IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBELAJARAN MITIGASI TSUNAMI DENGAN MODEL LEARNING CYCLE INDOOR DAN OUTDOOR BAGI SISWA SMP NEGERI 27 BANDAR LAMPUNG

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBELAJARAN MITIGASI TSUNAMI DENGAN MODEL LEARNING CYCLE INDOOR DAN OUTDOOR

BAGI SISWA SMP NEGERI 27 BANDAR LAMPUNG

Oleh Erwin Wijaya

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBELAJARAN MITIGASI TSUNAMI DENGAN MODEL LEARNING CYCLE INDOOR DAN OUTDOOR

BAGI SISWA SMP NEGERI 27 BANDAR LAMPUNG

Oleh Erwin Wijaya

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran fisika kelas IX SMP Negeri 27 Bandar Lampung, diketahui bahwa materi kebumian yang menyangkut fenomena tsunami cenderung tidak diajarkan dan dianggap sebagai materi pengayaan.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E pada perlakuan cara belajar indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.

Dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 67,23 pada kelas indoor, 59,75 pada kelas

outdoor dan 59,59 pada kelas kombinasi. Data ini menunjukkan bahwa hasil

belajar kognitif pada kelas indoor lebih baik dari kelas outdoor dan kombinasi. Tidak ada perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa


(3)

Erwin Wijaya

adalah 85,64 pada kelas indoor, 83,48 pada kelas outdoor dan 81,81 pada kelas kombinasi. Ada perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 65,85 pada kelas indoor, 73,75 pada kelas outdoor dan 80,45 pada kelas kombinasi. Data ini menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotorik siswa pada kelas kombinasi lebih baik dari kelas indoor dan outdoor.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoretis ... 7

1. Pengertian Tsunami ... 7

2. Mitigasi ... 9

3. Model Siklus Belajar (Learning Cycle) ... 11

4. Bermain Peran (Role Playing) ... 13

5. Belajar Indoor ... 15

6. Belajar Outdoor ... 16

7. Hasil Belajar ... 17

8. Peran Multimedia dalam Pembelajaran Mitigasi ... 19

B. Kerangka Pemikiran ... 20

C. Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

B. Populasi dan Sampel ... 24


(8)

D. Prosedur Penelitian ... 25

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Teknik Analisis Data ... 29

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 33

1. Tahapan Pelaksanaan ... 33

a. Kelas Indoor ... 33

b. Kelas Outdoor ... 34

c. Kelas Kombinasi ... 34

2. Data Hasil Belajar ... 35

a. Data Kognitif ... 35

b. Data Afektif ... 37

c. Data Psikomotorik ... 40

B. Pembahasan ... 42

1. Hasil Belajar Kognitif ... 42

2. Hasil Belajar Afekitif ... 45

3. Hasil Belajar Psikomotorik ... 48

4. Refleksi ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 Modul Tsunami ... 56

2 Silabus ... 66

3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Indoor ... 68

4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Outdoor ... 71

5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Indoor dan Outdoor ... 74

6 Lembar Kerja Siswa ... 77

7 Instrumen Kognitif Siswa ... 78

8 Kunci Jawaban Instrumen Kognitif ... 80

9 Instrumen Afektif Siswa ... 81


(9)

11 Data Hasil Penilaian Kognitif Indoor ... 83

12 Data Hasil Penilaian Kognitif Outdoor ... 85

13 Data Hasil Penilaian Kognitif Kombinasi ... 86

14 Data Hasil Penilaian Psikomotorik Indoor ... 87

15 Data Hasil Penilaian Psikomotorik Outdoor ... 89

16 Data Hasil Penilaian Psikomotorik Kombinasi ... 91

17 Data Hasil Belajar Kognitif Indoor ... 93

18 Data Hasil Belajar Kognitif Outdoor ... 95

19 Data Hasil Belajar Kognitif Kombinasi ... 97

20 Data Hasil Belajar Afektif Indoor ... 99

21 Data Hasil Belajar Afektif Outdoor... 101

22 Data Hasil Belajar Afektif Kombinasi... 103

23 Persentase Pemilih Afektif Indoor ... 105

24 Persentase Pemilih Afektif Outdoor ... 107

25 Persentase Pemilih Afektif Kombinasi ... 109

26 Data Analisis SPSS Kognitif ... 111

27 Data Analisis SPSS Afektif ... 113

28 Data Analisis SPSS Psikomotorik ... 115

29 Surat Keterangan Penelitian ... 117

30 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 118

31 Daftar Hadir Seminar Hasil ... 119


(10)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada lempeng bumi yang labil. Lempeng bumi ini berpotensi besar terjadinya gempa bumi pada dasar laut dalam yang memungkinkan terjadinya tsunami diantaranya berada disisi barat Sumatera, di selatan Jawa ke timur Indonesia dan berputar ke utara melalui Nusa Tenggara, Maluku dan diteruskan ke Sulawesi. Potensi tersebut menjadi lebih besar lagi karena sebagian besar pusat gempa tektonik terletak di dasar laut dalam yang posisinya relatif dekat dengan pantai.

Sejak tahun 1990 tercatat sebanyak sepuluh kali tsunami yang terjadi di pantai-pantai Indonesia. Di Indonesia peristiwa tsunami yang terjadi di Maumere, Flores (Desember 1992), kemudian di Halmahera (Januari 1994) dan banyuwangi (Juni 1994) yang merusak beberapa desa pantai dengan korban lebih dari 100 orang, kemudian pada 16 Februari 1994 terjadi kembali tsunami di pantai tenggara Provinsi Lampung. Pada tanggal 17 Juli 2006 gempa bumi berkekuatan 6,8 Skala Richter yang berpusat di Samudera Indonesia (sekitar 260 km sebelah selatan Bandung) telah memicu tsunami yang memporak porandakan pantai selatan Jawa (Tasikmalaya, Pangandaran,


(11)

2 Cilacap dan Kebumen) dengan jumlah korban jiwa sekitar 500 orang.

Bencana tsunami yang terkini terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010 di kepulauan Mentawai, Sumatra Barat diakibatkan oleh gempa bumi yang berkekuatan 7,2 Skala Richter dengan korban meninggal mencapai 400 orang.

Kedahsyatan bencana yang diakibatkan oleh tsunami disebabkan oleh adanya gempa pada bawah dasar laut akibat gempa tektonik letusan gunung Krakatau tahun 1883 menyebabkan lebih dari 36.000 orang meninggal dan kedahsyatan disebabkan pusat gempa tektonik di bawah dasar laut dalam yang berpotensi sangat besar terjadi di Indonesia dan dunia. Tsunami ini terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 akibat gempa berkekuatan 9,1 hingga 9,3 Skala Richter. Gelombang tsunami menyapu beberapa wilayah diantaranya Aceh, India, Srilanka, Thailand dan wilayah Afrika Timur. Sejumlah 226.000 jiwa meninggal akibat tsunami ini dengan 166.000 jiwanya merupakan warga negara Indonesia. Gempa penyebab tsunami ini merupakan gempa terbesar keempat yang terjadi dalam sejarah, sementara tsunaminya merupakan tsunami yang terbesar.

Potensi terjadinya tsunami di Indonesia sangat tinggi. Gempa bumi yang diikuti oleh gelombang air laut yang sangat besar atau tsunami yang melanda sejumlah wilayah pantai di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menunjukkan bahwa Indonesia memang negara yang rawan tsunami. Oleh karena itu, upaya mitigasi harus dilakukan secara serius dengan dukungan seluruh stake holders. Mitigasi merupakan upaya untuk meminimalkan dampak bencana yang akan terjadi. Salah satu upaya mitigasi yaitu


(12)

3 meningkatkan kesadaran masyarakat. Upaya tersebut sebaiknya dilakukan sejak dini melalui pendidikan formal di SMP.

Mitigasi bencana tsunami tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dilakukan dengan memberikan pembelajaran pada materi tsunami kepada siswa, karena selama ini pembelajaran mitigasi bencana tsunami belum pernah dibelajarkan. Hal ini bertujuan untuk membiasakan siswa agar selalu waspada apabila terjadi bencana tsunami. Metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran mitigasi tsunami adalah metode role playing yang dilaksanakan indoor dan outdoor karena selain siswa dapat memahami materi tsunami dengan metode pembelajaran indoor, siswa juga langsung melakukan kegiatan mitigasi pada pembelajaran outdoor, sehingga dapat memberikan keterampilan kepada siswa bagaimana melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami.

Bencana tsunami pasti akan selalu datang dan mengancam wilayah Indonesia, maka masyarakat Indonesia harus selalu siap menghadapinya. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya penanganan bencana tsunami. Upaya itu tentu memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup tentang penyebab dan mekanisme dari bencana tsunami tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul ”Implementasi Program Pembelajaran Mitigasi Tsunami dengan Model Learning Cycle Indoor dan Outdoor Bagi Siswa SMP Negeri 27 Bandarlampung”.


(13)

4 B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya?

2. Apakah ada perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya?

3. Apakah ada perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan

kombinasi keduanya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membandingkan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.

2. Membandingkan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.

3. Membandingkan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.


(14)

5 D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Menanamkan kesadaran kepada siswa terhadap pentingnya upaya mitigasi bencana tsunami.

2. Memberikan keterampilan kepada siswa dalam melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar 5E yang dilaksanakan indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya. 2. Pembelajaran indoor merupakan pembelajaran konvensional yang

dilaksanakan di dalam kelas.

3. Pembelajaran outdoor merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa dengan teknik identifikasi langsung ke area lapangan.

4. Hasil belajar siswa yang diukur meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Asepek kognitif adalah pemahaman siswa mengenai penyebab terjadinya tsunami. Aspek afektif adalah tumbuhnya kesadaran siswa terhadap pentingnya upaya mitigasi dan penyelamatan terhadap korban tsunami. Aspek psikomotorik adalah keterampilan siswa untuk menyelamatkan diri dan orang lain dari bahaya yang diakibatkan oleh tsunami.


