TUGAS AKHIR PERKEMBANGAN PERUMAHAN FORMAL DI WILAYAH PERI-URBAN SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN PERUMAHAN KOTA DI SURAKARTA

PERKEMBANGAN PERUMAHAN FORMAL DI WILAYAH PERI-URBAN SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN PERUMAHAN KOTA DI SURAKARTA

Karissa Riasdianti I0607049

Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERKEMBANGAN PERUMAHAN FORMAL DI WILAYAH PERI-URBAN SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN PERUMAHAN KOTA DI SURAKARTA

KARISSA RIASDIANTI I0607049 Menyetujui, Surakarta, Januari 2012

Pembimbing I

Murtanti Jani Rahayu, ST, MT NIP. 197201172000032001

Pembimbing II

Ir. Rizon Pamardhi Utomo, MURP NIP . 195902221989031001

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas

Teknik

Dr.Ir. Mohamad Muqoffa, MT NIP. 19620610 199103 1 001

Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan

Kota

Ir. Galing Yudana NIP. 19620129 198703 1 002

Pembantu Dekan I Fakultas Teknik

Kusno Adi Sambodo, ST, MT, Ph.D NIP. 196910261995031002 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Puji syukur kepada Tuhan dan Juruselamat penulis, Tuhan Yesus Kristus atas berkat pimpinanNya sampai diselesaikannya penulisan laporan Tugas Akhir

-Urban sebagai

disusun untuk memenuhi syarat menempuh jenjang Strata-1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan laporan ini tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan, dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, ST, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

2. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

3. Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

4. Ir. Ana Hardiana, MT selaku pembimbing akademik atas kesabaran, bimbingan dan saran yang diberikan selama proses perkuliahan sampai penyusunan laporan ini.

5. Murtanti Jani Rahayu, ST, MT dan Ir. Rizon Pamardhi Utomo, MURP selaku dosen pembimbing seminar dan Tugas Akhir atas semua masukan, kritik, saran, support dan kesabaran dalam membimbing penyusunan Tugas Akhir sampai selesai.

6. Isti Andini, ST, MT selaku dosen penguji atas kritik, saran yang membangun serta atas waktu yang diluangkan selama ini dalam membantu proses penyusunan Tugas Akhir.

7. Ir. Widharyatmo, MSi selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan.

8. Bapak dan ibu tersanyang, atas segala bentuk dukungan, kasih sayang dan doa yang menyertai.

keceriaan keluarga dan dukungannya.

10. Untuk teman-temanku Reni Carica, Agung Tri Kuncoro, Novitriani, Diana, Meri, Dian, Nurul, Dini, terima kasih atas semua bantuan kalian.

11. Teman terkasih, Priska atas dukungan dan doanya.

12. Temen-temen Planol-Tujuh untuk keceriaan, kekompakan, kenangan, teman diskusi, teman bermain hingga ada kebanggaan tersendiri menjadi salah satu bagian dari kalian.

13. Untuk seseorang yang menjadi inspirasi dan semangat tersendiri buat saya, terima kasih untuk dukungan, doa dan semangat yang telah diberikan.

14. Berbagai dinas atas kemudahannya dalam memperoleh data dan masyarakat perumahan Kecamatan Grogol dan Gondangrejo atas kesediaannya berbagi waktu untuk menjawab kuesioner.

15. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan tulisan dan penelitian berikutnya. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat. Terima kasih dan Tuhan memberkati.

Surakarta, Januari 2012 Penulis

MOTTO : Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku. (Filipi 4:13)

agi, melipat tangan sebentar maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti

(Amsal 6:6,10-11)

gunakan

perkataanmu sebagai motivasi

(Penulis)

BAB 6 PENUTUP........................................................................................ 85

6.1.Kesimpulan ................................................................................. 85 6.2.Rekomendasi ............................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xiv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... xvii LAMPIRAN .................................................................................................. xviii

Tabel 2.1 Prasarana dan Sarana dalam Suatu Lingkungan Perumahan ............. 18 Tabel 2.2 Indikator Penelitian ............................................................................. 24 Tabel 3.1 Kebutuhan Data ................................................................................... 36 Tabel 4.1 Penggunaan Lahan Kota Surakarta Tahun 1999, 2004 dan 2009 ....... 42 Tabel 4.2 Luas Lahan Terbangun dan Non Terbangun di Kota Surakarta Tahun

1999-2009 ........................................................................................... 43

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 1999 2009 ....................... 44 Tabel 4.4 Jumlah Rumah di Kota Surakarta Tahun 1999 2009 ....................... 45 Tabel 4.5 Pembangunan Perumahan formal di Kecamatan Grogol Tahun

1999 2009 Dirinci Per Tahun .......................................................... 47

Tabel 4.6 Faktor Pemilihan Lokasi Perumahan Oleh Masyarakat ...................... 49 Tabel 4.7 Pembangunan Perumahan Formal di Kecamatan Gondangrejo Tahun

Tabel 4.8 Faktor Pemilihan Lokasi Perumahan oleh Masyarakat ....................... 56 Tabel 5.1 Analisis Penggunaan Lahan Kota Surakarta Tahun 1999-2009 ......... 62 Tabel 5.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1999-2009 ................ 64 Tabel 5.3 Analisis Kebutuhan Rumah Kota Surakarta ....................................... 66 Tabel 5.4 Analisis Pelayanan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan

Grogol Tahun 1999-2009 .................................................................... 70

Tabel 5.5 Analisis Pelayanan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan

Gondangrejo Tahun 1999-2009 ......................................................... 75

Gambar 2.1 Kerangka Pikir .............................................................................. 26 Gambar 4.1 Tipe Rumah di Perumahan Formal di Kecamatan Grogol ............ 48 Gambar 4.2 Persentase Faktor Pemilihan Lokasi Perumahan .......................... 50 Gambar 4.3 Kondisi Jaringan Jalan dan Sarana Peribadatan di Perumahan

Formal Kecamatan Grogol ............................................................ 51

