PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH PT. SUGAR LABINTA LAMPUNG SELATAN

(1)

ABSTRACT

MONITORING OF WASTE MANAGEMENT PT. SUGAR LABINTA SOUTH LAMPUNG

BY:

NIRMA AFIANITA

Continuity of life in this world is based on the quality of the environment itself, therefore it is important for the environment to be preserved, guarded environment in Indonesia with the enactment of Law no. 32/2009 . One important feature of the environment is a river resources, in Malangsari village river is the lifeblood of the community as a source for agricultural and farming, but the river cannot be used anymore because of estimation waste pollution of PT . Sugar Labinta , South Lampung . After about 3 years the problem has not been resolved , it is of course related to the implementation of the government of South Lampung monitoring waste disposal in South Lampung regency.

The problem in this study are (1) How is the monitoring of local government in waste management of PT. Sugar Labinta South Lampung? (2) What are the obstacle factors for South Lampung government in monitoring of waste management of PT. Sugar Labinta, South Lampung?. This study uses empirical jurisdiction, by using primary data, secondary data. The procedure of data processing stages of identification, classification of data, editing, systematization of data and qualitatively analyzed descriptively.

The research results revealed that, the monitoring in waste management of PT. Sugar Labinta, namely a) field inspection b) asking for waste regular reports from companies c) waste sample test d) couching e) sanctions. Disincentives to the local governments in the implementation of monitoring, are a) the budget is not effective b) a lack of human resources in the amount of c) Government policies are less strict in enforcing sanctions d) BLHD South Lampung doesn’t have a postal complaints e) Not apply the environment minister’s regulations well, due to considerations of labor.


(2)

ABSTRAK

PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH PT. SUGAR LABINTA LAMPUNG SELATAN

OLEH: NIRMA AFIANITA

Kelangsungan kehidupan di dunia ini didasari oleh kualitas lingkungan hidup itu sendiri, oleh karena itu lingkungan hidup penting untuk dijaga kelestariannya, di Indonesia lingkungan hidup dijaga dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2009. Salah satu hal yang penting dari lingkungan hidup adalah sumber daya air sungai, di desa malangsari sungai adalah sumber kehidupan masyarakat sebagai sumber perairan pertanian dan perternakan, namun sungai tersebut tidak dapat digunakan kembali karena pendugaan pencemaran limbah PT. Sugar Labinta, Lampung Selatan. Setelah kurang lebih 3 tahun permasalahan tersebut belum juga terselesaikan, hal ini tentu saja berkaitan dengan pemerintah Lampung Selatan dalam pelaksanaan pengawasan pembuangan limbah di wilayah kabupaten Lampung Selatan.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pengawasan pemerintah daerah dalam pengelolaan limbah PT. Sugar Labinta Lampung Selatan? (2) Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat bagi pemerintah daerah Kab. Lampung Selatan dalam pengawasan terhadap pengelolaan Limbah PT. Sugar Labinta, Lampung Selatan? Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris, dengan mengunakan data primer, data sekunder. Prosedur pengolahan data dengan tahap-tahap Identifikasi, klasifikasi data, editing, sistematisasi data dan dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, (1) Pengawasan dalam pengelolaan limbah PT. Sugar Labinta, adalah a) inspeksi lapangan b) meminta laporan rutin limbah perusahaan c) uji sample limbah d) pembinaan e) pemberlakuan sanksi. (2) Faktor penghambat bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengawasan, yaitu a) APBD yang belum efektif b) Kurangnya jumlah Sumber daya manusia c) Kebijakan pemerintah yang kurang tegas dalam memberlakukan sanksi d) BLHD Lampung Selatan belum memiliki pos pengaduan e) Belum menerapkan Permen LH dengan baik, karena pertimbangan tenaga kerja.


(3)

PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH PT. SUGAR LABINTA LAMPUNG SELATAN

Oleh Nirma Afianita

Skripsi

Sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

enulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 Januari 1992, merupakan putri ke empat dari pasangan Purwanto,S.H. dan Herdiana.

Pendidikan Sekolah Dasar penulis pada SD Negeri 2 Bandar Lampung, dan diselesaikan pada tahun 2003, kemudian dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 9 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2006, kemudian dilanjutkan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2009.

Pada Tahun 2009 penulis masuk Perguruan Tinggi Negeri UNILA sebagai mahasiswi Fakultas Hukum.


(7)

MOTO

"It is not enough to have great qualities; We should also have the management of them." — La Rochefoucauld


(8)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya tulis skripsi ini untuk :

Ayahanda Purwanto S.H, dan Ibunda Herdiana., kedua orangtua yang telah membesarkan saya dengan segala

pengorbanan yang telah beliau berikan

Teman-teman terbaik saya yang selalu ada untuk menemani dan memotivasi serta membantu kesulitan saya Deche, Reza, Ai-ai, Naditha.

yang telah menemani dan memotivasi saya selama ini Almamater tercinta, Universitas Lampung


(9)

ii

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena berkat dan rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “pengawasan terhadap pengelolaan limbah PT. Sugar labinta lampung selatan” telah selesai.Studi ini dilakukan sebagai bagian dari sumbangan pemikiran masukan serta manfaat bagi para praktisi hukum, mahasiswa dan dosen, masyarakat umum yang membacanya, sertaBadan Lingkungan Hidup Lampung Selatan, semoga dapat memperkaya ilmu dan wawasan bagi kita semua agarbisa tercapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

Atas bantuan pemikiran, waktu, data dan seluruh informasi yang telah diberikan untuk penyelesaian penelitian skripsi ini, penulis pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Pembimbing I dan Pembimbing II, Dr. Muhammad Akib, S.H, M.Hum., dan Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H. yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan lain-lain untuk senantiasa sabar membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi saya.


(10)

iii

2. Pembahas I dan Pembahas II, ElmanEddy Patra, S.H, M.H., dan Ibu Ati YuniatiS.H., M.H., yang bersedia menjadi penguji dalam skripsi saya dan segala arahan yang telah diberikan.

3. Pembimbing Akademik, Dita Febrianto, S.H., M.Hum., yang selalu membantu penulis dan memberikan solusi dalam perkuliahan selama ini. 4. Dekan Fakultas Hukum, Dr. Heryandi, S.H., M.S.

5. Dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan program studi saya. Beserta Karyawan dan staf di Fakultas Hukum.

6. Kepala BLHD Lampung Selatan Ir. Jamal Naser. Ibu Khotim Badariah, S.T Pembimbing Penelitian selaku Kasubbid Amdal. Bapak Suhaimi T.H, Ervan Kurniawan, Ibu Sundari, selaku kabid dan kasubbid di BLHD Lampung Selatan yang telah bersedia memberikan data informasi dan pemahaman mengenai penelitian skripsi saya.

7. Ibunda Herdiana., dan Ayahanda Purwanto, S.H., yang sangat kucintai dan kusayangi, yang selalu menyayangiku dan memimbingku dengan sabar dan

tabah, berkorban demi segalanya dan memberikan do’a yang tulus demi keberhasilanku.