(15)

6 5. Pembelajaran mitigasi dimulai dengan model siklus belajar untuk

menanamkan konsep dan dilanjutkan dengan bermain peran untuk melatih keterampilan mitigasi tsunami.

6. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 27 Bandarlampung kelas IX.


(16)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian Tsunami

Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam gangguan di dasar samudera. Gangguan ini dapat berupa gempa bumi, pergeseran lempeng atau gunung meletus. Tsunami tidak kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin membesar. Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang, karena saat mencapai daratan gelombang ini memang lebih menyerupai air pasang yang tinggi daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut.

Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda daratan.

Fenomena ini dapat terjadi karena gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunungapi di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat mencapai kecepatan 950 km/jam, panjang gelombangnya sangat panjang dapat mencapat panjang 250 km. Di samudera, tinggi gelombang


(17)

8 tsunami cukup rendah sehingga sulit diamati dan ketika mencapai perairan dangkal ketinggiannya dapat mencapai 30 m. Sifat kedatangan gelombang tsunami sangat mendadak dan tidak adanya sistem peringatan dini merupakan penyebab dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ketika gelombang tsunami melanda ke daratan pesisir yang banyak penduduknya.

Tsunami umumnya terjadi akibat gempa bumi bawah laut. Gerakan vertikal ke atas atau ke bawah kerak bumi menyebabkan dasar laut naik dan turun secara tiba-tiba, sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar. Tsunami dapat terjadi setempat atau meluas ke wilayah lain. Besar kecilnya gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman air laut. Makin dalam air laut, kecepatan gelombang tsunami semakin kencang. Tsunami merupakan rangkaian gelombang. Gelombang pertama yang datang biasanya tidak begitu besar dan tidak begitu

membahayakan, tetapi beberapa saat setelah gelombang pertama, akan menyusul gelombang yang jauh lebih besar serta sangat berbahaya. Setelah tsunami terjadi, gelombangnya merambat ke segala arah. Selama perambatan ini, tinggi gelombang semakin besar karena semakin dangkalnya dasar laut.


(18)

9 2. Mitigasi

Mitigasi didefinisikan sebagai "Upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat."

Ada empat hal penting dalam rnitigasi bencana, yaitu :

1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana.

2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana karena bermukim di daerah rawan bencana. 3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari serta mengetahui

cara penyelamatan diri jika bencana timbul

4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancarnan bencana.

Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Mitigasi bencana mencakup perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.

Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari satu bahaya sebelum bencana itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti


(19)

10 membuat bangunan yang lebih kuat sampai dengan prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan.

Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “Aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.

Untuk mitigasi bahaya tsunami sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan menerapkan teknik peringatan bahaya dan mempersiapkan daerah yang terancam untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting tersebut adalah

penilaian bahaya (hazard assessment), peringatan (warning) dan persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi. Unsur kunci lainnya yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat mendukung adalah penelitian yang terkait (tsunami-related research).


(20)

11 3. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)

Menurut Fajaroh dan Dasna (2007) :

Model siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.

Sesuai dengan pendapat di atas, pada model ini siswa dituntut berperan aktif untuk mencapai kompetensi-kompetensi tertentu. Sifat pembelajaran bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, diharapkan apa yang diperoleh siswa akan memiliki kesan yang mendalam. Menurut teori konstruktivisme, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak mentranfer pengetahuan kepada siswa tetapi siswa yang harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Konstruktivisme adalah proses

membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalamannya (Sanjaya, 2006).

Model Siklus Belajar menurut Lawson dalam Barnum (2008 : 2)

diklasifikasikan atas tiga bagian utama berdasarkan jenjang pendidikan yaitu sebagai berikut :

1) Descriptive dikembangkan dengan observasi dan deskripsi yang secara kognitif sangat cocok bagi pembelajaran siswa sekolah dasar. 2) Emperical-abductive menuntut siswa tidak sekedar untuk

mengobservasi suatu hubungan (relationship) tetapi juga

menyimpulkan dan menguji penjelasan-penjelasan yang mungkin dan jenis ini lebih cocok bagi siswa SMP.

3) Hypothetical-deductive didasarkan pertanyaan kausalitas, dimana siswa dituntut mampu melakukan generalisasi dan menguji penjelasan-penjelasan alternatif. Jenis ini hanya cocok bagi siswa yang telah memiliki pengalaman awal serta kemampuan kognitif dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan kausalitas.


(21)

12 Dari pernyataan Lawson, jenis model siklus belajar yang kedua yaitu

emperical-abductive merupakan pendekatan belajar yang cocok untuk siswa

SMP karena pada tahap ini siswa tidak hanya dituntut untuk mengobservasi suatu hubungan (relationship) tetapi juga menyimpulkan dan menguji penjelasan-penjelasan yang mungkin. Dengan model ini, konstruksi kognitif akan terjadi pada diri siswa berdasarkan pengalaman yang telah didapatnya.

Agar tujuan pembelajaran tercapai, kegiatan-kegiatan dalam setiap fase harus dirangkai dengan baik. Kompetensi yang bersifat psikomotorik dan afektif misalnya akan lebih efektif bila dikuasai melalui kegiatan seperti praktikum, lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar siklus belajar berlangsung konstruktivistik menurut Hudojo (2001) adalah :

1) Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

2) Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan.

3) Terjadinya transmisi sosial yakni interaksi dan kerjasama individu dengan lingkungan.

4) Tersedianya media pembelajaran.

5) Kaitan konsep yang dipelajari dengan fenomena sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.

Menurut Cohen dan Clough (dalam Soebagio, 2000) :

Siklus belajar merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa.

Dilihat dari dimensi guru penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi pebelajar, penerapan strategi ini memberi keuntungan sebagai berikut:


(22)

13 1) Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif

dalam proses pembelajaran.

2) Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar. 3) Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai berikut (Soebagio, 2000):

1) Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.

2) Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.

3) Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. 4) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun

rencana dan melaksanakan pembelajaran.

Pembelajaran mitigasi tsunami menggunakan model siklus belajar karena sesuai dengan teori Piaget yaitu teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi struktur, isi dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki ind ividu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan

intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi.

4. Bermain Peran (Role Playing)

Menurut Djamarah (2000), metode bermain peran ialah suatu cara

penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan dengan


(23)

14 memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Kegiatan memerankan ini akan membuat anak didik lebih meresapi perolehannya.

Menurut Hamalik (2001) tujuan bermain peran yang sesuai dengan jenis belajar adalah: (1) Belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya, (2) Belajar melalui peniruan, (3) Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari perilaku para pemain peran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk

mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan, (4) Belajar melalui pengkajian, penilaian dan pengulangan. Peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni kualitas pemeranan, analisis dalam diskusi, dan pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.

Menurut Nurani dkk (2004), prosedur bermain peran terdiri atas: (1) Pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang perlu dipelajari dan dikuasai. Selanjutnya guru menggambarkan

permasalahan dengan jelas disertai contoh; (2) Memilih pemain. Siswa dan guru membahas karakter setiap pemain dan menentukan siapa akan memerankan apa; (3) Menata panggung. Dalam hal ini guru

mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan dan apa saja yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya

membahas skenario yang menggambarkan urutan permainan peran, (4) Menyiapkan pengamat. Guru dapat menunjuk beberapa siswa dari masing-masing kelompok untuk menjadi pengamat, (5) Bermain peran.


(24)

15 Permainan peran dilakukan secara spontan, (6) Diskusi dan evaluasi. Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dipertunjukkan, (7) Bermain peran ulang. Permainan diulang kembali. Seharusnya pada permaian yang kedua ini akan berjalan lebih baik, (8) Diskusi dan evaluasi.

Pembahasan dan diskusi kedua ini lebih diarahkan pada realitas, (9) Berbagi pengalaman dan kesimpulan. Siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan.

Pada penelitian ini prosedur bermain peran dari Nurani dkk akan dicoba diterapkan dengan beberapa penyesuaian dengan tema tsunami. Pada pembelajaran mitigasi tsunami melalui metode bermain peran, siswa mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara

memperagakan dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama siswa dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Dengan demikian siswa diharapkan memiliki keterampilan psikomotorik untuk menyelamatkan diri dari tsunami, melakukan evakuasi terhadap korban dan melakukan perawatan pertama pada korban bencana.

5. Belajar Indoor

Pembelajaran indoor merupakan pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam ruangan. Menurut Sukirman (2009) mengatakan bahwa belajar indoor merupakan pembelajaran yang berlangsung di dalam ruangan seperti

perpustakaan dan laboratorium. Pembelajaran ini akan lebih kondusif jika dibandingkan dengan pembelajaran outdoor. Kegiatan belajar di dalam ruangan ini akan memudahkan siswa dalam melakukan aktivitas

pembelajaran. Guru juga akan lebih mudah melakukan pengontrolan dan proses belajar mengajar baik menggunakan perangkat audio, visual atau


(25)

16 gabungan dari keduanya. Namun pembelajaran ini tetap saja ada

kelemahanya. Dengan pembelajaranseperti ini, siswa akan lebih cepat bosan karena suasananya cenderung sama. Terlebih lagi jika materi yang akan disampaikan berupa materi yang langsung berhubungan dengan fenomena alam seperti bencana tsunami. Siswa akan cenderung dipaksakan untuk mengidentifikasi secara imajiner dari sejumlah penjelasan atau gambar yang diberikan oleh guru.

Pada penelitian ini, pembelajaran indoor dimulai dengan tahap pengenalan pokok permasalahan mitigasi tsunami dengan memberikan gambaran awal kepada siswa lewat penjelasan audio, visual, dan audio-visual. Pada tahap eksplorasi, peneliti akan mengajak siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan mitigasi tsunami dengan pusat pembelajaran tetap pada siswa. Pada tahapan evaluasi, siswa dengan pembelajaran indoor ini juga akan dites kemapuan hasil belajarnya pada aspek kognitif, afektif dan psikomotornya sebagai bahan pembanding dengan kelas eksperimen yang lainya.

