BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kepustakaan Yang Relevan - Analisis Stilistika Terhadap Nangen Si Tagan Dera Masyarakat Pakpak
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Kepustakaan Yang Relevan
Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian, paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman penelitian), dokumentasi, dan nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Penulisan proposal skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sastra dan stilistika sastra.
Kajian tentang stilistika ini sudah pernah dilakukan oleh Arie Azhari (skripsi sarjana) dengan judul “Antologi cerpen sampan zulaiha karya Hasan Al Banna : Analisis stilistika” dan menyimpulkan bahwa, gaya bahasa yang paling dominan dipakai pada antologi cerpen sampan zulaiha adalah gaya bahasa hiperbola dan gaya penceritaan pengarang adalah banyaknya penggunaan bahasa perbandingan seperti hiperbola dan personifikasi menandakan bahwa pengarang banyak menggunakan kalimat secara
2.1.1Pengertian Stilistika
Stilistika adalah ilmu tentang gaya, sedangkan gaya(style) secara umum adalah cara- cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan caratertentu,sehingga tujuan yangdimaksud dapat tersampaikan(Nyoman,2009:3). Stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dalam karya sastra(Sayuti, 1994:230) ada enam pengertian stilistika sebagai gaya bahasa,yaitu;(a) bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnya, (b) pilihan diantara beragam pernyataan yang mungkin,(c) sekumpulan ciri kolektif,(d) penyimpangan norma atau kaidah,(e) sekumpulan ciri pribadi,dan (f) hubungan antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam tekas yang lebih luas daripada sebuah kalimat
Dari pengertian stilistika yang telah dirumuskan oleh para ahli, penulismenyimpulkan pengertian stilistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara yang digunakan pengarang dalam menuangkan isi pikirannya agar karya sastra yang diciptakannya indah dan menarik.
2.1.2 Pengertian Nangen Nange n adalah apa yang dinyanyikan, nyanyian yang berisi tentang manis pahitnya
kehidupan. Mernangen yaitu bernyanyi (Manik, 2002:243) dalam kamus Pakpak Indonesia.
Nangen merupakan salah satu teater tradisional Pakpak yang dinyanyikan oleh persukut-sukuten (pencerita) pada saat mersukut-sukuten (bercerita).Nangen dinyanyikan oleh Persukut-sukuten (pencerita).Dikatakan teater karna adanya cerita(sukut-sukuten)didalam nangen. Pada jaman dahulu nangen dipertunjukkan dibalai desa pada hari pekan sebagai hiburan, namun pada saat ini nangen hanya ditampilkan pada saat adanya perayaan pesta besar masyarakat Pakpak misalkan pada hari jadi kabupaten atau kecamatan.
2.2Teori yang Digunakan
Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.
Dalam skripsi ini teori yang digunakan adalah teori stilistika. Stilistika mengakaji cara sastrawan memanipulasi atau memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek yang ditimbulkan oleh penggunaannya. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra (Sudjiman,1993:3).
Stilistika adalah usaha memahami, menghayatiaplikasi dan mengambil tepat guna dalam mencapai retorika, agar melahirkan efek artistik (Natawidjaja,1986:5).
Menurut Shipley dalam Ali Imron (1957: 341) stilistik (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari kata stilus (Latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Bagi mereka yang dapat mempergunakan alat tersebut secara baik disebut sebagai praktisi gaya yang sukses (stylus exercilotus), sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat meggunakannya dengan baik disebut sebagai praktisi yang gagal atau kasar (stylus ridus). Gaya bahasatelah didefinisikan secara beragam dan berbeda-beda. Beberapa
1. Ilmu tentang bahasa.
2. Ilmu interdisipliner antara linguistik dengan sastra.
3. Ilmu tentang penerapan kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa.
4. Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra.
5. Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang sosialnya.