8. Teman-teman terbaik saya yang selalu ada untuk menemani dan memotivasi serta membantu kesulitan saya Deche, Reza, Ai-ai, Naditha, Mini.

9. Costumer setia saya yang selama berjalannya perkuliahan ini membantu saya dalam hal finansial membantu menambah uang saku saya selama melangsungkan perkuliahan, terimakasih banyak.


(11)

iv

Akhir kata, semoga amal ibadah yang telah diberikan berupa bantuan, saran, bimbingan, motivasi kepada penulis mendapat Rahmat dan Hidayah dari Allah. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penalaitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan laporan penelitian ini sangat diharapkan. Akhirnya semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Oktober 2013


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

COVER JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

RIWAYAT ... viii

MOTTO ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumussan Masalah ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pengawasan... 11

2.1.1. Pengertian Ppengawasan secara umum... 11

2.1.2. Bentuk-bentuk Pengawasan ... 14

2.1.3. Tujuan dan Dasar Hukum Pengawasan ... 15

2.2.Pencemaran Lingkungan... 16

2.3.Indikator Tercemarnya Lingkungan (Air) ... 19

2.4.Pengelolaan Limbah ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Pendekatan Masalah ... 30

3.2.Data dan Sumber Data ... 31

3.3.Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.Analisis Data ... 32

BAB IV PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum BLHD Lampung Selatan ... 35

4.1.1. Visi dan Misi BLHD Lampung Selatan ... 37


(13)

4.1.3. Bagan Organisasi dan data Kepegawaian BLHD Lampung Selatan ... 40 4.1.4. Sekilas Mengenai PT. Sugar Labinta Lampung Selatan ... 41 4.2.Pengawasan Pemerintah Daerah Terhadap Pengelolaan Limbah PT.

Sugar Labinta Lampung Selatan ... 42 4.2.1. Penanganan Pengaduan Lingkungan Hidup ... 42 4.2.2. Baku Mutu limbah cair PT. Sugar Labinta Lampung Selatan .... 48 4.2.3. Tindak Lanjut Pengawasan Pemerintah Lampung Selatan ... 52 4.3.Faktor Penghambat Badan Lingkungan Hidup Lampung Selatan

dalam pelaksanaan Pengawasan Pelanggaran Pembuangan Limbah Industri di Lampung Selatan. ... 54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan ... 60 5.2.Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penebangan liar, penggundulan hutan, pengerukan tambang, lahan kritis, kematian biota air karena zat kimia, dan penyakit-penyakit serta virus baru yang tumbuh di dunia karena perkembangan teknologi adalah beberapa contoh dari banyaknya masalah yang saat ini dialami lingkungan hidup di zaman kita. Bencana alam yang kian meruak disekitar kita kini lebih banyak disebabkan bukan karena usia bumi yang makin menua tetapi karena ulah tangan manusia. Tindakan manusia yang lebih mendahulukan kepentingannya saat ini tanpa meninjau lebih jauh yang akan terjadi di jangka panjang membuat kebanyakan manusia kurang peduli akan stabilitas hidup antara kehidupannya dengan lingkungan hidup disekitarnya, sehingga menimbulkan tindakan-tindakan gegabah demi kepentingan sementara tanpa berfikir lebih jauh apa yang akan terjadi di kemudian hari.

Lingkungan hidup dan kelestariannya tidak hanya dilindungi untuk menjaga tempat tinggal untuk beberapa species namun juga untuk kelangsungan


(15)

2 hidup manusia itu sendiri, karena manusia hidup di dalam alam yang memenuhi segala kebutuhan hidupnya, tanpa lingkungan hidup yang lestari, manusia tidak dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik, tidak dapat dibayangkan apabila lingkungan kita kian hari kian memburuk dengan hidup menggunakan air yang tercemar, menghirup udara yang polutan, dan memakan sayuran yang penuh dengan zat kimia. Oleh karena, itu lingkungan kita harus dijaga demi kelangsungan hidup manusia yang lebih baik. Agar lingkungan hidup kita tetap terjaga maka pemerintah memberlakukan Undang-undang Lingkungan Hidup yang kini diatur di dalam UU No. 32 Tahun 2009.

Dari beberapa objek lingkungan hidup, salah satu hal yang tidak kalah penting adalah kebutuhan manusia akan kelestarian air, terutama air tawar, yang mana air tawar ialah sumber kehidupan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka dari itu dirasa penting bagi kita sebagai manusia yang hidup di alam bumi ini untuk turut menjaga kelestarian sungai sebagai salah satu sumber air tawar yang menjadi sumber kehidupan makhluk hidup di dunia. Dan untuk menjaga kelestariannya pemerintah Indonesia menguatkan penjagaan akan kelestarian air dengan memberlakukan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, serta perundang-undangan lingkungan pendukung lainnya, agar sungai dapat dijaga dengan baik.

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan sebagian besar perairan, Negara kepulauan Indonesia yang berguguskan beberapa kepulauan besar menjadikan Indonesia memiliki daerah aliran


(16)

3 sungai kurang lebih berjumlah 5.950 daerah aliran sungai (DAS). Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang menghidupi sebagian besar masyarakat Indonesia, meski sebagian mengabaikannya namun tidak sedikit masyarakat di Indonesia yang memanfaatkan, bahkan menggantungkan hidupnya pada sungai.

Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat menghidupi masyarakat banyak karena sumber daya lain yang terkandung di dalamnya, tidak hanya airnya yang bermanfaat tetapi juga kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup sebagian besar masyarakat.

Potensi besar yang dimiliki sungai adalah sebagai sumber daya air tawar, dimana air tawar merupakan air yang dimanfaatkan manusia sebagai sumber kehidupan dan kebutuhan sehari-hari. Selain digunakan sebagai sumber kehidupan manusia dan digunakan sehari-hari, pemanfaatan air sungai juga dapat digunakan sebagai sumberdaya yang bernilai ekonomis bagi masyarakat banyak.

Meski memiliki banyak nilai ekonomis yang terkandung di dalamnya, namun bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, tidak terkecuali Lampung, sungai merupakan sumberdaya yang terabaikan dan beberapa masyarakat tidak terlalu memperdulikan nilai ekonomisnya sebagai sumber daya alam. Di kota-kota besar, sebagian masyarakat tidak terkeculi kota Bandar Lampung, hanya memanfaatkan sumberdaya alam yang dapat menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, dan mengabaikan sungai yang secara tidak


(17)

4 langsung juga merupakan daerah yang juga memiliki sumber daya alam yang bermanfaat, namun terabaikan karena dinilai memiliki nilai ekonomis yang rendah, hal inilah yang memperlihatkan beberapa aliran sungai di Bandar Lampung terlihat kotor, terabaikan dan tidak lagi dapat dibudidayakan.