6. Belajar Outdoor

Upaya yang diperkirakan dapat meningkatkan minat siswa pada pelajaran fisika adalah dengan outdoor study atau belajar di luar ruangan kelas dengan pemberian tugas pada siswa.

Karjawati (1995) menyatakan bahwa :

Metode outdoor study adalah metode dimana guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melihat peristiwa langsung di lapangan dengan tujuan untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungannya.


(26)

17 Melalui metode ini lingkungan diluar sekolah dapat digunakan sebagai sumber belajar. Peran guru disini adalah sebagai motivator, artinya guru sebagai pemandu agar siswa belajar secara aktif, kreatif dan akrab dengan lingkungaan. Outdoor study pada pembelajaran fisika menjadi sarana memupuk kreatifitas inisiatif kemandirian, kerjasama dan meningkatkan minat pada materi pelajaran fisika.

Pemilihan lingkungan di luar sekolah sebagai sumber belajar hendaknya disesuaikan dengan materi pelajarannya. Bentuk tugas yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak didik sehingga tidak menimbulkan kebosanan dan kejenuhan. Outdoor study menjadikan siswa lebih

bersemangat dalam belajar, lebih berkonsentrasi pada materi, membuat daya pikir siswa lebih berkembang, suasana belajar lebih nyaman, siswa lebih memahami materi pelajaran, lebih berani mengemukakan pendapat dan membuat siswa lebih aktif. Outdoor study lebih efisien dan etektif jika diterapkan dengan baik, terutama pada mata pelajaran mitigasi tsunami yang ruang lingkup pembelajarannya adalah alam lingkungan. Pembelajaran

mitigasi tsunami perlu dilakukan di daerah pantai agar siswa dapat melakukan kegiatan mitigasi secara langsung sehingga siswa dapat mengaplikasikan bagaimana cara penyelamatan diri sendiri maupun korban bencana yang lain.

7. Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan dari kegiatan belajarnya. Berkenaan dengan tujuan ini, Bloom (1974)


(27)

18 mengemukakan taksonomi yang mencakup tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Slameto (1991), merinci pembelajaran yang merupakan :

1) Perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari proses interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

2) Usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang merupakan hasil belajar yang ia peroleh dari proses belajar. Perubahan tingkah laku tersebut menurut Snellbecker (1974) meliputi perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Kognitif yang diperoleh tersebut dapat dikelompokkan kepada empat bagian, yaitu fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Afektif sebagai hasil belajar menurut Kratwohl, Bloom dan Masia (dalam Dimyati dan Mudjiono, 1998:205) berupa sikap menerima, merespon, menilai, mengorganisasi dan mengkonsep nilai. Keberhasilan setiap kegiatan belajar selalu dapat diukur dari hasil belajarnya. Artinya, kegiatan belajar dianggap baik apabila hasil belajarnya meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Bukti nyata dari meningkatnya hasil belajar siswa menurut Djamarah (1994) berasal dari suatu penilaian di bidang pendidikan yang dilakukan oleh guru setelah siswa melakukan kegiatan belajar.

Maka berdasarkan hasil penilaian tersebut akan diperoleh informasi yang berkenaan dengan perkembangan atau penguasaaan siswa terhadap materi pembelajaran. Hasil penilaian belajar yang menunjukkan kemampuan siswa tersebut ditentukan dalam bentuk angka-angka atau nilai. Artinya, proses


(28)

19 pembelajaran yang telah dilaksanakan akan dinilai sesuai dengan ketentuan yang ada, sedangkan hasil penilaian tersebut merupakan gambaran terhadap hasil belajar siswa. Maka baik buruknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Dengan kata lain, tinggi rendahnya hasil belajar siswa melambangkan kualitas proses dan usaha pembelajaran yang telah dilakukan.

Beberapa pendapat di atas mengambarkan bahwa hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-angka. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.

8. Peran Multimedia Dalam Pembelajaran Mitigasi

Fase eksplorasi dan pengenalan konsep akan dilaksanakan dengan bantuan multimedia pembelajaran berbasis komputer interaktif. Fenomena tsunami dapat divisualisasikan dengan bantuan program komputer. Peristiwa-peristiwa bencana di masa lalu dapat ditayangkan sehingga siswa dapat menyaksikan peristiwa dan akibat-akibat yang ditimbulkan dengan jelas. Dengan demikian diharapkan dapat menggungah perasaan siswa dan

menumbuhkan sikap peduli terhadap sesama dan cinta terhadap lingkungan.

Program pembelajaran berbasis komputer interaktif memungkinkan siswa untuk melakukan simulasi sebab akibat. Hal ini didukung oleh pendapat


(29)

20 Roblyer dan Edward (2000) yang memaparkan beberapa keuntungan antara lain dalam aspek :

1) Motivasi yang dapat meningkatkan perhatian siswa, melibatkan siswa dalam menghasilkan pekerjaan dan meningkatkan kontrol belajar. 2) Kapabilitas pengajaran (instructional) yang unik yang dapat

menghubungkan siswa pada sumber informasi, membantu siswa memvisualisasi masalah dan persoalan.

3) Dukungan terhadap pendekatan pengajaran baru yakni kooperatif, share intellegence, problem solving dan kecakapan intelektual tingkat tinggi.

4) Peningkatan produktivitas pengajar dimana pengajar memiliki waktu luang untuk membantu siswa selama pembelajaran, menyediakan informasi yang lebih akurat dan cepat, memberi kesempatan pengajar untuk memproduksi bahan pembelajaran menjadi lebih menarik. 5) Membantu melatih kecakapan yang dibutuhkan dalam era teknologi

informasi antara lain untuk melek teknologi, informasi dan visual.

B. Kerangka Pemikiran

Pada penelitian ini terdapat tiga kelas eksperimen. Kelas eksperimen I adalah kelas eksperimen dengan pembelajaran indoor, kelas eksperimen II adalah kelas eksperimen dengan pembelajaran outdoor dan kelas eksperimen III adalah kelas eksperimen dengan kombinasi keduanya. Aspek yang akan diamati dari masing-masing kelas eksperimen adalah kognitif, afektif dan psikomotorik untuk mengetahui hasil belajar siswa. Kognitif adalah pemahaman siswa mengenai penyebab terjadinya tsunami. Afektif adalah tumbuhnya kesadaran siswa terhadap pentingnya upaya mitigasi dan penyelamatan terhadap korban tsunami. Psikomotorik adalah keterampilan siswa untuk menyelamatkan diri dan orang lain dari bahaya tsunami.


(30)

21

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran Keterangan :

X1 = Kelas eksperimen I

X2 = Kelas eksperimen II

X3 = Kelas eksperimen III

μ1 = Hasil belajar aspek kognitif

μ2 = Hasil belajar aspek afektif

μ3 = Hasil belajar aspek psikomotorik

Pada pembelajaran pada kelas indoor siswa dapat memahami materi tsunami yang disampaikan oleh guru, mengetahui mekanisme terjadinya tsunami, dapat mendefinisikan pengertian tsunami dengan baik dan mengetahui

penyebab terjadinya tsunami. Pada pembelajaran mitigasi pada kelas outdoor siswa dapat langsung melakukan kegitan mitigasi. Pembelajaran outdoor ini dilaksanakan di pantai agar siswa lebih aktif dan bersemangat dalam

X1 µ2

µ3

X2

µ1

µ2

µ3

X3

µ1

µ2

µ3

µ1

Dibandingkan Dibandingkan


(31)

22 pembelajaran, sehingga dapat mereka aplikasikan jika terjadi tsunami. Pada pembelajaran mitigasi tsunami menggunakan kombinasi keduanya siswa dapat memiliki pengetahuan tentang tsunami, penyebab terjadinya tsunami, dampak dari tsunami dan siswa dapat melakukan praktek langsung bagaimana melakukan kegiatan mitigasi.

Pembelajaran indoor dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang materi yang dipelajarinya, sehingga dalam pembelajaran indoor ini kognitif siswa akan lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran outdoor. Pada pembelajaran outdoor guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melakukan kegiatan secara langsung untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungannya. Pembelajaran outdoor dapat menjadikan siswa belajar secara aktif, kreatif dan akrab dengan lingkungan sehingga psikomotorik siswa akan lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran indoor.

Pembelajaran dengan indoor dan outdoor dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu aspek kognitif, misalnya mengetahui makna yang dimaksudkan dalam materi pembelajaran. Aspek afektif yaitu kemampuan guru

menimbulkan rasa tertarik dan kebanggaan pada materi pelajaran dan aspek psikomotorik, yaitu menerapkan materi yang telah dipelajari.


(32)

23 C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Terjadi perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.

2. Terjadi perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model model learning cycle indoor, outdoor, dan

kombinasi keduanya.

3. Terjadi perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.


(33)

24

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2010-2011 di SMP Negeri 27 Bandar Lampung. Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada lokasi sekolah yang rawan terjadi tsunami.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX semester ganjil SMP Negeri 27 Bandarlampung tahun pelajaran 2010-2011. Sampel dalam penelitian ini adalah 3 kelas. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling. Dasar diambilnya sampel dengan menggunakan teknik ini adalah

untuk membandingkan hasil belajar siswa pada pembelajaran indoor. outdoor, dan kombinasi keduanya. Kelas yang dijadikan sampel dalam

penelitian ini adalah kelas IX E sebagai kelas eksperimen I, IX D sebagai kelas eksperimen II dan kelas IX B sebagai kelas eksperimen III.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experimental. Dalam penelitian ini menggunakan desain posttes pada kelompok tak ekuivalen dengan


(34)

25 karakteristik adanya kelas eksperimen I, kelas eksperimen II, dan kelas

eksperimen III.