Gambar 4.4 Jenis Rumah di Perumahan Formal Kecamatan Gondangrejo ...... 56 Gambar 4.5 Diagram Persentase Faktor Pemilihan Lokasi Perumahan ........... 57 Gambar 4.6 Kondisi Jaringan Jalan dan Sarana Peribadatan di Perumahan

Formal Kecamatan Grogol ............................................................ 58

Gambar 4.5 Tipe Rumah di Perumahan Formal di Kecamatan Gondangrejo .. 57 Gambar 4.6 Diagram Persentase Faktor Pemilihan Lokasi Perumahan ........... 59 Gambar 5.1 Grafik Pertumbuhan Pembangunan Perumahan Formal Kecamtan

Grogol ........................................................................................... 71

Gambar 5.2 Grafik Pertumbuhan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan

Gondangrejo .................................................................................. 76 Gambar 5.3 Grafik Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1999-2009 ..................................................................................... 79

Gambar 5.4 Grafik Pertumbuhan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan

Grogol dan Gondangrejo Tahun 1999-2009 ................................. 79

Peta 1.1 Peta Lokasi Penelitian ........................................................................... 7 Peta 3.1 Peta Sampel Lokasi Penelitian Tahun 2011 ........................................ 33 Peta 3.2 Peta Administrasi Kecamatan Grogol Tahun 2011 ............................. 34 Peta 3.2 Peta Administrasi Kecamatan Gondangrejo Tahun 2011 ................... 35 Peta 4.1 Peta Persebaran Perumahan Formal Kecamatan Grogol Tahun

1999 ..................................................................................................... 52

Peta 4.2 Peta Persebaran Perumahan Formal Kecamatan Grogol Tahun

2009 ..................................................................................................... 53

Peta 4.3 Peta Persebaran Perumahan Formal Kecamatan Gondangrejo Tahun

1999 ..................................................................................................... 59

Peta 4.4 Peta Persebaran Perumahan Formal Kecamatan Gondangrejo Tahun

2009 ..................................................................................................... 60

Peta 5.1 Peta Pertumbuhan Perumahan Formal Kecamatan Grogol Tahun

1999-2009 ........................................................................................... 72

Peta 5.2 Peta Pertumbuhan Perumahan Formal Kecamatan Gondangrejo Tahun

1999-2009 ........................................................................................... 77

Kota adalah pusat permukiman penduduk yang semakin lama semakin meluas dan menjadi pusat perkembangan dalam suatu wilayah. Perumahan formal adalah kumpulan rumah yang dilengkapi dengan sarana prasarana dan utilitas umum yang dibangun oleh badan usaha yang bergerak di bidang perumahan. Perkembangan kota menyebabkan kebutuhan akan hunian meningkat yang kemudian diakomodasi oleh ketersediaan perumahan formal.

Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif, maka akan diketahui identifikasi perkembangan Kota Surakarta, kebutuhan rumah dari perkembangan Kota Surakarta, perkembangan perumahan formal Wilayah Peri- Urban serta hubungan antara perkembangan perumahan formal di Wilayah Peri- Urban dan perkembangan Kota Surakarta. Analisis data dilakukan terhadap indikator perkembangan kota yang terdiri dari pertumbuhan penduduk, pertumbuhan permukiman dan penggunaan lahan serta pertumbuhan jumlah perumahan formal dan pemilihan lokasi perumahan sebagai indikator perkembangan perumahan formal.

Kota Surakarta adalah kota yang berkembang di bidang perumahan, perdagangan dan jasa. Perkembangan tersebut menjadikan Kota Surakarta magnet bagi para pekerja yang berasal dari luar Kota Surakarta untuk bekerja di kota. Bersamaan dengan itu, perumahan formal di wilayah peri-urban berkembang pasca krisis ekonomi. Perkembangan Kota Surakarta menyebabkan pertumbuhan penduduk menurun karena penduduk bermigrasi ke wilayah peri- urban Kota Surakarta untuk tinggal di perumahan formal wilayah peri-urban. Masyarakat yang tinggal di wilayah peri-urban adalah masyarakat yang bekerja di Kota Surakarta.

Kata Kunci : Perkembangan, Kota, Wilayah Peri-Urban, Perumahan Formal.

The city is the center of resettlement needs in an increasingly widespread and became the center of developments in the region. Formal housing is a collection of homes equipped with infrastructure and public utility facilities constructed by the business entity engaged in the housing. Development of the city led to the need for increased occupancy are then accommodated by the availability of formal housing.

By using quantitative descriptive research method, it will be known to identify the development of Surakarta City, home of the developmental needs of Surakarta City, the development of formal housing Peri-Urban Areas and the relationship between the development of formal housing in Peri-Urban Areas and development of the city of Surakarta. Data analysis was conducted on urban development indicators of population growth, the growth of settlements and land use and growth in the number of formal housing and site selection of housing as an indicator of formal housing developments.

Surakarta is a thriving city in the areas of housing, commerce and services. These developments make the city of Surakarta magnet for workers from outside the city of Surakarta to work in the city. Simultaneously, the formal housing in peri-urban areas developed after the economic crisis. The development of Surakarta cause of population growth decreases as the population migrates to the peri-urban area of Surakarta City to live in formal housing peri-urban areas. People living in peri-urban areas are the people who work in the city of Surakarta.

Keywords : Development, City, Peri-Urban Areas, Formal Housing.

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.1.1. Perkembangan Kota

Kota merupakan konsentrasi permukiman penduduk yang makin lama makin meluas. Konsentrasi penduduk tersebut menimbulkan kubutuhan kuantitatif, misalnya kebutuhan perumahan, pendidikan, lapangan pekerjaan, kesehatan, rekreasi, fasilitas pelayanan kota seperti air minum, listrik, angkutan umum, komunikasi dan lain lain (Adisasmita:2005).

