Pendekatan Analisis Kontrastif dalam Pengajaran Sakubun Level Dasar

  

(Makalah disampaikan pada Seminar Nasional ASPBJI,

Universitas Bina Nusantara, 12-13 Februari 2010)

PENDEKATAN ANALISIS KONTRASTIF

DALAM PENGAJARAN SAKUBUN LEVEL DASAR

  (Laporan Kegiatan Belajar Mengajar Pada Matakuliah Sakubun I di Universitas Komputer Indonesia)

  

Fenny Febrianty

Abstrak

Dengan tujuan-tujuan tertentu, penulis menerapkan model latihan

mengarang bahasa Jepang di kelas dengan teknik dikte dalam

pengajaran Sakubun I. Namun teknik latihan yang ‘dekat’ dengan

sistem penerjemahan ini menimbulkan potensi terjadinya kesalahan

akibat perbedaan sistem antara bahasa Indonesia sebagai B I

siswa dan bahasa Jepang sebagai B II . Oleh karena itu penulis

menggunakan pendekatan analisis kontrastif ketika mengoreksi

karangan siswa di kelas untuk meminimalisasi/mencegah terjadinya

kesalahan dimasa yang akan datang.

  Kata kunci : dikte, pendekatan, analisis kontrastif

A. Pendahuluan

  Analisis kontrastif atau linguistik kontrastif (taishou genngogaku), merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji dan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan struktur atau aspek-aspek yang terdapat dalam dua bahasa atau lebih. Aspek dan struktur bahasa tersebut mencakup semua objek kajian linguistik, seperti fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik bahkan pragmatik. Adanya pendeskripsian mengenai persamaan dan perbedaan antara bahasa I dan bahasa II dapat memprediksi kesalahan dan kesulitan yang akan dialami oleh pembelajar bahasa II. Sehingga bagian yang sulit akan diberikan perhatian dan penekanan secukupnya dalam latihan, sehingga membentuk suatu kebiasaan pada diri pembelajar, melalui berbagai bentuk latihan.

  Kumagai dalam Sutedi Dedi (2009 : 140) berpendapat bahwa agar hasil analisis kontrastif benar-benar dapat dimanfaatkan ke dalam pendidikan bahasa Jepang, minimal harus ada kerja sama dan adanya keterkaitan antara tiga jenis penelitian, yaitu analisis kontrastif, penelitian mengenai kesulitan belajar, dan penelitian mengenai metode pengajaran. Dalam hal ini analisis kontrastif dilakukan untuk memperoleh deskripsi persamaan dan perbedaan tentang bahasa I sebagai bahasa ibu dan bahasa II yang dipelajari, lalu dilakukan penelitian tentang masalah kesulitan belajar akibat perbedaan bahasa I dan bahasa II tersebut, dan terakhir melakukan penelitian tentang metode pengajaran untuk memperoleh bahan/materi yang tepat dalam belajar sehingga masalah yang dimaksud dapat diatasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pengajaran bahasa asing, kegiatan analisis kontrastif membantu pengajar dalam penyusunan metode, strategi, maupun pendekatan yang tepat untuk pengajaran.

B. Pendekatan Analisis Kontrastif Dalam Pengajaran Matakuliah Sakubun I di UNIKOM B.1 Latar belakang

  Dalam pelajaran bahasa Jepang, mengarang merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian siswa. Menurut penulis salah satu penyebabnya adalah siswa tidak hanya harus menulis kalimat-kalimat sesuai kaidah bahasa Jepang, namun lebih dari itu siswa juga harus memikirkan (baca : mengarang) kalimat apa yang akan ditulis. Akibatnya banyak karangan siswa yang baik secara penulisan dalam bahasa Jepang namun kurang menarik dari segi isi/ceritanya ataupun sebaliknya. Disamping itu, terutama pada siswa level dasar, penguasaan dominan dalam bahasa I (bahasa Indonesia) baik secara sadar maupun tidak sadar membuat banyak siswa menerapkan sistem terjemahan saat mengarang dalam bahasa Jepang dimana siswa terlebih dahulu berfikir dalam bahasa Indonesia tentang hal yang ingin ‘diceritakan’ lalu baru ditulis dalam bahasa Jepang sebagai bahasa II. Sementara itu, latihan sebagai salah satu bagian dari proses penguasaan bahasa II adalah hal yang penting, oleh karenanya berdasarkan hal-hal ini, penulis menggunakan ‘dikte’ sebagai teknik latihan mengarang bahasa Jepang di kelas dalam matakuliah Sakubun I.