Sungai tidak lagi dimanfaatkan dengan semestinya, seperti yang kita lihat bersama, saat ini sungai justru dijadikan tempat pembuangan limbah baik pabrik maupun limbah rumah tangga, di beberapa aliran sungai terlihat kotor dan tidak lagi dapat dimanfaatkan, bahkan sungai tercemar dan kebanyakan sungai sudah tidak lagi dapat dilestarikan berikut dengan biota di dalamnya. Hal tersebut tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat di perkotaan, namun lain halnya dengan masyarakat pedesaan dan perkampungan yang sebagian besar beranggapan bahwa aliran sungai penting bagi keberlangsungan hidup mereka, hal ini dikarenakan, selain nilai ekonomis yang terkandung di dalam sungai, air tawar yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup mereka, juga keterbelakangan teknologi yang membuat masyarakat setempat masih harus menggunakan sumber daya alam yang asli untuk dibudidayakan.

Kebutuhan akan pentingnya sumber daya air sungai ini masih dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan-pedesaaan di berbagai provinsi, tidak terkecuali Provinsi Lampung. Meski kota Bandar Lampung terbilang salah satu kota besar di Indonesia yang menggunakan teknologi-teknologi untuk menunjang kehidupannya, namun provinsi


(18)

5 Lampung masih terbilang daerah tertinggal1, yang mana di provinsi Lampung ini masih terdapat desa dan daerah yang menggunakan kemurnian sumber daya alam untuk memenuhi kehidupan masyarakatnya.

Beberapa Desa di Provinsi Lampung masih menggunakan sungai sebagai sumber kehidupan mereka, baik menggunakannya, memanfaatkan maupun mengambil sumberdaya yang terkandung di dalamnya. Sebagian masayarakat menggunakan air tawarnya untuk nilai ekonomis, digunakan sehari hari, maupun untuk keperluan pertanian dan perternakan di desa mereka. Oleh sebab itu, nilai sungai di rasa masih terbilang sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka yang bergantung pada sumber daya air sungai.

Di beberapa desa yang masih menggunakan sungai sebagai sumber penghidupannya merasakan bahwa beberapa aliran sungai sudah tidak lagi diperhatikan kelestariannya, begitupun beberapa desa di Provinsi Lampung yang masih sangat membutuhkan sungai sebagai sumber penghidupan mereka. Di Desa Malangsari, Lampung Selatan, masyarakat setempat sangat bergantung hidupnya dari aliran sungai malangsari yang melintasi desa mereka. Di desa itu, masyarakat desa menggunakan air sungai tidak hanya untuk kehidupan sehari-hari, namun juga untuk kepentingan ekonomis, dan kebutuhan pertanian.

Desa Malangsari dapat pula disebut sebagai desa pertanian karena lebih dari 50% warga desa tersebut menjalankan pertanian sebagai mata pencaharian

1

Info Daerah Tertinggal berdasarkan data Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal & Badan Pusat Statistik Tahun 2010-2014. http://kpdt.bps.go.id/index.php?InfoUmum/index#. 20/06/13. 19.45WIB.


(19)

6 mereka. Sebagian besar masyarakat desa tersebut menghidupi kehidupannya dengan mengandalkan pertanian. Sebagai daerah desa dengan sektor pertanian, mereka menggunakan sungai sebagai sumber irigasi untuk perairan pertanian dan perkebunan.

Air sungai yang kurang memiliki nilai ekonomis bagi daerah perkotaan seperti Bandar Lampung, ternyata sangatlah berbeda bila dibandingkan dengan daerah pedesaan seperti desa Malangsari, di desa malangsari sungai digunakan sebagai sumber kehidupan mereka untuk kepentingan keseharian dan juga untuk kepentingan ekonomis, terutama untuk meunjang perkebunan dan pertanian mereka. Warga desa malangsari menggunakan daerah aliran sungai di desa tersebut untuk menumbuhkan tumbuhan pertanian mereka, yang mana pertanian tersebut adalah sumber penghasilan utama bagi sebagian besar warga desa tersebut. Dari sini kita dapat melihat bahwa, aliran sungai yang kerap kali kita abaikan di perkotaan, ternyata merupakan sumber pokok kehidupan bagi beberapa masyarakat pedesaan, salah satunya desa malangsari. Dari hal ini, dapat peneliti melihat bahwa daerah aliran sungai yang melintasi desa tersebut sangatlah penting bagi kehidupan mereka, dan pastillah akan sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka apabila terjadi pencemaran pada daerah aliran sungai tersebut yang sangat diandalkan bagi kelabngsungan hidup mereka.

Dalam hal ini sangatlah dibutuhkan peran pemerintah dalam pengawasan dan penertiban kelestarian sumber daya alam yang menjadi prioritas sebagian masyarakat, seperti sungai, yang walaupun terlihat tidak terlalu dihiraukan ternyata dapat menghidupi sebagian masyarakat yang


(20)

7 membutuhkannya, dan sangatlah penting peran pemerintah untuk melindungi kebutuhan perlindungan tersebut agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena ulah pihak lainnya. Pembuangan Limbah PT. Sugar Labinta ke dalam DAS yang merupakan sumber perairan warga desa Malangsari diduga mengakibatkan pencemaran, sehingga merugikan masyarakat setempat.

Pembuangan limbah selain limbah padat ke dalam sumber-sumber air harus mendapat izin terlebih dahulu dari pihak yang berwenang sesuai dengan peratuan perundang-undangan yang berlaku. Tata cara dan persyaratan pemberian izin pembuangan limbah ke dalam sumber-sumber air sendiri mengikuti ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembuangan limbah sebagaimana dimaksud harus diolah terlebih dahulu agar menimalisir adanya dampak negatif, itulah mengapa sebuah PT harus memiliki izin dan mengikuti prosedur yang berlaku atas pembuangan limbah agar dapat dikontrol serta diuji dan tidak merugikan hak-hak atas pihak lainnya, begitupun pada PT Sugar Labinta, Lampung Selatan.

Warga setempat yang merasakan dampak langsung dari pembuangan Limbah PT. Sugar Labinta ini merasa terganggu dengan pembuangan limbah tersebut, karena mereka tidak lagi senantiasa dapat menggunakan air sungai di desa mereka dikarenakan tercemar oleh limbah. Semenjak pembuangan limbah tersebut mencemari aliran sungai, warga setempat merasakan dampak langsung bahwa air tersebut tidak lagi layak digunakan karena selain air sungai tersebut berbau, berwarna kehitaman dan tidak dapat


(21)

8 digunakan untuk menyirami tanaman mereka lagi, karena setelah digunakan tanaman pertanian justru kering dan mati. Pemerintah kabupaten Lampung Selatan telah menguji mutu air sungai tersebut, namun informasi yang didapat dari laboraturium beranggapan air tidak berbahaya untuk ikan di daerah aliran sungai, namun belum dapat memberi informasi lebih lanjut untuk tanaman dan warga setempat, hanya dapat mengantisipasi untuk tidak menggunakan air tersebut sampai penelitian lebih lanjut.2

Meskipun kasus Pembuangan Limbah ini telah berlangsung lama dan sudah terpublikasi dan dirasa perlu penyelesaian secepatnya, namun hingga saat ini belum ada langkah tegas dan lebih lanjut baik dari Badan Lingkungan Hidup maupun Pemerintah Kab. Lampung Selatan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian dengan pokok permasalahan: “Pengawasan terhadap Pengelolaan Limbah PT. Sugar Labinta Lampung Selatan”.

