Pengaruh Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepribadian

2.1.1 Pengertian Kepribadian

Kepribadian saat ini merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh manajemen dalam menyelenggarakan kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini dikarenakan karyawan merupakan asset bagi kelangsungan kegiatan operasional, dimana tanpa adanya dukungan dari karyawan perusahaan adalah sulit untuk melaksanakan kegiatan operasional sehingga akan memperlambat pencapaian tujuan oleh perusahaan.

Menurut Sigit (2002:26), “kepribadian adalah kombinasi daripada karakteristik mental dan phisikal yang tampak unik dan stabil pada seseorang yang sering timbul pada waktu dia berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan”. Sementara itu menurut Robbins (2008:127), “kepribadian adalah keseluruhan dimana seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain”. Sedangkan menurut Ivancevich (2006:92), “kepribadian merupakan serangkaian perasaan dan perilaku yang relatif stabil yang secara signifikan telah dibentuk oleh faktor genetik dan faktor lingkungan”. Menurut Gordon Allport (Robbins 2008:127), “kepribadian adalah organisasi dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya”. Dalam memahami kepribadian seseorang dapat membantu manajer memprediksi bagaimana seseorang dalam bertindak pada situasi tertentu. Kepribadian sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.


(2)

Menurut Stephen dan Timothy (2008), “kepribadian juga merupakan organisasi yang dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungan atau dengan kata lain kepribadian merupakan keseluruhan cara dimana seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain”.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan gabungan dari individu yang bereaksi dan berinteraksi dalam organisasi yang dapat digunakan untuk mencerminkan jati dirinya dalam melakukan hubungan atau komunikasi dengan sesama rekan kerja.

2.1.2 Teori Kepribadian

Dewasa ini banyak teori kepribadian yang disampaikan oleh para ahli dalam melakukan penyuluhan atau sosialasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui berbagai tipe kepribadian yang ada dalam diri seorang individu sehingga hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang terdapat dalam organisasi. Menurut Winardi (2007:221), ada 3 macam pendekatan teoritikal yang dapat dimanfaatkan guna memahami kepribadian yaitu :

1. Pendekatan Sifat (The Trait Approach)

Sifat-sifat didefenisikan sebagai predisposisi-predisposisi yang diinferensi, yang mengarahkan perilaku seseorang individu dengan cara-cara yang bersifat konsisten dan khas. Disamping itu, sifat-sifat menyebabkan timbulnya ketidakkonsistenan dalam perilaku, karena mereka merupakan atribut-atribut yang bertahan lama, dan mereka memiliki skop umum atau luas.


(3)

2. Pendekatan Psikodinamik (The Psychodynamic Approach)

Dalam pendekatan ini, terdapat pertempuran antara kepribadian yaitu antara apa yang dinamakan “The Id” dan “Superego” yang dimoderasi oleh ego. Id adalah bagian kepribadian yang primitif, yang berada dibawah sadar. Id bekerja secara irrasioinal, tanpa mempertimbangkan apakah yang dikehendakii dapat dicapai, ataupun secara moral dapat diterima. Yang kedua adalah superego yaitu merupakan gudang dari nilai-nilai seseorang individu, di dalam hal ini termasuk sikap-sikap moral yang dibentuk oleh masyarakat. Superego sering berkonflik dengan Id, dimana Id berkeinginan melakukan apa yang terasa baik, sedangkan superego menekankan tindakan apa yang dianggap benar.

3. Pendekatan Humanistik

Pendekatan-pendekatan ini guna memahami kepribadian dicirikan oleh adanya pemusatan perhatian pada pertumbuhan dan aktualisasi diri sang individu. Teori ini menekankan pentingnya fakta bagaimana manusia mempersepsikan sunia mereka dan semua kekuatan yang mempengaruhinya. Teori humanistik menitikberatkan person, dan pentingnya aktualisasi diri bagin kepribadian.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian

Kepribadian merupakan salah satu hal penting yang terdapat dalam diri setiap individu, dimana kepribadian tersebut banyak dipengaruhi oleh sejumlah faktor baik dari dalam diri individu tersebut atau faktor internal dan faktor eksternal


(4)

yang berasal dari luar atau lingkungan sekitar. Kepribadian merupakan hasil dari sejumlah kekuatan yang secara bersama-sama membantu membentuk individu.

Menurut Robbins (2008:127) terdapat dua faktor pembentuk kepribadian yaitu :

1. Faktor keturunan

Mengarah pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, tempramen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi, dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dipengruhi oleh orang tua. Penjelasan pokok mengenai kepribadian seseorang adalah struktur molekul dari gen yang terdapat dalam kromosom. Dalam hal ini keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang.

2. Faktor lingkungan

Memiliki peranan penting dan pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan kepribadian seseorang. Dalam pendekatan ini faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter seseorang yaitu lingkungan dimana ia tumbuh dan dibesarkan, norma dalam keluarga, teman-teman, dan kelompok sosial. Kepribadian seseorang, meskipun pada umumnya stabil dan konsisten, dapat berubah bergantung pada situasi yang dihadapinya.