Perkembangan kota menurut Edger, M. Hoover (1977:85) dapat ditinjau dari 3 hal yaitu perkembangan penduduk, kelengkapan fasilitas kota dan tingkat investasi kota. Perkembangan penduduk menunjukkan pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota, kelengkapan fasilitas menunjukkan adanya tingkat pelayanan bagi masyarakat kota, sedangkan tingkat investasi menunjukkan tingkat pertumbuhan kota dengan tingkat ekonomi yang tinggi.

Perkembangan kota dari penduduk, fasilitas dan investasi tersebut menjadikan kota memiliki daya tarik yang kuat bagi pendatang pendatang dari daerah pinggiran beraktivtas di pusat kota, selain itu perkembangan kota dapat menjadi pendorong bagi kawasan kawasan di sekitarnya untuk berkembang dalam rangka memenuhi kebutuhan kota tersebut, salah satunya di bidang perumahan. Masyarakat di daerah pinggiran yang tertarik untuk beraktivitas di kota karena merasa segala sesuatu yang ada di kota itu lebih baik, lebih berkualitas bahkan lebih menjamin kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut menyebabkan kota berkembang terlalu pesat yang menjadikan kota tersebut ramai atau padat dalam segala hal seperti padat penduduk, bangunan maupun padat lalu lintas. Kepadatan tersebut semakin meminimalkan ketersediaan lahan serta menjadikan kota tersebut tidak nyaman untuk menjadi lokasi tempat tinggal bagi masyarakat. Dengan demikian kota hanya menjadi konsentrasi berbagai kegiatan masyarakat dan bukan sebagai tempat tinggal. Dimana tempat tinggal akan

untuk menjadi lokasi tempat tinggal. Kota Jakarta menjadi salah satu contoh fenomena tersebut. Perdagangan jasa, komunikasi, pendidikan, transportasi, pemerintahan, perekonomian dan pariwisata berkembang pesat di Jakarta. Semua itu menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi para pendatang yang semakin tahun semakin bertambah. Kedatangan migran tersebut menyebabkan penduduk yang beraktivitas di Kota Jakarta semakin banyak. Akan tetapi Kota Jakarta tidak mampu melayani kebutuhan hunian bagi para pendatang sehingga mereka harus mencari tempat tinggal di daerah pinggiran Kota Jakarta yang menawarkan hunian yang terjangkau dan nyaman bagi mereka. Kota Jakarta terlihat sangat padat disaat jam jam kerja, tetapi dikala libur panjang tiba, Jakarta terlihat sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan Kota Jakarta hanya menjadi tempat bekerja, sekolah, berekreasi, bahkan berbelanja sedangkan untuk tempat beristirahat berada di daerah pinggiran Kota Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

1.1.2. Perkembangan Perumahan Formal di Wilayah Peri-urban

Menurut Hadi Sabari Yunus (2005), daerah sekitar kota atau wilayah peri- urban merupakan wilayah yang berada antara wilayah kekotaan dan wilayah kedesaan. Identifikasi wilayah kekotaan dan kedesaan tersebut ditandai dengan adanya penggunaan 100% lahan terbangun dan 100% lahan non terbangun yang berbentuk lahan pertanian, disanalah wilayah peri-urban berada.

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap manusia, selain sandang dan pangan. Kebutuhan akan tempat tinggal berkembang semakin kompleks, sejak manusia diciptakan kebutuhan perumahan berupa tempat untuk berlindung, seiring dengan perkembangan peradaban manusia kebutuhan perumahan meningkat menjadi aktualisasi diri. Pemenuhan kebutuhan perumahan masih sangat dasar ketika manusia pertama dan bukan menjadi permasalahan yang sulit dipecahkan. Akan tetapi semakin lama kebutuhan perumahan menjadi satu permasalahan yang akan terus ada selama lokasi tempat perumahan tersebut semakin berkembang.

pembangunan perumahan formal dan non formal (swadaya). Perumahan yang berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini dan tahun tahun ke depan adalah perumahan formal. Perumahan formal merupakan perumahan yang dibangun oleh badan usaha baik itu pengembang (badan usaha yang bergerak di bidang perumahan) dan pemerintah (BUMN atau BUMD). Perkembangan perumahan formal yang begitu pesat cenderung berkembang di wilayah peri-urban karena keterbatasan lahan di pusat kota sehingga tidak dimungkinkannya terjadi pembangunan kawasan atau bahkan lingkungan perumahan di pusat kota. Menurut Yunus (2005:221), bertambahnya luas lahan permukiman merupakan konsekuensi dari meningkatnya jumlah penduduk baik alami maupun dari migrasi di wilayah peri-urban. Penyebab utamanya adalah bertambahnya lahan permukiman akibat bertambahnya bangunan rumah mukim yang dibangun oleh perorangan dan bertambahnya lahan permukiman akibat bertambahnya kelompok bangunan yang dibangun oleh para pengembang.

Dengan adanya kecenderungan tersebut dapat menjadi peluang yang dilihat sangat baik untuk berinvestasi khususnya investasi di bidang perumahan oleh developer developer pembangun perumahan. Para developer atau pengusaha pengusaha pada umumnya sangat tertarik untuk memberikan penawaran bagi para konsumen perumahan yakni hunian yang terjangkau baik dari segi kebutuhan ruangan bagi keluarga, segi pembiayaan, segi kelengkapan sarana prasarana dan tawaran tawaran lain yang mendukung perumahan tersebut. Tidak hanya pengusaha atau developer besar yang menawarkan hunian hunian tersebut, tetapi pengusaha pengusaha kecil yang hanya membangun beberapa unit rumah juga ikut menawarkan hunian hunian baru bagi para konsumen.

