Analisis Kawasan Andalan Dan Sektor Unggulan Provinsi Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah
2.1.1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan merupakan proses perubahan secara terus menerus dan
terjadi dalam jangka panjang, serta terdapat perbaikan sistem kelembagaan baik
dari aspek organisasi maupun aspek regulasi yang menyangkut bidang ekonomi,
sosial dan budaya, politik dan hukum. Menurut Todaro (1987) pembangunan
harus dipahami sebagai suatu proses berdimensi banyak yang mencakup
perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi nasional,
serta percepatan pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan dan
pengentasan kemiskinan.
Ursula Hicks dan Schumpeter (ML, Jhingan, 1992) membedakan antara
pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi
mengacu pada masalah yang dihadapi negara sedang berkembang yaitu
menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum digunakan,
sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu pada masalah negara maju terkait
dengan pertumbuhan dan keberadaan sumber-sumber ekonomi yang telah
digunakan pada batas tertentu.
Pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara terpadu, selaras,

seimbang dan berkelanjutan dan diarahkan agar menjadi kesatuan pembangunan
nasional. Dalam mewujudkan pembangunan ekonomi nasional perlu adanya
pembangunan ekonomi daerah yang dapat mengurangi ketimpangan antar daerah
dan mampu mewujudkan kemakmuran yang merata antar daerah.
14

15

Pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah
dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yang meliputi
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan
perusahaan-perusahaan baru.
Pembangunan ekonomi daerah di era otonomi menghadapi tantangan
masalah kesenjangan dan iklim globalisasi sehingga menuntut tiap daerah untuk

mampu bersaing di dalam dan luar negeri. Kesenjangan dan globalisasi
berimplikasi kepada provinsi dan kabupaten/kota untuk melaksanakan percepatan
pembangunan ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangan kawasan
dan produk andalannya.

2.1.2. Tujuan Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan
jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi dan perlu
mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan
bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

16

Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan
dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan

membangun perekonomian daerah (Arsyad, 2005).
2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat
secara keseluruhan yang terjadi di suatu wilayah yaitu kenaikan seluruh nilai tambah
(added value) terutama sebagai akibat peningkatan kegiatan ekonomi. Pendapatan
wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi
di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan keahlian/teknologi), yang dapat
menggambarkan kemakmuran daerah.
Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah
yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh terjadinya transfer-payment yaitu bagian
pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar
wilayah. Menurut Boediono (1985:1) : “Pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan output perkapita dalam jangka panjang”. (Tarigan, 2005:46).
Analisis pertumbuhan ekonomi wilayah dapat menjelaskan sebab terjadinya
ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah/daerah dan menjelaskan
mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat dan ada pula yang tumbuh lambat.

17

Tingkat pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan melalui perhitungan

laju pertumbuhan ekonomi dengan cara membandingkan tingkat pendapatan
wilayah dari tahun ke tahun atau dapat diformulasikan sebagai berikut:
gt = ∆ PDRB = PDRBt – PDRBt-1
PDRB
PDRB t-1

Keterangan:
gt

= Pertumbuhan Ekonomi

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto


= Perubahan

Teori ekonomi Neo Klasik memberikan dua konsep pokok dalam
pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas
faktor produksi. Kebijakan yang ditempuh adalah meniadakan hambatan-hambatan
dalam perdagangan termasuk perpindahan orang, barang dan modal, terjaminnya

kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebarluasan informasi
pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan
terjaminnya keamanan, ketertiban dan kestabilan politik. Demikian pula Model Neo
Klasik sangat memperhatikan faktor kemajuan teknik, yang dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Menurut Tarigan (2006:63), teori basis ekspor membagi kegiatan
produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas pekerjaan basic
(basis=dasar) dan pekerjaan service (pelayanan atau biasa disebut sektor nonbasis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak
terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi
mendorong tumbuhnya jenis kegiatan lainnya. Itulah sebabnya dikatakan basis,