Menurut (Wahyudi Siswanto,2013:104) analisis stilistika dibagi menjadi limabagian stilistika,yaitu:
1. Diksi
Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam karangan karyanya. Daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan gambar kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang. Pilihan kata dalam puisi sangat penting sekali, karena hal ini dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanah, efek, dan nada puisi dengan tepat.Pemilihan kata tersebut terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Kata denotatif yaitu,kata yang memiliki makna sebenarnya.
2. Kata konotatif yaitu, kata kiasan atau kata yang tidak memberikan makna yang sebenarnya.
2. Imaji /pencitraan
Imaji adalah daya bayang. Imaji bertujuan untuk membawa pembaca supaya pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh pengarang yang dituangkan dalam sebuah karya sastra. Untuk membawa daya bayang pembaca kepada apa yang dirasakan pengarang, pengarang harus pandai memilih kata-kata yang tepat untuk memperkuat daya bayang pikiran pembaca.
Imaji ini terbagi dalam enam bagian,yaitu; 1.Imaji lvisual(imaji penglihatan), contohnya : padang terbuka dan berdebu.
2.Imaji auditif(imaji pendengaran), contohnya : suara peri mengiang.
3.Imaji penciuman,contohnya :bau tanah.
4.Imaji Pengecapan,contohnya : rasa pahit.
5.Imaji gerak (movementimaji/kinesik imaji), contohnya : menyerbu kampung- kampung.
6.Imaji perabaan (imaji taktil),contohnya : mencakar dan mencakar,menggaruk.
3.Kata nyata
Kata nyata adalah kata-kata yang dapat ditangkap dengan indra. Dengan kata konkret akan memunculkan imaji yang konkret dan khusus, bukan kata yang abstrak dan bersifatumum. Pemilihan kata nyata sangat membantu penyair menyampaikan tujuan puisinya. Puisi tentang amarah akan lebih konkret dan bisa membawa pembaca merasakan apa yang diinginkan oleh penyair jika pemilihan kata nyatanya kuat. Seperti kata membuncah, amarah, bedebah, benci, dan lain sebagainya.
4. Majas
Majas atau gaya bahasa menurut (P.Suparman:1986) adalah pernyataan dengan pola tertentu sehingga mempunyai efek tersendiri terhadap pemerhati. Dengan kata kiasan atau majas, penyair akan lebih mudah menjelaskan sesuatu kepada pembaca yaitu dengan persamaan, perbandingan, maupun kata-kata kias lainnya. Kiasan juga menjelaskan hal-hal yang bersifat abstrak menjadi konkret.
Jenis majas atau gaya bahasa menurut (P. Suparman:1986) adalah sebagai berikut:
1. Alegori adalah menyatakan sesuatu dengan perlambang. Alegori disebut juga
perbandingan utuh. Beberapa perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan utuh.
Contoh: Wejangan orang tua, “hati-hatilah kamu mendayung bahtera hidupmu, mengarungi lautan penuh bahaya, batu karang, gelombang, topan, dan badai. Apabila nakhoda dan juru mudi senantiasa seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya akan tercapai tanah tepi yang menjadi idaman.”
2.Alusi/alusio adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu
peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan yang sama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu. Contoh: (a) Tugu ini mengenangkan kita pada peristiwa Bandung Selatan.
(b) Di Surabaya inilah peristiwa 10 november terjadi.
3. Amplikasi adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan sesuatu dengan
kalimat majemuk bertingkat dengan perluasan anak kalimatnya sehingga terasa
Contoh: (a) Ia pergi juga, meskipun hujan, padahal ibu telah melarangnya.(b) Anak saya datang, ketika saya sedang mengobati pasien, sesuai dengan janjinya hari itu ia akan datang.
4. Anastrof adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan
susunan kata yang biasa dalam kalimat (lihat Inversi).Contoh: (a) Diceraikannya istrinya tanpa kompromi. (b) Ditebasnya pohon-pohon di belakang rumahnya itu sampai habis karena dianggap menimbulkan berbagai persoalan.