1.2Rumusan Masalah

2

http://nusantara.pelitaonline.com/news/2012/08/09/limbah-industri-mengganggu-warga-lampung-mengeluh#.UZ5Zz6JHIlc. 15/06/13. 20.35WIB., desa Malangsari Kec. Tanjungsari, Lampung Selatan.


(22)

9 Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengawasan pemerintah daerah dalam pengelolaan limbah PT. Sugar Labinta Lampung Selatan?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat bagi pemerintah daerah Kab. Lampung Selatan dalam pengawasan terhadap pengelolaan Limbah PT. Sugar Labinta, Lampung Selatan?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara jelas rinci dan sistematis tentang:

1. Pengawasan pengawasan pemerintah daerah dalam pengelolaan limbah PT. Sugar Labinta Lampung Selatan.

2. Faktor penghambat bagi pemerintah daerah Kab. Lampung Selatan dalam pengawasan terhadap pengelolaan Limbah PT. Sugar Labinta, Lampung Selatan.


(23)

10 Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan keterkaitan antara Pengawasan terhadap Pengelolaan Limbah PT. Sugar Labinta Lampung Selatan demi meningkatkan mutu pendidikan dan ilmu hukum administrasi negara.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dan ingin mengakses hasil Pengawasan terhadap Pengelolaan Limbah PT. Sugar Labinta Lampung Selatan.


(24)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pengawasan

2.1.1. Pengertian pengawasan secara umum

Kerugian lingkungan dan kesehatan akibat pencemaran dan pengrusakan lingkungan dapat bersifat tidak terpulihkan (Irreversible). Oleh sebab itu, pengelolaan lingkungan semestinya lebih didasarkan pada upaya pencegahan daripada pemulihan.Hukum lingkungan administrasi memiliki fungsi preventif dan fungsi korektif terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan-persyaratan pengelolaan lingkungan. Fungsi preventif terhadap timbulnya masalah-masalah lingkungan yang bersumber dari kegiatan usaha diwujudkan dalam bentuk pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang berwenang di bidang pengawasan lingkungan.1

Menurut kamus besar bahasa Indonesia secara etimologi kata pengawasan berawal dari kata awas yang artinya dapat melihat baik-baik,

1


(25)

12 memperhatikan baik-baik, waspada, hati-hati. Kemudian mendapat imbuhan pen- pada awal kalimat dan mendapat akhiran –an menjadi pengawasan yang artinya penilikan dan penjagaan.

Pengertian pengawasan oleh beberapa ahli yaitu:

1) Menurut Winardi "Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan".2

2) Sedangkan menurut Basu Swasta "Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan".3

3) Lebih lanjut menurut Komaruddin "Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal untuk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti".4 4) Lebih lanjut menurut Kadarman “Pengawasan adalah suatu upaya yang

sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan

seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan”5

2

Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta ; Rineka Cipta. 2000). hlm. 585 3

Basu Swastha. Azas-Azas Marketing, Edisi 3, (Yogyakarta ; Liberty, 1996). hlm. 216 4

Komaruddin. Ensiklopedia Manajemen, (Jakarta ; Bumi Aksara, 1994.). hlm. 104 5


(26)

13

Dari beberapa definisi “Pengawasan” oleh para ahli diatas maka dapat

disimpulkan bahwa pengawasan adalah aktivitas atau upaya yang mengontrol suatu ketetapan atau ketentuan standar untuk mendapatkan hasil seperti yang direncanakan.

Dan pengertian pengawasan apabila dikaitkan dengan pengawasan terhadap Lingkungan, maka pengawasan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan/atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengawasan lingkungan hidup merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh Pegawai Negeri yang mendapat surat tugas untuk melakukan pengawasan lingkungan hidup atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di pusat atau daerah. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memeriksa dan mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha terhadap ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup termasuk di dalamnya pengawasan terhadap ketaatan yang diatur dalam perizinan maupun dalam dokumen Analisis Mengenai

Prenhallindo, 2001). hlm. 159


(27)

14 Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).6

2.1.2. Bentuk-bentuk Pengawasan

Paulus Efendi Lotulung mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam hukum administrasi negara, yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan/organ yang dikontrol dapatlah dibedakan kontrol ektern dan intern: 7 1) Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan

yang secara organistoris/ struktual masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri

2) kontrol ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan/ lembaga yang secara organisatoris/ struktural berada diluar pemerintah.

Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya pengawasan atau kontrol dibedakan dalam dua jenis, yaitu kontrol a-priori dan kontrol a-posteriori. 1) Kontrol a-priori terjadi bila pengawasan itu dilaksanakan sebelum

dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah

2) kontrol a-posteriori terjadi bila pengawasan itu baru dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah, selain itu kontrol dapat pula ditinjau dari segi objek yang diawasi, yang

6

Hamrat Hamid dan Bambang Pramudyanto. Pengawasan Industri Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Edisi I,(Jakarta ; Granit, 2007) hlm. 21-22

7

Paulus Effendi Lotulung. Bebarapa Sistem Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, (Bandung ; Citra Aditya Bakti,1993). hlm. xv-xviii.


(28)

15 terdiri dari kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) dan kontrol dari segi kemanfaatan (doelmatigheid). Kontrol dari segi hukum dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat hukum saja (segi legalitas) yaitu, segi rechtmatigheid dari perbutan pemerintah, sedangkan kontrol dari segi kemanfaatan dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya perbuatan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan kemanfaatan

2.1.3. Tujuan dan Dasar Hukum Pengawasan

Pengawasan sangatlah penting dalam melaksanakan pekerjaan dan tugas pemerintahan, begitupun dalam pelaksanaan pembangunan, usaha atau proses lainnya agar tidak menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya dan tidak merugikan pihak lain. Sedangkan pengawasan itu sendiri diadakan dengan maksud untuk:

a. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak;

b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru;

c. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan;

d. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak;


(29)

16 e. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah

ditetapkan dalam planning, yaitu standar.8

Dan dalam hal pengendalian pencemaran, pengawasan diterapkan berdasarkan perundang-undangan yg berlaku, sesuai dalam pasal 20 PP No. 82 Tahun 2001 yang memberikan kepada wewenang kuat kabupaten/kota dalam hal pengendalian pencemaran air, maka tugas pengawasan atas penataan persyaratan dalam izin pembuangan air limbah menjadi kewenangan Bupati/Walikota. Bupati/Walikota dapat membentuk petugas pengawas daerah. Sedangkan dalam pengendalian pencemaran air, pengawasan juga ditegaskan khususnya di dalam Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang sumber dayan air, dapat ditemukan ketentuan tentang pengawasan dalam pasal 75 ayat (2) yang

menyebutkan bahwa “pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya melaksanakan pengawasan terhadap seluruh proses dan hasil pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dengan melibatkan masyarakat”.

