kurang komunikasi dan kerjasama antar alumni. 4. Kurang motivasi 1. Alumni dan ortu tidak mampu dan tidak tahu cara mengakses sumber dan potensi. 2. Tidak punya biaya untuk kursus dan tidak punya peralatan. 3. Kesibukan pribadi 1. Mendapatkan modal usaha. 2. Mendapatkan Pelatihan keterampilan lanjutan dan bantuan peralatan. 3. Terbentuknya kelompok kerja dan pembinaan kelompok. mengembangkan usaha mebel. 5. Tidak punya jejaring 6. Kurang dukungan masyarakat dan pihak luar. masing-masing alumni. 4. Banyak saingan. 5. Kurang pengalaman dan tidak tahu cara membuat jejaring. 6. Kurang pedulinya masyarakat dan pihak luar terhadap permasalahan alumni. 4. Mendapatkan keterampilan alternatif. 5. Bisa membangun jejaring dengan pengusaha lain. 6. Mendapatkan pelatihan kewirausahaan. 7. Masyarakat dan pihak luar peduli dengan permasalahan alumni. OTOMOTIF 1. Kurang Motivasi mengembangkan usaha otomotif. 2. Kurang komunikasi dan kerjasama antar alumni. 3. Kurang dukungan masyarakat dan pihak luar. 1. Salah memilih jenis keterampilan dan malas. 2. Kesibukan masing- masing alumni. 3. Kurang pedulinya masyarakat dan pihak luar terhadap permasalahan alumni. 1. Belajar keterampilan lain. 2. Terbentuknya kelompok kerja dan pembinaan kelompok. 3. Mendapat Pelatihan Kewirausahaan. 4. Masyarakat dan pihak luar peduli dengan permasalahan alumni. Dalam pelaksanaan FGD ini peneliti bertindak sebagai fasilitator. Proses pelaksanaan FGD Alumni dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Peserta dibagi secara berkelompok menurut jenis keterampilan. 2. Masing-masing anggota kelompok menulis permasalahannya. 3. Masing-masing kelompok mendiskusikan dan merumuskan permasalahan. 4. Hasil diskusi masing-masing kelompok selanjutnya disampaikan dalam diskusi umum. Bertindak sebagai moderator dan jalannya diskusi umum adalah Zuliana. Gambar 14 : Situasi Jalannya FGD Masing-masing Kelompok Keterampilan. Melihat hasil rumusan alumni tentang permasalahan yang dihadapi tidak terlalu berbeda jauh dengan hasil wawancara mendalam peneliti terhadap alumni yang menjadi responden. Begitu juga dengan harapan alumni untuk mengatasi permasalahannya tidak saja berorientasi pada aspek ekonomi saja. Aspek sosial seperti keinginan untuk membentuk kelompok kerja sebagai wadah dan media bagi para alumni untuk selalu melakukan komunikasi dan saling memberikan informasi. Demikian juga dengan harapan yang ingin dilakukan dengan beralih kepada usaha di bidang lain, menunjukkan adanya prakarsa untuk berbuat sesuatu dalam mengatasi pemasalahannya. Setelah melakukan FGD antar alumni, peneliti dan alumni mengadakan kembali FGD yang menghadirkan stakeholder dengan tujuan menyampaikan permasalahan, penyebab dan harapan alumni berdasarkan hasil FGD untuk mendapatkan tanggapan dan masukan dalam rangka menyempurnakan program kerja pemberdayaan alumni. Di samping itu juga bertujuan untuk menginventarisir stakeholder yang akan dilibatkan dalam pemberdayaan alumni dan menyusun indikator kemandirian sosial ekonomi alumni. Dalam FGD ini stakeholder yang hadir adalah, orang tua alumni, pemerintah lokal, PSBR, tokoh masyarakat, pengusaha lokal, tokoh pemuda dan unsur PKK. Rumusan permasalahan, penyebab dan harapan alumni pada dasarnya dapat diterima oleh peserta. Namun demikian dalam FGD ini peserta merumuskan permasalahan secara umum yang dihadapi alumni. Hasil rumusan permasalahan tersebut adalah : 1. Kurang Komunikasi dan Kerjasama Antar Alumni Peserta menganggap bahwa aspek komunikasi dan kerjasama antar alumni merupakan hal penting yang selama ini justeru diabaikan. Alumni cenderung bekerja secara perorangan sehingga kurang mempunyai greget dan posisi tawar dihadapan masyarakat maupun pengusaha. 2. Kapasitas Keterampilan Masih Rendah Meskipun alumni telah belajar di PSBR, namun pengetahuan dan keterampilan yang diterima masih belum cukup memadai sebagai bekal untuk mengembangkannya menuju kemandirian. Alumni masih memerlukan pembinaan lanjutan dari berbagai pihak yang terkait maupun masyarakat. Karena kapasitas keterampilan yang kurang memadai ini ada alumni memilih untuk alih usaha yang tidak sesuai dengan keterampilan yang didapatkan dari PSBR. 3. Tidak Punya Jejaring Permasalahan ini lebih disebabkan oleh kurang aktifnya alumni mendekati beberapa pengusaha lokal maupun di luar desa Bacem. Kesibukan lain telah menyita waktu alumni untuk berusaha membuat jaringan dengan pengusaha. Sehingga alumni kurang dapat mengakses pasar lokal maupun di luar wilayah desa Bacem. 4. Keterbatasan Modal Usaha Bagi alumni yang telah memiliki peralatan kerja khususnya, masalah modal menjadi begitu penting untuk kelangsungan usahanya. Masalah ini membuat alumni kebingungan dalam mengembangkan usahanya. Sedangkan orang tua alumni tidak dapat berbuat banyak karena tidak mampu membiayai atau memberikan modal kepada alumni. 5. Kurang Motivasi Mengembangkan Keterampilan Sebagai dampak dari kurang tepatnya alumni dalam memilih jenis keterampilan pada saat mengikuti pelatihan di PSBR, maka ada sebagian alumni yang mau beralih pada jenis keterampilan lain yang memungkinkan dan mampu dilakukan alumni. 6. Kurangnya Dukungan Dari Masyarakat dan Pihak Luar. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap permasalahan alumni. Disamping itu masyarakat juga belum bisa menghargai hasil karya alumni secara jujur. Sedangkan tidak adanya dukungan dari pihak luar disebabkan oleh kurangnya alumni mengadakan pendekatan dengan pihak-pihak terkait. Baik dengan instansi pemerintah, swasta maupun pengusaha. Gambar 15 : FGD Alumni dengan Unsur Masyarakat dan Stakeholder. Kondisi Kemandirian Sosial Ekonomi Alumni Saat Ini Melalui wawancara mendalam, observasi, FGD dan loka karya yang dilakukan, untuk melihat kondisi kemandirian sosial ekonomi, peneliti melihat dari aspek ; kegiatan apa yang dilakukan oleh alumni saat ini dan upaya apa yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahannya. Seperti yang telah disebutkan pada sub bab identifikasi permasalahan alumni, bahwa ada keterkaitan yang erat antara permasalahan dengan kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni. Alumni yang memiliki motivasi tinggi untuk mengatasi permasalahannya lebih mempunyai prakarsa dan terobosan untuk melakukan kerjasama dengan orang lain, lebih mampu berwirausaha dan mempunyai kreatifitas dalam berusaha. Motivasi yang tinggi dari alumni tersebut tidak lepas dari kapasitas keterampilan yang cukup baik yang dimiliki oleh alumni, minat serta kemampuan alumni menangkap peluang pasar yang ada. Keterampilan Bordir Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti terhadap alumni bordir, dapat digambarkan bahwa alumni masih belum berani mengambil resiko dalam berusaha, kurang ulet dan kurang mampu bekerja sama dengan alumni lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Nur Fatma Lailia : Ya sementara saya begini saja. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Wah kalau untuk usaha besar, misalnya memproduksi barang gitu, ya belum berani pak. Tapi kalau hasil bordiran saya layak jual, saya berani pak. Pokoknya kalau keterampilan bordir saya bagus, saya berani pak.. Sampai sekarang saya paling-paling ke rumah teman sesama alumni bordir. Itupun kalau saya kesulitan bordir punya orang. Saya juga ingin teman-teman sesama alumni buat kelompok. Maksud saya supaya saling memberi informasi. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya sikap yang pasrah tanpa adanya upaya sendiri maupun secara kelompok untuk merubah kondisinya. Alumni menyadari bahwa kondisi tersebut kurang menguntungkan bagi dirinya. Namun hingga saat ini masih belum berupaya maksimal untuk keluar dari kondisi tersebut. Hal ini banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek. Aspek kepercayaan diri alumni memegang peranan penting dalam upaya mengembangkan diri. Hal ini juga tidak terlepas dari kapasitas keterampilan yang dimiliki alumni dan keberanian alumni untuk menjalin hubungan dengan orang lain atau pengusaha lain. Disamping itu aspek kejujuran para pengusaha untuk menilai hasil kerja alumni ikut berperan dalam mendukung pengembangan diri alumni. Namun alumni memiliki mental dalam berwirausaha yang cukup baik apabila ditunjang oleh modal dan kapasitas keterampilan yang memadai. Keterampilan Jahit Kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni jahit berdasarkan wawancara yang dilakukan justeru menunjukkan adanya prakarsa untuk mengatasi masalahnya. Alumni berusaha mengembangkan diri dengan berusaha di bidang lain meskipun kurang membawa hasil. Di samping itu alumni juga berupaya mandiri dengan cara menabung untuk memiliki sarana usaha. Hal ini menunjukkan adanya sikap positif yang dimiliki alumni. Secara mental alumni juga mempunyai jiwa wirausaha yang cukup tinggi. Hal ini tercermin dari pernyataan Sri Winarti : Sekarang saya sama suami menabung untuk beli mesin jahit. Tapi untuk biaya kursus lagi saya tidak ada biaya. Tapi kalau ada bantuan modal untuk usaha, saya mau. Karena saya dulu pernah ditawari menjahit oleh pengusaha konveksi di Tulungagung, ya pengusaha home industri pak, untuk jahit seragam sekolah. Tapi saya belum berani pak. Karen\a waktu itu saya masih belum lancar menjahit selain itu saya kan tidak punya mesin jahit. Meskipun selama ini alumni telah melakukan upaya, namun upaya tersebut belum maksimal karena alumni menyadari bahwa dia melakukannya secara perorangan. Alumni kurang kurang berkomunikasi dengan teman sesama alumni untuk ikut bersama-sama memecahkan masalahnya. Alumni menginginkan agar alumni jahit yang lain bisa bekerjasama seperti yang diungkapkannya : Saya mau teman-teman alumni juga bisa diajak kerjasama. Misalnya kalau ada borongan pekerjaan, teman-teman alumni juga bisa mengerjakan. Karena kalau borongan biasanya banyak dan membutuhkan tenaga banyak. Saya senang kalau ada yang mau mengkoordinir untuk membuat kelompok. Lha sekarang ini teman-teman sepertinya jalan sendiri-sendiri. Saya kadang malas mau menghubungi mereka. Keterampilan Meubel Selain ketepatan dalam memilih keterampilan dan dukungan orang tua, lingkungan tempat tinggal alumni mempunyai peran yang cukup signifikan dalam diri alumni untuk mengembangkan diri. Setidaknya hal ini tercermin dari penerimaan masyarakat terhadap hasil kerja alumni. Kepercayaan masyarakat terhadap kapasitas alumni sangat membantu untuk menumbuhkan kepercayaan diri alumni untuk mengembangkan usahanya. Alumni mebel masih berencana untuk mencari bentuk usaha yang memungkinkan untuk cepat menghasilkan uang. Namun hingga saat ini alumni belum menemukannya. Bahkan alumni berencana untuk menggeluti keterampilan yang lain. Kendala yang dihadapi adalah belum mampunya alumni menjalin kerjasama dengan pengusaha lain. Diungkapkan Agus : “Saya sih pinginnya belajar lagi atau magang. Tapi saya tidak punya kenalan pak. ...... Keinginan untuk berusaha sendiri sih ada pak. Tapi maksud saya, saya pingin belajar dulu. Syukur-syukur keterampilan yang praktis yang cepat menghasilkan uang pak. Saya ingin menekuni bidang kerajinan yang masih berkaitan dengan keterampilan yang saya punyai pak. Sekarang masih bingung apa yang mau saya lakukan. Teman-teman juga begitu pak. Keterampilan Otomotif Roda Empat A lumni otomotif dapat dikatakan kurang berhasil apabila ditinjau dari aspek pengembangan keterampilan. Bahkan alumni yang menjadi responden dalam wawancara sudah tidak berminat lagi dengan keterampilan otomotif. Alumni lebih memilih untuk mengembangkan keterampilan lain. Hal ini tidak terlepas dari sikap pesimis alumni untuk menekuni bidang otomotif. Karena bidang ini membutuhkan jangka waktu yang lama untuk benar-benar menguasai dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Sikap pesimis ini seperti yang dituturkan oleh M. Fadhol : Ya saya pingin kerja pak. Kerja apa saja yang penting tidak di otomotif pak. Susah lho pak otomotif itu. Kalau tidak betul-betul pintar ya tidak laku. Orang lebih baik ke Blitar pak. dan lagi saya malu sama orang tua, masak mau tergantung terus-terusan. Alumni memiliki harapan untuk mandiri