Sementara itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi kepribadian oleh Stephen dan Timothy (2008) yaitu :

1. Faktor keturunan ditransimisikan melalui gen, yang berada dalam kromoson, yang menentukan keseimbangan hormone, bentuk fisik, dan


(5)

menentukan atau membentuk kepribadian. Kepribadian tidak seluruhnya dipengaruhi oleh faktor keturunan, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi bentuk kepribadian seseorang.

2. Faktor lingkungan yang dapat memberikan tekanan kepada kepribadian seseorang adalah kultur masyarakat dimana seseorang dibesarkan, norma-norma keluarga, teman-teman, dan kelompok sosial, serta pengaruh-pengaruh lain yang dialami. Kultur akan membentuk norma, sikap dan nilai-nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya yang terus menerus berlangsung secara konsisten.

Kondisi situasional dapat mempengaruhi efek dari faktor-faktor keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Kepribadian seseorang meskipun relatif stabil dan konsisten, namun dapat berubah pada situasi-situasi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda pada situasi yang berbeda dapat menimbulkan reaksi dan aspek yang berbeda pada kepribadian seseorang. Oleh sebab itu, sebaiknya tidak melihat corak kepribadian secara terisolasi, tetapi juga mengetahui bahwa situasi-situasi tertentu lebih relevan dari situasi-situasi-situasi-situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian sehingga dapat dilihat adanya perbedaan-perbedaan individual yang signifikan.

Menurut Ivancevich (2006:93) kepribadian merupakan produk bawaan (nature) sekaligus juga lingkungan. Nature merujuk pada keturunan, susunan genetik yang diwarisi dari orang tua secara parsial menentukan kepribadian yang dimiliki. Lingkungan merujuk pada pengalaman kehidupan yang dimliki. Hubungan keluarga merupakan bagian penting dari nature. Hal ini mengarah pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki dengan orang tua, saudara kandung, dan


(6)

anggota keluarga lainnya. Budaya membentuk diri setiap orang. Meskipun sebagian besar anggota dari suatu budaya memiliki karakteristik kepribadian yang serupa, mungkin akan terdapat perbedaan karakteristik kepribadian yang signifikan antar budaya. Kelas sosial juga dapat membentuk kepribadian seseorang. Kelas sosial mempengaruhi persepsi diri seseorang, persepsinya terhadap orang lain, terhadap pekerjaan, otoritas dan uang.

2.1.4 Sifat-Sifat Kepribadian

Sifat-sifat kepribadian yaitu karakteristik yang sering muncul dan mendeskripsikan perilaku seorang individu (Robbins 2008:130)

1. Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)

Adalah tes kepribadian yang menggunakan empat karakteristik dan mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu dari 16 tipe kepribadian.

a. Ekstravers versus introver yaitu individu dengan karakteristik ekstravers digambarkan sebagain individu yang ramah, suka bergaul, dan tegas.

Sedangkan individu dengan karakteristik introvers digambarkan sebagai individu yang pendiam dan pemalu.

b. Sensitif versus intuitif yaitu individu dengan karakteristik sensitif digambarkan sebagai individu yang praktis dan lebih menyukai rutinitas dan urutan. Sebaliknya individu dengan karakteristik intuitif mengandalkan proses-proses tidak sadar dan melihat gambaran umum. c. Pemikir versus perasa yaitu individu dengan karakteristik pemikir menggunakan alasan dan logika untuk menangani berbagai masalah,


(7)

sedangkan individu ddengan karakteristik perasa mengandalkan nilai-nilai dan emosi pribadi mereka.

d. Memahami versus menilai merupakan individu yang dengan karakteristik memahami menginginkan kendali dan lebih suka dunia mereka teratur dan terstruktur, sedangkan individu dengan karakteristik menilai cenderung lebih fleksibel dan spontan.

2. Model Lima Besar

Faktor-faktor lima besar yaitu :

a. Ekstraversi (Extraversion) adalah dimensi kepribadian yang mendeskripsikan seseorang yang suka bergul, suka berteman, dan tegas. Dimensi ini mengungkapkan tingkat kenyamanan seseorang dalam berhubungan dengan individu lain.

b. Mudah bersepakat (Agreeableness) adalah dimensi kepribadian yang mendeskripsikan seseorang yang bersifat baik, kooperatif, dan penuh kepercayaan. Hal ini merujuk pada kecendrungan individu untuk patuh terhadap individu lainnya. Individu yang sangat mudah bersepakat adalah individu yang senang bekerja sama, hangat, dan penuh kepercayaan.

c. Sifat berhati-hati (Conscientiousness) adalah dimensi kepribadian yang mendeskripsikan seseorang yang bertanggung jawab, bisa dipercaya, gigih dan teratur. Dimensi ini merupakan ukuran kepercayaan.

d. Stabilitas emosi (Emotional Stability) adalah dimensi kepribadian yang menggolongkan seseorang sebagai orang yang tenang, percaya


(8)

diri, memiliki pendirian yang teguh (positif) versus mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki pendirian yang teguh (negatif). Dimensi ini sering juga disebut berdasarkan kebalikannya yaitu neurosis. Dimensi ini menilai kemampuan seseorang untuk menahan stress.

e. Terbuka terhadap hal-hal baru (Opennes to Experience) adalah dimensi kepribadian yang menggolongkan seseorang berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadap hal-hal baru. Individu yang sangat terbuka cenderung kreatif, ingin tahu, dan sensitif terhadap hal-hal yang bersifat seni.