2.2. Pencemaran Lingkungan

Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Secara mendasar dalam pencemaran dan pemburukan terhadap sesuatu makin lama

8

Situmorang, Vitor. M dan Juhir, Jusuf. Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah, (Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1998). hlm. 22


(30)

17 akan kian menghancurkan apa yang dikotori, sehingga akhirnya dapat memusnahkan setiap sasaran yang dikotori,9 kalau hal ini terjadi, maka terjadilah pencemaran lingkungan hidup.

Pengertian Lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir

1 UUPPLH adalah “Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia

serta makhluk hidup lain.”

Perusakan dan pencemaran lingkungan hidup sebenarnya adalah suatu tindak pidana yang susah untuk dipisah-pisahkan akan tetapi kedua bentuk tersebut dalam UUPPLH ternyata dibedakan pengertiannya.10

Pengertian Pencemaran Lingkungan berdasarkan UUPPLH No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga mel ampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Sedangkan Pengertian perusakan lingkungan sebagaimana dirumuskan

dalam pasal 1 butir 16 UUPPLH adalah “tindakan orang yang menimbulkan

perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan sehingga melampaui criteria baku kerusakan lingkungan

hidup”.

9

D Soedjono. Pengamanan Hukum terhadap Perencanaan Lingkungan Akibat Industri, (Alumni ; Bandung, 1979). hlm. 21.

10

M. Arief Nurdu’a dan Nursyam Sudharsono B. Hukum Lingkungan Perundang-undangan serta


(31)

18 Apabila dilihat dari segi ilmiah, suatu lingkungan dapat disebut sudah tercemar bila memiliki beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut adalah:

1) Kalau suatu zat, organism, atau unsur-unsur yang lain (seperti gas, cahaya, energi) telah tercampur (terintroduksi) ke dalam sumber daya/lingkungan tertentu; dan

2) Karenanya menghalang/menggangu ke dalam sumber daya/lingkungan tersebut. 11

Adapula pengertian perncemaran menurut Otto Soemarwoto “adalah adanya

suatu organisme atau unsur lain dalam suatu sumber daya, misalnya air atau udara dalam kadar yang mengganggu peruntukan sumbernya itu”.12

Apabila disimpulkan maka Pencemaran adalah suatu keadaaan yang terjadi karena perubahaan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah kota, sampah industri, minyak bumi, sisa-sisa biosida dan sebagainya) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi seperti semula.13

11

N.H.T Siahaan. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Edisi kedua), (Erlangga ; Jakarta. 2004). hlm. 280

12

M. Arief Nurdu’a dan Nursyam Sudharsono B. Hukum Lingkungan Perundang-undangan serta

berbagai masalah dalam Penegakannya, (Bandung ; PT. Citra Aditya Bakti, 1993). hlm. 19

13

Y.Eko Budi. Menuju Keselarasan Lingkungan (memahami sikap teologis manusia terhadap pencemaran lingkungan), (Malang : Averroes Press, 2003). hlm. 9


(32)

19 2.3. Indikator Tercemarnya Lingkungan (Air)

Indikator tercemarnya suatu lingkungan tidak dapat dilihat hanya dari segi fisiknya saja, karena cara penilaian dan indera manusia berbeda menilai apakah suatu lingkungan dapat dikatakan tercemar atau tidak tercemar, oleh karena itu dalam hukum lingkungan hidup dikenal adanya baku mutu lingkungan hidup yang mana baku mutu tersebut berfungsi sebagai indikator atau tolak ukur apakah lingkungan tersebut termasuk layak atau tidak layak digunakan, adapun pengertian baku mutu lingkunngan hidup itu sendiri

“adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau tidak ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan

hidup”.14 Dalam

Pasal 1 ayat (9) PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air Suatu DAS dikatakan tercemar apabila mutu air yang dimiliki DAS tesebut telah melampaui baku mutu air, adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.

Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep- 51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, Baku Mutu Limbah Cair Industri adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.

14

Muhammad Akib. Politik Hukum Lingkungan (Dinamika dan Refleksinya dalamProduk Hukum Otonomi Daerah), (Jakarta ; Rajawali Pers. 2012). hlm. 199


(33)

20 Baku mutu air ditetapkan sebagai pengukur apakah air dapat dikatakan tercemar atau masih dalam batasan layak digunakan, sedangkan baku mutu limbah cair ditetapkan sebagai pengukur atau indikator Limbah yang dapat dibuang apakah perlu diminimalisir lagi atau tidak.

Untuk mengetauhi apakah suatu daerah aliran sungai layak digunakan atau tidak, maka ada beberapa standar yang digunakan untuk menilai kualitas air15:

1. PP No. 82 tahun 2001 (Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

2. WQSI (Water Quality Suitability Indeks) indeks kesesuaian untuk budidaya ikan

3. Storet (tingkat pencemaran).

Untuk menilai suatu air tercemar atau tidak tercemar, kriteria air dibagi berdasarkan kelas-kelas yang menunjukan sejauh mana air tersebut tercemar dan pembagian kelas tersebut dipergunakan untuk memperkirakan dapat sejauh mana air dipergunakan berdasarkan kelayakannya.

Dalam Pasal 8 PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

15


(34)

21 a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Baku mutu air menurut PP ini memuat sejumlah parameter (aspek kuantitatif) mutu air dan batas nilai atau kadarnya (aspek kualitatif). Angka batas yang ditetapkan. Sebagaimana dilihat dalam Lampiran PP dapat berupa batas minimal yang harus ada, seperti oksigen terlarut , atau batas batas kisaran yang harus ada, seperti temperatur. Parameter atau batas penilaian untuk tiap golongan peruntukan air digunakan sebagai alat


(35)

22 penilaian terhadap kualitas air, dan mengetahui daya tampung beban pencemaran.16

Dinyatakan dalam Pasal 14 PP Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan :

a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air; b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.