5.Antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama
dengan makna yang berbeda (homonim).Contoh: (a) Giginya tanggal dua pada tanggal dua bulan ini. (b) Tambang besar ini akan dibawa ke daerah tambang.
6.Antitese adalah gaya bahasa yang menggunakan perbandingan atau komparasi
antara dua antonim.Contoh:(a)Dia bergembira ria atas kegagalanku dalam ujian itu. (b) Kecantikannyalah yang justru mencelakakannya.
7.Antonomasi adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau
jabatan sebagai pengganti nama diri. Apabila seseorang kita namai atau kita panggil bukan dengan nama aslinya, melainkan dengan nama panggilan yang disebabkan oleh sifat atau keadaan yang dimiliki atau ciri tubuhnya. Misalnya Si Gemuk, Si Botak, Si Kacamata, Si Jangkung, maka ini disebut antonomasia.
8.Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan padat; beberapa kata, frase, atau
klausa sederajat tidak dihubungkan dengan kata penghubung, tetapi biasanya dipisahkan dengan tanda koma.
Contoh: Tujuan instruksional, materi pelajaran, kualitas guru, metode yang serasi, media pengajaran, pengelolaan kelas, minat murid, evaluasi yang akurat, turut menentukan keberhasilan proses belajar mengajar.
9.Asosiasi adalah gaya bahasa yang memberikan perbandingan terhadap suatu benda
yang sudah disebutkan. Perbandingan itu menimbulkan asosiasi terhadap benda tadi sehingga gambaran tentang benda atau hal yang disebutkan tadi menjadi lebih jelas (lihat juga perumpamaan/simile). Contoh: (a) Jadikanlah jiwamu seperti karang di tengah lautan, jangan seperti air di daun talas. (b) Mengapa kau seperti bulan kesiangan?
10.Eklamasi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata seru untuk
menegaskan sesuatu.Contohnya: Aduhai, inilah hidup! Sungguh, baru sekali ini aku melakukan perjalanan sejauh ini!
11.Koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan
sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.
12.Efinisme adalah gaya bahasa berupa pengungkapan yang lebih halus sebagai
pengganti pengungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau tidak menyenangkan.
Contoh: (a) Ibunya telah berpulang ke rahmatullan minggu lalu (meninggal). (b) Maaf, anak ibu memang kurang pandai sehingga kenaikan kelasnya tertunda (kurang
13.Hiperbola/hiperbolisme adalah gaya bahasa berupa pengungkapan yang
berlebih-lebihan apa yang sebenarnya dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, sifatnya.Contoh: (a) Orang tua anak itu, tabungannya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo, sawah-ladangnya berhektar-hektar (pengganti kata orang kaya). (b) Setiap hari anak itu memeras keringat membanting tulang mencukupi nafkah hidupnya (pengganti kata bekerja keras).
14.Influen adalah menyatakan sesuatu dengan istilah asing.
Contoh: (a) Kakaknya memang pandai mendesain cover story. (b) Janganlah terlalu apriori menanggapi persoalan itu.
15.Interupsi adalah menjelaskan sesuatu dengan menyelipkan keterangan di antara
pokok pikiran dan penjelasnya.Contoh: (a) Pungli—istilah yang populer pada tahun 1977—kini semarak lagi di mana-mana. (b) Hamida—anak sulung pedagang sayur itu—telah sukses di perguruan tinggi.
16.Ironi adalah gaya bahasa sindiran yang paling halus, menyatakan sesuatu dengan
makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok.Contoh: (a) Saya percaya benar kepadamu, tak pernah kau tepati janjimu. (b) Aduh, rapinya kamar ini, segalanya berhamburan.
17.Klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama
makin mengandung penekanan.Contoh: (a) Setiap guru yang berdiri di kelas haruslah mengetahui, memahami, yang masih dalam gendongan, anak-anak, bapak-ibu, sampai kakek-nenek pun ikut menyaksikan atraksi yang menghebohkan itu.