Dalam Robbins (2008:132) faktor-faktor Lima Besar mencakup sebagai berikut : 1. Ekstraversi (Extraversion) adalah dimensi yang mengungkapkan tingkat

kenyamanan seseorang dalam berhubungan dengan individu lain. Individu yang memiliki sifat ekstraversi cenderung suka hidup berkelompok, tegas, dan mudah bersosialisasi.

2. Mudah akur atau mudah bersepakat (Agreeablness) adalah dimensi yang merujuk pada kecendrungan individu untuk patuh terhadap individu lainnya. Individu yang sangat mudah bersepakat adalah individu yang senang bekerja sama, hangat, dan penuh kepercayaan.

3. Sifat berhati-hati (Conscientiouness) adalah dimensi yang merupakan ukuran kepercayaan. Individu yang sangat behati-hati adalah individu yang bertanggung jawab, teratur, dapat diandalkan, dan gigih.


(9)

4. Stabilitas emosi (Emotional Stability) adalah dimensi menilai kemampuan seseorang untuk menahan stress. Individu dengan stabilitas emosi yang positif cenderung tenang, percaya diri, dan memiliki pendirian yang teguh. 5. Terbuka terhadap hal-hal baru (Openness to Experience) adalah dimensi

terakhir yang mengelopokkan individu berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadap hal-hal baru. Individu yang sangat terbuka cenderung kreatif, ingin tahu, dan sensitif terhadap hal-hal yang bersifat seni.

Dimensi Kepribadian dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1

Dimensi Kepribadian

No. Dimensi Kepribadian Ciri dari seseorang yang

memberikan skor secara positif 1. 2. 3. 4. 5.

Wawasan ekstra (Extraversion) Ramah (Agreeableness)

Teliti (Concientiouness)

Stabilitas emosional (Emotional Stability) Keterbukaan pada pengalaman (Opennes to Experience)

Supel, dapat bersosialisasi, tegas

Percaya, kerjasama, baik, berhati lembut

Dapat diandalkan bertanggung jawab, berorientasi prestasi, menonjol

Rileks, aman, tidak khawatir Cerdas, imajinatif, ingin tahu, berpikir luas

Sumber: Kreitner (2005:177)

2.1.5 Sikap Kepribadian

Menurut Ivancevich (2006:97), ada tiga sikap kepribadian yang menarik bagi organisasi yaitu :


(10)

a. Locus of Control

Pusat pengendalian (Locus of Control) menentukan tingkatan sampai dimana individu meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada mereka. Dalam hal ini ada dua penggolongan yaitu internal dan eksternal. Ketika mereka berkinerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh usaha atau keterampilan mereka. Mereka digolongkan sebagai internal. Ketika mereka berkinerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh keberuntungan atau karena tugas tersebut merupakan tugas yang mudah maka mereka digolongkan sebagai eksternal. b. Self-Efficacy

Berhubungan dengan keyakinan pribadi mengenai kompetensi dan kemampuan diri. Hal ini merujuk pada keyakinan seseorang terhadap kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas secara berhasil. Individu dengan tingkat self-efficacy yang tinggi sangat yakin dalam kemampuan kinerja mereka. Perasaan self-efficacy memiliki sejumlah implikasi manejerial dan organisasional, yaitu keputusan seleksi, program pelatihan, dan penetapan tujuan dan kinerja.

c. Kreatifitas

Kreatifitas merupakan ciri kepribadian yang melibatkan kemampuan untuk meloloskan diri dari pemikiran kaku dan menghasilkan ide yang baru dan berguna. Kreatifitas menghasilkan inovasi, dan inovasi merupakan sumber kehidupan dari sejumlah perusahaan. Kreatifitas merupakan ciri kepribadian yang dapat didorong dan dikembangkan dalam organisasi. Caranya dengan


(11)

memberikan orang kesempatan dan kebebasan untuk berpikir dengan cara yang tidak konvensional.

Menurut Robbins (2008:137) ada beberapa sifat kepribadian yang menjadi indikator kuat perilaku di tempat kerja yaitu:

a. Evaluasi Inti Diri

Evaluasi Inti Diri merupakan tingkat dimana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka. Evaluasi inti diri seseorang ditentukan oleh dua elemen utama yaitu: harga diri dan locus kendali. Harga diri didefenisikan sebagai tingkat menyukai atau tidak menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia. Elemen kedua yang menentukan evaluasi inti diri adalah locus kendali (Locus of Control). Locus kendali merupakan tingkat dimana individu yakin bahwa mereka penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu pemegang kendali dan mereka yakin dengan apapun yang tejadi pada mereka sendiri. Eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka sendiri dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

b. Machiavellianisme

Merupakan tingkat dimana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting dari pada proses. Individu dengan karakteristik Machiavellianisme yang tinggi melakukan lebih banyak manipulasi, lebih banyak memperoleh kemenangan, tidak mudah


(12)

terbujuk, dan lebih banyak membujuk dibandingkan individu dengan tingkat Machiavellianisme yang rendah.

c. Narsisme

Merupakan kecendrungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri.

d. Pemantauan Diri (Self Monitoring)

Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal. Individu dengan sikap pemantauan diri yang tinggi sangat peka terhadap isyarat-isyarat eksternal dan mampu menyesuaikan perilaku dengan situasi yang berbeda-beda. Sedangkan individu dengan sikap pemantauan diri yang rendah cenderung memperlihatkan sikap dan watak asli mereka dalam setiap situasi.

e. Pengambilan Resiko

Individu memiliki keberanian yang berbeda-beda untuk mengambil kesempatan. Kecendrungan terhadap berapa lama waktu yang dibutuhkan manajer untuk membuat suatu keputusan dan berapa banyak informasi yang mereka butuhkan sebelum membuat keputusan. Manajer dengan tingkat pengambilan keputusan tinggi membuat keputusan secara lebih cepat dan menggunakan lebih sedikit informasi memutuskan pilihan-pilihan mereka bila dibandingkan manajer dengan tingkat pengambilan resiko rendah.

f. Kepribadian Tipe A

Seseorang dengan kepribadian tipe A terlibat secara agresif dalam perjuangan terus menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang


(13)

lebih sedikit, dan bila harus melakukannya, melawan upaya-upaya yang menentang dari individu atau hal lain. Karakteristik tipe A adalah:

1. Selalu bergerak, berjalan dan makan dengan cepat 2. Merasa tidak sabaran

3. Berusaha keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih pada saat bersamaan

4. Tidak dapat menikmati waktu luang

5. Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh

Berbeda dengan kepribadian tipe A, tipe B jarang tergoda oleh keinginan untuk mendapatkan sejumlah hal yang terus meningkat atau berpartisipasi dalam serangkaian peristiwa yang terus berkembang dalam jumlah waktu yang selalu berkurang. Karakteristik tipe B adalah:

1. Tidak pernah mengalami keterdesakan waktu ataupun ketidaksabaran 2. Merasa tidak perlu memperlihatkan atau mendiskusikan pencapaian

maupun prestasi mereka kecuali atas tuntutan situasi

3. Bersenang-senang dan bersantai dari pada berusaha menunjukkan keunggulan mereka

4. Bisa santai tanpa merasa bersalah g. Kepribadian Proaktif

Individu yang proaktif cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Individu proaktif berkemungkinan besar mencapai keberhasilan karier. Individu seperti ini cenderung mencari informasi pekerjaan mengenai organisasi,


(14)

mengembangkan kontak posisi yang tinggi, terlibat dalam peencanaan karier, dan tekun ketika menghadapi rintangan-rintangan karier.

2.1.6 Menilai Kepribadian

Menurut robbins (2008:136) ada tiga cara utama untukn menilai kepribadian yaitu:

1. Survei mandiri

Cara ini dilakukan atau diisi sendiri oleh individu yaitu cara paling umum yang digunakan untuk menilai kepribadian. Kekurangan dari survei jenis ini adalah individu mungkin berbohong atau hanya menunjukkan kesan yang baik. Hal ini menjadi masalah ketika hasil survei tersebut dijadikan dasar penerimaan karyawan. Kekurangan lain dari survei ini adalah akurasi.

2. Survei peringkat oleh pengamat

Dikembangkan untuk memberikan suatu penilaian bebas mengenai kepribadian. Survei ini dapat dilakukan oleh rekan kerja dengan sepengetahuan atau tidak oleh individu yang dinilai. Survei peringkat oleh pengamat merupakan dasar pertimbangan yang lebih baik atas keberhasilan suatu pekerjaan. Survei peringkat oleh pengamat bisa memberitahu sesuatu yang unik mengenai perilaku seseornag individu ditempat kerja.

3. Ukuran proyeksi

Beberapa contoh ukuran proyeksi adalah Rorrschach Inkbolt Tess dimana individu diminta menyatakan menyerupai apakah Inkbolt yang disediakan. Survei ini menggunakan serangkaian gambar pada kartu. Penilaian respon-respon tersebut terbukti sebagai suatu tantangan karena seorang ahli menilai


(15)

hasil-hasil tersebut secara berbeda satu sama lain sehingga ukuran proyeksi sangat tidak efektif.

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan tentunya mengharapkan kepuasan atas hasil kerja yang telah dilakukan sehingga hal ini dapat memacu semangat untuk dapat meningkatkan lagi produktivitas kerja untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan atau pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthan, 2006:243).

Menurut Robbins (2008:107) kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.

Menurut Suhendi (2010:192), “kepuasan kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja”. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya dan penilaian dilakukan dengan rasa sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada karyawan yang tidak puas yang tidak menyukai situasi kerjanya.


(16)

Menurut Sutrisno (2009:74), ada dua pengertian atau bahasan tentang kepuasan kerja yaitu :

1. Pengertian yang memandang kepuasan kerja sebagai suatu reaksi emosional yang kompleks. Reaksi emosional ini merupakan akibat dari dorongan, keinginan, tuntutan dan harapan-harapan karyawan terhadap pekerjaan yang dihubungkan dengan realitas-realitas yang dirasakan karyawan, sehingga menimbulkan suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan puas atau perasaan tidak puas.