18

sedangkan pekerjaan service (non-basis) adalah kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri, oleh karena itu pertumbuhannya
tergantung pada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut artinya sektor ini
bersifat endogenous - tidak bebas bertumbuh, pertumbuhannya tergantung pada
kondisi

perekonomian


wilayah

(tingkat

pendapatan

masyarakat)

secara

keseluruhan.
Teori basis ekspor (export base theory) dapat memberikan kerangka teoritis
bagi banyak studi empiris tentang multiplier regional. Konsep ini dapat menjelaskan
dan mengidentifikasi maju mundurnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, dan
juga menentukan arah pembangunan suatu daerah secara keseluruhan, sedangkan
aktivitas yang bukan basis ekonomi hanya merupakan akibat dari seluruh
pembangunan daerah. Jadi teori ini memberikan landasan yang kuat bagi studi
pendapatan regional walaupun dalam kenyataannya perlu dilengkapi dengan
kebijakan lain agar bisa digunakan sebagai pengatur pembangunan wilayah yang

komprehensif.
Analisis basis ekonomi dapat menggunakan variabel lapangan kerja,
pendapatan atau ukuran lain tetapi yang umum dipakai adalah lapangan kerja atau
pendapatan. Secara logika penggunaan variabel pendapatan lebih mengena kepada
sasaran. Peningkatan pendapatan di sektor basis akan mendorong kenaikan
pendapatan di sektor non basis dalam bentuk korelasi yang lebih ketat
dibandingkan dengan menggunakan variabel lapangan kerja.
Menurut Teori Pusat Pertumbuhan bahwa Pusat Pertumbuhan (growth
pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara
geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi

19

kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki
unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik
ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis pusat
pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan
sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan
berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang
datang untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun

kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut.
Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus bercirikan:
(1) adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki
nilai ekonomi; (2) adanya unsur pengganda (multiplier effect); (3) adanya
konsentrasi geografis; (4) bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya
(Tarigan, 2004).
Ciri-ciri pusat pertumbuhan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan hubungan internal
sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu sektor
dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan
mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Dengan demikian
kehidupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota
dan menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.
2. Adanya unsur pengganda (multiplier effect). Keberadaan sektor-sektor yang
saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda.
Maknanya bila ada permintaan satu sektor dari luar wilayah, peningkatan produksi
sektor tersebut akan berpengaruh pada peningkatan sektor lain. Peningkatan ini

20


akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi
dapat beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan di luar
untuk

sektor

tersebut.

Unsur

efek

pengganda

memiliki

peran

yang


signifikan terhadap pertumbuhan kota belakangnya. Hal ini terjadi karena
peningkatan berbagai sektor di kota pusat pertumbuhan akan membutuhkan
berbagai pasokan baik tenaga kerja maupun bahan baku dari kota belakangnya.
3. Adanya konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan,
juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari kota tersebut. Orang
yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi
yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat
waktu,

biaya

dan

tenaga.

Hal

ini


membuat

kota

tersebut

menarik

untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang makin meningkat
akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi lebih lanjut.
4. Bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya. Sepanjang terdapat
hubungan yang harmonis di antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan kota
belakangnya, maka pertumbuhan kota pusat akan mendorong pertumbuhan kota
belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan
menyediakan berbagai fasilitas atau kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat
mengembangkan diri.
Pusat-pusat yang pada umumnya merupakan kota–kota besar tidak hanya
berkembang sangat pesat, akan tetapi mereka bertindak sebagai pompa-pompa
penghisap dan memiliki daya penarik yang kuat bagi wilayah-wilayah
belakangnya yang relatif statis. Wilayah-wilayah pinggiran di sekitar pusat secara

