Kode Etik Ahli Gizi

(1)

KODE ETIK AHLI GIZI DI INDONESIA,

AMERIKA DAN KANADA

Makalah

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah

Nutrition Professional Ethics

Oleh

Fepy Sisiliay (A2/145070300111024)

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2015


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

llmu gizi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara makanan yang dimakan dengan kesehatan tubuh yang diakibatkannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dampak globalisasi menuntut tenaga gizi yang handal dan profesional serta tanggap dalam mengantisipasi perkembangan masalah gizi baik nasional maupun internasional. Oleh karena itu diperlukan pengembangan sumberdaya manusia sebagai ahli gizi professional di Indonesia yang berkesinambungan dan mempunyai daya saing internasional.

Kode etik adalah aturan tertulis yang harus dipatuhi oleh profesi yang terkait. Sedangkan ahli gizi adalah seseorang yang memiliki kehalian khusus dalam bidang makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Oleh karena itu kode etik ahli gizi adalah peraturan yang harus dilakukan ahli gizi dalam berinteraksi dengan orang lain baik itu klien maupun teman seprofesi. Disetiap negara mempunyai kode etik ahli gizi yang berbeda-beda. Hal tersebut mengacu pada keadaan negara tersebut dan tujuan dari ahli gizi negara tersebut dalam menyelesaikan masalah gizinya. Sebagai calon ahli gizi, seseorang perlu memahami kode etik ahli gizi dari Indonesia agar bisa mulai membiasakan sikap ahli gizi pada dirinya. Kode etik dari negara lain dapat dijadikan sebagai referensi agar bisa memajukan ahli gizi di Indonesia.

Peran ahli gizi sebagai suatu profesi dalam hal penelitian merupakan salah satu kompetensi yang harus dilakukan oleh ahli gizi, seperti yang tertulis didalam kepmenkes nomer 347 tahun 2007, maka seorang ahli gizi harus selalu melakukan penelitian-penelitian gizi guna untuk meningkatkan pengetahuan serta menemukan sesuatu yang baru untuk kepentingan bersama, dan melalui penelitiannya diharapkan mampu meningkatkan status gizi pada masyarakat, serta memecahkan masalah gizi di masyarakat.

Dalam menerapkan kode etik, ahli gizi wajib melakukannya sesuai kewajiban yang meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap klien, kewajiban terhadap masyarakat, kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja serta kewajiban terhadap profesi dan diri sendiri. Kode etik ahli gizi ini dibuat atas prinsip bahwa


(3)

organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya. Kode etik ini berlaku setelah hari dari disahkannya kode etik ini oleh sidang tertinggi profesi sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga profesi gizi.

1.2Rumusan Masalah

1. Apa isi kode etik ahli gizi di Indonesia?

2. Apa peran ahli gizi sebagai tenaga kerja professional? 3. Apa peran ahli gizi di bidang masyarakat?

4. Apa isi kode etik ahli gizi di Amerika dan Kanada?

5. Bagaimana perbedaan kode etik ahli gizi di Indonesia, Amerika dan Kanada? 1.3Tujuan

1. Untuk mengetahui isi kode etik ahli gizi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui peran ahli gizi sebagai tenaga kerja professional? 3. Untuk mengetahui peran ahli gizi di bidang masyarakat.

4. Untuk mengetahui isi kode etik profesi gizi di Amerika, dan Kanada.

5. Untuk mengetahui perbedaan kode etik ahli gizi di Indonesia, Amerika, dan Kanada.

1.4Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan sebagai bahan kajian untuk para pembaca khususnya ahli gizi agar lebih faham tentang kewajiban-kewajiban seorang ahli gizi baik kewajiban umum, kewajiban terhadap masyarakat serta terhadap profesi. Selain itu dengan adanya makalah ini, diharapkan agar sebagai ahli gizi dapat menerapkan perannya sebagai tenaga kerja professional dan di bidang masyarakat serta mengetahui kode etik ahli gizi serta perbedaan kode etik ahli gizi di Indonesia, Amerika dan Kanada.


(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Kode Etik Ahli Gizi di Indonesia

Ahli Gizi yang melaksanakan profesi gizi mengabdikan diri dalam upaya memelihara dan memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan gizi, pengembangan ilmu dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilainilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik profesinya (Persagi, 2010).

a. Kewajiban Umum

1. Meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat

2. Menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan diri sendiri

3. Menjalankan profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan. 4. Menjalankan profesinya bersikap jujur, tulus dan adil.

5. Menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi terkini, dan dalam menginterpretasikan informasi hendaknya objektif tanpa membedakan individu dan dapat menunjukkan sumber rujukan yang benar.

6. Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan.

7. Melakukan profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.

8. Berkerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun lainnya berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.


(5)

b. Kewajiban terhadap Klien

1. Memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan gizi atau di masyarakat umum.

2. Menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat klien masih atau sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien meninggal dunia kecuali bila diperlukan untuk keperluan kesaksian hukum. 3. Menjalankan profesinya senantiasa menghormati dan menghargai kebutuhan

unik setiap klien yang dilayani dan peka terhadap perbedaan budaya, dan tidak melakukan diskriminasi dalam hal suku, agama, ras, status sosial, jenis kelamin, usia dan tidak menunjukkan pelecehan seksual.

4. Memberikan pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat.

5. Memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan informasi tersebut.

6. Apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang mempunyai keahlian.

c. Kewajiban terhadap Masyarakat

1. Melindungi masyarakat umum khususnya tentang penyalahgunaan pelayanan, informasi yang salah dan praktek yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan termasuk makanan dan terapi gizi/diet.

2. Memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi faktual, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

3. Melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah masalah gizi di masyarakat.

4. Peka terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah terjadinya masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat.

5. Memberi contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang seimbang sesuai dengan nilai paktek gizi individu yang baik.

6. Dalam bekerja sama dengan profesional lain di masyarakat, Ahli Gizi berkewajiban hendaknya senantiasa berusaha memberikan dorongan, dukungan, inisiatif, dan bantuan lain dengan sungguh-sungguh demi tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di masyarakat.


(6)

7. Mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban senantiasa tidak dengan cara yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi atau menyesatkan masyarakat.

d. Kewajiban terhadap Teman Seprofesi dan Mitra Kerja

1. Melakukan promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi masyarakat secara optimal, berkewajiban senantiasa bekerjasama dan menghargai berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat.

2. Memelihara hubungan persahabatan yang harmonis dengan semua organisasi atau disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya meningkatkan status gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat. 3. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaru kepada sesama

profesi dan mitra kerja.

e. Kewajiban terhadap Profesi dan Diri Sendiri

1. Mentaati, melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang dicanangkan oleh profesi.

2. Memajukan dan memperkaya pengetahuan dan keahlian yang diperlukan dalam menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi terkini serta peka terhadap perubahan lingkungan.

3. Menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani mengemukakan pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan hati dan mau menerima pendapat orang lain yang benar.

4. Menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan pribadi termasuk menerima uang selain imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, meskipun dengan pengetahuan klien/masyarakat (tempat dimana ahli gizi diperkerjakan).

5. Tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa orang lain untuk melawan hukum.

6. Memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja dengan baik. 7. Melayani masyarakat umum tanpa memandang keuntungan perseorangan

atau kebesaran seseorang.

8. Selalu menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi profesi f. Prinsip-prinsip kode etik


(7)

Profesi Gizi mengabdikan diri dalam upaya kesejahteraan dan kecerdasan bangsa, upaya perbaikan gizi, memajukan dan mengembangkan ilmu dan teknologi gizi serta ilmu-ilmu yang berkaitan dan meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat. Sebagai tenaga gizi profesional, seorang ahli gizi dan ahli madya gizi harus melakukan tugas-tugasnya atas dasar :

1. Kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh akan kewajiban terhadap bangsa dan negara.

2. Keyakinan penuh bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu unsur penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat.

3. Tekad bulat untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi tercapainya masyarakat adil, makmur dan sehat sentosa.

Untuk itu, seorang ahli gizi dan ahli madya gizi dalam melakukan tugasnya perlu senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik profesi, baik dalam hubungan dengan pemerintah bangsa, negara, masyarakat, profesi maupun dengan diri sendiri.

Dengan melihat cakupan dan kode etik tersebut, disimpulkan bahwa profesi gizi berperan dalam kebijakan sistem pelayanan kesehatan, mendidik dan mengintervensi individu, kelompok, masyarakat serta meneliti dan mengembangkan demi menjaga mutu pelayanan. Oleh karena itu, perlu disusun standar kompetensi ahli gizi dan ahli madya gizi Indonesia yang dilandasi dengan peran-peran ahli gizi dan ahli madya gizi sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, penyelia, pemasar, anggota tim dan pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis.