Untuk membantu pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan studi kasus mutu air, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.17

1) Parameter Pencemaran Air

Untuk mengukur tingkat pencemaran di suatu tempat digunakan parameter pencemaran. Parameter pencemaran digunakan sebagai indikator (petunjuk) terjadinya pencemaran dan tingkat pencemaran yang telah terjadi. Paarameter pencemaran meliputi parameter fisik, parameter kimia, dan parameter biologi.18

16

N.H.T Siahaan. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Edisi kedua). (Jakarta : Erlangga,2004). Hal. 263

17

Sukanda Husin. Penegak Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta; Sinarr Grafika, 2009) hlm. 65 18


(36)

23 1)Indikator Kimia-Fisika

Kualitas Fisika – Kimia Menurut Hardisubroto (1989) beberapa petunjuk yang digunakan untuk menjelaskan adanya pencemaran dan parameter kualitas air adalah :

a. Temperatur

Temperatur sangat penting bagi kondisi lingkungan air, disamping pengaruh langsung pada proses biologi. Temperatur mempunyai pengaruh adanya lapisan air di suatu perairan lapisan atas (epilimnion) lebih panas dari lapisan bawah (hipolimnion). Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan transisi (termokline).19

b. Derajat Keasaman (pH)

Adanya CO2 dan asam organik yang menjadikan pH air antara 4 – 6. Umumnya air yang tidak tercemar mempunyai pH 6 – 7, dalam kriteria air golongan B pH yang dianjurkan adalah 5 – 9 . 20

c. Dissolved Oxygen (DO)

Adanya materi pencemar dapat mengurangi jumlah oksigen dalam air.21

d. Kekeruhan, warna, dan bau

Kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya zat-zat koloid yaitu zat yang terapung, serta terurai secara halus, jasad-jasad renik atau benda lain yang tidak mengendap segera. Warna air berkaitan

19Ibid 20Ibid 21Ibid


(37)

24 erat dengan zat-zat koloid yang tersuspensi di dalamnya. Masalah warna dan bau dapat dilacak dari bermacam-macam zat pencemar, misalnya zat kimia pembersih maupun zat kimia terlarut mengandung bau.22

2)Petunjuk biologis spesies

Komposisi spesies dan keanekaragaman mungkin penting sebagai petunjuk adanya pengaruh zat pencemar. Bakteri, plankton, fungi, dan protozoa air adalah organ yang paling cocok untuk digunakan dalam mempertimbangkan situasi air. Keadaan biologis air diperiksa dengan parameter jumlah bakteri E. coli atau Coliform. Parameter ini dipilih oleh karena diantara organisme yang telah dipelajari, E. coli hampir memenuhi semua persyaratan sebagai organisme indikator yang ideal mengenai polusi air. Bakteri Coliform tidak membahayakan manusia, namun adanya bakteri ini menunjukkan adanya kontaminasi zat pencemar dan menyebabkan organisme terkena penyakit.23

2.4. Pengelolaan Limbah 1.4.1 Pengelolaan

Pengelolaan akar katanya adalah “kelola”, ditambah awalan “pe” dan

akhiran “an”. Istilah lain dari pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan,

22Ibid 23Ibid


(38)

25

pengelolaan. Sedangkan definisi “Pengelolaan” menurut Djamarah

“adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.24

Dalam Pasal 1 ayat (3) PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.

Pengendalian pencemaran air dilakukan melalui langkah-langkah berikut: penetapan daya tampung beban pencemaran pada setiap sumber air, inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran air, penetapam persyaratan air limbah untuk aplikasi ke tanah, penetapan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber – sumber air, dan pemantauan kualitas air pada sumber air.25

PP No. 82 Tahun 2001 memberikan kewenangan kepada pemerintah (Pusat), Pemerintah Provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pengelolaan kualitas air. “Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang: menetapkan daya tamping beban pencemaran, melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran, menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air, memantau kualitas air

24

Syaiful Bahri Djamarah. Strategi belajar mengajar, (Rineka Cipta ; Jakarta, 2006). hlm. 175 25


(39)

26

dan memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air”

hal ini tercantum dalam pasal 20. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, karena bupati/walikota merupakan pejabat yang berwenang dalam penerbitan izin pembuangan air limbah dan dalam pengawasan.

1.4.2 Limbah

Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Yang dimaksud sisa suatu kegiatan adalah sisa suatu kegiatan dan/atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, rumah sakit, industri, pertambangan dan kegiatan lain.

Menurut Sugiharto “air limbah adalah kotoran yang berasal dari masyarakat dan rumah tangga dan juga berasal dari industri, air

tanah, air permukaan, serta buangan lainnya.”26

Pengelolaan limbah bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Jika pengurangan air limbah dari sumbernya sudah dilakukan secara optimal, maka air limbah yang terpaksa tetap

26

Sugiharto. Lingkungan dan Berbagai Anal isa Terhadap Pencemarannya, (Bandung, 1987). hlm.93


(40)

27 dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan pengolahan air limbah ini adalah untuk mengurangi kandungan pencemar air sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika terpaksa dibuang ke badan air di lingkungan. Proses pengurangan kandungan zat pencemar ini dapat dilakukan melalui tahapan penguraian sebagaimana berikut ini: 27

Tanpa bantuan tangan manusia dalam mengolah limbah yang mengandung pencemar, alam sendiri memiliki kemampuan untuk

memulihkan kondisinya sendiri atau yang disebut “self purification”. Alam memiliki kandungan zat yang mampu mendegradasi pencemar dalam air limbah menjadi bahan yang lebih aman dan mampu diterima alam itu sendiri, diantaranya adalah mikroorganisme. Waktu yang diperlukan akan sangat tergantung dari tingkat pencemarannya yang otomatis berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk. Jika kepadatan penduduk meningkat maka pencemaran pun akan sangat mungkin meningkat sehingga proses alam untuk membersihkan dirinya sendiri akan memakan waktu yang sangat lama. Sehingga akhirnya akan terjadi penumpukan beban limbah sampai dimana kemampuan alam untuk dapat melakukan pembersihan sendiri (self purification) jauh lebih rendah dibanding dengan jumlah pencemar yang harus didegradasi.

27

http://www.sanitasi.or.id/ppsp/wp-content/uploads/pdf/air-limbah/4_dasar-dasar_teknik_dan_pengelolaan_air_limbah.pdf


(41)

28 1.4.3 Sistem Pengolahan Air Limbah

Menurut M. Hamdan mengatakan bahwa : “Suatu lingkungan hidup

dikatakan dalam keadaan serasi bila selama manusia dengan berbagai komponen lingkungan lainnya berada dalam batas-batas keseimbangan atau dapat pulih seketika dalam keadaan seimbang, tetapi apabila timbul ketergantungan antara interaksi manusia dengan lingkungannya disebabkan batas-batas kemampuan salah satu komponen lingkungan sudah terlampaui, sehingga akibatnya tidak dapat lagi menjalankan fungsinya, maka lingkungan sudah menjadi

tidak serasi atau tidak seimbang”.28

Jika kapasitas alam sudah tidak sebanding dengan beban pencemar, maka satu-satunya langkah yang harus ditempuh adalah dengan cara mengolah air limbah tersebut dengan rangkaian proses dan operasi yang mampu menurunkan dan mendegradasi kandungan pencemar sehingga air limbah tersebut aman jika dibuang ke lingkungan. Untuk air limbah yang berasal dari aktivitas domestik dimana kandungan zat organik merupakan zat yang paling dominan terkandung didalamnya, pengolahan yang dapat dilakukan dapat berupa teknologi yang sederhana dan murah seperti cubluk kembar