Desain penelitian ini dapat digambarkan :

Gambar 2. Desain posttes kelompok tak ekuivalen Keterangan : X1 = indoor

(Kelas Eksperimen I) X2 = outdoor

(Kelas Eksperimen II) X3 = Kombinasi keduanya

(Kelas Eksperimen III)

O2 = Tes Akhir (Ruseffendi, 1994 : 45)

D. Prosedur Penelitian 1. Pra Penelitian

Pada kegiatan prapenelitian untuk kelas eksperimen I, II dan III memiliki langkah- langkah yang sama yaitu sebagai berikut :

a. Melakukan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk mendapatkan informasi tentang kelas yang akan dijadikan sampel penelitian.

b. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen. c. Menentukan waktu penelitian.

d. Menyusun program pembelajaran yang mencakup silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

X

1

O

2

X

2

O

2


(35)

26 e. Membuat instrument penilaian hasil belajar siswa yaitu instrument

kognitif, afektif dan psikomotorik. 2. Pelaksanaan Penelitian

Melaksanakan model siklus belajar berbantuan multimedia untuk menanamkan kesadaran terhadap upaya mitigasi dan memberikan pemahaman mengenai penyebab terjadinya tsunami dilanjutkan dengan bermain peran untuk melatih keterampilan melaksanakan mitigasi. Pembelajaran mitigasi tsunami dilaksanakan dengan model pembelajaran siklus belajar. Pada fase aplikasi konsep akan menggunakan metode bermain peran. Pada kelas eksperimen I, semua kegiatan dilakukan di dalam kelas. Pada kelas eksperimen II, semua kegiatan dilakukan di luar kelas. Pada kelas eksperimen III, fase-fase siklus belajar dilaksanakan di dalam kelas dan bermain peran dilaksanakan di luar kelas. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :

a. Fase Engagement

- Guru memberikan motivasi untuk membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang tsunami

- Guru mengajak siswa melakukan tanya jawab tentang tsunami b. Fase Eksploration

- Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.

- Siswa mendiskusikan tentang tsunami berdasarkan pengetahuan yang mereka ketahui.

- Siswa mendiskusikan penyebab, tanda-tanda awal dan dampak akibat tsunami.


(36)

27 - Siswa mendiskusikan tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat

terjadi tsunami.

- Siswa merancang cara membuat peta evakuasi.

- Siswa mendiskusikan penanganan untuk mencegah banyaknya korban akibat tsunami.

c. Fase Explaination

- Guru memberikan modul pembelajaran tsunami kepada siswa. - Guru menampilkan materi pembelajaran dengan menggunakan

multimedia.

- Guru menampilkan gambar atau peristiwa tsunami yang telah terjadi - Guru mendeskripsikan pengertian tsunami.

- Guru menjelaskan penyebab, tanda-tanda awal dan dampak akibat tsunami.

- Guru mendeskripsikan pengertian mitigasi tsunami. d. Fase Elaboration

- Siswa menyiapkan peta evakuasi yang telah dibuat oleh masing-masing kelompok.

- Guru mengajak siswa untuk melakukan kegiatan mitigasi.

- Siswa melakukan kegiatan mitigasi saat terjadi tsunami yang terdiri dari upaya penyelamatan diri dan memberikan pertolongan kepada korban tsunami.

- Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan.


(37)

28 e. Fase Evaluation

- Guru mengevaluasi pengetahuan dan pemahaman siswa dengan memberikan tes tertulis

- Guru memberikan kuisioner kepada siswa untuk mengetahui sikap siswa dalam melakukan kegiatan mitigasi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif hasil belajar siswa yang terdiri atas data nilai kognitif, afektif dan psikomotorik. Metode yang digunakan untuk memperoleh data adalah sebagai berikut:

1) Data kognitif diperoleh dengan menggunakan tes hasil belajar siswa. Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pilihan jamak.

Pengumpulan data kognitif ini dilakukan satu kali pada akhir pembelajaran.

2) Data afektif diperoleh dengan menggunakan angket. Angket yang

diberikan berbentuk angket tertutup yang terdiri dari 10 item dengan empat alternatif jawaban dengan skor masing-masing item adalah 1 untuk

alternatif jawaban sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk setuju dan 4 untuk sangat setuju.

3) Data psikomotorik diperoleh dari pengamatan guru terhadap keterampilan siswa dalam melakukan kegiatan mitigasi pada saat bermain peran. Indikator psikomotorik yang diamati antara lain bagaimana upaya menyelamatkan diri, melakukan evakuasi dan pertolongan pertama pada korban bencana.


(38)

29 F. Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini diperlukan analisis data untuk memperoleh kesimpulan. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji F. Sebelumnya dilakukan uji prasyarat berupa :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat kedua populasi berdistribusi normal atau sebaliknya. Rumusan hipotesis untuk uji normalitas adalah: H0 = Populasi berdistribusi normal

H1 = Populasi berdistribusi tidak normal

Menurut Sudjana (2005 : 466-467) langkah-langkah untuk menguji hipotesis nol adalah :

1. Pengamatan Xi... dan seterusnya dijadikan bilangan baku Zi... dan seterusnya dengan rumus :

(X dan S masing-masing merupakan rata-rata dari simpangan baku sampel)

2. Untuk setiap bilangan baku ini, dengan menggunakan daftar distribusi normal baku dihitung peluang

3. Menghitung proporsi yang lebih kecil atau sama dengan Jika proporsi ini dinyatakan dengan , maka :

4. Menghitung selisih kemudian menentukan harga mutlaknya


(39)

30 5. Mengambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak

tersebut. Harga ini disebut

6. Bila harga tersebut lebih kecil dari (nilai kritis uji Lilliefors) pada tabel dengan n adalah ukuran sampel pada taraf nyata α = 0,01 berarti data berasal dari distribusi normal dan sebaliknya

Uji ini dilakukan untuk : X1 = Kelas eksperimen I

X2 = Kelas eksperimen II

X3 = Kelas eksperimen III

μ1 = Hasil belajar aspek kognitif

μ2 = Hasil belajar aspek afektif

μ3 = Hasil belajar aspek psikomotorik

2. Uji Homogenitas Varians

Homogenitas varians diuji dengan uji Barlett (Sudjana, 2005 : 263)

Hipotesis statistik :

: paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku Kriteria uji :

Tolak jika didapat dari distribusi Chi Kuadrat dengan peluang

3. Analisis Variansi (ANOVA)

Analisis variansi digunakan untuk menguji hipotesis yang berkenaan dengan perbedaan dua mean atau lebih. Hipotesis yang diuji melalui F rasio dirumuskan sebagai berikut :


(40)

31 H0 : A = B melawan hipotesis tandingan

H1: A ≠ B

Tolak H0 dan terima H1 apabila nilai Frasio ≥ Ftabel pada taraf nyata dan

derajat bebas tertentu. Langkah perhitungan

1) Menghitung simpangan kuadrat tiap skor dari rata-rata keseluruhan. Indeks ini disebut jumlah kuadrat keseluruhan diberi notasi tot

dengan rumus sebagai berikut :

tot =

Membuat tabel sebagai berikut :

Kelas Eksperimen I

Kelas Eksperimen II

Kelas Eksperimen III

X1 X12 X2 X22 X3 X32

2) Mencari jumlah kuadrat keseluruhan yang disebabkan oleh penyimpangan rata-rata kelompok dari rata-rata keseluruhan yang dinamakan jumlah kuadrat antarkelompok diberi notasi Jak

diperoleh dengan rumus sebagai berikut :


(41)

32 3) Mencari jumlah kuadrat keseluruhan yang disebabkan oleh

penyimpangan tiap skor dari rata-rata kelompok masing-masing yang disebut jumlah kuadrat dalam kelompok dengan notasi Jdk

Jdk

=

tot

-

Jak

4) Membuat rangkuman hasil perhitungan di atas dalam tabel analisis variansi sebagai berikut :

sumber variansi Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas (d)

Kuadrat Mean (M)

F Taraf Nyata 0,01 Diantara

kelompok (ak) Di dalam kelompok (dk) Keseluruhan (total)

Keterangan : - Kuadrat mean antarkelompok diperoleh dengan cara membagi kolom 2 dengan kolom 3

- Kuadrat mean di dalam kelompok kolom 2 dibagi kolom 3

- F rasio adalah hasil bagi kuadrat mean antara kelompok dengan kuadrat mean dalam kelompok.

5) Membandingkan F rasio dengan F tabel pada taraf nyata dengan derajat bebas. Jika Frasio < taraf nyata dengan demikian terima H0 dan tolak

H1. Artinya tidak terdapat perbedaan yang berarti antara ketiga


(42)

51

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran mitigasi

tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 67,23 pada kelas indoor, 59,75 pada kelas outdoor dan 59,59 pada kelas kombinasi. Data ini menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif pada kelas indoor lebih baik dari kelas outdoor dan kombinasi.

2. Tidak ada perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 85,64 pada kelas indoor, 83,48 pada kelas outdoor dan 81,81 pada kelas kombinasi.

3. Ada perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 65,85 pada kelas indoor, 73,75 pada kelas outdoor dan 80,45 pada kelas kombinasi. Data ini menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotorik siswa pada kelas kombinasi lebih baik dari kelas indoor dan outdoor.


(43)

52 B. Saran

Berdasarkan hasil data pengamatan dan analisis hasil belajar siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Alokasi waktu pembelajaran yang harus ditambahkan pada saat proses pembelajaran berlangsung, karena pembelajaran dengan menggunakan model siklus belajar memiliki jangkauan waktu yang cukup panjang agar semua fase yang dilalui dapat terlaksanan dengan baik.

2. Pelaksanaan pembelajaran harus berjalan dengan kondusif agar hasil belajar yang tercapai akan lebih baik, terutama pada pembelajaran yang dilaksanakan di luar kelas.


(44)

53

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Rhineka Cipta. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasii Belajar dan Kompetensi Guru. Usaha

Nasional. Surabaya.