2.2Peran Ahli Gizi sebagai Tenaga Kerja Profesional

Ahli gizi atau Registered Dietitien (RD) adalah sarjana gizi yang telah mengikuti pendidikan profesi gizi (dietetic internship) dan dinyatakan lulus setelah mengikuti ujian kompetensi profesi gizi, yang kemudian diberi hak untuk mengurus ijin memberikan pelayanan dan menyelenggarakan praktek gizi (Persagi, 2010). RD bertugas melakukan pengkajian gizi, menentukan diagnosa gizi, menentukan dan mengimplementasikan intervensi gizi, dan kemudian melakukan visite berkala untuk


(8)

memonitor dan mengevaluasi perkembangan kondisi pasien. Selain itu, RD juga bertugas melakukan edukasi gizi untuk pencegahan penyakit dan konseling gizi untuk kondisi kronis (ADA, 2009). Sebagai ahli gizi profesional, hendaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.

2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan. 3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.

4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang berlaku.

5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya.

6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan.

7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya.

8. Pekerjaan/sumber utama seumur hidup.

9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif. 10.Otonomi dalam melakukan tindakan.

11.Melakukan ikatan profesi, lisensi jalur karir.

12.Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik. 13.Alturism (memiliki sifat kemanusiaan dan loyalitas yang tinggi).

Di Indonesia, Ahli Gizi termasuk Ahli Madya Gizi sebagai pekerja profesional harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis. 2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga professional.

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.

4. Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah. 5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas.

6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur. 7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah. 8. Memiliki etika.

9. Ahli Gizi.


(9)

11.Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

12.Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi. 2.3Peran Ahli Gizi di Bidang Masyarakat

Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi (Nasihah, 2010), yaitu sebagai berikut :

a. Dietisien

Dietisien adalah seseorang yang memiliki pendidikan gizi, khususnya dietetik, yang bekerja untuk menerapkan prinsip-prinsip gizi dalam pemberian makan kepada individu atau kelompok, merencanakan menu, dan diet khusus, serta mengawasi penyelenggaraan dan penyajian makanan (Kamus Gizi, 2010). b. Konselor gizi

Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain (klien) mengenali mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien untuk mencari dan memilih cara pemecahan masalah gizi secara mudah sehingga dapat dilaksanakan oleh klien secara efektif dan efisien. Konseling biasanya dilakukan lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan klien yang bertujuan untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan (Magdalena, 2010).

c. Penyuluh gizi

Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang merupakan suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah bahan makanan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku perorangan atau masyarakat dalam mengonsumsi makanan sehingga meningkatkan kesehatan dan gizinya (Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi sebagian besarnya dilakukan dengan metode ceramah (komunikasi satu arah), walaupun sebenarnya masih ada beberapa metode lainnya yang dapat digunakan. Berbeda dengan konseling yang komunikasinya dilakukan lebih pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih umum dan biasanya dapat menjangkau sasaran yang lebih banyak.


(10)

Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya peran ahli gizi di dalam masyarakat, diharapkan dapat membantu memperbaiki status kesehatan masyarakat, khususnya melalui berbagai upaya preventif (pencegahan).

Melalui ahli gizilah salah satu caranya masyarakat dapat mengetahui berbagai informasi-informasi dan isu-isu kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan gizi. Jika dilakukan tatap muka, masyarakat pun dapat langsung berinteraksi dengan ahli gizi dan berkonsultasi langsung dengan mudah mengenai permasalahan gizi yang mereka hadapi. Ahli gizi yang memberikan penyuluhan dan konseling pun hendaknya memiliki bekal pengetahuan dan wawasan yang cukup yang harus terus ditambah dan diperbaharui setiap waktu.

2.4Kode Etik Ahli Gizi di Amerika dan Kanada a. Kode Etik Ahli Gizi di Amerika

American Dietetic Association (ADA) dan badan kepercayaan, Commission on Dietetic Registration (CDR), mempercayai kepentingan profesi dan pelayanan masyarakat yang memiliki Kode Etik di tempat yang menyediakan pedoman praktisi dietetik pada praktek profesional dan tingkah lakunya. Para praktisi dietetik memegang adopsi terhadap Kode Etik ini untuk mencerminkan nilai-nilai dan prinsip etik yang memandu profesi dietetik dan kumpulan komitmen serta kewajiban dari praktisi dietetik kepada masyarakat, klien, profesi, rekan kerja dan profesional lainnya.