namun tidak diimbangi oleh upaya untuk memecahkan masalahnya. Alumni masih memilih kegiatan yang dilakukannya. Bertitik tolak dari beberapa hasil wawancara mendalam di atas, dapat dikatakan bahwa kondisi kemandirian alumni PSBR di desa Bacem belum menunjukkan kondisi yang belum optimal sesuai harapan alumni. Indikator yang menunjukkan pernyataan tersebut adalah masih banyaknya alumni yang belum mampu memecahkan masalahnya, kurang ada prakarsa, kurangnya kerjasama antar alumni dan kurang memiliki jiwa wirausaha. Di samping itu alumni juga kurang keatif dalam berusaha maupun dalam memecahkan masalahnya sehingga dapat dikatakan alumni kurang ulet dalam berusaha. Kondisi tersebut membawa dampak kurang beraninya alumni mengambil resiko dalam berusaha. Selain wawancara mendalam yang dilakukan peneliti untuk mengetahui kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni, peneliti juga melakukan FGD dengan alumni. Dalam FGD tersebut peneliti menekankan pada dua aspek yaitu ; kegiatan alumni pada saat ini dan upaya apa yang dilakukan alumni. Kedua aspek tersebut dipilih karena diasumsikan bahwa kedua aspek tersebut merupakan representasi dari indikator kemandirian sosial ekonomi. Rekapitulasi hasil FGD tersebut dapat dilihat pada tabel 13 berikut : Tabel 13 : Kondisi Kemandirian Sosial Ekonomi Alumni Berdasarkan Kegiatan Saat Ini, Upaya yang Dilakukan . No. NAMA ALUMNI KEGIATAN SAAT INI UPAYA YANG DILAKUKAN 1. M. Fadhol Menganggur Tidak ada 2. M. Juaini Usaha Sablon Sementara menyablon 3. M. Nashor Kerja Sablon pd orang lain Sementara tetap kerja sablon. 4. Mujianto Tani Sementara bertani 5. Sri Winarti Ibu Rmh Tngga. Tidak ada 6. Siti Mu’awiyah Menjahit Sendiri Sementara menerima jahitan. 7. Bidayah Menjahit pada orang lain. Sementara kerja dengan orang lain. 8. Binti Zulaikah Membordir sendiri Sementara menerima bordiran. 9. Miftahurrohmah Ibu Rmh Tngga Tidak ada 10. Nanik Menganggur Tidak ada 11. Imro’atus Sholikah Menganggur Tidak ada 12. Nur Ni’amah Menjahit pd orang lain. Sementara menerima jahitan 13. Anik Rahmawati Menganggur Tidak ada 14. Nurfatma Lailia Membordir sdr. Sementara membordir sdr. 15. Lutfatul Husna Guru M.I Sementara mengajar. 16. Yuliana Menganggur Tidak ada 17. Sri Binas Menerima order bordir Sementara menerima order bordir 18. Azis Mustofa Menganggur Tidak ada 19 N. Agus Setiawan Menganggur Tidak ada 20. Ali Shodikin Kerja di Peternakan bebek Sementara Kerja di peternakan bebek 21. Darul Khoiri Menganggur Tidak ada Sumber : Hasil FGD Alumni. Kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni yang terdapat pada tabel 13 tersebut disampaikan dalam FGD alumni dengan stakeholder. Peserta FGD dapat menyepakati dan menerimanya. Peserta juga membuat skor untuk menilai sejauhmana tingkat kemandirian sosial ekonomi alumni yang ada di desa Bacem yaitu : 76 persen – 100 persen Tinggi, 51 persen – 75 persen Sedang, 26 persen – 50 persen Rendah, 0 persen – 25 persen sangat rendah. Berdasarkan skor tersebut dapat diapresiasikan sebagai berikut : alumni yang menganggur sebanyak 8 orang 38,5 persen, ibu rumah tangga dan tidak memiliki kegiatan usaha sebanyak dua orang 9,5 persen, bekerja sesuai dan tidak sesuai dengan keterampilan yang dimiliki sebanyak 11 orang 52 persen. Sedangkan berdasarkan upaya yang dilakukan oleh alumni untuk memecahkan masalahnya, alumni yang tidak ada upaya sebanyak 10 0rang 48 persen dan alumni yang tetap berupaya sementara dengan kegiatan yang saat ini dilakukan adalah 11 orang 52 persen. Alumni yang memiliki kegiatan saat ini berjumlah 11 orang atau 52 persen dan yang tidak memiliki kegiatan termasuk ibu rumah tangga sebanyak 10 orang atau 48 persen dari jumlah keseluruhan alumni. Kegiatan yang dilakukan alumni saat ini juga merupakan gambaran terhadap ada dan tidaknya upaya yang dilakukan alumni. Alumni yang tidak mempunyai kegiatan maka dia juga tidak ada upaya untuk mengatasinya, begitu juga sebaliknya. Apabila Kemandirian sosial ekonomi alumni didasarkan pada jenis keterampilan, dapat disimpulkan : Alumni otomotif yang telah melakukan upaya sementara sebanyak 75 persen sedang, Alumni Jahit 67 persen sedang, Alumni Bordir 50 persen rendah dan alumni mebel 75 persen sedang. Upaya Sementara menjadi penekanan, karena alumni masih mempunyai harapan untuk merubah dan meningkatkan upaya tersebut menjadi optimal. Bertitik tolak dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian sosial ekonomi alumni di desa Bacem masih dalam kategori “sedang”. Untuk itu masih diperlukan upaya agar kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni dapat lebih optimal yang sesuai dengan harapan alumni dan berbagai pihak. Pelaksanaan FGD alumni dan stakeholder ini, peserta juga merumuskan indikator kemandirian sosial ekonomi alumni. Selengkapnya indikator tersebut adalah : 1. Alumni sudah bekerja dan dapat menghidupi dirinya atau menghidupi anak dan istrinya atau ikut membantu suami mencari nafkah. 2. Alumni bisa bergaul dengan tetangga dan masyarakat. 3. Alumni aktif mengikuti kegiatan yang ada di lingkungannya. 4. Alumni mengerti masalah dan kebutuhannya. 5. Alumni selalu berusaha untuk mencapai cita-citanya. Indikator kemandirian di atas dapat dikatakan merupakan apresiasi dan representasi dari nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat. Masyarakat masih menganggap bahwa kemandirian ekonomi merupakan hal pokok yang perlu diperjuangkan oleh alumni. Masyarakat belum banyak memasukkan aspek mental sosial yang juga ikut berpengaruh dalam mewujudkan kemandirian sosial ekonomi alumni. Aspek-aspek sosial lain seperti, prakarsa, keuletan, jaringan dan mitra usaha belum terakomodir dalam indikator kemandirian sosial ekonomi tersebut. Gambar 16 : Situasi FGD Alumni dengan Stakeholder Rancangan Program Pemberdayaan Alumni Program pemberdayaan yang ada selama ini di desa Bacem lebih banyak didominasi oleh program-program yang berasal dari pemerintah yang hanya melibatkan masyarakat pada bagian-bagian tertentu dari keseluruhan proses pemberdayaan. Pada saat PL 2 dimana peneliti mengadakan evaluasi program terdapat program KUBE UEP kerajinan bambu yang ditujukan kepada Karang Taruna. Hal ini disebabkan oleh proses perencanaan kurang melibatkan unsur- unsur dalam masyarakat, maka program ini tidak berkelanjutan dan hingga saat ini terbengkalai. Begitu juga dengan program pemberdayaan dari PSBR yang hanya memberikan bantuan peralatan kerja kepada alumni tanpa melakukan pembinaan dan pendampingan yang mengakibatkan kurang optimalnya alumni memanfaatkan bantuan tersebut karena masih menghadapi kendala rendahnya kapasitas keterampilan alumni dan kendala pemasaran. Sedangkan Koperasi Rahayu Mandiri desa Bacem adalah sebuah program yang didasari oleh ide dan kepentingan masyarakat dan direncanakan oleh masyarakat juga hingga saat ini tetap bertahan dan berkelanjutan. Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh alumni PSBR pada hakekatnya bukan saja disebabkan oleh aspek material yang menjadi latar belakang permasalahannya, seperti kekurangan peralatan, keterbatasan modal usaha dan kapasitas keterampilan, namun aspek mental, sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat juga ikut menentukan bagi terwujudnya kemandirian sosial ekonomi alumni. Dalam menentukan indikator kemandirian alumni, alumni dan stakeholder yang terlibat dalam penyusunan indikator tidak memasukkan aspek mental yang dimaksud seperti prakarsa, keuletan, keberanian mengambil resiko dan kemampuan wirausaha. Untuk itu masih perlu upaya untuk memberikan pemahaman kepada alumni dan masyarakat tentang aspek-aspek mental sosial yang melatarbelakangi adanya permasalahan alumni. Telah disebutkan dalam bab Metodologi, bahwa peneliti sebelumnya sudah dekat dengan orang dan situasi di lokasi penelitian, hal ini sangat membantu dalam menggerakkan dan mengorganisasikan alumni dan stakeholder dalam kegiatan penyusunan program. Alumni dan stakeholder yang terlibat dari awal kegiatan kajian telah menyadari akan potensi yang dimiliki alumni serta pentingnya membuat program pemberdayaan bagi alumni. Dalam penyusunan program pemberdayaan alumni ini peneliti memposisikan diri sebagai fasilitator. Peneliti menyadari bahwa alumni dan masyarakat adalah pihak yang paling berhak menentukan pilihan. Dalam posisi demikian tersebut hubungan peneliti dengan alumni dan masyarakat adalah subyek dengan subyek. Bertitik tolak dari hubungan tersebut gagasan peneliti untuk memberdayakan alumni disampaikan kepada masyarakat melalui proses penyadaran, motivasi, memberikan keyakinan melalui dialog interaktif. Melalui proses-proses tersebut alumni dan masyarakat membuat kesepakatan dan keputusan untuk membuat program pemberdayaan alumni. Tujuan utama dari program pemberdayaan alumni ini adalah terwujudnya kemandirian sosial ekonomi alumni secara berkelanjutan sesuai dengan harapan alumni dan stakeholder dan diharapkan juga akan membawa pengaruh yang positif bagi remajapemuda di desa Bacem serta merupakan model bagi pemberdayaan alumni PSBR di tempat lain yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan alumni di desa Bacem. Meskipun tidak mengadopsi secara keseluruhan, namun setidaknya proses dalam menggali permasalahan dan melihat kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni dapat dijadikan contoh. Bagi alumni, program pemberdayaan ini bermanfaat untuk mengatasi permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan agar kemandirian sosial ekonominya dapat terwujud dan meningkat. Bagi orang tua alumni, apabila kemandirian sosial ekonomi alumni terwujud, maka akan mengurangi beban tanggungan orang tua bahkan dapat membantu kesulitan dalam keluarga. Pemerintah Desa mempunyai kepentingan dengan program pemberdayaan alumni yaitu sebagai jalan untuk mengurangi pengangguran yang dampaknya akan mengarahkan alumni serta remajapemuda di lingkungannya kepada kegiatan yang positif. Begitu juga dengan instansi terkait seperti PSBR, Dinkesos, Disnakertrans, dan Deperindag akan menjadi masukan dan model program pemberdayaan yang benar-benar merupakan inisiatif dari alumni dan masyarakat. Sehingga instansi terkait dapat mengetahui dan memahami secara benar masalah dan kebutuhan alumni untuk kemudian dapat berpartisipasi menanggulangi permasalahan dan kebutuhan alumni secara tepat dan berkelanjutan. Bagi pengusaha lokal maupun di luar desa Bacem potensi yang dimiliki alumni merupakan asset tenaga kerja yang siap pakai dengan kualitas yang baik dan bahkan dapat menjadi mitra kerja pengusaha. Penyusunan program pemberdayaan ini selain melalui FGD alumni dengan stakeholder juga dilakukan melalui loka karya. Loka karya dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak dan penyempurnaan terhadap program pemberdayaan. Loka karya tersebut dihadiri oleh unsur-unsur : alumni, orang tua alumni, pemerintah lokal, tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh wanita, pengusaha jahit, pengusaha bordir, pengusaha batok kelapa, PSBR “Mardi Utomo” Blitar, Dinkesos, Depnakertrans, pekerja sosial fungsional PSBR “Mardi Utomo” Blitar. Sedangkan undangan yang tidak hadir adalah Komisi IV DPRD kabupaten Blitar dan Disperindag. Gambar 17 : Situasi Pelaksanaan Loka Karya. Bertitik tolak dari permasalahan yang dihadapi oleh alumni, maka program pemberdayaan alumni dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Permasalahan Kurang Komunikasi dan Kerjasama Antar Alumni. Kegiatan yang disepakati untuk mengatasi permasalahan ini adalah : a. Membentuk Kelompok Usaha Produktif dengan tujuan terciptanya hubungan yang harmonis antar alumni sekaligus sebagai media komunikasi dan informasi serta wadah bagi alumni untuk pengembangan usaha yang dilakukan. Dengan demikian pada gilirannya kelompok ini akan mempunyai bargaining power terhadap lembaga keuangan maupun pengusaha. Dalam hal ini peranan PSBR sangat penting sebagai unsur pelaksana karena dipandang masih memiliki tanggung jawab pelaksanaan program pembinaan lanjut terhadap alumni. b. Pembinaan dan Pendampingan Kelompok dengan tujuan memberikan