28

M Hamdan. Tindakan Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, (Bandung ; Mandar Maju, 2000). hlm. 3


(42)

29 sampai pada pengolahan air limbah komunal menggunakan teknologi pengolahan yang mutakhir.29

1.4.4 Tujuan Pengelolaan

Tujuan pengelolaan kualitas air adalah untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai dengan peruntukannya30, dan beberapa tujuan lainnya sebagai berikut;

1) Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia Indonesia setutuhnya;

2) Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana; 3) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai Pembina lingkungan

hidup;

4) Terlindunginya Negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.31

29Ibid

30

Sukanda Husin. Penegak Hukum Lingkungan Indonesi, (Jakarta; Sinarr Grafika, 2009) hlm. 62 31


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagian besar secara empiris dan sebagian kecil dengan normatif, berikut penjelasnnya. 1) Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan

mengkaji serta mempelajari bahan-bahan sekunder berupa peraturan-peraturan yang berlaku di Provinsi Lampung, Peraturan daerah yang berlaku di kabupaten Lampung selatan dan literatur-literatur berupa buku-buku yang ada dan berhubungan dengan masalah yang diteliti. 2) Pendekatan empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan

mengumpulkan informasi tentang kajian atau kenyataan yang terjadi di dalam Pengawasan terhadap Pengelolaan Limbah PT. Sugar Labinta Lampung Selatan, baik dengan wawancara secara langsung, responden, maupun dengan observasi ke lapangan secara langsung.


(44)

31 3.2. Data dan Sumber Data

Dalam memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini pengumpulan data baik data primer maupun sekunder dilakukan melalui suatu penelitian yang saksama, yaitu dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :

1) Data Primer

Sesuai dengan pendekatan masalah diatas, maka dapat ditentukan sumber data yang diperoleh dari penelitian langsung pada Kantor Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan atau studi lapangan, dimana data ini diperoleh dengan mengadakan wawancara. Adapun yang dimaksud dengan wawancara (interview) adalah kegiatan pengumpulan data primer yang bersumber langsung dari responden penelitian di lapangan (lokasi).1 Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan cara tanya jawab dengan Kepala Staff terutama di bagian Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan dan Kepala bagian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

2) Data Sekunder

Data yang diambil dari bahan-bahan kepustakaan yang dianggap menunjang dan mempunyai hubungan terhadap permasalahan yang akan dibahas, yakni terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

1

Abdulkdir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum, (Citra Aditya Bakti ; Badung.2004). hlm. 86


(45)

32 Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang berlakunya mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, antara lain :

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan;

3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai; 5) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 6) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur

Organisasi Perangkat Daerah

7) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber daya Air;

8) Peraturan Menteri Nomor 09 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau perusakan Lingkunngan Hidup

9) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air;

10)Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara


(46)

33 Perixinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air;

11)Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri

12)Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Lingkungan Hidup; 13)Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2010 tentang baku mutu

air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan di Provinsi Lampung. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum yang dapat membantu menganalisa bahan hukum primer. Bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku kuliah maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian atau masalah yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier ini bersumber dari Kamus Bahasa Indonesia, jurnal ilmiah dan internet.


(47)

34 Keseluruhan data yang diperoleh dari metode tersebut, kemudian dikumpulkan untuk kemudian diolah dengan menggunakan tahap-tahap, yaitu :

1) seleksi data, yaitu mengidentifikasi data yang telah terkumpul apakah data lengkap, benar dan sesuai dengan permasalahan ; 2) klasifikasi data, yaitu penempatan data ditetapkan sesuai dengan

bidang atau pokok bahasan sehingga diperoleh data yang objektif dan mudah dalam mengnalisanya ;

3) sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis.

3.4. Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara data atau informasi yang dikumpulkan selanjutnya diolah, dipaparkan dan akhirnya dianalisis dengan berdasarkan konsep, teori atau pembahasan untuk menjawab permasalahan.


(48)

59 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1) Pengawasan Pemerintah daerah dalam pengelolaan limbah, yaitu: a. inspeksi lapangan

b. meminta laporan rutin limbah perusahaan c. uji sample limbah

d. pembinaan

e. pemberlakuan sanksi

2) Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah, antara lain:

a. APBD yang minim sehingga dalam pengawasan, survey, dan pelaksanaan kegiatan lainnya dirasa masih kurang masksimal. b. Kurangnya jumlah sumber daya manusia.

c. Kebijakan pemerintah yang kurang tegas dalam memberlakukan sanksi, mengingat himbauan pemerintah agar tidak membuat investor merasa tidak nyaman atau takut karena sanksi yang terlalu tegas.


(49)

d. BLHD Lampung Selatan belum memiliki pos pengaduan, sehingga untuk menerima laporan pengaduan, dilayani beberapa staff yang bukan bidangnya, memperlambat proses pengaduan. e. Belum menerapkan Permen LH dengan baik, mengingat status

tenaga kerja di industry apabila diberlakukan sanksi pembekuan izin.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan di atas, peneliti mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:

1) Sebaiknya pemerintah daerah dapat lebih cepat menangani pengaduan warga sehingga warga merasa adil dan permasalahan tidak berangsur lama.

2) Hendaknya dapat lebih tegas dalam memberlakukan sanksi denda agar dapat lebih mendisiplinkan perusahaan yang tidak taat, namun disamping itu tidak membuat tenaga kerja merasa terancam kehilangan pekerjaannya.

3) Hendaknya pelaksanaan pengawasan terhadap perusahaan yang terbilang kurang patuh dalam ketaatan baku mutu dan keasadaran kelestarian bisa lebih diperketat lagi dengan penarikan laporan rutin dan teguran, sehingga tidak terjadi pengunduran waktu dalam pelaksaanan pengawasan dan penanganan pengaduan yang berdampak kepada lambannya penyelesaian kasus aduan masyrakat.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Akib, Muhammad. 2012. Politik Hukum Lingkungan (Dinamika dan Refleksinya dalam Produk Hukum Otonomi Daerah). Jakarta : Rajawali Pers.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran (Hubungan dengan Toksologi dan Senyawa Logam). Jakarta: Universitas Indonesia.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi belajar mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Hadisubroto, T. 1989. Ekologi Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Hamdan, M. 2000. Tindakan Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup. Bandung : Mandar Maju.

Hamid, Hamrat dan Pramudyanto, Bambang. 2007. Pengawasan Industri Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Edisi I. Jakarta : Granit.

Husin, Sukanda. 2009. Penegak Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Kadarman, A.M dan Udaya, Jusuf. 2001. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta : PT. Prenhallindo.

Komaruddin. 1994. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara.

Lotulung, Paulus Effendi, 1993, Bebarapa Sistem Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdulkdir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Badung : Citra Aditya Bakti.

Nurdu’a, M. Arief dan Sudharsono, Nursyam B, S.H. 1993. Hukum Lingkungan Perundang-undangan serta berbagai masalah dalam Penegakannya. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Rahmadi, Takdir. 2013. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta : Rajawali Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Edisi

kedua). Jakarta : Erlangga.