18.Koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan
sesuatu, tetapi kemudian memeriksa mana-mana yang salah (lihat epanortesis).Koreksio dipakai bila akan membetulkan apa yang salah diucapkan baik sengaja maupun tidak.
Contoh: (a) Dia adikku, eh, bukan, kakakku. (b) Ibu di dapur, ah, bukan, di kamar mandi.
19.Litotes adalah gaya bahasa yang berupa pernyataan mengenai sesuatu dengan
cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya atau menyebutkan sesuatu dengan merendahkan diri.
Contoh: (a) Ellyas Pical bukanlah petinju kampungan yang bisa dianggap enteng. (b) Kalau ada waktu, singgahlah ke gubuk deritaku.
20.Repetisi adalah berupa pengulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau
beberapa kalimat berurutan.Contoh: Anak merindukan orang tua. Orang tua merindukan anak. Setiap orang merindukan kekasih. Setiap makhluk merindukan sesuatu.
21.Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang implisit—tanpa kata yang
menyatakan perbandingandi antara dua hal yang berbeda.Contoh: (a) Generasi muda adalah tulang punggung pembangunan bangsa dan negara. (b) Belajarlah sungguh-sungguh selagi muda agar kelak menjadi orang yang berguna dan tidak menjadi sampah masyarakat.
22.Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai ciri atau nama hal yang ditautkan
Contoh: (a) Dia baru mempelajari Archimedes. (b) Jangan lupa ya, Sasa satu bungkus, Anak Pintar satu bungkus, dan Kapal Api selera ayahmu.
23.Okupasi adalah pernyataan yang mengemukakan tanggapan atas sesuatu hal
disertai kontradiksinya.Contoh: (a) Merokok memang merusak kesehatan, tetapi selalu didalihkan sebagai alat pergaulan. (b) Minum air mentah banyak bahayanya, tipus, kolera, disentri, diare, tetapi sekedar penyejuk muka tak apalah.
24.Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan
fakta-fakta yang ada. Yang dipertentangkan sebenarnya berlainan persoalannya.Misalnya satu masalah lahiriah, satu masalah batiniah. Bandingkan paradoks dengan antitesis.
Contoh: (a) Teman karib ada kalanya menjadi musuh sejati. (b) Aku merasa kesepian di tengah keramaian ini.
25.Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam
pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Paralelisme digunakan dalam puisi. Paralelisme pada awal baris disebut anafora, paralelisme pada akhir baris disebut epifora. Contoh anafora: Junjunganku, Apatah kekal Apatah tetap Apatah tak bersalin rupa Apatah boga sepanjang masa
Contoh epifora: Kalau kau mau, aku akan datang Kalau kau kehendaki, aku akan datang Bila kau kehendaki, aku akan datang
26.Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi
sama tetapi bermakna lain.Contoh: (a) Oh, adindaku sayang, akan kutanam bunga tanjung di tanjung hatimu. (b) Ban tuan ini sebaiknya diberikan sebagai bantuan dalam lomba balap sepeda besok.
27.Pemeo adalah kata-kata yang menjadi populer, kemudian selalu diucapkan
kembali baik yang mengandung dorongan semangat maupun yang mengandung ejekan.
Contoh: (a) Sekali merdeka, tetap merdeka. (b) Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
28)Personifikasi atau penginsanan adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat
insani kepada barang yang tidak bernyawa atau ide yang abstrak.Contoh: (a) Angin malam meraung-raung, menusuk-nusuk hati dan jiwaku, perasaanku semakin dibuatnya hancur. (b) Urip dan Yakop bersiul-siul menyambut pagi yang penuh harapan (Urip dan Yakop adalah jenis burung).
29.Pleonasme adalah gaya bahasa berupa pemakaian kata yang mubazir atau
berlebihan yang sebenarnya tidak perlu. Contoh: (a) Saya telah menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepala saya sendiri. (b) Kejadian itu saya catat dengan tangan kanan saya ini.
30.Polisindeton adalah gaya bahasa berupa penghubungan beberapa kata, frase, atau
klausa yang berurutan dengan kata sambung (kebalikan asindeton).Contoh: Kakek dan neneknya serta Bapak dan ibunya telah tiada.