motivasi kepada kelompok sekaligus memberikan pengetahuan tentang manajemen kelompok. Wujud nyata kegiatan ini salah satunya adalah memberikan beberapa pengetahuan dan praktek melalui pelatihan tentang dinamika kelompok dan out bound. Kegiatan dinamika kelompok dan out bound ini dapat diintegrasikan dalam kegiatan penerimaan siswa baru di PSBR. Kegiatan ini dilakukan agar alumni lebih memahami bagaimana cara memecahkan masalah, sejauhmana prakarsa alumni dan kreatifitas alumni, keuletan dalam berusaha dan sejauhmana keberanian mengambil resiko dalam berusaha. c. Pelatihan Kepemimpinan dengan tujuan agar alumni dapat memahami aspek-aspek kepemimpinan dan tanggung jawab dalam kelompok baik sebagai anggota maupun pengurus. d. Pelatihan Manajemen Usaha dengan tujuan agar alumni dapat memahami cara mengelola sebuah usaha dan administrasi usaha. e. Diskusi dan konsultasi dengan pengusaha sukses dan alumni yang sukses tentang pengelolaan usaha sekaligus sebagai upaya memahami akses terhadap permodalan dan pasar. 2. Permasalahan Kapasitas Keterampilan Masih Rendah. Kegiatan yang disepakati adalah : Pelatihan Keterampilan Lanjutan dengan tujuan meningkatnya kapasitas keterampilan alumni. Kegiatan ini ditujukan kepada alumni yang saat ini sudah melakukan kegiatan usaha sesuai keterampilan yang dimiliki namun masih belum optimal. Peranan PSBR dan pengusaha diharapkan mau dan mampu untuk menjadi tempat belajar alumni. 3. Permasalahan Tidak Punya Jejaring Kegiatannya meliputi : a. Pendampingan dengan tujuan membantu alumni mendapatkan jaringan usaha dan menjalin kemitraan. Di lembaga PSBR terdapat Pekerja Sosial Fungsional Peksos di mana mereka mempunyai tugas memberikan pelayanan langsung direct services dalam kegiatan panti. Peksos ini diharapkan dapat menjadi pendamping bagi kegiatan alumni sekaligus dapat menjadi kegiatan peksos untuk kepentingan pengumpulan angka kredit. b. Studi Banding kepada pengusaha sukses dan alumni PSBR di tempat lain yang berhasil dengan tujuan Sebagai upaya membangun dan menjalin relasi awal dengan pengusaha dan sebagai motivasi bagi alumni. 4. Permasalahan Keterbatasan Modal Usaha. a. Membuat Proposal Untuk Memperoleh bantuan Modal Usaha baik berupa hibah maupun pinjaman lunak dengan tujuan menjaring sebanyak mungkin modal usaha. b. Mengadakan pengumpulan dana mandiri alumni secara rutin melalui Iuran Wajib, Iuran Pokok dan Iuran Sukarela. c. Mengadakan pengumpulan dana secara insidentil melalui kegiatan bazar. d. Mengadakan kerjasama dengan pengusaha dalam hal pengadaan bahan dengan cara imbal beli dan imbaljasa. 5. Permasalahan Kurang Motivasi Mengembangkan Keterampilan Kegiatannya meliputi : a. Pelatihan dan penyuluhan kewirausahaan dengan tujuan membangkitkan semangat alumni untuk memiliki mental wirausaha dan mengetahui peluang usaha serta akses terhadap pasar. b. Pelatihan Keterampilan alternatif dengan tujuan sebagai stimulus bagi alumni yang ingin alih usaha dan menambah jenis usaha. 6. Permasalahan Kurang dukungan dari masyarakat dan pihak luar. Kegiatannya adalah mengadakan penyuluhan dan loka karya dengan tujuan memberikan sosialisasi tentang permasalahan dan kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni kepada masyarakat dan pihak luar agar memahami dan memberikan dukungan nyata. Untuk mendukung program pemberdayaan alumni, maka peserta FGD melakukan identifikasi stakeholder yang akan dilibatkan dalam program pemberdayaan seperti pada tabel 14 : Tabel 14 : Daftar Nama Stakeholder dan Peranan dalam Program Pemberdayaan No. Nama Stakeholder Peranan dalam Pemberdayaan 1. Koperasi “Rahayu Mandiri” Membantu dalam hal pendanaan modal kerja dan pemasaran 2. Pengusaha Jahit Menengah Membantu memberikan order bagi alumni yang baik yang di kerjakan di tempat kerja maupun di rumah alumni dan menjadi tempat menjahit lanjutan magang. 3. Pengusaha Bordir Menengah Membantu alumni untuk magang, memberikan order dan pemasaran. 4. Pengusaha Kerajinan Batok Kelapa Menengah. Menjadi alternatif bagi alumni yang akan alih bidang keterampilan atau usaha sekaligus melatih alumni. 5. PSBR “Mardi Utomo” Blitar Membantu alumni yang masih ingin belajar kembali keterampilan dan mengupayakan bantuan peralatan kerja dalam program pemberdayaan serta pendampingan dilakukan oleh Pekerja Sosial Fungsional PSBR. 6. Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Blitar. Melalui program pembinaan dan pengembangan Karang Taruna dapat mengikutsertakan alumni dalam pelatihan-pelatihan manajemen usaha. 7. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Blitar Membantu dalam hal pembinaan dan pengembangan keterampilan alumni dan membantu dalam pengajuan proposal bantuan peralatan kerja. 8. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Blitar. Membantu alumni dalam hal pemasaran dan promosi 9. Bank Rakyat Indonesia unit kecamatan Ponggok. Membantu dalam hal permodalan. 10. Karang Taruna Widya Mandala desa Bacem. Mengikutsertakan kegiatan alumni dalam kegiatan Usaha Ekonomis Produktif UEP melalui Kelompok Usaha Bersama KUBE. 11. PKK desa Bacem. Sebagai mitra alumni dalam hal mengelola manajemen usaha. 12. Pemerintah Desa Bacem. Mengalokasikan danakas desa baik melalui ADD maupun PPK untuk dana operasional maupun modal bagi alumni melalui kelompok kerja. Peserta dalam menginventarisir stakeholder berusaha melibatkan stakeholder sebanyak mungkin. Hal ini dilakukan agar permasalahan alumni benar-benar dapat diatasi. Rancangan program pemberdayaan alumni desa Bacem selengkapnya dapat dilihat pada tabel 15 : Tabel 15 : Rancangan Program Pemberdayaan Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi. Permasalahan Kegiatan Tujuan Pelaksana Penanggung Jawab Pendukung Jadual Kerja Sumber Dana Kurang Komunikasi dan Kerjasama Antar Alumni 1. Pembentukan Kelompok Usaha Produktif. 