21

berangsur-angsur berkembang menjadi masyarakat dinamis. Terdapat arus
penduduk, modal, dan sumber daya ke luar wilayah belakang yang dimanfaatkan
untuk menunjang perkembangan pusat-pusat dimana pertumbuhan ekonominya
sangat cepat dan bersifat kumulatif. Sebagai akibatnya, perbedaan pendapatan
antara pusat dan wilayah pinggiran cenderung lebih besar (Adisasmito, 2005).
Keterkaitan perekonomian kawasan andalan dengan daerah sekitar sebagai
salah satu kriteria penetapannya relevan dengan konsep spesialisasi. Adanya
spesialisasi komoditas sesuai dengan sektor/subsektor unggulan yang dimiliki
memungkinkan dilakukannya pemusatan kegiatan sektoral pada masing-masing
daerah, yang akan mempercepat pertumbuhan di daerah. (Kuncoro:2002)
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:34-35) masyarakat dapat lebih
efektif dan efisien jika terdapat pembagian kerja, yang membagi keseluruhan
proses produksi menjadi unit-unit khusus yang terspesialisasi. Ekonomi
spesialisasi telah memungkinkan terbentuknya jaringan perdagangan antar
individu dan antar negara yang demikian luas, yang merupakan ciri dari suatu
perekonomian maju.
2.3. Kawasan Andalan
2.3.1. Konsep Kawasan Andalan
Menurut teori pembangunan regional, konsep kawasan andalan dilihat dari
kriteria penetapannya didukung oleh teori pertumbuhan ekonomi, teori basis
ekonomi, teori pusat pertumbuhan dan teori spesialisasi.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional pasal 74, yang dimaksud dengan
Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya, baik di ruang darat

22

maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya. Kawasan
budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
2.3.2. Maksud dan tujuan pengembangan Kawasan Andalan
Kawasan andalan dikembangkan secara terencana dan terpadu dengan
memperhatikan rencana tata ruang daerah, keterkaitan kota dengan daerah
penyangganya, pertumbuhan penduduk, pengelolaan dan pembangunan
lingkungan permukiman, lingkungan usaha, dan lingkungan kerja. (RPD
Sumut:Bab 47)
Pengembangan kawasan andalan dimaksudkan sebagai alat guna
mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi suatu kawasan,
sehingga wilayah sekitarnya dapat ikut berkembang.
Pengembangan kawasan andalan bertujuan untuk :
a) Mengembangkan penataan ruang kawasan dalam rangka penataan ruang
wilayah nasional atau wilayah provinsi atau wilayah kabupaten dan kota;
b) Mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya pada kawasan dalam
rangka pembangunan ekonomi nasional dan daerah;
c) Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan pertahanan keamanan. (Erna:2007)
Kawasan andalan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak
perekonomian wilayah (prime mover), yang memiliki kriteria sebagai kawasan
yang cepat tumbuh dibandingkan lokasi lainnya dalam suatu provinsi, memiliki

23

sektor unggulan dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar
(hinterland). Pertumbuhan kawasan andalan diharapkan dapat memberikan imbas
positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah sekitar (hinterland) melalui
pemberdayaan sektor/subsektor unggulan sebagai penggerak perekonomian
daerah dan keterkaitan ekonomi antar daerah. Penekanan pada pertumbuhan
ekonomi sebagai arah kebijakan penetapan kawasan andalan adalah mengingat
“pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu variabel ekonomi yang merupakan
indikator kunci dalam pembangunan” (Kuncoro, 2004).
2.3.3. Karakteristik Kawasan Andalan
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional pasal 72-74 dijelaskan bahwa
kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional ditetapkan sebagai
kawasan andalan. Nilai strategis nasional meliputi kemampuan kawasan untuk
memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta
mendorong pemerataan perkembangan wilayah. Kawasan andalan terdiri atas
kawasan andalan darat dan kawasan andalan laut. Kawasan andalan darat terdiri
atas kawasan andalan berkembang dan kawasan andalan prospektif berkembang.
Kawasan andalan berkembang ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki paling
sedikit 3 (tiga) kawasan perkotaan; b. memiliki kontribusi terhadap produk
domestik bruto paling sedikit 0,25% (nol koma dua lima persen); c. memiliki
jumlah penduduk paling sedikit 3% (tiga persen) dari jumlah penduduk provinsi;
d. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut dan/atau bandar udara,
prasarana listrik, telekomunikasi, dan air baku, serta fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi kawasan; dan e. memiliki sektor unggulan yang sudah berkembang