 Kode Etik Berlaku untuk Praktisi berikut :

1. Anggota American Dietetic Association yang Terdaftar ahli gizi (RDS) atau Teknisi Dietetik, Terdaftar (DTR).

2. Kecuali untuk bagian yang semata-mata berhubungan dengan kepercayaan, untuk semua anggota American Dietetic Association yang tidak RDS atau DTR, dan

3. Kecuali untuk aspek yang semata-mata berhubungan dengan keanggotaan, semua RDS dan DTR yang bukan anggota dari American Dietetic Association (ADA).


(11)

 Prinsip-prinsip Mendasar

1. Para praktisi melakukan dietetik dirinya dengan kejujuran, integritas dan keadilan.

2. Para praktisi dietetik mendukung dan mempromosikan standar praktek profesional. Praktisi menerima kewajiban untuk melindungi klien, masyarakat dan profesi dengan menjunjung tinggi Kode Etik Profesi Diet dan dengan melaporkan pelanggaran yang dirasakan melalui proses yang ditetapkan oleh American Dietetic Association dan badan kepercayaan Komisi Registrasi Dietetik.

 Tanggung Jawab Kepada Masyarakat

1. Praktisi memperhatikan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat setiap saat.

2. Para praktisi dietetik mematuhi semua hukum dan peraturan yang berlaku atau terkait dengan profesi atau kewajiban etis praktisi seperti yang dijelaskan dalam Kode Etik ini.

3. Para praktisi dietetik menyediakan pelayanan profesional secara objektif dan menghormati kebutuhan yang unik dan nilai-nilai individu.

4. Para praktisi dietetik tidak terlibat dalam praktik palsu atau menyesatkan. 5. Para praktisi dietetik menarik diri dari praktek profesional ketika tidak mampu memenuhi tugas profesionalnya dan tanggung jawab kepada klien.

 Tanggung Jawab kepada Klien

1. Jika praktisi dietetik tidak mampu untuk menangani dan melakukan pertimbangan secara profesional dalam sebuah kasus yang bukan keahliannya maka dapat bekerja sama dengan orang lain, mencari nasihat, atau membuat rujukan yang sesuai.

2. Para praktisi dietetik memperlakukan klien dan pasien dengan hormat dan pertimbangan.

3. Para praktisi dietetik merahasiakan informasi mengenai klien dan membuat pengungkapan penuh tentang segala keterbatasan pada kemampuannya untuk menjamin kerahasiaan penuh.


(12)

4. Para praktisi dietetic, dalam menangani dan memberikan layanan kepada klien dan lain-lain, sesuai dengan prinsip yang sama yang ditetapkan di atas dalam “Tanggung Jawab Kepada Publik”

 Tanggung Jawab untuk Profesi

1. Para praktisi dietetik mempraktekan diet berdasarkan prinsip berbasis fakta dan informasi saat ini.

2. Para praktisi dietetik menyajikan informasi yang handal dan didukung menafsirkan informasi kontroversial tanpa prasangka perorangan, dengan menyadari bahwa perbedaan pendapat yang sah.

3. Para praktisi dietetik mengasumsikan tanggung jawab seumur hidup dan akuntabilitas terhadap kompetensi perorangan dalam praktek, konsisten dengan standar profesional yang berlaku, terus berjuang untuk meningkatkan pengetahuan profesional dan keterampilan serta menerapkannya dalam praktek .

4. Para praktisi dietetik adalah waspada terhadap terjadinya konflik nyata atau konflik kepentingan yang potensial dan mengambil tindakan yang tepat bila terjadi konflik.

5. Para praktisi dietetik mengijinkan penggunaan nama yang bersangkutan untuk kepentingan sertifikasi bahwa layanan dietetik telah diberikan hanya jika dia telah memberikan atau mengawasi penyediaan layanan tersebut.

6. Para praktisi dietetik menyajikan kualifikasi professional yang akurat dan terpercaya.

7. Para praktisi dietetik tidak mengundang, menerima atau menawarkan hadiah, insentif moneter, atau pertimbangan lain yang mempengaruhi atau memberikan penampilan layak yang mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

 Tanggung Jawab untuk Kolega dan Profesional Lain

1. Praktisi menunjukkan penghormatan terhadap nilai-nilai, hak, pengetahuan dan keterampilan rekan serta profesional lainnya.