1.1.3. Perkembangan Perumahan Formal di Wilayah Peri-urban Kota Surakarta

Perkembangan kota yang pesat seperti yang dialami Kota Jakarta mulai terlihat di Kota Surakarta dan sekitarnya. Kota Surakarta merupakan pusat pelayanan bagi daerah daerah di sekitarnya seperti Boyolali, Sukoharjo, Perkembangan kota yang pesat seperti yang dialami Kota Jakarta mulai terlihat di Kota Surakarta dan sekitarnya. Kota Surakarta merupakan pusat pelayanan bagi daerah daerah di sekitarnya seperti Boyolali, Sukoharjo,

Dengan keadaan demikian Kota Surakarta akan sangat dimungkinkan hanya menjadi pusat pelayanan jasa tetapi tidak mampu menjadi lokasi hunian yang nyaman bagi masyarakat. Kota Surakarta dinilai terlalu padat (padat penduduk, permukiman, lalu lintas) oleh masyarakat, terlalu rawan polusi (udara, air, sosial) sampai harga lahan yang terlalu mahal. Pemilihan tempat tinggal akan beralih ke wilayah peri-urban Kota Surakarta dengan berbagai alasan masyarakat memilih rumah di daerah pinggiran Kota Surakarta.

Daerah pinggiran Kota Surakarta tersebut adalah wilayah peri-urban Kota Surakarta yang dibatasi oleh batas administrasi Kabupaten Karanganyar yaitu Kecamatan Jaten (timur), Gondangrejo (utara) dan Colomadu (barat) dan Kabupaten Sukoharjo yaitu Kecamatan Mojolaban (tenggara), Kecamatan Grogol (selatan) dan Kecamatan Kartasura dan Kecamatan Baki (barat daya) dan Kabupaten Boyolali di Kecamatan Ngemplak (barat laut). Wilayah peri-urban Kota Surakarta sama sama berkembang di berbagai bidang dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat secara internal yakni masyarakat wilayah tersebut dan secara eksternal yakni kebutuhan Kota Surakarta. Perkembangan di bidang perumahan, perdagangan, jasa, transportasi, pariwisata, industri terdapat di wilayah tersebut meskipun tidak semuanya berkembang pesat. Khusus untuk bidang perumahan, pembangunan berkembang seimbang karena memiliki kecenderungan yang sama. Persamaan yang terlihat dari kecenderungan tersebut antara lain adanya pembangunan kelengkapan sarana prasarana pendukung perumahan di wilayah peri-urban, selain itu juga dapat dilihat dari kegiatan masyarakat sehari hari yang beraktivitas di pusat kota seperti aktivitas pendidikan dan pekerjaan.

Perkembangan Kota Surakarta yang semakin pesat, dibarengi dengan perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban Kota Surakarta menjadi

pusat pelayanan bagi kawasan sekitarnya menjadikan Kota Surakarta daerah tujuan untuk mencari kerja tetapi bukan menjadi daerah tujuan untuk bermukim. Lokasi untuk bermukim yang ditawarkan adalah lokasi perumahan yang berkembang di wilayah peri-urban sehingga pembangunan perumahan formal di wilayah peri-urban terlihat lebih berkembang dari pada perkembangan perumahan di Kota Surakarta tetapi untuk perdagangan, jasa, transportasi, pendidikan, kesehatan masih lebih berkembang di Kota Surakarta sendiri. Dengan keadaan demikian penduduk Kota Surakarta akan lebih memilih bermigrasi ke wilayah peri-urban untuk mencari tempat tinggal yang nyaman, yang bebas polusi, bebas dari hiruk pikuk kota dan tentunya mencari lokasi tempat tinggal yang lebih nyaman dibandingkan dengan lokasi tempat tinggal di pusat Kota Surakarta.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Perumahan formal yang tumbuh di wilayah peri-urban suatu kota menjadi penyedia dari kebutuhan perumahan yang muncul di pusat kota karena perkembangan kota tersebut. Perkembangan kota dilihat dari aktivitas penduduk dan kegiatan-kegiatan kota dari tahun per tahun menimbulkan kebutuhan rumah kota yang dipenuhi di wilayah peri-urban. Demikian halnya dengan Kota Surakarta, perkembangan Kota Surakarta sebagai pusat pelayananan perdagangan dan jasa bagi seluruh wilayah Surakarta semakin meningkatkan kebutuhan akan rumah kota. Kebutuhan tersebut dipenuhi di wilayah peri-urban Kota Surakarta seiring dengan perkembangan kota yang semakin meluas sampai ke wilayah peri- urban kota. Dengan demikian, rumusan masalah yang ditentukan peneliti adalah

Apakah perkembangan perumahan formal di daerah wilayah peri-urban menjadi upaya pemenuhan kebutuhan perumahan Kota Surakarta?

1.3 TUJUAN, SASARAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Penelitian

Mengetahui perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban Kota Surakarta.

1.3.2 Sasaran Penelitian

Teridentifikasinya perkembangan dan kebutuhan perumahan Kota Surakarta. Teridentifikasinya perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban Kota Surakarta. Teridentifikasinya hubungan antara perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban dan perkembangan Kota Surakarta.

1.3.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban Kota Surakarta. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan tentang peran wilayah peri-urban suatu kota terhadap pusat kota dalam pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat. Diharapkan pula bisa menjadi rekomendasi dalam pengembangan perumahan yang lebih baik.

1.4 BATASAN PENELITIAN

1.4.1 Batasan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah perumahan formal yang ada di wilayah peri-urban Kota

Surakarta. Pemilihan perumahan formal di wilayah peri-urban Kota Surakarta karena perkembangan perumahan formal yang semakin menjamur di berbagai wilayah peri-urban Kota Surakarta.

1.4.2 Batasan Waktu Penelitian

Waktu penelitian terkait kebutuhan data yang dicari dibatasi dalam jangka waktu pasca krisis moneter tahun 1999 sampai dengan saat ini. Krisis ekonomi tahun 1998 berdampak pada perkembangan properti di Indonesia termasuk juga Kota Surakarta dan wilayah peri-urban Kota Surakarta. Oleh karena itu perkembangan perumahan formal yang diteliti dalam penelitian ini dimulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2009. Dengan pemilihan rentang waktu tersebut dapat dilihat perkembangan perumahan formal pasca krisis ekonomi sehingga dapat diketahui pula waktu kebangkitan bisnis property pasca krisis ekonomi.