24

dan/atau sudah ada minat investasi.
Kawasan andalan prospektif berkembang ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki paling sedikit 1 (satu) kawasan perkotaan; b. memiliki kontribusi
terhadap produk domestik bruto paling sedikit 0,05% (nol koma nol lima persen);
c. memiliki laju pertumbuhan ekonomi paling sedikit 4% (empat persen)
per tahun; d. memiliki jumlah penduduk paling sedikit 0,5% (nol koma lima
persen) dari jumlah penduduk provinsi; e. memiliki prasarana berupa jaringan
jalan, pelabuhan laut, dan prasarana lainnya yang belum memadai; dan f. memiliki
sektor unggulan yang potensial untuk dikembangkan.
Berdasarkan kriteria kawasan andalan nasional, maka untuk kawasan
andalan provinsi dapat mengganti acuan PDB dengan PDRB Provinsi.
2.4. Tipologi Daerah
Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran
tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi
Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu
pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Dengan
menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata
pendapatan perkapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi
dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high
growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low
growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income, dan daerah
relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997: 27-38; Kuncoro,
1993; Hil, 1989).
Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam

25

penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) daerah cepat maju dan cepat tumbuh,
adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara; (2) daerah maju tapi tertekan, adalah daerah yang memiliki
pendapatan perkapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih
rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara; (3) daerah
berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi
tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Utara; (4) Daerah relatif tertinggal adalah daerah yang
memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih
rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di provinsi. Disebut “tinggi” apabila
indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara; digolongkan “rendah” apabila
indikator di suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan rata-rata seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
2.5. Keunggulan Komparatif
2.5.1. Pengertian Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif adalah konsepsi sentral dalam teori perdagangan
internasional

yang

menyatakan

bahwa

sebuah

negara

atau

wilayah

mengkhususkan diri pada produksi dan mengekspor barang dan jasa yang dapat
dihasilkan dengan biaya relatif lebih efisien daripada barang dan jasa lain dan
mengimpor barang dan jasa yang tidak memiliki keunggulan komparatif itu
(Rinaldy, 2000). Menurut Tarigan (2006), keunggulan komparatif (Comparative
Advantage) suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi

26

itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian
unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk
nilai tambah riel. Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang
menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah.
2.5.2. Manfaat Analisis Keunggulan Komparatif
Analisis keunggulan komparatif dapat digunakan untuk melihat apakah
komoditi itu memiliki prospek untuk dikembangkan walaupun saat ini belum
mampu memasuki pasar global. Setidaknya kita mengetahui bahwa dalam rangka
perbandingan dengan rata-rata nasional, wilayah kita berada di atas atau di bawah
rata-rata nasional. Keunggulan komparatif dapat dijadikan pertanda awal bahwa
komoditi itu punya prospek untuk juga memiliki keunggulan kompetitif,
setidaknya komoditi itu layak untuk dikembangkan baik untuk memenuhi
kebutuhan lokal maupun untuk pasar tetangga (Tarigan, 2006).
Menurut Sjafrizal (2008) prinsip dasar dari model keuntungan komparatif
(comparative advantage model) adalah bila mobilitas sumber daya (faktor
produksi) antar wilayah tidak lancar, maka masyarakat suatu daerah akan lebih
diuntungkan bila memfokuskan (berspesialisasi) pada kegiatan produksi yang
dapat diproduksi oleh wilayah tersebut dengan biaya relatif lebih murah (efisien)
dibanding oleh wilayah lain. Wilayah seharusnya melakukan spesialisasi pada
barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan kandungan faktor
produksinya besar.
Melalui spesialisasi sesuai dengan keungggulan komparatifnya, maka
jumlah produksi yang dihasilkan bisa jauh lebih besar dengan biaya yang lebih
murah dan pada akhirnya bisa mencapai skala ekonomi yang diharapkan.

27

2.5.3. Ukuran Keunggulan Komparatif
Menurut Tarigan (2006) dan Syafrizal (2008), keunggulan komparatif
daerah dapat dianalisis menggunakan alat analisis Location Quotient (LQ) dan
Shift Share.
Location Quotient (LQ) adalah suatu perbandingan tentang besarnya
peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan
sektor/industri tersebut secara nasional. Variabel yang biasa digunakan untuk
perbandingan adalah nilai tambah (tingkat pendapatan).
Kriteria pengukuran LQ, yaitu :
1. LQ>1 artinya peranan sektor tersebut di daerah itu lebih menonjol daripada
peranan sektor itu secara nasional. Sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut
surplus akan produk sektor i dan mengekspornya ke daerah lain atau dapat
juga dikatakan sektor i sebagai sektor basis dan daerah tersebut memiliki
keunggulan komparatif untuk sektor i dimaksud.
2. LQ