2. Pengertian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap atau tindakan dari tenaga kerja atas penilaian pekerjaan yang dilakukan oleh pimpinan, sehingga karyawan tersebut dapat mengetahui tingkat kepuasan dalam bekerja selama di dalam perusahaan. Kepuasan kerja merupakan bagian penting bagi karyawan yang sedang melaksanakan tugasnya, apabila karyawan merasa puas dengan hasil kerja yang dilakukan maka karyawan tersebut akan semangat untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan memberikan hasil terbaik bagi perusahaan dimana dia bekerja.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan kerja

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yang dialami oleh karyawan dimana faktor tersebut dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan yang bergantung pada pribadi masing-masing karyawan.


(17)

Menurut Sutrisno (2009:77), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:

1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan.

2. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerjaan, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.

3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketenteraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.

Menurut Robbin (2008), ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu :

1. Sisi sosial ekonomi, merupakan sikap positif yang menyangkut rasa ama dari segi ekonomi, yaitu gaji, imbalan, tunjangan, dan jaminan sosial. 2. Sisi sosial psikologi, merupakan sikap yang positif yang menyangkut

penyesuain diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja yaitu kesempatan untuk maju, kesempatan mendapat penghargaan, dan keamanan kerja.

3. Sisi fisik merupakan sikap positif yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan yaitu ruangan kerja, perlengkapan kerja, pengaturan waktu kerja, umur, dan kesehatan karyawan.

Menurut Suhendi (2010:195), ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu :


(18)

1. Gaji atau imbalan yang dirasakan adil

Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping untuk memenuhi kebutuhan tingkat rendah (makanan, perumahan), uang dapat merupakan simbol dari pencapaian, keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan. Disamping itu uang mempunyai kegunaan sekunder. Jumlah gaji yang diterima dapat secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan. Uang atau imbalan memiliki dampak terhadap motivasi kerja, jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tingginya prestasi kerja.

2. Kondisi kerja yang menunjang

Ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Karyawan akan sering mencari alasan untuk keluar dari ruangan kerjanya, maka dalam hal ini perusahaan harus menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, seperti meja, kursi yang dapat diatur tinggi rendahnya, serta miring tegaknya posisi duduk. Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.

3. Hubungan kerja (rekan kerja dan atasan)

Setiap pekerjaan dalam organisasi memiliki kaitan dengan pekerjaan lain. Dalam perkembangannya, corak interaksi antar pekerjaan tumbuh menjadi tiga bagian yaitu :


(19)

a. Hubungan kerja dengan rekan kerja

Hubungan yang terjadi antar karyawan adalah hubungan ketergantungan sepihak yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para karyawan timbul karena mereka dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga dapat saling berbicara. Corak kepuasan kerja disini bersifat kepuasan kerja yang tidak disebabkan peningkatan dari motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para karyawan harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja dapat timbul karena kebutuhan tingkat tinggi (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi, dan memiliki dampak pada motivasi kerja karyawan.

b. Hubungan kerja dengan atasan

Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu karyawan untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika hubungan keduanya adalah positif.

c. Hubungan dengan bawahan

Atasan yang memiliki ciri memimpin yang transformasional, dapat mendorong karyawan untuk meningkatkan motivasinya dan sekaligus merasa puas dengan pekerjaannya.


(20)

Harold E. Burt dalam Wahyuddin (2011:6) mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja, antara lain :

1. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja.

2. Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja, dan jenis kelamin.

3. Faktor luar (extern), yaitu yang berhubungan dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan (training, up grading, dan sebagainya). Berdasarkan penjelasan diatas tentang faktor yang mempengaruhi Kepuasan kerja terhadap prestasi kerja maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan.

2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan lainnya.

4. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji,


(21)

jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

Berdasarkan teori Herzberg, terdapat faktor-faktor tertentu yang diasosiasikan dengan kepuasan kerja dan faktor-faktor tertentu yang diasosiasikan dengan ketidakpuasan kerja. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah :

1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya yang dirasakan dan diberikan pada tenaga kerja.

2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.

3. Pencapaian (achievement), besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.

4. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya.

5. Pekerjaan itu sendiri (work it self), besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari pekerjaannya.

Semua faktor diatas sering kali berhubungan dengan isi (content) dalam pekerjaan sehingga disebut content factor. Sedangkan kelompok faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja disebut dengan context factor. Faktor-faktor ini adalah :

1. Kebijakan perusahaan (company policy), derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku di perusahaan.


(22)

2. Penyeliaan (supervision), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh tenaga kerja.

3. Gaji (salary), derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya (performance).

4. Hubungan antar pribadi (interpersonal relations), derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.

5. Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan pekerjaannya.

Menurut Luthans (2006:244) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Akan tetapi, pengaruh utama diringkus dalam lima dimensi berikut ini :

1. Pekerjaan itu sendiri

Kepuasan kerja itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan. Misalnya, penelitian yang berhubungan pendekatan karakteristik pekerjaan pada desain kerja, menunjukkan bahwa umpan balik dari pekerjaan itu sendiridan otonomi merupakan dua faktor motivasi utama yang berhubungan dengan pekerjaan. Penelitian terbaru menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan antara kepribadian dan kepuasan kerja, dan jika persyaratan kreatif terpenuhi, maka cenderung menjadi puas. Pekerjaan yang sedikit variasinya akan menyebabkan pekerja merasa jenuh dan keletihan, dan sebaliknya pekerjaan yang terlalu banyak variasinya dan terlalu cepat menyebabkan karyawan merasa tertekan secara psikologis.