Fajaroh, Fauziatul dan I W Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar. FMIPA. UNM.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta Hudojo. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. FMIPA.

UNM

Karjawati. 1995. Hubungan antara penggunaan metode mengajar, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dan pengataman mengajar guru dengan tingkat motivasi beiajar geografi siswa SMA Negeri di Kotamadya Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Program Sarjana IKIP Malang.

Nurani, Y., Suprayekti, U. A. Chaeruman, S. Moudiarti, S. Aisyah, T. Prasasti, dan D. P Putri. 2004. Strategi Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta. Ruseffendi. 1994. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan. Semarang. IKIP Press. Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Kencana. Jakarta.

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rhineka Cipta. Jakarta

Soebagio. 2000. Penggunaan Siklus Belajar dan Peta Konsep Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran. PPGSM.

Sudarmi. 2004. Geologi Umum .Universitas Lampung. Lampung Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.


(45)

54 Suyatna, Agus. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Bumi dan Antariksa untuk Calon Guru. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 5 Nomor 2.

2010. Bahan Ajar Mitigasi Bencana Kebumian. Penelitian Hibah Bersaing 2008. Unila. Lampung


(46)

55


(47)

56 Lampiran

MODUL TSUNAMI

A. Pengertian Tsunami

Tsunami merupakan gelombang air laut yang tinggi bahkan lebih tinggi dari gelombang badai. Gelombang tsunami yang pernah terjadi di Indonesia mencapai 26 meter (Istianto, dkk.2003). Tsunami tidak disebabkan oleh angin. Tsunami adalah salah satu jenis bencana alam yang terjadi di daerah pesisir. Tsunami jarang terjadi, tetapi sangat berbahaya. Tsunami berasal dari kata bahasa Jepang

yang berarti “gelombang pelabuhan”. Tsunami adalah gelombang pasang yang diakibatkan oleh dasar laut yang mengalami deformasi (perubahan bentuk) vertikal secara tiba-tiba yang menyebabkan displacement (perpindahan) permukaan air laut di atasnya. Gelombang yang terbentuk dengan pengaruh gravitasi mencoba kembali ke keadaan setimbang. Tsunami menjalar dengan kecepatan yang berhubungan dengan kedalaman air. Pada air dalam, kecepatan tsunami tinggi sebaliknya pada perairan dangkal, kecepatannya lambat/menurun. Energi tsunami tergantung pada kecepatan dan tinggi gelombangnya. Kecepatan

dan tinggi gelombang tsunami memiliki “flux” yang konstan. Itulah sebabnya

pada saat kecepatan menurun karena laut dangkal, tinggi gelombang bertambah. Tsunami tidak terasa di laut dalam dan sebaliknya pengaruhnya amat dahsyat di pantai. Tsunami bisa terjadi sewaktu-waktu pada saat musim hujan maupun musim kemarau, baik siang maupun malam, pagi hari maupun sore hari.

Kebanyakan tsunami terjadi di daerah yang terkenal dengan nama “ring of fire” atau daerah cincin gunung berapi di lautan pasifik, suatu daerah gunung berapi dan aktivitas seismik 32.000 km yang mengelilingi lautan Pasifik (Gambar 1). Semenjak tahun 1819 sebagai contoh telah terjadi lebih dari 40 kali tsunami di kepulauan Hawaii.

Gambar 1. Cincin Api Pasifik (Ring of fire)

Di Indonesiapun sering terjadi tsunami di daerah tertentu seperti misalnya pantai timur Sumatera, pantai selatan Jawa, Nusa tenggara, dan sebagainya. (Lihat Gambar 5 Peta Daerah Rawan Tsunami di Indonesia di halaman 8).

Karena perbedaan penyebab gelombang tsunami dan gelombang air laut pada umumnya, maka karakteristik gelombang tsunami juga berbeda. Gelombang laut


(48)

57 biasa merupakan gerakan massa air laut turun naik secara terus menerus dan periodik, sedangkan gelombang tsunami adalah massa air yang berpindah atau merambat dari sumber pembangkitnya ke arah pantai (Gambar 2).

Massa air yang pindah tersebut ketika mencapai pantai, menjadikan tsunami laksana air bah yang merambat cepat sekali dengan energi yang sangat besar, menghancurkan segala yang merintangi jalannya. Kecepatan rambatnya melebih kecepatan lari manusia. Batu atau perahu yang beratnya berton-ton dapat

dihempaskan ke darat atau diseret kembali ke laut.

Gambar 2 menunjukkan perbedaan gelombang laut biasa dan gelombang tsunami.

Gambar 2 Perbandingan gelombang laut biasa (A) dan tsunami (B) (Diposaptono, 2005)

Angin bertiup

B

A

Massa air pindah Massa air naik turun


(49)

58 Serangan tsunami umumnya merupakan serangkaian gelombang tunggal yang jarak antara satu gelombang dengan gelombang lainnya mulai dari hitungan menit sampai hitungan jam. Pada kasus tsunami di Flores tahun 1992, serangan tsunami berlangsung total selama lebih kurang dua jam terdiri dari empat sampai lima gelombang.

B. Penyebab Tsunami

Di dasar laut ditemukan kerak bumi, gunung berapi bawah air, dan magma. Tsunami dapat terjadi karena adanya gangguan di bawah laut yang disebabkan oleh :

1. Gempa bumi

2. Letusan gunung berapi 3. Longsornya kerak bumi 4. Meteor yang jatuh ke bumi. a. Tsunami karena gempa bumi

Gempa bumi yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan gangguan air laut yang selanjutnya berpotensi mengakibatkan tsunami. Tidak semua gempa bumi

menyebabkan tsunami. Suatu gempa bumi dapat menyebabkan tsunami jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Pusat gempa berkisar antara 0 – 30 km (gempa dangkal) atau kurang dari 60 km dan terjadi di dasar laut.

2. Pusat gempat terdapat di bawah laut dengan kekuatan > 6.5 skala Richter (SR)

3. Patahan kerak bumi terjadi secara vertikal sehingga air laut meninggi (Gambar 3).

Gambar 3 Patahan vertikal berpotensi menimbulkan tsunami (BMG, 2005)

Proses terjadinya tsunami dipengaruhi oleh kedalaman sumber gempa

(episentrum) serta panjang, kedalaman, dan arah patahan tektonik. Umumnya tsunami baru mungkin terjadi apabila kedalaman gempa kurang dari 60 km di bawah permukaan laut pada beberapa buku sumber dikatakan berkisar 0-30 km. Panjang patahan mempengaruhi lebar gelombang awal dan arah patahan


(50)

59 disebabkan oleh gempa bumi adalah tsunami di Aceh yang menelan korban lebih dari 125 ribu orang pada tanggal 26 Desember 2004. Gempabumi merupakan penyebab umum utama terjadinya tsunami.

Besar kecilnya gelombang dan kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi sangat bergantung kepada magnitude (besarnya) getaran. Secara garis besar dapat dinyatakan hubungan antara magnitude gempa bumi dengan tsunami yang

dihasilkan.

Magnitude Gempa bumi (Skala Richter/SR)

Karakteristik Tsunami yang dihasilkan Kurang dari 6,5 Tidak memicu terjadinya tsunami

6,5 – 7,5 Tidak menghasilkan tsunami yang merusak, terjadi sedikit perubahan permukaan air laut di sekitar episentrum. Kerusakan mungkin timbul oleh efek sekunder seperti longsoran bawah laut.

7,6 – 7,8 Mungkin menimbulkan tsunami yang merusak terutama di sekitar episentrum. Jarang menghasilkan tsunami yang merusak pada jarak jauh.

Lebih dari 7,9 Menimbulkan tsunami yang merusak. Kerusakan dapat terjadi di daerah yang luas.

b. Tsunami karena Gunung Berapi

Bila tsunami disebabkan oleh letusan gunung berapi di bawah laut, maka tsunami dapat terjadi sebagai akibat hentakkan letusan gunung secara langsung saat meletus atau karena secara tiba-tiba air laut mengisi lubang kepundan gunung yang kosong karena baru saja meletus. Pada saat meletus gunung tersebut mengeluarkan isi perutnya dalam jumlah besar, kemudian air tersedot masuk ke dalam gunung mengganti tempat material yang dimuntahkan tadi. Contoh tsunami yang terjadi karena letusan gunung berapi adalah tsunami akibat letusan gunung Karakatau di selat sunda.

c. Tsunami karena Longsoran Tanah

Ketika terjadi longsor di bawah laut, sejumlah material tanah bergerak. Tsunami terjadi sebagai akibat dorongan volume massa material yang longsor tersebut. Makin besar volume massa longsoran, semakin besar potensi tsunami yang dibangkitkan. Contoh tsunami semacam ini adalah tsunami yang terjadi saat gunung Tambora di Pulau Sumbawa meletus pada tahun 1815. Longsoran tanah akibat letusan gunung tersebut jatuh ke laut dan menyebabkan terjadinya tsunami yang dahsyat.


(51)

60 Apa yang terjadi ketika kita menjatuhkan sebuah batu ke laut? Dari tempat batu jatuh, akan terbentuk gelombang melingkar ke segala arah. Bayangkan bila sebuah meteor yang berukuran amat besar jatuh ke laut. Tsunami yang amat dahsyat akan terjadi. Tsunami karena meteor ini kemungkinan terjadi sangat kecil, karena ketika meteor masuk ke atmosfir bumi sudah terbakar dan hancur lebih dahulu. Menurut profil geologi dari USGS (United State of Geological Survey) pernah terjadi 35 juta tahun yang lau di teluk Chesapeake

C. Proses Terjadinya Tsunami

Seperti sudah diungkapkan di atas, umumnya tsunami terjadi akibat gempa bumi bawah laut. Gerakan vertikal ke atas atau ke bawah kerak bumi menyebabkan dasar laut naik dan turun secara tiba-tiba, sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Tsunami dapat terjadi setempat atau meluas ke wilayah lain. Besar kecilnya gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman air laut. Makin dalam air laut, kecepatan gelombang tsunami semakin kencang. Tsunami merupakan rangkaian gelombang. Gelombang pertama yang datang biasanya tidak begitu besar dan tidak begitu membahayakan, tetapi beberapa saat setelah gelombang pertama, akan menyusul gelombang yang jauh lebih besar serta sangat berbahaya.