Pada tahap pertama penelitian adalah penyusunan proposal penelitian yang berisi tentang latar belakang penelitian tersebut dipilih sampai ke sasaran sasaran yang diambil dalam penelitian tersebut. Dijelaskan pula batasan batasan penelitian seperti batasan lokasi, waktu sampai pembahasan berikut dengan alasan

alasan yang mendasari penentuan batasan batasan tersebut. Pada tahap kedua, terdapat eksplorasi pustaka yang meliputi teori beserta dengan kebijakan kebijakan maupun peraturan peraturan yang digunakan dalam analisis penelitian. Teori beserta dengan kebijakan yang dimaksud antara lain tentang perkembangan kota dan perkembangan perumahan. Untuk perkembangan perumahan dilengkapi dengan syarat

syarat pembangunan perumahan. Tahap ketiga dalam penelitian ini dirumuskan metode metode untuk melaksanakan penelitian dari metode pengumpulan data, pengambilan populasi dan sampel, metode analisis sampai sintesa yang disusun untuk menjawab sasaran penelitian dalam mengidentifikasi perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban baik dari segi kuantitas hunian dan kelengkapan sarana prasarana pendukung perumahan hingga mampu menjawab perkembangan perumahan formal tersebut dalam memenuhi kebutuhan hunian di Kota Surakarta.

Tahap selanjutnya adalah penyusunan hasil penelitian yang berisi kompilasi data hasil dari data primer maupun data sekunder terkait perkembangan perumahan formal tersebut. Data data yang disusun seperti data pembangunan perumahan formal, penyediaan sarana prasarana pendukung perumahan di wilayah peri-urban sampai dengan jumlah penduduk dan ketersediaan rumah di Kota Surakarta.

Pada tahap selanjutnya akan disajikan pembahasan hasil penelitian. Pembahasan didasarkan pada integrasi antara tinjauan pustaka dengan hasil penelitian yang didapat dari tahap sebelumnya. Pembahasan ini dilakukan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban Kota Surakarta dan perkembangan Kota Surakarta.

hasil penelitian yang memuat jawaban-jawaban dari sasaran penelitian, sekaligus saran atau masukan bagi perkembangan perumahan formal lainnya sehingga dapat berkembang lebih baik.

TINJAUAN PUSTAKA PERKEMBANGAN KOTA DAN PERUMAHAN FORMAL DI WILAYAH PERI-URBAN

2.1 Perkembangan Kota dan Wilayah Peri-Urban

2.1.1 Perkembangan Kota

Kota adalah permukiman dan kegiatan penduduk yang dicirikan oleh batasan administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta didominasi oleh kegiatan produktif bukan pertanian (SNI 03-1733-2004). Menurut Budiharjo (1996:11) kota merupakan hasil cipta, karsa dan karya manusia yang paling rumit dan muskil sepanjang sejarah.

Kota merupakan pusat perkembangan dalam suatu wilayah dimana pusat kota tumbuh dan berkembang lebih pesat dibandingkan dengan daerah sekelilingnya. (Edger, M. Hoover, 1977:85). Kota merupakan suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya (Daljoeni, 1998:28).

Perkembangan kota dan pertumbuhan kota sangat dipengaruhi oleh faktor manusia, faktor kegiatan manusia dan faktor pola pergerakan manusia antar pusat kegiatan (Sutarjo, 1996:81). Secara teoritis terdapat tiga cara perkembangan kota (Zahnd, 1994:8) :

Perkembangan horizontal, artinya daerah bertambah sedangkan ketinggian bangunan dan intensitas lahan terbangun tetap sama Perkembangan vertical, artinya daerah pembangunan dan kualitas lahan terbangun sama sedangkan ketinggian bertambah Perkembangan interstial, artinya daerah dan ketinggian bangunan bangunan

rata tetap sama sedangkan kuantitas lahan terbangun bertambah.

Pada umumnya suatu kota tumbuh dan berkembang karena kegiatan penduduknya, perkembangan kota dapat ditinjau dari beberapa aspek yang dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yaitu : Pada umumnya suatu kota tumbuh dan berkembang karena kegiatan penduduknya, perkembangan kota dapat ditinjau dari beberapa aspek yang dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yaitu :

pertumbuhan kota yang dapat tercapai dengan tingkat ekonomi yang tinggi.

Perkembangan penduduk perkotaan menunjukkan pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota. Jumlah penduduk di daerah perkotaan menunjukkan perkembangan yang makin meningkat karena daerah perkotaan mempunyai daya tarik yang kuat yaitu menjanjikan kesempatan kerja yang lebih luas, pendapatan yang lebih tinggi dan berbagai kemudahan lainnya yang beraneka ragam. (Adisasmita, 2005).

Kelengkapan fasilitas yang disediakan oleh kota dapat menunjukkan adanya tingkat pelayanan bagi masyarakatnya. Penyediaan sarana prasarana perkotaan diarahkan pada penyelenggaraan fungsi kota dan yang utama adalah pengadaan tempat tinggal, tempat bekerja, transportasi dan rekreasi. Ketersediaan sarana prasarana perkotaan ternyata tidak mampu mengimbangi kebutuhan karena lahan perkotaan semakin terbatas sedangkan perkembangan di daerah perkotaan berlangsing semakin pesat. (Adisasmita, 2005).

Tingkat investasi kota dimana hasilnya dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan kota yang dapat tercapai dengan tingkat ekonomi yang tinggi. Jika karakter fisik kota sudah semakin kompleks, maka faktor ekonomi sangat menentukan perkembangan kota. (Richardson, 1978). Peranan faktor ekonomi perkotaan menyebabkan suatu kota berkembang dengan cepat dibanding kota lainnya. (Chapin, 1972).