31.Preterito adalah menyatakan sesuatu dengan menyembunyikan persoalan yang
dikemukakan karena dianggap sudah tahu. Contoh: (a) Akan hal kedatangan saya kemari, tidak perlu saya kemukakan, sama seperti yang kita sepakati kemarin.
(b) Saya rasa kau tahu, apa yang akan terjadi jika kau tidak melunasi utang-utangmu.
32.Prolepsisadalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan mendahulukan
predikat, sehingga sifat operasional pernyataan itu terasa menonjol.Contoh: (a) Di sinilah Nampak jelas dan nyata sifat kepribadian bangsa Indonesia. (b) Terkejut ia terduduk.
33.Propinsionalistis (kedaerahan) adalah gaya bahasa yang menjelaskan sesuatu
dengan kata-kata kedaerahan. Jika digunakan pada tempatnya akan melahirkan stilistika yang khas.
Contoh: (a) Kalau tidak becus jangan menjadi pemimpin. (b) Alangkah tengiknya lelucon tuan, ya.
34.Repetisi adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan kata atau kelompok
kata yang sama berkali-kali. Repetisi digunakan dalam prosa. Misalnya: Selama nafasku masih mengalun, selama darah masih mengalir di tubuhku, selama jantungku masih berdenyut, aku tidak akan menghentikan usahaku ini.
35.Resensi adalah pernyataan yang dikemukakan disertai dengan penilaian atas
Contoh: (a) Engkau akan biasa dengan kekerasan. Manusia punya tenaga menyesuaikan diri amat besar. Tidak saja membunuh pada garis kewajiban, tetapi juga membunuh di luar garis kewajiban. Pada kekejaman dan darah. (Jalan Tak Ada Ujung, oleh Mochtar Lubis) (b) Hidup itu memang aneh. Aku sendiri tidak mengerti mengapa sampai terjadi demikian.
36.Sarkasme adalah gaya bahasa sindiran kasar, mengandung olok-olok dan
menyakiti hati. Contoh: (a) Meminang anak gadis orang memang mudah dan menyenangkan, tetapi memeliharanya setengah mati. (b) Kehadiranmu membuatku mual!
37.Sensasi adalah menyatakan sesuatu dengan istilah yang merangsang perhatian.
Contoh: (a) Amerika memang ingin menjadi polisi dunia. (b) Rekor-rekor nasional atletik bertumbangan.
38.Simbolik adalah gaya bahasa kiasan yang melukiskan sesuatu dengan
mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau perlambangan, misalnya bunglon lambang orang yang tidak berpendirian tetap, melati lambang kesucian, lintah darat lambang pemeras, Kekasih lambang Tuhan.
39.Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai
pengganti nama keseluruhan, atau sebaliknya. (Sinekdok totem pro part untuk menyebutkan sesuatu secara keseluruhan, tetapi yang dimaksud sebagian; sinekdoke pars pro toto untuk menyebutkan sebagian, tetapi yang dimaksud keseluruhan). Contoh sinekdoke totem pro part: (a) Tadi malam berlangsung pertandingan seru antara Inggris dan Italia. (b) Amerika menyerang Irak habis-habisan dalam perang Teluk beberapa tahun yang lalu. Contoh sinekdoke pars pro toto: (a) Setiap kepala memperoleh jatah raskin 10 kg. (b) Tolong potongkan ayam dua ekor untuk acara selamatan nanti malam.
40.Sinisme adalah gaya bahasa berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah sindiran yang lebih kasar.
Contoh: (a) Memang Andalah tokohnya yang dapat menghancurkan desa ini dalam sekejap mata. (b) Memang Pak Dukunlah orangnya yang dapat menghidupkan orang mati, apalagi mematikan orang hidup.