2. Pembinaan dan Pendampingan Kelompok 3. Pelatihan Kepemimpinan 4. Pelatihan Manajemen Usaha 5. Diskusi dan Konsultasi dengan pengusaha dan alumni sukses. Terciptanya hubungan yang harmonis antar alumni dan adanya media komunikasi dan informasi bagi alumni. Memberikan motivasi kepada kelompok sekaligus memberikan pengetahuan tentang manajemen kelompok. agar alumni dapat memahami aspek-aspek kepemimpinan dan tanggung jawab dalam kelompok baik sebagai anggota maupun pengurus . agar alumni dapat memahami cara mengelola sebuah usaha dan administrasi usaha. Memahami Pengelolaan usaha, akses modal dan pasar. 1. Seluruh Alumni. 2. PSBR. 3. Karang Taruna KUBE PSBR Disnakertrans, Disperindag. Disnakertrans, Disperndag, Dinkesos Karang Taruna, Kelompok UP, Koperasi rahayu mandiri. 1. PSBR 2. Karang Taruna KUBE PSBR Pemerintah Desa, Karang taruna. Pemerintah Desa, Karang taruna. Karang Taruna 1. Orang Tua Alumni. 2. Pemerintah Desa. 3. Dinkesos. 4. Tokoh masyarakat dan Tokoh Agama. 5. PKK Desa Bacem 1. Pemerintah Desa. 2. Dinkesos 3. Disnakertrans 4. Disperindag. 5. PKK desa Bacem 6. Karang Taruna 7. Kop. Rahayu Mandiri 1. PSBR 2. Koperasi Rahayu Mndri 3. PKK. 1. PSBR 2. Koperasi Rahayu Mndri 3. PKK 1. PKK 2. Pemerintah Desa Juli s.d Agustus 2006 Agustus s.d Desember 2006 Januari 2007 s.d Pebruari 2007. Januari 2007 s.d Pebruari 2007. Pebruari 2007 PSBR, Pemerintah Desa ADD. PSBR, Pemerintah Desa ADD, Dinkesos. Disnakertrans, Disperindag, Pemerintah Desa ADD. Disnakertrans, Disperindag, Pemerintah Desa ADD. Pemerintah Desa, Karang Taruna, Swadaya Kelompok Kerja. 102 75 Kapasitas Keterampilan Masih Rendah Pelatihan Keterampilan Lanjutan Meningkatnya kapasitas Keterampilan alumni Alumni, Pemdes, Karang taruna KUBE Pengusaha jahit, Pengusaha Bordir, Pengusaha Kerajinan batok Kelapa. Pemerintah Desa, Koperasi rahayu mandiri, Karang taruna KUBE 1. Pemerintah Desa. 2. Dinkesos 3. Disnakertrans 4. Disperindag 5. Koperasi Rahayu Mandiri. 6. PSBR Desember 2006 s.d Pebruari 2007. Pemerintah Desa ADD Karang taruna, instansi terkait, koperasi rahayu mandiri. Tidak Punya Jejaring 1. Pendampingan 2. Studi Banding kepada Pengusaha Sukses dan Alumni PSBR di tempat lain yang berhasil. Membantu alumni mendapatkan jaringan usaha dan menjalin kemitraan Sebagai upaya membangun dan menjalin relasi awal dengan pengusaha dan sebagai motivasi bagi alumni. PSBR, Dinkesos, Disnakertrans, Deperindag, Pemerintah Desa, Koperasi Rahayu Mandiri Seluruh Alumni, Karang taruna KUBE Pemerintah Desa dan Koperasi Rahayu Mandiri Seluruh Alumni, Karang taruna. Karang Taruna 1. Pemerintah Desa Bacem. 2. PKK Desa Bacem. 3. Koperasi Rahayu Mandiri. 4. Pengusaha. 5. PSBR Agustus 2006 s.d Juni 2007. Agustus s.d Desember 2006 Pemerintah Desa ADD, Orang tua alumni, Koperasi Rahayu Mandiri. Swadaya Alumni, karang taruna, pemerintah desa ADD Keterbatasan Modal Usaha 1. Membuat Proposal Untuk Memperoleh bantuan Modal uang dan Peralatan baik hibah maupun pinjaman lunak 2. Mengadakan kegiatan pengumpulan dana rutin mandiri melalui iuran wajib, iuran pokok dan iuran sukarela. Menjaring sebanyak mungkin modal usaha Sebagai media untuk menumbuhkan motivasi alumni untuk bergabung dan bertanggung jawab dengan kelompok. PSBR, Koperasi Rahayu Mandiri, Karang taruna, Pemerintah Desa. Pengurus dan anggota kelompok UP. Pemerintah Desa, Koperasi Rahayu Mandiri, Karang taruna. Pengurus dan anggota Kelompok UP. 1. Dinkesos 2. PKK Desa Bacem 1. Pemerintah Desa 2. Karang taruna 3. Koperasi Rahayu mandiri. 4. PSBR Agustus 2006 s.d Februari 2007 Agustus 2006 s.d April 2007 PSBR, Koperasi Rahayu Mandiri, Karang taruna KUBE, Pemerintah Desa PPK Disnakertrans, Dinkesos, BRI.. Swadaya alumni, Karang taruna, Pemerintah Desa ADD. 103 76 3. Mengadakan Kegiatan Pengumpulan dana insidentil melalui kegiatan bazar. 4. Mengadakan kerjasama dengan pengusaha dalam pengadaan bahan melalui imbal beli dan jasa. Sebagai media bagi alumni untuk melatih kepercayaan diri dalam berwirausaha. Menghemat biaya pembelian bahan. Pengurus dan anggota kelompok UP, Karang Taruna, PKK. Pengurus dan anggota kelompok UP, Karang Taruna, Koperasi Rahayu Mandiri Pengurus dan anggota kelompok UP, Karang Taruna, PKK. Pengurus dan anggota kelompok UP, Karang Taruna, Koperasi rahayu Mandiri. 1. Pemerintah Desa Bacem. 2. Koperasi Rahayu Mandiri. 3. Pengusaha. 4. PSBR 1. Pemerintah Desa Bacem. 2. Pengusaha. 3. PSBR Agustus 2006 s.d April 2007 Agustus 2006 s.d April 2007 Swadaya alumni, Karang taruna, Pemerintah Desa ADD. Swadaya alumni, Karang taruna, Pemerintah Desa ADD. Kurang Motivasi Mengembangkn Keterampilan 1. Pelatihan dan Penyuluhan Kewirausahaan 2. Pelatihan Keterampilan alternatif. Membangkitkan semangat alumni untuk memiliki mental wirausaha dan mengetahui peluang usaha serta informasi dan akses Pasar. Sebagai stimulus bagi alumni yang ingin alih usaha dan menambah jenis usaha Disnakertrans, Disperindag, pemerintah desa, Karang taruna. Pengusaha kerajinan batok kelapa, pemerintah desa, karang taruna KUBE, kelompok kerja. Pemerintah Desa, Karang taruna, Pengurus Kelompok Kerja. Pemeritah Desa, Pengurus Kelompok Kerja Pengusaha kerajinan batok, karang taruna. 1. Koperasi Rahayu Mandiri. 2. PSBR. 3. PKK Desa Bacem 1. Karang Taruna. 2. Disnakertrans. 3. Disperindag. 4. Koperasi Rahayu Mandiri. 5. PSBR Agustus 2006 s.d pebruari 2007 Agustus 2006 s.d Maret 2007 Pemerintah Desa ADD, PSBR, Karang taruna KUBE. Pemeintah Desa ADD, Pengusaha Kerajinan batok. Kurang Dukungan Dari Masyarakat dan Pihak Luar. 1. Mengadakan promosi hasil produksi alumni dengan cara mendatangi pelanggan baik melalui perorangan maupun organisasi. 2. Mengikuti Pameran produksi. mensosialisasi kan potensi dan hasil produksi alumni kepada masyarakat Menjual hasil produksi dan memperenalkannya. Pengurus dan anggota Kelompok UP Karang Taruna KUBE, Pemerintah Desa. Klmpok Usaha Produktif, Krg Taruna Pengurus dan anggota Kelompok UP, pemerintah desa Disperindag, PSBR, Dinkesos. 1. PKK Desa Bacem 2. Orang tua alumni 3. Tokoh Masyarakat 4. Tokoh Agama 5. Pengusaha 6. PSBR Pemdes, Pengusaha. Januari 2007 s.d Juni 2007. Januari 2007 s.d Juni 2007. Pemerintah Desa ADD, swadaya alumni, karang taruna Swadaya Klmpok UP, Krg Truna, Pemdes. 