Kota merupakan konsentrasi permukiman penduduk yang makin lama makin meluas. Umumnya konsentrasi permukiman penduduk di daerah perkotaan sangat tinggi kepadatannya dibandingkan dengan daerah perdesaan. Konsentrasi penduduk tersebut menimbulkan kebutuhan kuantitatif seperti perumahan, pendidikan, lapangan pekerjaan, kesehatan, rekreasi, fasilitas pelayanan kota seperti air minum, listrik, angkutan umum, komunikasi dan lain lain.

sendiri untuk meningkatkan pelayanan dan perbaikan kondisi permukiman bagi penduduknya. Di samping itu juga mencakup kegiatan pelayanan bagi kawasan ekonomi yang dilayaninya (hinterland). Jadi dapat dikatakan bahwa perkembangan kota erat hubungannya dengan jumlah dan kepentingan penduduknya. (Adisasmita, 2005).

2.1.2 Perkembangan Wilayah Peri-Urban

Wilayah peri urban adalah suatu lahan kedesaan yang di dalamnya sudah muncul gejala kekotaan dimana lahan kedesaan tersebut sebenarnya belum masanya berubah menjadi lahan kekotaan, namun karena suatu keadaan yang terpaksa dalam tanda petik, lahan terbseut telah berubah menjadi lahan kekotaan. (Singh, 1967 dalam Yunus, 2008).

Pada tahun yang sama menurut Dickinson dalam Yunus, 2008 menyatakan bahwa wilayah peri urban sebagai suatu daerah kedesaan yang di dalamnya telah terjadi pembangunan pembangunan perumahan, industri industri, perkantoran perkantoran yang bersifat kekotaan. Permukiman yang dibangun bukan untuk petani, namun mereka yang bekerja di kota. Demikian pula dengan industri, kompleks perkantoran, pendidikan dan lain sebagainya mempunyai orientasi pemanfaatan ke sektor kekotaan.

Daerah sekitar kota atau wilayah Peri Urban merupakan wilayah yang berada antara wilayah kekotaan dan wilayah kedesaan. Identifikasi wilayah Peri Urban memang diidentifikasi dari dimensi fisikal karena dari dimensi non fisikal sulit untuk diidentifikasi. Dari segi fisik morfologi wilayah kekotaan adalah suatu wilayah yang didominasi pada penggunaan lahan non pertanian sedangkan untuk wilayah kedesaan didominasi pada penggunaan lahan pertanian. Untuk memudahkan identifikasi wilayahnya, WPU dapat dikenali dari batas terluar lahan terbangun suatu kota yang kompak dengan lahan kekotaan utama dan ditandai oleh 100% kenampakan pemanfaatan lahan non agraris sampai ke wilayah yang 100% pemanfaatannya adalah lahan agraris. Disanalah WPU berada dimana di Daerah sekitar kota atau wilayah Peri Urban merupakan wilayah yang berada antara wilayah kekotaan dan wilayah kedesaan. Identifikasi wilayah Peri Urban memang diidentifikasi dari dimensi fisikal karena dari dimensi non fisikal sulit untuk diidentifikasi. Dari segi fisik morfologi wilayah kekotaan adalah suatu wilayah yang didominasi pada penggunaan lahan non pertanian sedangkan untuk wilayah kedesaan didominasi pada penggunaan lahan pertanian. Untuk memudahkan identifikasi wilayahnya, WPU dapat dikenali dari batas terluar lahan terbangun suatu kota yang kompak dengan lahan kekotaan utama dan ditandai oleh 100% kenampakan pemanfaatan lahan non agraris sampai ke wilayah yang 100% pemanfaatannya adalah lahan agraris. Disanalah WPU berada dimana di

2.1.3 Aktivitas Masyarakat di Wilayah Peri-Urban terhadap Pusat Kota

Di bagian wilayah peri urban khususnya yang terletak dekat dengan lahan kekotaan terbangun merupakan sasaran pendatang pendatang baru untuk bertempat tinggal, baik pendatang dari bagian dalam kota maupun pendatang dari bagian yang lebih jauh dari itu. Makin dekat dengan lahan terbangun, makin banyak jumlah pendatang. Bagi migran yang berasal dari dalam kota, wilayah peri urban merupakan daerah yang menarik untuk menjadi tempat tinggal karena menawarkan tingkat kenyamanan dan privacy yang tinggi. Sementara itu bagi migran luar kota, wilayah peri urban adalah lokasi yang tepat untuk memperoleh lokasi tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja. (Yunus, 2008)

spasial horizontal utama yang berpengaruh dalam perkembangan wilayah peri urban, tiga kekuatan tersebut antara lain

Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan kekuatan yang menyebabkan terjadinya gerakan sentrifugal gerakan. Gerakan sentrifugal adalah gerakan penduduk dan fungsi fungsi yang berasal dari bagian dalam suatu wilayah menuju ke bagian luarnya. o Kekuatan pendorong gerakan sentrifugal dari pusat kota, antara lain

tingginya kepadatan penduduk tingginya kepadatan permukiman tingginya polusi udara, air dan sosial tingginya tingkat kriminalitas banyaknya peraturan peraturan yang mengikat tingginya kepadatan dan frekuensi kemacetan lalu lintas kurang dan tingginya harga lahan tingginya suhu udara kurang terjaminnya privacy tingginya kepadatan penduduk tingginya kepadatan permukiman tingginya polusi udara, air dan sosial tingginya tingkat kriminalitas banyaknya peraturan peraturan yang mengikat tingginya kepadatan dan frekuensi kemacetan lalu lintas kurang dan tingginya harga lahan tingginya suhu udara kurang terjaminnya privacy

Kekuatan sentripetal adalah kekuatan kekuatan yang mengakibatkan gerakan penduduk dan atau fungsi fungsi yang berasal dari bagian luar kota menuju ke

bagian dalamnya. o Kekuatan pendorong gerakan sentripetal, antara lain

kurangnya fasilitas kehidupan (sosial, ekonomi) kurang terjaminnya keamanan rendahnya penghasilan rendahnya prestige rendahnya aksesibilitas rendahnya kesempatan kerja jauhnya dari kersempatan kerja

o Kekuatan penarik gerakan sentripetal, antara lain : banyaknya fasilitas kehidupan (sosial, ekonomi)

lebih terjaminnya keamanan tingginya penghasilan tingginya prestige tingginya aksesibilitas banyaknya kesempatan kerja dekatnya dari kersempatan kerja