Segera setelah tsunami terjadi, gelombangnya merambat ke segala arah (360o). Selama perambatan ini, tinggi gelombang semakin besar karena semakin dangkalnya dasar laut. Jadi semakin dangkal lautnya, semakin tinggi gelombangnya (Gambar 4).

Perbandingan antara kedalaman air laut, kecepatan, panjang, dan tinggi gelombang tsunami dapat dirangkum seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 tersebut, di peraian yang dalam, kecepatan gelombang tsunami tinggi, begitu pula panjang gelombangnya, tapi tinggi gelombangnya rendah. Dengan perkataan lain, semakin dangkal suatu perairan tinggi

gelombangnya semakin bertambah, sedangkan kecepatan dan panjang gelombangnya semakin rendah. Meskipun demikian kecepatan gelombang tsunami saat terhempas di pantai masih lebih cepat dari kemampuan lari manusia.

Gambar 4 Perbandingan kecepatan dan tinggi gelombang tsunami pada berbagai kedalaman laut


(52)

61 Tabel 1 Perbandingan kecepatan, panjang, dan tinggi gelombang

pada berbagai kedalaman air laut Kedalaman

(Meter)

Kecepatan (Km/Jam)

Panjang

gelombang (km)

Tinggi gelombang (meter)

7.000 943 282 0,3

4.000 713 213 0,4

2.000 504 151 0,8

200 159 48 2,0

50 79 23 4,0

10 36 10,6 12

D. Tanda-tanda Awal Terjadi Tsunami

Apakah kita bisa mengetahui tanda-tanda akan terjadinya tsunami? Seharusnya bisa jika kita memperhatikan dengan seksama, misalnya:

1. Bencana tsunami diawali oleh gempa bumi bawah laut (terasa di sekitar wilayah pantai) yang sangat kuat. Hal ini sangat terasa jika gempa tersebut terjadi atau sebagai penyebab terjadinya tsunami lokal. Tapi bisa juga gempa tidak terasa kalau tsunami itu penyebabnya gempa di tempat yang jauh.

2. Setelah gempa terjadi, air laut di sekitar wilayah pantai akan surut sangat rendah dan tiba-tiba (air laut seolah-olah tersedot ke dasar laut). Hati-hatilah itu pertanda gelombang besar akan datang.

3. Tercium bau garam yang tidak biasanya dari pantai.

Kebiasaan nenek moyang kita sebenarnya bisa membantu, seperti bersahabat dengan alam, sehingga kita dapat memahami adanya perubahan tingkah laku alam, misalnya surutnya air laut secara tiba-tiba seperti diungkapkan di atas, larinya hewan-hewan menjauhi pantai. Semua itu ternyata merupakan tanda-tanda awal terjadinya tsunami.

E. Daerah Rawan Tsunami di Indonesia

Indonesia adalah negara bahari dengan luas laut mencapai 5,8 juta km persegí, garis pantai sepanjang 81.000 km dengan sekitar 17.508 pulau. Dari 17 lempeng tektonik global di dunia terdapat 17 lempeng tektonik global yang potensial menimbulkan gempa di dunia (Puja, 2005), tiga di antaranya terdapat di Indonesia, yaitu:

a. Pergerakan Indo-Australia dengan Eurasia b. Pergerakan Indo-Australia dengan Pasifik c. Pergerakan Pasifik dan Philipines

Pergerakan bagian-bagian lempeng ini merupakan tempat terjadinya gempa-gempa besar dan berada di lautan dengan jarak 100–150 km dari pantai Sumatera, Selatan Jawa, Selatan Nusa Tenggara, Maluku, dan Pantai Utara papua. Sebagai contoh pergeseran bagian-bagian lempeng pasifik dapat menimbulkan


(53)

62 tsunami yang memungkinkan terjadinya bencana di pantai utara Papua.

Tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia akan berpotensi menimbulkan tsunami di pantai barat Sumatera dan selatan Jawa serta Nusa Tenggara.

Peta daerah rawan tsunami di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 7 berikut, yang disimbulkan dengan garis merah.

F. Dampak Tsunami

Tsunami selalu menelan korban karena faktor manusia dan faktor alam.

Faktor manusia dapat menyebabkan timbulnya korban tsunami, misalnya karena: 1. Kurangnya pengetahuan tentang bencana alam tsunami

2. Sistem komunikasi antara Badan Meterologi dan Geofisika (BMG) sebagai instansi yang bertanggungjawab memonitor terjadinya gempa/tanda-tanda akan terjadinya tsunami dengan pemerintah Daerah setempat serta masyarakat belum terjalin dengan baik.

3. Kurangnya sosialisasi atau penyuluhan tentang bencana alam terutama untuk orang-orang di pesisir.

4. Pengrusakan hutan-hutan bakau di tepi pantai

Selain manusia, alam juga berpotensi menimbulkan korban tsunami, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Gerakan gelombang tsunami sangat cepat dibandingkan dengan kemampuan lari orang dewasa.

2. Bencana tsunami tidak dapat dicegah oleh manusia, tetapi dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, orang dapat melakukan tindakan untuk mengurangi jatuhnya korban yang lebih banyak.

Dampak tsunami seperti yang terjadi di Biak tahun 1996, Maumeter 1992, Kampung Pancer 1994, dan Aceh 2004, dapat disaksikan dari gambar-gambar berikut ini.


(54)

63

G. Upaya Mitigasi dan Sistem Peringatan Dini

Gelombang gempa jauh lebih cepat dibanding gelombang tsunami. Kecepatan gelombang gempa berkisar antara 2-11 km/detik, sedangkan kecepatan penjalaran gelombang tsunami bervariasi antara 10 km/jam (0,0001 km/detik) sampai 800 km/jam (0,01 km/detik), bergantung pada kedalaman air laut. Pada laut dalam kecepatannya sangat tinggi seperti kecepatan pesawat jet komersial. Walaupun demikian, gelombang tsunami jauh tertinggal dibanding gelombang gempa, makin jauh jarak penjalaran tsunami makin jauh gelombang tsunami tertinggal. Selisih waktu datang gelombang gempa dan tsunami yang cukup besar ini menjadi peluang kita untuk merancang sistem peringatan dini tsunami, sebelum tsunaminya sungguh-sungguh terjadi.

Kerusakan prasarana

(Tsunami Biak, 1996) Kerusakan perkebunan (Tsunami Biak)

Kerusakan pemukiman (Kampung Pancer –Tsunami 94)

Kerusakan harta benda

(Tsunami Aceh 2004) Kematian hewan ternak (Tsunami Aceh 2004)

202004200

– – Kerusakan pemukiman (Maumere 1992)


(55)

64 Peringatan dini adalah penggunaan waktu dan informasi secara efektif melalui institusi tertentu yang memungkin orang yang terancam bahaya bertindak untuk mencegah atau mengurangi dampak yang akan terjadi dan menyiapkan diri untuk memberikan respon yang efektif. Peringatan dini berupa suatu “penanda” baik berupa informasi atau kode yang diberikan kepada masyarakat sebelum kejadian tsunami, agar masyarakat dapat segera waspada, menghindar atau melakukan evakuasi.

Peringatan dini merupakan sistem, yang mencakup empat komponen sebagai berikut.

1. Pemahaman dan pemetaan bencana 2. Pemantauan dan Peramalan Kejadian

3. Memproses dan menyebarluaskan peringatan ke penguasa dan masyarakat 4. Merespon dengan cukup peringatan yang diberikan.

1. Pengetahuan

Setiap orang di dalam sistem peringatan dini harus memiliki pengetahuan, misalnya (a) apa tanda-tanda awal akan terjadinya tsunami?; (b) kalau tanda itu muncul tindakan apa yang harus saya lakukan? (c) bagaimana caranya dan sebagainya. Sebagai contoh untuk mengembangkan sistem peringatan dini, kita harus tahu tanda awal akan terjadinya tsunami. Tanda awal yang dimaksud adalah berupa terjadinya gempa dan surutnya permukaan air laut.

2. Pemantauan dan Peramalan

Peringatan dini merupakan informasi awal yang diberikan kepada masyarakat atau pihak-pihak lain yang terkait tentang kemungkinan akan terjadinya tsunami. Peringatan dini ini memanfaatkan tanda-tanda alam seperti adanya goncangan yang kuat dan surutnya permukaan air laut seketika.

Seringkali karena berbagai faktor, orang tidak cermat mengamati terjadinya tanda awal tsunami ini. Untuk mengatasi hal itu, orang mengembangkan sistem

pemantau terhadap tanda awal terjadinya tsunami. Sistem pemantau yang

dimaksud berupa alat pemantau gempa (accelograph) dan alat pemantau surutnya permukaan air laut (tide gauge).

Kedua alat ini biasanya masih dilengkapi lagi dengan sistem komunikasi dan sistem alarm. Peringatan pertama datang dari accelograph sebagai pertanda telah terjadi goncangan yang hebat. Peringatan yang kedua datang dari tide gauge, yang menunjukkan adanya perubahan seketika permukaan air laut. Kedua informasi ini selanjutnya dikomunikasikan ke: (1) Masyarakat setempat dengan lewat alarm (2) Aparat setempat yang bertugas untuk koordinasi evakuasi, (3) BMG pusat untuk sistem monitoring dan informasi darurat agar disebarkan ke lokasi lain.


(56)

65 3. Peringatan

Informasi yang diberikan oleh Accelograph akan dilaporkan ke BMG untuk diproses dan disebarkan ke seluruh masyarakat terutama di daerah yang terancam bahaya tsunami berupa peringatan (alarm). Dengan demikian ketika peringatan (alarm) pertama berbunyi itu merupakan pertanda telah terjadi gempa.