  Dikte atau imla adalah sesuatu yang dibacakan keras-keras agar ditulis orang lain. Dengan kata lain dikte adalah menyuruh orang menulis apa yang dibacakan atau dikatakan atau diucapkan. Dikte sebagai model latihan mengarang dalam bahasa Jepang di kelas pada matakuliah Sakubun I adalah dimana pengajar membacakan sebuah karangan berbahasa Indonesia berdasarkan tema karangan yang sedang dipelajari. Setiap kalimat yang dibacakan tersebut secara langsung harus ‘diterjemahkan’ lalu ditulis dalam bahasa Jepang seolah-seolah kalimat demi kalimat yang dibacakan pengajar tersebut adalah hasil pemikiran siswa sendiri Dengan begini siswa diharapkan lebih berkonsentrasi pada penulisan kalimat-kalimat bahasa Jepang saja tanpa harus ‘repot’ memikirkan kalimat apa yang akan ditulis (isi karangan). Harapan lain dari penggunaan teknik latihan ini agar isi/cerita dari karangan dalam bahasa Indonesia yang didiktekan pengajar dapat menginspirasi siswa ketika harus menulis kembali karangan dalam bahasa Jepang yang bertema sama sebagai tugas rumah.

  Namun sistem menerjemahkan yang dilakukan kebanyakan siswa saat mengarang dalam bahasa Jepang, terutama bagi pembelajar level dasar yang penguasaan bahasa I (bahasa Indonesia) masih sangat dominan dibanding bahasa II (bahasa Jepang), kemungkinan terjadinya penyimpangan sangatlah besar. Jika sedikit melihat cara pemerolehan B I, anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui peniruan. Melalui kegiatan penirukan, anak-anak mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur dan pola bahasa ibunya. Peristiwa semacam ini terjadi pula dalam pemerolehan B II. Melalui peniruan para siswa mengidentifikasi bentuk-bentuk bahasa yang merupakan kebiasaan dalam B II. Dari hal ini mungkin terjadi transfer negatif dalam pemerolehan bahasa II dimana siswa akan menggunakan sistem B I dalam ber B II, padahal kedua sistem itu berbeda. Peristiwa ini dikenal juga dengan istilah interferensi. Interferensi menimbulkan penyimpangan, dan penyimpangan inilah yang menimbulkan kesalahan berbahasa. Kesalahan ini dapat terjadi secara lisan maupun tulisan. Namun kesalahan berbahasa dapat dihilangkan melalui laithan, pengulangan, dan penguatan.

  Untuk itu siswa perlu mengetahui secara nyata perbedaan-perbedaan dan persamaan antara bahasa I yang dimilikinya dan B2 yang sedang dipelajarinya. Aspek persamaan bermanfaat untuk mencegah kekeliruan dan kesalahan, sedangkan aspek persamaan bermanfaat sebagai motivator bagi siswa untuk memahami lebih jauh dan mendalam. Oleh karena itu dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar matakuliah Sakubun I, penulis menggunakan pendekatan analisis kontrastif yang diterapkan ketika mengoreksi hasil ’terjemahan’ (baca : karangan) siswa di kelas. Hal ini bertujuan menjelaskan bagaimana kalimat yang benar dalam bahasa II (bahasa Jepang) dan menjelaskan pada aspek-aspek apa kemungkinan siswa akan melakukan kesalahan dalam ’penerjemahan’ kalimat bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang akibat perbedaan sistem antara bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia.

  B.2 Matakuliah Sakubun I di UNIKOM

  Sakubun I adalah matakuliah yang mengajarkan keterampilan mengarang dengan tema yang telah ditentukan sebagai latihan yang mencakup lingkungan kehidupan dan pengalaman siswa sehari-hari, agar mahasiwa mampu mengutarakan maksud pikiran dan perasaan dalam kalimat bahasa Jepang yang sederhana

  Di UNIKOM, pelajaran awal mengarang dalam bahasa Jepang (Sakubun I) diberikan pada semester III dengan anggapan bahwa siswa setidaknya telah memiliki ‘sedikit banyak bekal’ baik dalam hal kosakata, maupun pengetahuan tentang tatabahasa Jepang. Matakuliah Sakubun I di UNIKOM diberikan pada semester III, yang kemudian dilanjutkan dengan matakuliah Sakubun II (smt IV), Sakubun III (smt V), dan Sakubun IV (smt VI). Bobot matakuliah Sakubun I perminggu adalah 2 SKS (2x45 menit). Buku acuan yang digunakan dalam pengajaran matakuliah Sakubun I adalah Minna no Nihongoshokyu Yasashii Sakubun dan Nihongo Sakubun I. Kegitan belajar mengajar yang efektif rata-rata 11 kali pertemuan per semester dengan bahasan materi sebagai berikut :