Kekuatan lateral adalah kekuatan yang mengakibatkan gerakan lateral penduduk dan atau fungsi yang berlangsung di dalam satu subzona yang sama Kekuatan lateral adalah kekuatan yang mengakibatkan gerakan lateral penduduk dan atau fungsi yang berlangsung di dalam satu subzona yang sama

keberadaan peraturan / kebijakan keruangan tertentu yang tidak memberikan kenyamanan bertempat tinggal atau menghambat kegiatan keberadaan fasilitas permukiman yang kurang kondisi fisiografi mikro / makro yang menyulitkan / menghambat kegiatan / tidak memberikan kenyamanan untuk bertempat tinggal kondisi aksesibilitas fisik atau non fisik yang tidak memberikan suasana kondusif baik untuk tempat tinggal maupun untuk melaksanakan kegiatan. kondisi sosial budaya yang tidak memberikan kenyamanan bertempat tinggal atau menghambat kegiatan.

o Kekuatan penarik gerakan lateral keberadaan peraturan / kebijakan keruangan tertentu yang dianggap akan memberikan kenyamanan bertempat tinggal atau memperlancar kegiatan.

keberadaan fasilitas permukiman maupun fasilitas pendukung kegiatan yang dianggap cukup. kondisi fisiografi mikro / makro yang memberikan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan / memberikan kenyamanan untuk bertempat tinggal. kondisi aksesibilitas fisik atau non fisik yang memberikan suasana kondusif baik untuk tempat tinggal maupun untuk melaksanakan kegiatan. kondisi sosial budaya yang memberikan kenyamanan bertempat tinggal atau memperlancar kegiatan.

2.2.1 Pengertian Perumahan Formal

Perumahan terbagi atas perumahan formal dan non formal. Menurut Deputi Bidang Perumahan, Perumahan formal adalah perumahan yang dibangun oleh badan usaha yang bergerak di bidang perumahan.

Pengertian perumahan yang ada di dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menjelaskan bahwa perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Menurut Charles Abrams melalui Kuswartojo (2005:3) Perumahan bukan hanya lindungan, tetapi merupakan bagian dari kehidupan komunitas dan keseluruhan lingkungan sosial. Perumahan sesungguhnya berkaitan erat dengan industrialisasi, aktivitas ekonomi dan pembangunan. Keberadaan perumahan juga ditentukan oleh perubahan sosial, ketidakmatangan saran hukum, politik dan administrasi serta berkaitan pula dengan kebutuhan akan pendidikan. Perumahan juga menghadapi persoalan penempatan peranan pihak swasta, peranan pemerintah, pembiayaan dan kebijakan transportasi.

White dalam Chatanese dan Snyder (1992:391) menjelaskan secara tradisional perumahan adalah tempat berlindung, tetapi secara modern selain digunakan sebagai tempat berlindung perumahan juga digunakan sebagai tempat melayani berbagai kebutuhan seperti memasak, makan, bekerja, tidur dan rekreasi. Perumahan merupakan tempat bermukim dan pintu masuk ke dunia yang menjanjikan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.

Yudohusodo (1991:6) menyatakan bahwa perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sifatnya struktural, merupakan bagian dari peningkatan kualitas kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu pembangunan perumahan bukan hanya berupaya untuk mencapai sasaran kuantitatif saja tetapi juga yang sangat penting adalah memperhatikan pencapaian sasaran kualitatif berupa aspek peningkatan sosial ekonomi penghuni pasca pembangunan perumahan.

Dalam membangun perumahan diperlukan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan-ketentuan pemerintah maupun teori-teori yang ada. Menurut Sastra dan Marlina (2005:25), peraturan-peraturan dan arahan dalam membangun perumahan antara lain :

Tuntutan kesesuaian peruntukan lahan, dibutuhkan untuk menjamin terciptanya daya dukung lingkungan yang optimal. Semua pembangunan harus disesuaikan dengan peruntukan lahannya, tidak hanya perumahan tetapi juga untuk perdagangan, industri dan lain-lain.

Konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan, dilakukan untuk mendukung daya dukung lingkungan. Konsep pola hunian 1 : 3 : 6, yang merupakan konsep wajib dari pemerintah bagi pihak pengembang yang akan membangun proyek hunian berskala kota dalam satu lokasi yaitu membangun hunian dengan perbandingan satu rumah mewah, tiga rumah menengah dan enam rumah sederhana dan sangat sederhana.

Konsep bangunan 60% : 40%, merupakan peraturan yang harus dipenuhi pengembang yaitu membagi daerah antara luasan hunian sebesar 60% dan luasan wilayah terbuka sebesar 40%.

Rencana sarana dan prasarana perumahan, syarat yang harus dipenuhi oleh pengembang sesuai dengan klasifikasi perumahan yang dibangun agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga.

Legalitas perusahaan, sangat dibutuhkan bagi para pengembang yang akan membangun perumahan di suatu kawasan. Pengembang secara yuridis harus berbadan hukum untuk menjamin kelancaran operasional perusahaan, menjamin kewajiban dan tanggungjawab perusahaan terhadap konsumen.

Perizinan proyek, merupakan kewajiban lain yang harus ditaati pengembang, yang meliputi izin penggunaan dan peruntukan tanah (IPPT), izin penetapan lokasi (IPL), pengajuan dan pengesahan site plan, izin mendirikan bangunan (IMB) dan pengesahan sertifikat tanah.