Bila tide gauge menyampaikan informasi ke BMG, maka BMG sekali lagi memproses data tersebut dan menyebarluaskan informasi ke seluruh masyarakat. Peringatan kedua ini menandakan bahwa telah terjadi penurunan permukaan air laut secara tiba-tiba. Hal itu merupakan pertanda akan terjadinya tsunami. 4. Reaksi

Dengan adanya peringatan yang diberikan oleh BMG, masyarakat yang terkait, yaitu yang terancam tsunami haruslah memberikan respon yang benar, misalnya segera berlari mencari tempat yang tinggi, menjauhi pantai, tidak panik,

membawa barang-barang yang diperlukan di pengusian seperti obat-obatan, makanan kering, radio, lampu senter dsb.

Peringatan dini sangat bergantung kepada jenis tsunaminya. Ada tiga jenis tsunami, yaitu sebagai berikut:

a. Tsunami lokal atau tsunami jarak dekat, terjadi 0-30 menit setelah gempa terjadi.

b. Tsunami jarak menengah, terjadi 30 menit sampai 2 jam setelah gempa terjadi. c. Tsunami jarak jauh, terjadi lebih dari dua jam setelah gempa terjadi.


(57)

66 SILABUS PROGRAM PEMBELAJARAN MITIGASI TSUNAMI

Mata Pelajaran : IPA

Kelas : IX

Semester : 1

Standar Kompetensi : Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya

Kompetensi Dasar Materi Pokok/Sub

Materi Pokok Indikator Pengalaman Belajar

Alokasi Waktu Sumber/ Bahan Jenis Assesment Bentuk Asesmen Mendeskripsikan proses-proses khusus yang terjadi di lapisan lithosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor

Menjelaskan hubungan antara proses yang terjadi di lapisan lithosfer dan atmosfer dengan kesehatan dan permasalahan

 Tsunami

Penyebab dan dampak tsunami :

1. Pengertian tsunami 2. Tanda awal dan

faktor-faktor penyebab tsunami 3. Mekanisme

terjadinya tsunami 4. Dampak tsunami

bagi manusia dan lingkungan Mitigasi bencana

tsunami : 1. Cara-cara

menghadapi bencana tsunami 2. Membuat peta

evakuasi

Menjelaskan peristiwa tsunami dan penyebabnya Mendeskripsikan dampak tsunami bagi kehidupan Memiliki sikap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tsunami Terampil membuat peta evakuasi dalam mengantisipasi dampak tsunami Mendeskripsikan pengelolaan Menyimak peristiwa tsunami melalui tayangan secara visual Diskusi kelompok peristiwa tsunami dan penyebabnya Presentasi kelompok membuat peta evakuasi dalam mengantisipasi dampak bencana tsunami Simulasi kelompok tentang pengelolaan dampak tsunami

2 x 40’ Buku paket SMP kelas IX Modul Bencana Alam tsunami, dampak, dan upaya mitigasi Test Performa

asesmen Test PG Test Performa n


(58)

67 lingkungan 3. Pengelolaan

bencana tsunami di sekolah dan di rumah

bencana tsunami baik di sekolah maupun di rumah

di rumah maupun di sekolah

Bandar Lampung, 10 November 2010

Guru Mata Pelajaran, Peneliti,

Drs. Kosasih Erwin Wijaya

NIP. 19660907 199702 1 002 NPM. 0613022028

Mengetahui,

Kepala SMP Negeri 27 Bandar Lampung

Dra. Bethy Nurbaity


(59)

68 RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP)

INDOOR

Satuan Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : IX/1

Alokasi Waktu : 2 x 40 menit

I. Standar Kompetensi

Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya

II. Kompetensi Dasar

Mendeskripsikan proses-proses khusus yang terjadi di lapisan litosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor

III. Indikator

1. Siswa dapat menjelaskan pengertian tsunami

2. Siswa dapat menjelaskan penyebab terjadinya tsunami 3. Siswa dapat menjelaskan proses terjadinya tsunami

4. Siswa dapat menjelaskan tanda-tanda awal terjadinya tsunami 5. Siswa dapat menjelaskan dampak atau akibat dari tsunami

IV. Tujuan Pembelajaran

1. Menjelaskan pengertian tsunami

2. Menjelaskan penyebab terjadinya tsunami 3. Menjelaskan mekanisme terjadinya tsunami 4. Menjelaskan tanda-tanda awal terjadinya tsunami 5. Menjelaskan dampak tsunami

V. Materi Ajar Bencana Tsunami

VI. Model Pembelajaran


(60)

69

VII. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Awal

1. Guru membuka pembelajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa.

2. Guru bercerita tentang peristiwa tsunami yang melanda Aceh dan beberapa daerah di sekitarnya. Guru bertanya kepada siswa : Apa yang dimaksud dengan tsunami? Pernahkan kalian merasakan tsunami? Jawaban siswa tidak langsung di tanggapi oleh guru. 3. Guru meminta siswa berdiskusi tentang penyebab dan dampak

tsunami.

Kegiatan inti

1. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok

2. Guru meminta siswa menggali pengetahuan dasar mengenai tsunami dan penyebabnya.

3. Guru menyampaikan materi mengenai tsunami dengan menggunakan multimedia

4. Guru menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang kondisi geografisnya berada di pertemuan antara lempeng-lempeng Eurasia, Indo-Austrralia, Phillipina dan lempeng Pasifik yang rawan gempa dan tsunami. Guru menjelaskan dengan singkat terjadinya tsunami.

5. Guru menceritakan gejala-gejala alam sebagai tanda-tanda akan terjadinya tsunami

6. Guru melanjutkan pembelajaran pada saat berlangsungnya tsunami, apa yang terjadi/yang kalian lihat jika kalian pernah mengalaminya. Jawaban siswa di tulis di papan tulis didiskusikan dan disimpulkan. Selanjutnya diperlihatkan gambar-gambar yang menunjukan bencana akibat tsunami.

7. Guru membimbing siswa untuk membuat peta evakuasi 8. Siswa melakukan kegiatan mitigasi di dalam kelas


(61)

70 Kegiatan Penutup

Guru menutup pembelajaran dengan memberikan tes dan angket kepada siswa

VIII. Sumber Pembelajaran

1. Modul Bencana Tsunami 2. LKS Peta Evakuasi

IX. Alat dan Bahan

1. Video peristiwa tsunami atau gambar-gambar peristiwa tsunami 2. Komputer/Laptop

3. LCD X. Penilaian

Terlampir

Bandar Lampung, 10 November 2010

Guru Mata Pelajaran, Peneliti,

Drs. Kosasih Erwin Wijaya

NIP. 19660907 199702 1 002 NPM. 0613022028

Mengetahui,

Kepala SMP Negeri 27 Bandar Lampung

Dra. Bethy Nurbaity


(62)

71 RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP)

OUTDOOR

Satuan Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : IX/1

Alokasi Waktu : 2 x 40 menit

I. Standar Kompetensi

Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya

II. Kompetensi Dasar

Mendeskripsikan proses-proses khusus yang terjadi di lapisan litosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor

III. Indikator

1. Siswa dapat mengidentifikasi hal-hal yang perlu dilakukan saat terjadi tsunami

2. Siswa dapat melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami dengan baik

IV. Tujuan Pembelajaran

1. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu dilakukan saat terjadi tsunami 2. Melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami

V. Materi Ajar Bencana Tsunami

VI. Model Pembelajaran


(63)

72

VII. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Awal

1. Guru mengabsensi siswa

2. Guru membimbing siswa untuk mempersiapkan diri melakukan kegiatan mitigasi

3. Guru meminta siswa untuk mengeluarkan peta evakuasi yang sudah di buat

4. Selanjutnya guru mengatakan : Tindakan apakah yang perlu dilakukan untuk mengurangi resiko bencana?

Kegiatan inti

 Guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan mitigasi tsunami di tempat yang sudah ditentukan

 Siswa melakukan kegiatan mitigasi tsunami sesuai dengan peta evakuasi yang telah dibuat

 Guru mengamati kegiatan mitigasi yang dilakukan siswa

 Guru mendiskusikan apa yang perlu dilakukan siswa agar terhindar dari bencana tsunami

 Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan

Kegiatan Penutup

Guru menutup pembelajaran dengan memberikan tes dan angket kepada siswa

VIII. Alat/Bahan/Sumber Pembelajaran

1. Modul Bencana Tsunami 2. LKS Peta Evakuasi

IX. Penilaian Terlampir


(64)

73 Bandar Lampung, 10 November 2010

Guru Mata Pelajaran, Peneliti,

Drs. Kosasih Erwin Wijaya

NIP. 19660907 199702 1 002 NPM. 0613022028

Mengetahui,

Kepala SMP Negeri 27 Bandar Lampung

Dra. Bethy Nurbaity


(65)

74 RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP)

INDOOR DAN OUTDOOR Satuan Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : IX/1

Alokasi Waktu : 2 x 40 menit

I. Standar Kompetensi

Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya

II. Kompetensi Dasar

Mendeskripsikan proses-proses khusus yang terjadi di lapisan litosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor

III. Indikator

1. Siswa dapat menjelaskan pengertian tsunami

2. Siswa dapat menjelaskan penyebab terjadinya tsunami 3. Siswa dapat menjelaskan proses terjadinya tsunami

4. Siswa dapat menjelaskan tanda-tanda awal terjadinya tsunami 5. Siswa dapat menjelaskan dampak atau akibat dari tsunami

6. Siswa dapat mengidentifikasi hal-hal yang perlu dilakukan saat terjadi tsunami

7. Siswa dapat melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami dengan baik

IV. Tujuan Pembelajaran

1. Menjelaskan pengertian tsunami

2. Menjelaskan penyebab terjadinya tsunami 3. Menjelaskan mekanisme terjadinya tsunami 4. Menjelaskan tanda-tanda awal terjadinya tsunami 5. Menjelaskan dampak tsunami

6. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu dilakukan saat terjadi tsunami 7. Melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami


(66)

75 V. Materi Ajar

Bencana Tsunami

VI. Model Pembelajaran

Model Siklus Belajar (Learning Cycle)

VII. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Awal

1. Guru membuka pembelajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa.

2. Guru bercerita tentang peristiwa tsunami yang melanda Aceh dan beberapa daerah di sekitarnya. Guru bertanya kepada siswa : Apa yang dimaksud dengan tsunami? Pernahkan kalian merasakan tsunami? Jawaban siswa tidak langsung di tanggapi oleh guru.