  Tabel 1 Materi Perkulihan Matakuliah Sakubun I

  Pertemuan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan  Hal-hal yang harus diperhatikan ketika 作文の書き方

  1 menulis dalam karangan bahasa Jepang  Cara menulis di genkoyoshi 自己紹介

  2  Karangan bahasa Jepang bertema 自己紹

  介 私の部屋/アパート/

  3  Karangan bahasa Jepang bertema 私の部 家

  屋/アパート/家 私の町/田舎(出身

  4  Karangan bahasa Jepang bertema 私の町 地)

  /田舎(出身地) 私の家族

  5  Karangan bahasa Jepang bertema 私の家

  族 週末

  6  Karangan bahasa Jepang bertema 週末

  7 REVIU / KUIS UJIAN TENGAH SEMESTER

  プレゼント

  9 Karangan bahasa Jepang bertema プレゼント

   旅行

  10  Karangan bahasa Jepang bertema 旅行 もしわたしが 11 2 人いた  Karangan bahasa Jepang bertema もしわた ら

  しが 2 人いたら 趣味

  12  Karangan bahasa Jepang bertema 趣味 楽しい一日

  13  Karangan bahasa Jepang bertema 楽しい一

  日

  私の夢

  14  Karangan bahasa Jepang bertema 私の夢

  15 REVIU / KUIS UJIAN AKHIR SEMESTER

  Sumber : Silabus Matakuliah Sakubun I

  B.3 Kegiatan Belajar Mengajar Pada Matakuliah Sakubun I

  Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa dalam pengajaran matakuliah Sakubun I penulis menggunakan dikte sebagai teknik latihan di kelas. Sebelum memulai kegiatan belajar mengajar pengajar perlu selalu menyiapkan karangan/teks dalam bahasa Indonesia untuk didiktekan kepada siswa saat sesi latihan mengarang dikelas. Karangan dapat berupa teks ’jadi’ dalam bahasa Indonesia atau teks dalam bahasa Jepang yang diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia baik yang bersumber dari buku acuan ataupun sumber lain asal bertema sama, ataupun teks yang disusun sendiri oleh pengajar.

  Berikut adalah tahapan kegiatan belajar mengajar pada matakuliah Sakubun I.

  Tabel 2 Kegiatan Belajar Mengajar Matakuliah Sakubun I

  

TAHAP/ Waktu KEGIATAN KEGIATAN ALAT

PENGAJAR SISWA PENGAJAR AN

  Pendahulu 25’

  1. Menjelaskan flowcart penulisan - Memperhatikan an karangan yang akan dibahas.

  2. Memperlihatkan serta membahas - Menyimak contoh karangan bahasa Jepang - Membuat catatan bertema sama. - Membuat contoh

  3. Meminta 1-2 siswa membuat kalimat kalimat berdasarkan pola-pola kalimat yang ada dalam teks secara lisan - Mengingat,

  4. Mengintruksikan untuk mempelajari menghafal Whiteboard, dan mengingat kembali kosa kata, spidol pola kalimat, dan ungkapan- ungkapan yang muncul dalam contoh karangan yang telah dibahas tersebut tersebut. - Mempersiapkan

  5. Menginstruksikan untuk alat tulis mempersiapkan alat tulis untuk mulai latihan mengarang dalam bahasa Jepang (karangan ditulis dikertas tulis biasa terlebih dahulu).

  6. Latihan Mengarang

  a. Membacakan kalimat pertama - Menyimak, lalu Penyajian 60’ karangan/teks berbahasa menuliskan Teks/karanga

  Indonesia dengan pengulangan 2-3 kembali kalimat n bahasa kali tersebut dalam Indonesia karangan berbahasa Indonesia - Menyimak, lalu dengan pengulangan 2-3 kali, dan menuliskan seterusnya hingga seluruh kalimat kembali kalimat selesai dibacakan. tersebut dalam bahasa Jepang, dan seterusnya hingga seluruh kalimat selesai Whiteboard,

  7. Mengoreksi Karangan ditulis. spidol

  a. Meminta untuk mengoreksi hasil ‘terjemahan’ (baca : karangan) yang telah ditulis. - Mengoreksi hasil terjemahan sendiri, untuk kemudian dibandingkan/dico cokan dengan penjelasan pengajar.

  b. Membahas kalimat pertama dalam karangan bahasa Indonesia lalu - Bertanya kepada menjelaskan bagaimana pengajar untuk ‘terjemahan’ kalimat yang tepat mengetahui dalam bahasa Jepangnya, serta apakah kalimat menjelaskan pada aspek-aspek yang telah di buat apa kalimat bahasa Indonesia benar atau salah tersebut memiliki kemungkinan seandainya dapat salah di’terjemahkan’ ke kalimat yang dalam bahasa Jepangnya yang ditulis sendiri dikarenakan perbedaan dengan tidak sama sistem bahasa Indonesia. dengan kalimat dari penjelasan pengajar

  • Menyimak, membuat catatan tentang poin-poin penting dari penjelasan pengajar tentang persamaan dan perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang untuk mencegah kesalahan dimasa yang akan datang
c. Membahasa kalimat kedua, dan seterusnya hingga selesai.