(23)

2. Gaji

Upah/gaji merupakan faktor multidimensi dalam kepuasan kerja. Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kepuasan dasar, tetapi alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. Sunarto (2004:112) mengatakan bahwa kunci yang menautkan gaji/upah dengan kepuasan bukanlah jadi mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah persepsi keadilan.

3. Pengawasan (supervisi)

Ada dua dimensi gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Pertama, adalah berpusat pada karyawann diukur menurut tingkat dimana penyelia menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan. Hal itu secara umum dimanifestasikan dalam cara-cara seperti meneliti seberapa baik kerja karyawan, memberikan nasihat dan bantuan pada individu, dan berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan. Dimensi kedua adalah partisipasi atau pengaruh, seperti diilustrasikan oleh manajer yang memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka.

4. Kesempatan Promosi

Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka (Sunarto, 2004:113).


(24)

5. Rekan Kerja

Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja. Kelompok yang memerlukan kesalingtergantungan antar anggota dalam menyelesaikan pekerjaan, akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi (Luthans 2006:245).

2.2.3 Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

Sering timbulnya kepuasan dan ketidakpuasan kerja yang dialami karyawan dalam menjalankan tugasnya Di samping itu, atas kepuasan ataupun ketidakpuasan dalam bekerja mempunyai dampak yang kurang baik bagi kemajuan karyawan yang bersangkutan. Berikut ini ada dua dampak yang ditimbulkan atas kepuasan atau ketidakpuasan kerja (Suhendi 2010:198) yaitu :

1) Dampak terhadap produktivitas

Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat, dan bukan merupakan sebab dari produktivitas. Adanya produktivitas yang tinggi akan menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika karyawan mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik (misalnya rasa telah mencapai sesuatu) dan ganjaran ekstrinsik (misalnya gaji) yang diterima terasa adil dan wajar, serta diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika karyawan tidak dapat mempersepsikan intrinsik dan ekstrinsik berasosiasi dengan unjuk kerja, kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.

2) Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja (turnover) Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya sehingga bisa saja mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan.


(25)

Karena mempunyai akibat ekonomis besar, lebih besar kemungkinan perilaku ini sehubungan dengan ketidakpuasan kerja. Adapun ketidakpuasan kerja pada karyawan dapat diungkapkan dengan berbagai cara misal meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang perusahaan, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan dan lainnya. Ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan yaitu :

a.Keluar, meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain.

b.Menyuarakan atau memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperoleh kondisi.

c.Mengabaikan, sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, seperti sering absen atau membuat kesalahan lebih banyak.

d.Kesetiaan, menunggu secara pasif sampai kondisi menjadi lebih baik termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti terhadap penelitian terdahulu, yaitu

1. Amirudin (2011) dengan judul penelitian : “ Pengaruh Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMP Negeri 2 Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”. Tujuan dari penelitian adalah menguji model dan mengetahui bagaimana pengaruh variabel Kepribadian terhadap Kepuasan Kerja. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 2 Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, yang dilaksanakan pada bulan April 2011. Populasi penelitian adalah seluruh guru di setiap unit kerja


(26)

SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan yang jumlahnya 35 orang guru dan sampel penelitian ini adalah sampel total dari populasi yakni 35 orang guru, artinya keseluruhan populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Jenis variabel penelitian, yakni variabel bebas (Independen) yaitu Kepribadian dan Variabel terikat (Dependent) Kepuasan Kerja. Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi tentang obyek penelitian menggunakan angket dengan pendekatan skala Likert. Analisis yang digunakan yakni analisis jalur (path Analisys). Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

2. Bayu Raharja (2010) dengan judul penelitian : “Pengaruh Kepribadian

Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah VI Bandung”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar pengaruh kepribadian terhadap kepuasan kerja karyawan Bank Mandiri Kanwil VI Bandung . Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dan verifikatif dengan variabel bebas kepribadian dan variabel terikatnya adalah kepuasan kerja. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan pada karyawan Bank Mandiri Kanwil VI Bandung (Unit Kerja Marketing, Human Capital dan General Affair) menggunakan metode total sampling dengan jumlah responden sebanyak 35 orang. Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan wawancara kepada pihak-pihak terkait. Pengujian dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh


(27)

antara kepribadian terhadap kepuasan kerja karyawan dilakukan uji regresi sederhana.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa kepribadian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan pada Bank Mandiri Kanwil VI Bandung (Unit Kerja Marketing, Human Capital dan General Affair). Jumlah responden adalah 314 orang, dimana perempuan berjumlah 311 orang dan pria 3 orang.

3. Hardjapamekas Medina (2011) dengan judul penelitian : “Pengaruh Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja Pada Karyawan

Operasional”. Penelitian ini menggunakan dimensi The Big 5 Personality

untuk melihat kaitannya dengan kepuasan kerja. The Big 5 Personality terdiri dari 5 dimensi yaitu: Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Emotional stability/ Neuroticism, dan Openness to experience. Dalam penelitian ini, variabel kepuasan kerja dilihat hubungannya dengan The Big 5 Personality. Secara khusus, penelitian ini akan melihat pengaruh dari The Big 5 Personality terhadap kepuasan kerja pada karyawan yang bekerja pada tingkat operasional. Perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara The Big 5 Personality dengan kepuasan kerja karyawan? Proses penelitian dilakukan dengan menyebarkan 60 kuesioner untuk diisi oleh karyawan nonmanajerial pada perusahaan yang berbeda-beda. Seluruh subyek penelitian adalah karyawan operasional yang terdiri atas 33 pria dan 27 wanita. Usia responden berkisar antara 21-50 tahun dengan pendidikan minimal rata-rata sarjana. Hasil penelitian diperoleh melalui perhitungan


(28)

correlations yang menunjukkan adanya hubungan antara kelima dimensi The Big 5 Personality dengan kepuasan kerja.