Kegiatan inti

1. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok

2. Guru meminta siswa berdiskusi tentang penyebab dan dampak tsunami.

3. Guru menyampaikan materi mengenai tsunami dengan menggunakan multimedia

4. Guru menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang kondisi geografisnya berada di pertemuan antara lempeng-lempeng Eurasia, Indo-Austrralia, Phillipina dan lempeng Pasifik yang rawan gempa dan tsunami. Guru menjelaskan dengan singkat terjadinya tsunami.

5. Guru menceritakan gejala-gejala alam sebagai tanda-tanda akan terjadinya tsunami

6. Guru membimbing siswa untuk membuat peta evakuasi

7. Siswa melakukan kegiatan mitigasi di dalam daan di luar kelas 8. Guru mengamati kegiatan mitigasi yang dilakukan siswa


(67)

76 9. Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.

Kegiatan Penutup

Guru menutup pembelajaran dengan memberikan tes dan angket kepada siswa

VIII. Sumber Pembelajaran

1. Modul Bencana Tsunami 2. LKS Peta Evakuasi

IX. Alat dan Bahan

1. Video peristiwa tsunami atau gambar-gambar peristiwa tsunami 2. Komputer/Laptop

3. LCD X. Penilaian

Terlampir

Bandar Lampung, 10 November 2010

Guru Mata Pelajaran, Peneliti,

Drs. Kosasih Erwin Wijaya

NIP. 19660907 199702 1 002 NPM. 0613022028

Mengetahui,

Kepala SMP Negeri 27 Bandar Lampung

Dra. Bethy Nurbaity


(68)

77 Lampiran

Lembar Kerja Siswa

Petunjuk :

1. Tulis nama kelompok Anda

2. Diskusikan dengan kelompok untuk menjawab pertanyaan di bawah ini 3. Waktu mengerjakan 15 menit

1. Apakah pengertian tsunami?

……… ……… ………

2. Tuliskan penyebab-penyebab terjadinya tsunami

……… ……… ………

3. Tuliskan tanda-tanda awal terjadinya bencana tsunami

……… ……… ………

4. Tuliskan dampak/akibat dari bencana tsunami

……… ……… ………

5. Tuliskan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko akibat bencana tsuunami

……… ………


(69)

78

Lampiran

Nama : Kelas :

Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang benar 1. Gelombang pasang yang

diakibatkan oleh dasar laut yang mengalami deformasi (perubahan bentuk) vertikal secara tiba-tiba yang menyebabkan displacement (perpindahan) permukaan air laut di atasnya disebut….

a. Gempa Bumi b. Tsunami

c. Gunung Meletus d. Tanah longsor

2. Berikut ini adalah penyebab terjadinya bencana tsunami, kecuali….

a. Gempa bumi

b. Pergeseran Lempeng c. Banjir

d. Gunung Meletus

3. Bagaimanakah kecepatan dan tinggi

gelombang saat mencapai pantai….

a. Kecepatan berkurang, gelombang semakin tinggi

b. Kecepatan berkurang, gelombang semakin rendah

c. Kecepatan bertambah, gelombang semakin tinggi

d. Kecepatan bertambah, gelombang semakin rendah

4. Berikut ini adalah tanda-tanda awal yang diberikan alam apabila akan terjadi bencana tsunami, kecuali…. a. Adanya suara gemuruh di laut b. Laut tiba-tiba pasang

c. Akan tercium bau khas laut seperti bau amis.

d.Burung-burung laut terbang

dengan kecepatan tinggi menuju daratan.

5. Di Indonesia terdapat tiga lempeng yang berpotensi menimbulkan gempa sebagai pemicu tsunami, kecuali

a. Lempeng Indo-Australia dengan Eurasia

b. Lempeng Indo-Australia dengan Pasifik

c. Lempeng Pasifik dan Philipines d. Lempeng Pasifik dan Atlantik 6. Berikut ini adalah cara-cara untuk

mengurangi resiko akibat terjadinya bencana tsunami, kecuali….

a. Menghindari bertempat tinggal atau tinggal di daerah yang dekat dengan pantai

b. Menanam tanaman yang mampu menahan gelombang

c. Berdiri di tepi pantai sambil mengamati laut.

d. Mengikuti tata guna lahan dari pemerintah.

7. Akibat atau dampak dari bencana tsunami adalah sebagai berikut, kecuali

a. Terjadinya abrasi pantai

b. Kerusakan pada berbagai bentuk infrastruktur

c. Banjir dan pencemaran air bersih d. Mewabahnya virus dan bakteri penyakit.

8. Dampak dari bencana tsunami dalam bidang pertanian contohnya

adalah….


(70)

79 a. Kerusakan sarana dan prasarana

b. Kerusakan daerah perkebunan c. Kerusakan pemukiman

d. Kerusakan harta benda 9. Tindakan atau kegiatan untuk

mengurangi kerugian dan risiko yang akan timbul akibat adanya bencana disebut…

a. Abrasi b. Mitigasi c. Migrasi d. Erupsi

10. Hal-hal yang dapat dilakukan pada saat terjadi bencana tsunami adalah sebagai berikut, kecuali….

a. Mengikuti petunjuk dari pemerintah atau organisasi yang berwenang.

b. Bersegera untuk melakukan pengungsian

c. Berlari ke daerah yang tinggi d. Menyelamatkan harta benda. 11.

Pada gambar diatas, daerah yang

rawan tsunami adalah….

a. Pantai Utara Kalimantan

b. Pantai Timur Sumatra dan Barat Jawa

c. Sepanjang pantai barat Sumatra dan pantai selatan Jawa

d. Pantai utara Jawa dan Kalimantan

12.Berikut ini faktor penyebab bencana tsunami dapat menimbulkan banyak korban karena ulah manusia,

kecuali….

a. Kurngnya pengetahuan tentang tsunami

b. Gelombang tsunami sangat cepat c. Kurangnya sosialisasi

d. Pengrusakan hutan bakau ditepi pantai

13.Tsunami yang terjadi 30 menit sampai 2 jam setelah gempa

disebut….

a. Tsunami lokal b. Tsunami jarak dekat c. Tsunami jarak menengah d. Tsunami jarak jauh

14.Perhatikan pernyataan berikut 1. Berlari menjauhi pantai 2. Menyelamatkan harta benda 3. Naik bukit yang tinggi d. Masuk kedalam rumah Manakah yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan diri ketika

terjadi tsunami…

a. 1 dan 3 b. 2 dan 4 c. 1, 2 dan 3 d. Semua benar

15.Salah satu penyebab terjadinya tsunami adalah gempa bumi. Gelombang tsunami dapat terjadi

ketika gempa di….

a. Dasar laut b. Tengah laut c. Permukaan laut d. Sepanjang pantai


(71)

80 Lampiran

Kunci Jawaban Instrumen Kognitif 1. Tsunami (B)

2. Banjir (C)

3. Kecepatan berkurang, gelombang semakin tinggi (A) 4. Laut tiba-tiba pasang (B)

5. Lempeng Pasifik dan Atlantik (D)

6. Berdiri di tepi pantai sambil mengamati laut (C) 7. Terjadinya abrasi pantai (A)

8. Kerusakan daerah perkebunan (B) 9. Mitigasi (B)

10. Menyelamatkan harta benda (D)

11. Sepanjang pantai barat Sumatera dan pantai selatan Jawa (C) 12. Gelombang tsunami sangat cepat (B)

13. Tsunami jarak menengah (C) 14. 1 dan 3 (A)


(1)

114

ANOVA NILAI

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 250.304 2 125.152 2.311 .105

Within Groups 5036.936 93 54.161


(2)

115

Lampiran

Data Analisis SPSS Psikomotorik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Indoor 35 60.00 70.00 65.8571 3.73491

Outdoor 28 65.00 75.00 73.7500 2.59094

Kombinasi 33 75.00 85.00 80.4545 3.82501

Valid N (listwise) 28

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Indoor Outdoor Kombinasi

N 35 28 33

Normal Parametersa,b Mean 65.8571 73.7500 80.4545 Std. Deviation 3.73491 2.59094 3.82501 Most Extreme

Differences

Absolute .238 .471 .216

Positive .219 .315 .214

Negative -.238 -.471 -.216

Kolmogorov-Smirnov Z 1.407 2.492 1.241

Asymp. Sig. (2-tailed) .038 .000 .092

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

NPar Tests

Kruskal-Wallis Test Ranks

KELAS N Mean Rank

NILAI Indoor 35 19.51 Outdoor 28 50.75 Kombinasi 33 77.33 Total 96

Test Statisticsa,b

NILAI Chi-square 77.023

df 2

Asymp. Sig. .000 a. Kruskal Wallis Test


(3)

116

Test Statisticsa,b

NILAI Chi-square 77.023

df 2

Asymp. Sig. .000 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: KELAS

Chi-Square Test Frequencies

NILAI

Observed N Expected N Residual

60.00 7 16.0 -9.0

65.00 16 16.0 .0

70.00 18 16.0 2.0

75.00 30 16.0 14.0

80.00 14 16.0 -2.0

85.00 11 16.0 -5.0

Total 96 Test Statistics

NILAI Chi-square 19.375a

df 5

Asymp. Sig.

.002

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 16.0.


(4)

(5)

(6)