Kawasan Perumahan Kota yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum Tahun 1987, kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan dasar untuk pengembangan kota, yakni :

Aksesibilitas dimaksudkan sebagai kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan perumahan dalam bentuk jalan dan transportasi Kompatibilitas dimaksudkan sebagai keserasian dan keterpaduan antara kawasan yang menjadi lingkungannya Fleksibilitas dimaksudkan sebagai kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana

Ekologi dimaksudkan sebagai keterpaduan antara tata kegiatan alam yang mewadahinya. Sedangkan prasarana dan sarana yang perlu disediakan dalam suatu lingkungan perumahan adalah : Tabel 2.1. Prasarana dan Sarana dalam Suatu Lingkungan Perumahan

Prasarana

Sarana

Air bersih dan listrik Pembuangan air hujan dan air

kotor (limbah) Jalan lingkungan Pembuangan sampah

Pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Umum

Kesehatan, meliputi Balai Pengobatan, Rumah Sakit Bersalin, Puskesmas, Praktek Doktes dan Apotik

Perniagaan dan industry Pemerintahan dan pelayanan

umum

Kebudayaan dan rekreasi Peribadatan Olahraga dan taman

Sumber : DPU : Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, 1987

2.2.3 Pemilihan Lokasi Perumahan Formal

Beberapa hal yang terdapat pada sistem permintaan perumahan (Sastra, 2005:78) adalah sebagai berikut :

Kebutuhan akan perumahan merupakan kebutuhan pokok yang bersifat obyektif, sama untuk semua orang. Tingkat intensitas dan arti penting kebutuhan perumahan menurut Maslow dimulai dari yang terbawah sebagai berikut : o Rumah memberikan perlindungan terhadap gangguan alam dan binatang,

berfungsi sebagai tempat istirahat, tidur dan pemenuhan fungsi badani. o Rumah harus bisa menciptakan rasa aman, sebagai tempat menjalankan

kegiatan ritual, penyimpanan harta milik yang berharga, menjamin hak pribadi.

o Rumah memberikan peluang untuk interaksi dan aktivitas komunikasi yang akrab dengan lingkungan sekitar.

o Rumah memberikan peluang untuk tumbuhnya harga diri o Rumah sebagai aktualisasi diri dalam bentuk pewadahan kreativitas dan

pemberian makna bagi kehidupan yang pribadi. Permintaan

Permintaan akan perumahan merupakan kebutuhan khusus yang bersifat subyektif dan berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : o Kondisi sosial

Pola hidup sehari hari suatu masyarakat akan membentuk karakter tertentu yang dapat mempengaruhi cara pandang seseorang yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi pertimbangan pertimbangannya dalam memilih lokasi dan lingkungan sosial untuk huniannya.

o Kondisi ekonomi Lokasi, ukuran bangunan serta kualitas bangunan sangat berpengaruh terhadap nilai ekonomi sebuah bangunan. Pembelian sebuah rumah selalu

didasarkan pada aspek tersbeut bila ditinjau dari kondisi ekonomi pembeli. o Kondisi budaya

Latar belakang budaya masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap pemilihan terhadap hunian. Budaya berpengaruh terhadap pola dan Latar belakang budaya masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap pemilihan terhadap hunian. Budaya berpengaruh terhadap pola dan

biasanya selali menunjukkan supply (penawaran), merupakan kemampuan penyedia rumah yang realisasinya dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan pihak angka yang lebih tinggi disbanding tingkat penawaran yang ada (supply).

Dalam melakukan pembelian rumah, masing-masing pembeli mempunyai selera yang berbeda-beda dalam menentukan tempat huniannya. Cahyana dan Sudaryatmo (2002. p.6l) menjelaskan, fitur-fitur umum yang diinginkan antara lain:

Lokasi aksesibel Lokasi yang aksesibel memungkinkan seseorang mudah menjangkau tempat lain, mtsalnya tempat kerja. Kalau terpenuhi maka akan tercipta kenyamanan karena waktu di perjalanan ke dan dari ke tempat kerja menjadi lebih singkat.

Ruang standar Kebutuhan ini tergantung pada jumlah anggota keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin besar ruang yang dibutuhkan. Standar WHO menetapkan satu orang membutuhkan ruang 10 meter persegi

Ruang tambahan Selain untuk kebutuhan anggota keluarga dalam membeli rumah ada kemungkinan diperlukan ruang lain untuk pembantu rumah tangga atau ruang lidur tambahan untuk tamu

Fasilitas Fasilitas ini mencakup kebutuhan sosial dan rekreasi, seperti kolam renang, lapangana tennis, atau ruang rekreasi lainnya

Banyak orang memilih tinggal di jenis hunian atau lokasi tertentu karena alasan psikologis. Hal ini berkaitan dengan fungsi sosial rumah sebagai simbol status dan ukuran kemakmuran seseorang

Posisi Di lokasi yang sama, setiap orang memiliki keinginan khusus dalam menentukan pilihan huniannnya, misalnya yang kena sinar matahari secara langsung, memiliki pemandangan tertentu. serta menghadap arah mata angin tertentu yang kadang dikaitkan dengan fengshui.

Disamping faktor - faktor diatas, ada beberapa faktor yang umumnya diperhatikan oleh konsumen dalam membeli rumah di perumahan. (Astudio,2006), yaitu:

Harga Harga sebuah rumah selalu berbanding lurus dengan fasilitas didalam dan diluar rumah yang dikembangkan oleh pengembang. Bila fasilitas-fasilitasnya lengkap, tentu saja harganya lebih mahal. Biasanya, lokasi juga menentukan harga rumah. Harga properti menurut Wurtzebach dan Miles (1993) adalah sejumlah uang yang dibayarkan, diminta, atau ditawarkan untuk kepemilikan sebuah properti, yang dalam penelitian ini berupa rumah maupun kavling. Karena kemampuan finansial, motivasi, atau kepentingan khusus dari seorang penjual atau pembeli, harga yang dibayarkan atas sebuah properti dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan nilai properti yang bersangkutan. Meskipun demikian, harga biasanya merupakan indikasi atas nilai dari properti oleh pembeli tertentu dan penjual tertentu dalam kondisi yang tertentu pula.