41.Sinonimis adalah menegaskan sesuatu dengan mendampingkan sinonim pokok
pikiran dari pernyataan atau penjelas dari pokok pikirannya.Contoh: (a) Seperti biasa, aku merasa bosan untuk tinggal di rumah. Aku ingin keluar. (b) Bagaimana akan menggantinya, sedangkan dia hanya seorang budak yang sebagai milik orang semata.
42.Tautologi adalah gaya bahasa berupa penggunaan kata yang berlebihan yang
pada dasarnya merupakan perulangan dari kata yang lain (lihat pleonasme). Contoh: (a) Kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh. (b) Orang yang meninggal itu menutup mata untuk selama-lamanya.
43.Tropen adalah gaya bahasa kiasan yang mempergunakan kata-kata yang tepat
dan sejajar artinya dengan pengertian yang dimaksudkan. Atau gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan sesuatu keadaan yang sedang berlaku tanpa menyebutkan alat apa yang dipergunakan. Contoh: (a) Besok Presiden akan terbang ke Surabaya. (b) Seharian ia hanya berkubur dalam kamarnya.
5. Rima
Menurut Wahyudi (2003:110), rima merupakan persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, maupun akhir baris puisi. Dalam kepustakaan Indonesia Sedangkan rima atau sanjak adalah pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam lirik sajak, maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.
Rima mencakup,
1.Onomatope
Onomatope adalah tiruan terhadap bunyi. Dalam puisi bunyi-bunyi ini memberikan
warna suasana tertentu seperti yang diharapkan oleh penyair. Marjorie boulton dalam (Wahyudi Siswanto, 2003:110), menjelaskanbahwa bunyi vokal panjang lebih khidmat dan lebih mendamaikan hati. Konsonan /b/ atau /p/ adalah konsonan eksplosif yang mampu memberikan kesan remeh atau cemooh. Konsonan /m/, /n/ dan /ng/ memberikan efek adanya dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang- kadang bersifat sinis. Konsonan /l/ memberikan sugesti pada gerakan yang mengalir pelan-pelan, melambai-lambai, menggairahkan, damai, dan kadang-kadang juga bersifat mewah. Konsonan /k/, /g/, /kh/, dan /st/ memberikan sugesti akan suasana penuh, kekerasan, gerakan yang tidak seragam, konflik, namun kadang-kadang juga mengandung kebencian. Sedangkan konsonan /s/ dan /sy/ menyugesti timbulnya suasana mengejek, lembut, lancar, dan kadang-kadang menimbulkan perasaan yang menyejukkan. Konsonan /z/ berhubungan dengan teks suasana kekerasan. Konsonan /f/ dan /w/ berhubungan dengan keadaan angin, sayap burung dan gerakan di udara.
Konsonan /t/ dan /d/ mirip seperti /k/ dan /g/, tetapi tanpa empati dan banyak digunakan untuk melukiskan gerakan yang pendek. Konsonan /r/ berhubungan dengan gerakan suara. Sedangkan konsonan /d/ berhubungan dengan kerasnya suatu gerakan (Waluyo 1987 dalam Wahyudi 2003:111).
Berkaitan dengan vokal, pengulangan bunyi yang cerah, ringan, yang menunjukkan kegembiraan dan keceriaan dalam dunia puisi disebut euphony yakni bunyii,e, dan a. sedangkan bunyi-bunyi yang berat menekan menyeramkan, mengerikan, seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu disebut cachopony, yakni bunyi o, u, e, dan
au (Tarigan, 1986:37-38 dalam Wahyudi, 2003).
2.Bentuk intern pola bunyi
Menurut boulton (dalam Wahyudi, 2003), yang dimaksud bentuk internal ini adalah aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh dan repetisi bunyi.
3. Pengulangan kata atau ungkapan
Pengulangan tidak hanya terbatas pada bunyi, namun mungkin kata-kata atau ungkapan. Boulton menyatakan bahwa pengulangan bunyi, kata dan frasa memberikan efek intelektual dan efek magis yang murni (Waluyo, 1987/93 dalam Wahyudi, 2003).