4. CHANG Y.H., LI HH, WU C.M. & WANG P.C. (2010) dengan judul penelitian : “Pengaruh Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja

Perawat Di Taiwan. Internasional Keperawatan”. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menyelidiki secara empiris seperangkat ciri-ciri kepribadian berdasarkan inti evaluasi diri dalam kaitannya dengan kepuasan kerja di kalangan perawat di Taiwan, dan identitas karakteristik kepribadian penting dalam menyumbang sikap memuaskan perawat terhadap pekerjaan. Penelitian dilakukan dengan kuesioner. Para peserta adalah 314 perawat (tingkat respon 89%) di dua rumah sakit daerah di Taiwan. Di antara mereka, 99% adalah perempuan (n = 311), 54,5% (n = 171) berkisar antara usia 21 dan 30 tahun, 37,9% (n = 119) berkisar antara 31 dan berusia 40 tahun, 44,6% (n = 140) adalah perawat terdaftar, 29,3% (n = 92) dilisensikan perawat kejuruan dan 52,9% menikah (n = 166). Selain itu, penelitian persyaratan etis untuk melakukan penelitian pada subyek manusia telah dipenuhi untuk semua peserta dalam penelitian. Temuan penelitian ini menegaskan pentingnya mengambil variabel kepribadian menjadi pertimbangan selama proses evaluasi kepuasan kerja. Kepuasan kerja tidak hanya harus berhubungan dengan faktor ekstrinsik tetapi juga terkait dengan perbedaan individu kecenderungan disposisional. Perawat dengan evaluasi positif dan harapan terhadap diri dan orang lain cenderung melaporkan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian


(29)

ini konsisten dengan penelitian sebelumnya. Implikasi bagi manajemen keperawatan dibahas.

2.4 Kerangka Konseptual

Manajemen perusahaan yang ingin menciptakan kepuasan kerja karyawan ketika sedang menyelesaikan tugas yang diberikan perlu mengetahui dan memahami bentuk kepribadian yang berbeda-beda dalam suatu organisasi untuk menjalankan tugas dan fungsi dengan baik. Menurut Robbin (2008:127), “kepribadian adalah keseluruhan dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain”. Kepribadian karyawan yang baik dan dapat diterima oleh rekan kerja lainnya maka dapat memberikan suatu kepuasan kerja tersendiri bagi perusahaan. Menurut Suhendi (2010:192), “kepuasan kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja”. Oleh karena itu kepribadian memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karena reaksi dan interaksinya terhadap pegawai lain maka akan muncul sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Dan untuk jangka panjang, hasil kerja yang diperoleh individu terkait dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan dalam pencepatan pencapaian tujuan yang hendak dicapai.

Maka adapun kerangka konseptual dari penelitian yang dilaku adalah :

Sumber: Suhendi (2010)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Kepribadian

(X)

Kepuasan kerja (Y)


(30)

2.5 Hipotesis

Menurut Koencoro (2003:47), Hipotesis merupakan suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disampaikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah : “Kepribadian Berpengaruh Positif Dan Signifikan Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Karo”.


(1)

Karena mempunyai akibat ekonomis besar, lebih besar kemungkinan perilaku ini sehubungan dengan ketidakpuasan kerja. Adapun ketidakpuasan kerja pada karyawan dapat diungkapkan dengan berbagai cara misal meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang perusahaan, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan dan lainnya. Ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan yaitu :

a.Keluar, meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain.

b.Menyuarakan atau memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperoleh kondisi.

c.Mengabaikan, sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, seperti sering absen atau membuat kesalahan lebih banyak.

d.Kesetiaan, menunggu secara pasif sampai kondisi menjadi lebih baik termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti terhadap penelitian terdahulu, yaitu

1. Amirudin (2011) dengan judul penelitian : “ Pengaruh Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMP Negeri 2 Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”. Tujuan dari penelitian adalah menguji model dan mengetahui bagaimana pengaruh variabel Kepribadian terhadap Kepuasan Kerja. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 2 Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, yang dilaksanakan pada bulan April 2011. Populasi penelitian adalah seluruh guru di setiap unit kerja


(2)

SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan yang jumlahnya 35 orang guru dan sampel penelitian ini adalah sampel total dari populasi yakni 35 orang guru, artinya keseluruhan populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Jenis variabel penelitian, yakni variabel bebas (Independen) yaitu Kepribadian dan Variabel terikat (Dependent) Kepuasan Kerja. Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi tentang obyek penelitian menggunakan angket dengan pendekatan skala Likert. Analisis yang digunakan yakni analisis jalur (path Analisys). Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

