Penerapan Teknik Dikte dalam Pengajaran Sakubun I di UNIKOM

  

(Dimuat dalam Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang ASPBJI Korwil Jabar,

Vol. 2, No. 2, Desember 2009 ISSN 1979-7982)

Penerapan Teknik Dikte dalam Pengajaran Sakubun I

di Universitas Komputer Indonesia

  

Fenny Febrianty

Abstrak

Banyak karangan siswa yang baik secara penulisan dalam bahasa

  

Jepangnya namun kurang menarik dari segi isi/ceritanya ataupun

sebaliknya Berdasarkan kenyataan ini dalam pengajaran Sakubun I

di UNIKOM penulis menerapkan model latihan mengarang di kelas

dengan menggunakan teknik dikte. Melalui teknik ini diharapkan

siswa dapat fokus menulis kalimat-kalimat kedalam bahasa Jepang,

tanpa ‘repot’ harus memikirkan apa yang akan ditulis. Disamping

itu isi cerita dalam teks bahasa Indonesia yang didiktekan oleh

pengajar, diharapkan dapat mengilhami siswa saat harus menulis

kembali karangan dengan tema yang sama dalam bahasa Jepang

sebagai tugas di rumah (PR).

  Kata kunci : Pengajaran, sakubun, dikte

A. Pendahuluan

  Sakubun adalah matakuliah yang membekali siswa dengan keterampilan mengarang dalam bahasa Jepang. Di UNIKOM, pelajaran awal mengarang dalam bahasa Jepang (Sakubun I) diberikan pada semester III dengan anggapan bahwa siswa sedikit banyak telah memiliki bekal kosakata, maupun pengetahuan tentang tatabahasa bahasa Jepang.

  Dalam pelajaran bahasa Jepang, mengarang (sakubun) mungkin merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit bagi banyak siswa. Menurut penulis salah satu penyebabnya adalah siswa tidak hanya harus menulis kalimat-kalimat sesuai kaidah bahasa Jepang, namun lebih dari itu siswa juga harus memikirkan (baca : mengarang) kalimat apa yang akan ditulis. Akibatnya banyak karangan siswa yang baik secara penulisan dalam bahasa Jepangnya namun kurang menarik dari segi isi/ceritanya ataupun sebaliknya. Disamping itu, tidak bisa dipungkiri bahwa bahwa saat mengarang dalam bahasa Jepang banyak juga siswa yang menerapkan sistem ‘menerjemahkan’, dimana siswa terlebih dahulu berfikir dalam bahasa ibu (bahasa Indonesia) tentang hal yang ingin ‘diceritakan’ lalu baru ditulis dalam bahasa Jepang.

  Berdasarkan fenomena-fenomena ini, penulis mencoba menggunakan ‘dikte’ sebagai metode latihan mengarang di kelas dalam matakuliah Sakubun I. Dikte merupakan sebuah model latihan mengarang bahasa Jepang di kelas dengan cara pengajar membacakan sebuah karangan berbahasa Indonesia sesuai dengan tema karangan yang sedang dipelajari untuk kemudian ditulis ulang oleh siswa dalam bahasa Jepang seolah- olah kalimat demi kalimat yang dibacakan pengajar tersebut adalah hasil ‘pemikiran’ siswa sendiri. Latihan memang penting dilakukan mengingat drill (latihan) sebagai salah satu bagian penting dari proses belajar secara keseluruhan untuk mempelajari suatu bahasa asing, termasuk mengarang (dalam bahasa asing tersebut).

B. Matakuliah Sakubun di UNIKOM

  Matakuliah Sakubun I di UNIKOM diberikan pada semester III, yang kemudian dilanjutkan dengan matakuliah Sakubun II (smt IV), Sakubun III (smt V), dan Sakubun IV (smt VI). Tujuan dari pengajaran Sakubun I adalah mengajarkan kemampuan menulis karangan dengan pola-pola kalimat tertentu serta membekali siswa dengan kurang lebih 500 kanji dan kurang lebih 2500 kosa kata. Karangan dengan judul/tema tertentu diberikan sebagai latihan yang mencakup lingkungan kehidupan dan pengalaman siswa sehari-hari dengan ruang lingkup yang lebih luas .

  7 REVIU / KUIS

UJIAN TENGAH SEMESTER

9 プレゼント

  14 私の夢  Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb

   Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb

  12 趣味  Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb 13 楽しい一日

   Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb.

   Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb 11 もしわたしが 2 人いたら

   Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb 10 旅行

   Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb

  Materi perkuliahan dipusatkan pada latihan membuat karangan dalam bahasa Jepang berdasarkan tema tertentu dengan acuan kosakata, pola kalimat, maupun ungkapan yang telah dijelaskan sebelumnya oleh pengajar. Bobot matakuliah sakubun I perminggu adalah 2 SKS (2x45 menit). Buku acuan yang digunakan dalam pengajaran matakuliah Sakubun I adalah Minna no Nihongoshokyu

  6 週末

   Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb 4 私の町/田舎(出身地)  Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb 5 私の家族  Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb

  3 私の部屋/アパート/家

  2 自己紹介  Kosa kata, pola kalimat, ungkapan yang biasa digunakan dalam karangan bertema tsb

  Pertemuan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan 1 作文の書き方  Hal-hal yang harus diperhatikan ketika menulis dalam karangan bahasa Jepang  Cara menulis di genkoyoshi

  Materi Perkulihan Matakuliah Sakubun I

  I adalah 13 kali pertemuan dengan pokok bahasan materi sebagai berikut : Tabel

  

Yasashii Sakubun dan Nihongo Sakubun I. Rata-rata pertemuan efektif matakuliah Sakubun

15 REVIU / KUIS

  Sumber : Silabus Matakuliah Sakubun I

C. Dikte Untuk Latihan Mengarang Bahasa Jepang

  Dikte atau imla adalah sesuatu yang dibacakan keras-keras agar ditulis orang lain. Dengan kata lain dikte adalah menyuruh orang menulis apa yang dibacakan atau dikatakan atau diucapkan. Penggunaan dikte untuk latihan mengarang dalam bahasa Jepang pada matakuliah Sakubun I adalah dimana pengajar membacakan sebuah karangan berbahasa Indonesia berdasarkan tema karangan yang sedang dipelajari. Setiap kalimat yang dibacakan harus secara langsung ‘diterjemahkan’ lalu ditulis dalam bahasa Jepang. Karena teks bahasa Indonesia yang dibacakan pengajar seolah-seolah hasil pemikiran siswa sendiri sehingga siswa dapat lebih fokus pada penulisan kalimat-kalimat dalam bahasa Jepang saja tanpa harus ‘repot’ memikirkan apa yang akan ditulis. Lebih dari itu diharapkan agar isi cerita dari karangan dalam bahasa Indonesia yang didiktekan pengajar dapat menginspirasi siswa saat harus menulis karangan dalam bahasa Jepang yang bertema sama. Latihan model ini juga bertujuan untuk melatih siswa membuat karangan secara mandiri, tanpa bertanya ataupun bekerjasama dengan siswa lain. Disamping itu, setelah ‘terjemahan’ (baca: karangan) rampung ditulis, setiap siswa dapat melakukan pengoreksian sendiri terhadap karangannya tersebut ibawah bimbingan pengajar. Hal ini bertujuan agar tiap siswa dapat mengetahui seandainya terdapat kesalahan-kesalahan dalam karangan yang mereka tulis tersebut.

  

D. Penerapan Dikte Untuk Latihan Mengarang Bahasa Jepang Dalam Matakuliah

Sakubun I

  Berikut ini adalah langkah-langkah inti pengajaran dalam matakuliah Sakubun I yang dilakukan oleh penulis yang merupakan ilustrasikan dari pertemuan ke-2, dimana siswa akan berlatih mengarang dalam bahasa Jepang dengan tema jikoshokai.

1) Persiapan

  a. Diluar kelas  Pengajar menyiapkan karangan untuk didiktekan kepada siswa di kelas. Teks karangan dapat berupa karangan/teks dalam bahasa Indonesia atau karangan/teks dalam bahasa Jepang yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu, yang dapat bersumber dari buku acuan ataupun sumber lain asal bertema sama ataupun karangan/teks yang dibuat sendiri oleh pengajar

  b. Di dalam kelas  Pengajar terlebih dahulu mengajarkan kosa kata, pola kalimat, dan ungkapan dalam bahasa Jepang yang lazim muncul atau digunakan dalam karangan bertema jikoshoukai (termasuk kosakata, pola kalimat, maupun ungkapan- ungkapan dalam bahasa Jepang dari karangan dalam bahasa Indonesia yang akan didiktekan pengajar).