Situmorang, Vitor. M. dan Juhir, Jusuf. 1998. Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


(51)

Soedjono D. 1979, Pengamanan Hukum terhadap Perencanaan Lingkungan Akibat Industri. Bandung : Alumni.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum Cet ke-3. Jakarta: UI Press.

Soemartono, Gatot P. 1996. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Sugiharto. 1987. Lingkungan dan Berbagai Analisa Terhadap Pencemarannya.

Bandung.

Subagyo, P. Joko. 2005. Hukum Lingkungan (Masalah dan Penanggulangannya). Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Susilo, Y.Eko Budi. 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan (memahami sikap teologis manusia terhadap pencemaran lingkungan). Malang : Averroes Press.

Swastha, Basu. 1996. Azas-Azas Marketing, Edisi 3. Yogyakarta : Liberty. Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Rineka Cipta.

Perundangan

Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber daya Air

Peraturan Menteri Nomor 09 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau perusakan Lingkunngan Hidup

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri


(52)

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Lingkungan Hidup.

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 6 Tahun 2000 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten Lampung Selatan

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 04 Tahun 2002 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 02 Tahun 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lampung Selatan

Peraturan Bupati Lampung Selatan No. 36 Tahun 2008 tentang Rician Tugas Jabatan BLHD Kabupaten Lampung Selatan

Internet

http:// bps.go.id http://menlh.go.id

http://nusantara.pelitaonline.com http://www.sanitasi.or.id

http://www.scribd.com


(1)

34 Keseluruhan data yang diperoleh dari metode tersebut, kemudian dikumpulkan untuk kemudian diolah dengan menggunakan tahap-tahap, yaitu :

1) seleksi data, yaitu mengidentifikasi data yang telah terkumpul apakah data lengkap, benar dan sesuai dengan permasalahan ; 2) klasifikasi data, yaitu penempatan data ditetapkan sesuai dengan

bidang atau pokok bahasan sehingga diperoleh data yang objektif dan mudah dalam mengnalisanya ;

3) sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis.

3.4. Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara data atau informasi yang dikumpulkan selanjutnya diolah, dipaparkan dan akhirnya dianalisis dengan berdasarkan konsep, teori atau pembahasan untuk menjawab permasalahan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1) Pengawasan Pemerintah daerah dalam pengelolaan limbah, yaitu: a. inspeksi lapangan

b. meminta laporan rutin limbah perusahaan c. uji sample limbah

d. pembinaan

e. pemberlakuan sanksi

2) Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah, antara lain:

a. APBD yang minim sehingga dalam pengawasan, survey, dan pelaksanaan kegiatan lainnya dirasa masih kurang masksimal. b. Kurangnya jumlah sumber daya manusia.

c. Kebijakan pemerintah yang kurang tegas dalam memberlakukan sanksi, mengingat himbauan pemerintah agar tidak membuat investor merasa tidak nyaman atau takut karena sanksi yang terlalu tegas.


(3)

d. BLHD Lampung Selatan belum memiliki pos pengaduan, sehingga untuk menerima laporan pengaduan, dilayani beberapa staff yang bukan bidangnya, memperlambat proses pengaduan. e. Belum menerapkan Permen LH dengan baik, mengingat status

tenaga kerja di industry apabila diberlakukan sanksi pembekuan izin.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan di atas, peneliti mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:

1) Sebaiknya pemerintah daerah dapat lebih cepat menangani pengaduan warga sehingga warga merasa adil dan permasalahan tidak berangsur lama.

2) Hendaknya dapat lebih tegas dalam memberlakukan sanksi denda agar dapat lebih mendisiplinkan perusahaan yang tidak taat, namun disamping itu tidak membuat tenaga kerja merasa terancam kehilangan pekerjaannya.

3) Hendaknya pelaksanaan pengawasan terhadap perusahaan yang terbilang kurang patuh dalam ketaatan baku mutu dan keasadaran kelestarian bisa lebih diperketat lagi dengan penarikan laporan rutin dan teguran, sehingga tidak terjadi pengunduran waktu dalam pelaksaanan pengawasan dan penanganan pengaduan yang berdampak kepada lambannya penyelesaian kasus aduan masyrakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Akib, Muhammad. 2012. Politik Hukum Lingkungan (Dinamika dan Refleksinya dalam Produk Hukum Otonomi Daerah). Jakarta : Rajawali Pers.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran (Hubungan dengan Toksologi dan Senyawa Logam). Jakarta: Universitas Indonesia.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi belajar mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Hadisubroto, T. 1989. Ekologi Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Hamdan, M. 2000. Tindakan Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup. Bandung : Mandar Maju.

Hamid, Hamrat dan Pramudyanto, Bambang. 2007. Pengawasan Industri Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Edisi I. Jakarta : Granit.

Husin, Sukanda. 2009. Penegak Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Kadarman, A.M dan Udaya, Jusuf. 2001. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta : PT. Prenhallindo.

Komaruddin. 1994. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara.

Lotulung, Paulus Effendi, 1993, Bebarapa Sistem Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdulkdir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Badung : Citra Aditya Bakti.

Nurdu’a, M. Arief dan Sudharsono, Nursyam B, S.H. 1993. Hukum Lingkungan

Perundang-undangan serta berbagai masalah dalam Penegakannya. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Rahmadi, Takdir. 2013. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta : Rajawali Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Edisi

kedua). Jakarta : Erlangga.

Situmorang, Vitor. M. dan Juhir, Jusuf. 1998. Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


(5)

Soedjono D. 1979, Pengamanan Hukum terhadap Perencanaan Lingkungan Akibat Industri. Bandung : Alumni.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum Cet ke-3. Jakarta: UI Press.

Soemartono, Gatot P. 1996. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Sugiharto. 1987. Lingkungan dan Berbagai Analisa Terhadap Pencemarannya.

Bandung.

Subagyo, P. Joko. 2005. Hukum Lingkungan (Masalah dan Penanggulangannya). Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Susilo, Y.Eko Budi. 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan (memahami sikap teologis manusia terhadap pencemaran lingkungan). Malang : Averroes Press.

Swastha, Basu. 1996. Azas-Azas Marketing, Edisi 3. Yogyakarta : Liberty. Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Rineka Cipta.

Perundangan

Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber daya Air

Peraturan Menteri Nomor 09 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau perusakan Lingkunngan Hidup

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri


(6)

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Lingkungan Hidup.

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 6 Tahun 2000 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten Lampung Selatan

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 04 Tahun 2002 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 02 Tahun 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lampung Selatan

Peraturan Bupati Lampung Selatan No. 36 Tahun 2008 tentang Rician Tugas Jabatan BLHD Kabupaten Lampung Selatan

Internet

http:// bps.go.id http://menlh.go.id

http://nusantara.pelitaonline.com http://www.sanitasi.or.id

http://www.scribd.com