2. Bayu Raharja (2010) dengan judul penelitian : “Pengaruh Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah VI Bandung”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar pengaruh kepribadian terhadap kepuasan kerja karyawan Bank Mandiri Kanwil VI Bandung . Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dan verifikatif dengan variabel bebas kepribadian dan variabel terikatnya adalah kepuasan kerja. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan pada karyawan Bank Mandiri Kanwil VI Bandung (Unit Kerja Marketing, Human Capital dan General Affair) menggunakan metode total sampling dengan jumlah responden sebanyak 35 orang. Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan wawancara kepada pihak-pihak terkait. Pengujian dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh


(3)

antara kepribadian terhadap kepuasan kerja karyawan dilakukan uji regresi sederhana.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa kepribadian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan pada Bank Mandiri Kanwil VI Bandung (Unit Kerja Marketing, Human Capital dan General Affair). Jumlah responden adalah 314 orang, dimana perempuan berjumlah 311 orang dan pria 3 orang.

3. Hardjapamekas Medina (2011) dengan judul penelitian : “Pengaruh Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja Pada Karyawan

Operasional”. Penelitian ini menggunakan dimensi The Big 5 Personality

untuk melihat kaitannya dengan kepuasan kerja. The Big 5 Personality terdiri dari 5 dimensi yaitu: Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Emotional stability/ Neuroticism, dan Openness to experience. Dalam penelitian ini, variabel kepuasan kerja dilihat hubungannya dengan The Big 5 Personality. Secara khusus, penelitian ini akan melihat pengaruh dari The Big 5 Personality terhadap kepuasan kerja pada karyawan yang bekerja pada tingkat operasional. Perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara The Big 5 Personality dengan kepuasan kerja karyawan? Proses penelitian dilakukan dengan menyebarkan 60 kuesioner untuk diisi oleh karyawan nonmanajerial pada perusahaan yang berbeda-beda. Seluruh subyek penelitian adalah karyawan operasional yang terdiri atas 33 pria dan 27 wanita. Usia responden berkisar antara 21-50 tahun dengan pendidikan minimal rata-rata sarjana. Hasil penelitian diperoleh melalui perhitungan


(4)

correlations yang menunjukkan adanya hubungan antara kelima dimensi The Big 5 Personality dengan kepuasan kerja.

4. CHANG Y.H., LI HH, WU C.M. & WANG P.C. (2010) dengan judul penelitian : “Pengaruh Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja

Perawat Di Taiwan. Internasional Keperawatan”. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menyelidiki secara empiris seperangkat ciri-ciri kepribadian berdasarkan inti evaluasi diri dalam kaitannya dengan kepuasan kerja di kalangan perawat di Taiwan, dan identitas karakteristik kepribadian penting dalam menyumbang sikap memuaskan perawat terhadap pekerjaan. Penelitian dilakukan dengan kuesioner. Para peserta adalah 314 perawat (tingkat respon 89%) di dua rumah sakit daerah di Taiwan. Di antara mereka, 99% adalah perempuan (n = 311), 54,5% (n = 171) berkisar antara usia 21 dan 30 tahun, 37,9% (n = 119) berkisar antara 31 dan berusia 40 tahun, 44,6% (n = 140) adalah perawat terdaftar, 29,3% (n = 92) dilisensikan perawat kejuruan dan 52,9% menikah (n = 166). Selain itu, penelitian persyaratan etis untuk melakukan penelitian pada subyek manusia telah dipenuhi untuk semua peserta dalam penelitian. Temuan penelitian ini menegaskan pentingnya mengambil variabel kepribadian menjadi pertimbangan selama proses evaluasi kepuasan kerja. Kepuasan kerja tidak hanya harus berhubungan dengan faktor ekstrinsik tetapi juga terkait dengan perbedaan individu kecenderungan disposisional. Perawat dengan evaluasi positif dan harapan terhadap diri dan orang lain cenderung melaporkan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian


(5)

ini konsisten dengan penelitian sebelumnya. Implikasi bagi manajemen keperawatan dibahas.

2.4 Kerangka Konseptual

Manajemen perusahaan yang ingin menciptakan kepuasan kerja karyawan ketika sedang menyelesaikan tugas yang diberikan perlu mengetahui dan memahami bentuk kepribadian yang berbeda-beda dalam suatu organisasi untuk menjalankan tugas dan fungsi dengan baik. Menurut Robbin (2008:127), “kepribadian adalah keseluruhan dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain”. Kepribadian karyawan yang baik dan dapat diterima oleh rekan kerja lainnya maka dapat memberikan suatu kepuasan kerja tersendiri bagi perusahaan. Menurut Suhendi (2010:192), “kepuasan kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja”. Oleh karena itu kepribadian memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karena reaksi dan interaksinya terhadap pegawai lain maka akan muncul sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Dan untuk jangka panjang, hasil kerja yang diperoleh individu terkait dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan dalam pencepatan pencapaian tujuan yang hendak dicapai.

Maka adapun kerangka konseptual dari penelitian yang dilaku adalah :

Sumber: Suhendi (2010)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Kepribadian

(X)

Kepuasan kerja (Y)


(6)

2.5 Hipotesis

Menurut Koencoro (2003:47), Hipotesis merupakan suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disampaikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah : “Kepribadian Berpengaruh Positif Dan Signifikan Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Karo”.