  8. Meminta tiap siswa untuk menulis karangan dalam bahasa Jepang masih dengan tema yang sama dengan menggunakan genkoyoshi sebagai tugas rumah. - mengerjakan

  Penutup 5’ karangan di rumah

  Sumber : SAP Matakuliah Sakubun I

  B.4 Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar Matakuliah Sakubun I

  Berikut ini adalah evaluasi dari penerapan kegiatan belajar mengajar matakuliah Sakubun I yang menekankan pada latihan mengarang dalam bahasa Jepang di kelas dengan teknik dikte, dan penggunaan pendekatan analisis kontrastif saat pengajar mengoreksi hasil karangan siswa di kelas dalam waktu 1 semester (tabel 1).

  a. Kelebihan 1) Bagi siswa, terlihat lebih ‘PD’ saat diminta menulis karangan bertema sama sebagai tugas rumah karena sebelumnya di kelas telah mendapat ‘bekal’ berupa pembahasan contoh karangan dalam bahasa Jepang bertema sama serta latihan mengarang dengan tema yang sama juga dimana karangan mereka langsung dikoreksi bersama-sama dibawah bimbingan pengajar sehinga dapat segera diketahui seandainya telah melakukan kesalahan-kesalahan terutama menyangkut aspek sintaksis (frasa, klausa, kalimat)

  2) Bagi pengajar, praktis dalam proses pengoreksian karena seluruh siswa menulis karangan yang isinya sama.

  b. Kekurangan 1) Bagi siswa, tidak medorong siswa untuk berusaha mengutarakan apa yang ingin disampaikannya secara bebas, dikarenakan isi dari karangan yang ditulis saat latihan di kelas beracuan pada teks bahasa Indonesia yang dibacakan oleh pengajar.

  2) Bagi pengajar, padatnya aktivitas yang harus dilakukan dalam satu kali pertemuan perkuliahan, membuat seakan-akan durasi perkuliahan (90 menit) terasa kurang, apalagi ketika membahas teks karangan bahasa Jepang yang berisi pola-pola kalimat yang sedikit rumit.

C. Penutup

  Siswa perlu mengetahui secara nyata perbedaan-perbedaan dan persamaan antara BI yang dimilikinya dan B2 yang sedang dipelajarinya. Aspek persamaan bermanfaat untuk mencegah kekeliruan dan kesalahan, sedangkan aspek persamaan bermanfaat sebagai motivator bagi siswa untuk memahami lebih jauh dan mendalam. Namun dalam pelaksanaannya pengajar tidak mungkin membandingkan komponen kebahasaan secara mendetil namun paling tidak yang menjadi prioritas adalah menjelaskan sejauh mana jarak persamaan dan perbedaan antara BI dan BII serta penjelasan tentang sistem kebahasaaan Jepang harus dilandasi oleh teori linguistik yang sesuai sebagai penguatan bagi siswa. Latihan (di kelas) dan pengulangan (tugas rumah) pun menjadi hal yang penting, untuk meminimalisasi kesalahan-kesalahan dalam ber B II.

  Referensi

  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2001), Kamus Besar Bahasa Indonesia – Edisi Ketiga -, Jakarta : Balai Pustaka,

  Kaoru, Kadowaki & Kaoru Nishoma, (1999), Minna No Nihongoshokyuu-Yasashii Sakubun, Tokyo : Suriiee Nettowaaku

  Nihongo Kokusai Sentaa Nihongo Kyouiku Senmonin, (2001), Gaikokujin Kyooshi No Tame no

  Nihongo Kyoojuhoo, Tokyo : The Japan Foundation Japanese Language Institute

  Sanga, Felysianus. (2008). Analisis Kontrastif Mengatasi Kesulitan

  Guru Bahasa di Provinsi Nusa Tenggara Timur. LINGUISTIKA. Vol.15, No. 28, Maret

  2008 Sutedi, Dedi. (2009). Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang, Bandung: UPI Press, Sumiko, Tomioka, (2002), Nihongo Sakubun I. Tokyo: Senmon Kyoiku Shuppan, Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. (1988). Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa,

  Bandung : Angkasa

  Tarigan, Henry Guntur. (1990).Linguistik Kontrastif. Bandung: FPBS IKIP