   Pengajar meminta tiap siswa dalam waktu 5 – 10 menit untuk mempelajari dan mengingat kembali kosa kata, pola kalimat, dan ungkapan-ungkapan yang telah diajarkan tersebut.  Pengajar menginstruksikan kepada siswa untuk mempersiapkan alat tulis untuk mulai latihan membuat karangan dalam bahasa Jepang (karangan ditulis dikertas tulis biasa terlebih dahulu).

  Jika memungkinkan, biasanya pengajar dan siswa terlebih dahulu membahas bersama contoh karangan dalam bahasa Jepang sesuai tema yang sedang dipelajari sebelum masuk ke sesi latihan mengarang. Saat membahas karangan bersama digunakan pendekatan kontrastif, dimana pengajar memberikan gambaran bagaimana perbandingan pembentukan kalimat- kalimat antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang dari aspek kosa kata, tatabahasa, maupun gramatikal.

   2) Latihan Mengarang

  a. Pengajar membacakan kalimat pertama dalam karangan berbahasa Indonesia bertema jikoshoukai yang telah disiapkan sebelumnya.

  b. Setelah selesai membacakan kalimat pertama dengan pengulangan 2-3 kali, pengajar mempersilahkan siswa untuk langsung menulisnya kembali dalam bahasa Jepang.

  c. Setelah siswa selesai menulis kalimat pertama tersebut dalam bahasa Jepang, lalu pengajar melanjutkan dengan membaca kalimat kedua dan kembali siswa menulisnya dalam bahasa Jepang, begitu seterusnya sampai selesai.

   3) Mengoreksi Karangan

  Setelah terjemahan (baca : karangan) selesai ditulis semua siswa, maka dilakukan pengoreksian karangan secara bersama-sama dibawah bimbingan pengajar. Hal ini dilakukan mengingat bentuk latihan mengarang berdasarkan sistem terjemahan seperti ini baik langsung maupun tidak langsung memungkinkan terjadinya interferensi bahasa ibu dari siswa (bahasa Indonesia) ke dalam penulisan bahasa Jepang pada banyak aspek, terutama pola kalimat. Dalam proses pengkoreksian ini kembali pengajar menggunakan pendekatan kontrastif antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang untuk mempermudah mengindentifikasi kemungkinan bentuk-bentuk kesalahan-kesalahan penulisan dalam bahasa Jepang yang telah dilakukan siswa.

  

4) Penginstruksian pembuatan karangan dalam bahasa Jepang yang bertema

sama sebagai PR

  Setelah pengoreksian bersama selesai dilakukan, pengajar lalu meminta tiap siswa untuk menulis karangan dalam bahasa Jepang masih dengan tema karangan yang sama (jikoshokai) dengan menggunakan genkoyoshi. Dalam hal ini diharapkan agar isi cerita dari karangan yang telah didiktekan pengajar di kelas tadi dapat menginspirasi siswa untuk menulis karangan yang lebih menarik. Tugas karangan ini harus di kumpulkan 2 hari sebelum pertemuan selanjutnya agar dapat dikoreksi terlebih dahulu oleh pengajar sebelum dikembalikan lagi ke siswa.

E. Penutup

  Mengajar bahasa asing memang bukanlah hal yang mudah. Namun dalam mengajar mengarang bahasa Jepang, dirasa memang tidak cukup hanya dengan sekedar menjelaskan kosakata maupun pola kalimat dari suatu karangan bertema tertentu, lalu menyuruh siswa membuat karangan sesuai tema tersebut sebagai tugas di rumah, dikumpulkan pada waktu yang telah ditentukan, lalu dikoreksi oleh pengajar dan dikembalikan lagi kepada siswa. Karena itu, penting agar pengajar dapat menerapkan model-model latihan mengarang di kelas yang sesuai dengan kondisi siswa di tiap instansi. Teknik pengajaran yang penulis sampaikan pada kesempatan ini pun masih perlu dikembangkan lagi.

  Referensi

  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2001), Kamus Besar Bahasa Indonesia – Edisi Ketiga -, Balai Pustaka, Jakarta

  Kaoru, Kadowaki & Kaoru Nishoma, (1999), Minna No Nihongoshokyuu-Yasashii

  Sakubun, Suriiee Nettowaaku, Tokyo

  Nihongo Kokusai Sentaa Nihongo Kyouiku Senmonin, ( 2001), Gaikokujin Kyooshi No

  Tame no Nihongo Kyoojuhoo, The Japan Foundation Japanese Language

  Institute, Tokyo Sumiko, Tomioka, (2002), Nihongo Sakubun I, Senmon Kyoiku Shuppan, Tokyo