104 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan 1. Alumni yang telah mengikuti pelayanan dan pelatihan keterampilan di PSBR “Mardi Utomo” Blitar masih menghadapi perrmasalahan yang memerlukan perhatian dari keluarga, masyarakat dan stakeholder, karena hal tersebut akan berpengaruh bagi terwujudnya kemandirian sosial ekonomi alumni. 2. Permasalahan yang dihadapi alumni saat ini adalah; kurang komunikasi dan kerjasama antar alumni, kapasitas keterampilan masih rendah, tidak punya jejaring, keterbatasan modal usaha, kurang motivasi mengembangkan keterampilan serta kurang dukungan dari masyarakat dan pihak luar. Untuk itu strategi awal dalam rangka pemberdayaan alumni adalah dengan membentuk kelompok kerja sebagai wadah dan media infomasi dan komunikasi bagi alumni sehingga alumni lebih mempunyai bargaining power dalam mengahadapi stakeholder. 3. Selama ini telah ada upaya dari sebagian alumni untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, namun masih menghadapi beberapa kendala yaitu kurang dapat mengakses sumber maupun pasar yang ada serta cenderung dilakukan secara perorangan. Orang tua alumni selama ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan alumni karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan. Sedangkan pemerintah desa belum berperan secara maksimal dalam membantu pemecahan masalah alumni. Pihak PSBR telah berupaya untuk mengatasi permasalahan alumni dengan memberikan bantuan peralatan kerja meskipun jumlahnya belum memadai. Di samping itu telah pula mengikutsertakan alumni dalam pelatihan manajemen usaha dan magang. Namun upaya tersebut belum optimal karena tidak dilanjutkan dengan pola pendampingan dan pembinaan lanjut yang berkesinambungan. Pengusaha lokal yang ada memandang bahwa kapasitas keterampilan yang dimiliki alumni masih rendah sehingga mengurangi kepercayaan pengusaha lokal untuk memanfaatkan potensi alumni. 4. Kemandirian sosial ekonomi alumni saat ini sesuai dengan indikator yang dirumuskan melalui FGD dapat dikatakan sebagian besar masih belum memenuhi harapan. Hal ini tidak lepas dari adanya ketidakmampuan alumni dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan yang dirasakan. 5. Instansi terkait diluar PSBR yang sebenarnya berhubungan erat dengan permasalahan alumni, selama ini justeru tidak dan kurang mengetahui perkembangan alumni. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya koordinasi antar instansi tersebut dan tidak adanya upaya alumni untuk memanfaatkan program yang dimiliki instansi tersebut. 6. Dalam rangka memecahkan permasalahan alumni, melalui proses penyadaran dan dialog dengan berbagai pihak, maka disepakati untuk merencanakan program pemberdayaan bagi alumni. Hal ini dipandang perlu karena potensi yang dimiliki alumni serta dampak yang akan membawa pengaruh positif bagi diri alumni maupun masyarakat khususnya remaja. Di samping itu alumni dan masyarakat merasa mampu untuk melaksanakan program pemberdayaan tersebut. Rekomendasi Pemberdayaan terhadap alumni membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Dukungan tersebut terutama berupa kebijakan yang berpihak kepada alumni dan masyarakat baik menyangkut dana maupun peraturan perundang- undangan. Peneliti mengajukan rekomendasi kepada : 1. Pemerintah Kabupaten Blitar Peranan instansi dan dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Blitar yang terkait dengan pembinaan kepemudaan, khususnya alumni, sangat ditentukan oleh anggaran yang tersedia. Pemerintah Daerah sedapat mungkin menambah alokasi dana pembinaan terhadap alumni dalam rangka mendukung terwujudnya kemandirian sosial dan ekonomi alumni. 2. Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur diharapkan dapat mengalokasikan dana yang lebih besar lagi bagi program pembinaan lanjut terhadap alumni. Dana tersebut bukan hanya berupa pemberian peralatan kerja tetapi juga dana pendampingan bagi karyawan maupun pekerja sosial fungsional yang ada di PSBR. Di samping itu dana tersebut juga diperuntukkan untuk mengadakan pendataan secara akurat tentang jumlah dan karakteristik Remaja Putus Sekolah Terlantar RPST maupun pendataan terhadap Alumni PSBR. 3. Pemerintah Kecamatan Ponggok Program pemberdayaan alumni PSBR melalui kelompok kerja dapat dijadikan sebagai salah satu Program Pengembangan Kecamatan PPK. Diharapkan alumni dapat mengakses informasi dan permodalan yang dapat dijadikan sebagai sumber atau modal bagi kegiatan alumni. 4. Alumni dan Orang Tua Alumni Orang tua diharapkan dapat membantu dalam hal pengumpulan dana sebagai modal usaha alumni dalam kelompok. Sedangkan alumni diharapkan dapat meningkatkan keterampilannya untuk menjawab tantangan dan permintaan pasar terhadap hasil produksinya. 5. Masyarakat Ikut membantu memberikan apresiasi yang jujur terhadap hasil produksi alumni kepada pengusaha agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat. Untuk itu perlu adanya dialog antara alumni, pengusaha dan masyarakat dengan maksud meminimalisir persaingan yang tidak sehat tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukmianto, 2002, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Adimihardja, Kusnaka dan Harry Hikmat, 2004, Participatory Research Appraisal : Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, Bandung, Humaniora Utama Press. Bina Swadaya, 1999, Wawasan Pengembangan Swadaya Masyarakat, Jakarta, Diklat Bina Swadaya. Bathia, H.R, 1977, A Texbook of Educational Psychology, New Delhi, The Mac Millan Company Of India Limited. Cahyono, Bambang Tri, 1983, Teori dan Praktek Kewirausahaan, Tinjauan Psikologi Industri, Yogyakarta, Penerbit Liberty. Cahyono, Bajuri Edy, 2005, Laporan Praktek Lapangan 1 dan 2. Cartwright, Dorwin and Alvin Zander, 1968, Group Dynamics, Research and Theory, New York-London, Third Edition, Harper and Row Publishers. Chotim, Erna Ermawati dan Juni Thamrin Editor, 1997, Diskusi Ahli: Pemberdayaan Replikasi Aspek Finansial Usaha Kecil di Indonesia, Bandung, AKATIGA. Cohen, John M dan Norman T. Uphoff, 1980, Participation Place in Rural Development: Seeking a Clarity Through Specificity, World Development : 8. Corten, David C, 1990, Getting to Twenty Century : Voluntary Action anf The Global Agenda. Terjemahan oleh Liliam Tejasuhdana. Menuju Abad ke 21. Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. Craig, Gary and Marjorie Mayo, 1995, Community Empowerment A Reader Participation and Development, London, Zed Books. Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, 2004, Pedoman Pembinaan Karang Taruna, Surabaya, Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Dubois, Brenda, Krogsurd Milley, 1992, Social Work: An Empowerring Profession, USA, Allyn and Bacon. Friedmann, John, 1992, Empowerment : The Politics Of Alternatine Development, Cambridge Mass : Blackwell Publisher. Gunawan, Agustin Wydia dkk, 2004, Pedoman Penyajian Karya Ilmiah,, Bogor, IPB Press. Haeruman, JS Herman dan Eriyatno, Penyunting, 2001, Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal, Jakarta, Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan BIC-Indonesia. Hare, A.P, 1962, Handbook of Small Group Research, New York, The Free Press. Hikmat, Harry, 2001, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung, Humaniora Utama Press. Hulme, David dan M. Turner, 1990, Sociology of Development – Theories , Policies, and Practices, Hertfordshire, Harvester Wheatsheaf. Ife, Jim, 2002, Community Development : Community Based Alternatives in an Age of Globalization, Australia, Pearson Education. Jamasy, Owin, 2004, Keadilan, Pemberdayaan, dan Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta, Belantika. Kahn, Alfred, 1973, Social Policy and Social Services, New York, Random House Kantor Desa Bacem, 2004, Data Monografi Desa Bacem 2004, Blitar, Kantor Desa Bacem Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar. Karsidi, 1999, Kajian Keberhasilan Transformasi Pekerjaan Dari Petani ke Pengrajin Industri Kecil Disertasi, Bogor, PPS-IPB. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 51 Tahun 2003, tentang Uraian Tugas dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Mantri Statistik Kecamatan Ponggok, 2000, Kecamatan Ponggok Dalam Angka 2000, Blitar, BPS Kabupaten Blitar. Midgley, James, 1986, Community Participation : History, Concept and Controlversies, dalam Community Participation, Sosial Deelopment and the State, diedit oleh James Midgley, New York, Metheun Inc. Nasdian, Fredian Tonny dan Bambang Sulistyo Utomo, 2005, Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial ; Tajuk Modul SEP-51 C, Bogor, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana. Olson, Mancur, 1975, The Logic Of Collective Action, London, Harvard University Press. Olmsted, Michael, 1962, The Small Group, New York, Random House. Rahardjo, Dawam, 1984, Tansformasi Pertanian, Industrialisasi, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia. Purwanto, U, Bc.Hk, 1987, Petunjuk Praktis Cara Mendirikan dan Mengelola Koperasi di Indonesia, Semarang, Aneka Ilmu. Rasyid, dan Adjid D, 1992, Partisipasi Masyarakat Petani-Nelayan alam Menciptakan Kemandirian Dalam Pembangunan Pertanian, Makalah Seminar Dalam Rangka Ultah Perhiptani V, Jakarta : 1 Desember. Rifaid, 2000, Dampak Pelatihan Keterampilan Terhadap Perubahan Sikap dan Perilaku Serta Kemandirian Bekas Wanita Tuna Susila Di Nusa Tenggara Barat, Tesis Magister PLS, Universitas Pendidikan Indonesia. Syaukat, Yusman dan Sutara Hendrakusumaatmadja, 2005, Pengelolaan Ekonomi Berbasis Lokal, Tajuk Modul SEP 579, Bogor, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana. Shouksmith, G, 1970, Intelegence, Creativity and Cogntive Style, New York, A Divission of John Wiley Sons. Siporin, Max, 1975, Introduction to Social Work Practice, New York, MacMillan. Sitorus, M.T Felix dan Ivanovich Agusta, 2005, Metodologi Kajian Komunitas, Bogor, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana. Sumodiningrat, Gunawan, 1997, Pelayanan Kredit Untuk Masyarakat Lapisan Bawah, Bappenas, dalam Diskusi Ahli: Pemberdayaan Replikasi Aspek Finansial Usaha Kecil di Indonesia, Editor Erna Ermawati Chotim dan Juni Thamrin, 1997, Bandung, AKATIGA. Supriyanto, BJ, 1997, Micro Banking Untuk Micro Enterpreneurs, dalam Diskusi Ahli: Pemberdayaan Replikasi Aspek Finansial Usaha Kecil di Indonesia, Editor Erna Ermawati Chotim dan Juni Thamrin, 1997, Bandung, AKATIGA. Soekanto, Soerjono, 2005, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Soesarsono, 1996, Pengantar Kewiraswastaan Bagian I : Sikap Mental Wirausaha, Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Suharto, Edi, Ph.D, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Bandung, Alfabeta. Suharto, Edi, Ph.D, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT Bandung, Refika Aditama. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka. Verhagen, 1987, Self Help Promotion, A Challange to The NGO Community, Amsterdam-Nederland, Royal Tropical Institute. Vitayala, Aida Hubeis, 1986, Menggerakkan Masyarakat Lewat Penyuluhan, Bogor, LPPM IPB. Warta Kop, Edisi 154Mei 2005, Solusi Koperasi dan UKM, Jakarta, Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia IKP-RI. Willis, S. Sofyan, 1991, Problema Remaja dan Pemecahannya, Bandung, Angkasa. PEDOMAN WAWANCARA RESPONDEN ALUMNI Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Agama : 5. Status Perkawinan : 6. Pendidikan terakhir : 7. Pekerjaan : 8. Keterampilan yang dimiliki : 9. Alamat : Pertanyaan : 1. Apa kegiatan anda saat ini ? 2. Apa masalah yang anda rasakan saat lulus dari PSBR ? 3. Apa masalah yang anda hadapi saat ini ? 4. Apa usaha anda untuk memecahkan masalah tersebut ? 5. Pernahkah anda mencoba memulai suatu kegiatan ? 6. Kegiatan apa yang anda lakukan ? apakah itu ide dari anda sendiri? 7. Masalah-masalah apa yang dihadapi ketika melakukan kegiatan tersebut ? 8. Bagaimana anda mengatasinya ? 9. Beranikah anda mengambil resiko dalam berusaha ? 10. Apakah anda punya keinginan untuk berusaha sendiri ? 11. Apakah anda bekerjasama dengan orang lainpihak lain dalam berusaha ?