(13)

b. Kode etik ahli gizi di Kanada

Kode Etik adalah struktur yang memungkinakan individu untuk mengubah pribadi dan nilai profesionalnya menjadi tindakan dan menyediakan jaminan masyarakat yang praktek professional dalam kepentingan masyarakat. Pada tahun1987 Kode Etik dikembangkan oleh Canadian Dietetic Association (nantinya Dietitian of Canada) dan diadopsi oleh College of Dietitian of Ontario pada tahun 1996, menggambarkan kesesuaian professional tingkah laku bagi dietisien di Kanada.

 Tanggung Jawab kepada Klien

1. Untuk menjaga integritas dan empati dalam praktek professional.

2. Untuk berusaha untuk obyektivitas penilaian dalam hal-hal seperti kerahasiaan dan konflik kepentingan.

3. Untuk bekerja secara kooperatif dengan rekan kerja, profesional lain dan orang awam.

4. Untuk mendapatkan izin diberitahukannya, bagi infasif kami atau prosedur eksperinmental.

 Tanggung Jawab kepada Masyarakat

1. Untuk mempertahankan standar yang tinggi dari kompetensi perseorangan melalui melanjutkan pendidikan dan evaluasi kritis berkelanjutan dari pengalaman profesional.

2. Untuk melindungi anggota masyarakat terhadap perilaku yang tidak etis atau tidak kompetennya rekan kerja atau sesama profesional kesehatan lainnya.

3. Untuk memastikan bahwa masyarakat kita diberitahu tentang sifat dari setiap perawatan gizi atau saran dan pengaruh yang mungkin terjadi. 4. Untuk mendukung kemajuan dan penyebaran nutrisi dan terkait

pengetahuan dan keterampilan.  Tanggung Jawab untuk Profesi

1. Untuk mendukung orang lain dalam mengejar tujuan profesional. 2. Untuk mendukung pelatihan dan pendidikan calon anggota profesi. 3. Untuk melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang mempromosikan


(14)

2.5Perbedaan Kode Etik Gizi di Indonesia, Amerika dan Kanada

Indonesia  Lebih mengatur pada sikap ahli gizi terhadap klien, masyarakat, mitra kerja, profesi bahakan pada diri sendiri agar ahli gizi dapat dipercaya di masyarakat.

 Kode etik ahli gizi di Indonesia dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.

Amerika  Amerika lebih menekankan tanggunng jawab yang perlu dilakukan ahli gizi.

 Kode etik diberlakukan untuk mendukung dan mempromosikan standar praktek professional.

Kanada  Kode etik di Kanada lebih banyak yang mengatur tentang pentingnya peningkatan pengetahuan ahli gizi seperti kode etik yang berbunyi “Untuk mempertahankan standar yang tinggi kompetensi pribadi melalui melanjutkan pendidikan dan evaluasi kritis berkelanjutan pengalaman professional” serta “Untuk mendukung pelatihan dan pendidikan calon anggota profesi”.

 Kode etik diberlakukan untuk menjaga standar kompetensi yang tinggi dan integritas praktek profesional.

 Tidak terdapatnya tanggung jawab terhadap teman seprofesi dan mitra kerja serta tanggung jawab terhadap diri sendiri.


(15)

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

1. Kode etik adalah aturan tertulis yang harus dipatuhi oleh profesi yang terkait. Sedangkan ahli gizi adalah seseorang yang memiliki kehalian khusus dalam bidang makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Oleh karena itu kode etik ahli gizi adalah peraturan yang harus dilakukan ahli gizi dalam berinteraksi dengan orang lain baik itu klien maupun teman seprofesi. Disetiap negara mempunyai kode etik ahli gizi yang berbeda-beda.

2. Dalam menerapkan kode etik, ahli gizi wajib melakukannya sesuai kewajiban yang meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap klien, kewajiban terhadap masyarakat, kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja serta kewajiban terhadap profesi dan diri sendiri. Kode etik ahli gizi ini dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.

3. Ahli gizi atau Registered Dietitien (RD) adalah sarjana gizi yang telah mengikuti pendidikan profesi gizi (dietetic internship) dan dinyatakan lulus setelah mengikuti ujian kompetensi profesi gizi, yang kemudian diberi hak untuk mengurus ijin memberikan pelayanan dan menyelenggarakan praktek gizi. RD bertugas melakukan pengkajian gizi, menentukan diagnosa gizi, menentukan dan mengimplementasikan intervensi gizi, dan kemudian melakukan visite berkala untuk memonitor dan mengevaluasi perkembangan kondisi pasien.

4. Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi. Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan. 5. Kode etik ahli gizi di Indonesia lebih mengatur pada sikap ahli gizi terhadap

klien, masyarakat, mitra kerja, profesi bahakan pada diri sendiri agar ahli gizi dapat dipercaya di masyarakat dan dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek


(16)

profesinya. Kode etik ahli gizi di Amerika lebih menekankan tanggunng jawab yang perlu dilakukan ahli gizi dan diberlakukan untuk mendukung dan mempromosikan standar praktek professional.sedangkan kode etik ahli gizi di Kanada lebih banyak yang mengatur tentang pentingnya peningkatan pengetahuan ahli gizi seperti kode etik yang berbunyi “Untuk mempertahankan standar yang tinggi kompetensi pribadi melalui melanjutkan pendidikan dan evaluasi kritis berkelanjutan pengalaman professional” serta “Untuk mendukung pelatihan dan pendidikan calon anggota profesi” dan diberlakukan untuk menjaga standar kompetensi yang tinggi dan integritas praktek profesional. 3.2Saran

Sebagai ahli gizi sudah seharusnya menerapkan sesuai dengan kode etik yang ada, yaitu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Gizi. Selain itu, perlu adanya peningkatan standarisasi kompetensi ataupun standarisasi praktek professional seperti yang diterapkan oleh negara Amerika dan Kanada agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat.


(17)

DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2009. American Dietetic Association/Commission on Dietetic Registration Code of Ethics for the Profession of Dietetics and Process for Consideration of Ethics

Issues. http://www.bu.edu/sargent/files/2009/09/ADA-Code-of-Ethics-8-13.pdf.

(Diakses pada tanggal 15 April 2015).

Almatsier, Sunita. 2006. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan. Penuntun Diet Edisi Terbaru. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

College of Dietitians of Ontario. 1999. Code of Ethics for The Dietetic Profession in

Canada.

http://www.collegeofdietitians.org/Resources/Professional-Practice/Standards-of-Practice/CodeOfEthicsInterpretiveGuide.aspx. (Diakses pada tanggal 15 April 2015).

MenKes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/MENKES/SK/III/2007

Tentang Standar Profesi Gizi.

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20374%20ttg %20Standar%20Profesi%20Gizi.pdf. (Diakses pada tanggal 15 April 2015). Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi sebagai Penyuluh dan Konselor Gizi.

Persagi. 2010. Standar Profesi Gizi. http://persagi.org (Diakses pada tanggal 15 April 2015).


(1)

4. Para praktisi dietetic, dalam menangani dan memberikan layanan kepada klien dan lain-lain, sesuai dengan prinsip yang sama yang ditetapkan di atas dalam “Tanggung Jawab Kepada Publik”

 Tanggung Jawab untuk Profesi

1. Para praktisi dietetik mempraktekan diet berdasarkan prinsip berbasis fakta dan informasi saat ini.

2. Para praktisi dietetik menyajikan informasi yang handal dan didukung menafsirkan informasi kontroversial tanpa prasangka perorangan, dengan menyadari bahwa perbedaan pendapat yang sah.

3. Para praktisi dietetik mengasumsikan tanggung jawab seumur hidup dan akuntabilitas terhadap kompetensi perorangan dalam praktek, konsisten dengan standar profesional yang berlaku, terus berjuang untuk meningkatkan pengetahuan profesional dan keterampilan serta menerapkannya dalam praktek .

4. Para praktisi dietetik adalah waspada terhadap terjadinya konflik nyata atau konflik kepentingan yang potensial dan mengambil tindakan yang tepat bila terjadi konflik.

5. Para praktisi dietetik mengijinkan penggunaan nama yang bersangkutan untuk kepentingan sertifikasi bahwa layanan dietetik telah diberikan hanya jika dia telah memberikan atau mengawasi penyediaan layanan tersebut.

6. Para praktisi dietetik menyajikan kualifikasi professional yang akurat dan terpercaya.

7. Para praktisi dietetik tidak mengundang, menerima atau menawarkan hadiah, insentif moneter, atau pertimbangan lain yang mempengaruhi atau memberikan penampilan layak yang mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

 Tanggung Jawab untuk Kolega dan Profesional Lain

1. Praktisi menunjukkan penghormatan terhadap nilai-nilai, hak, pengetahuan dan keterampilan rekan serta profesional lainnya.


(2)

b. Kode etik ahli gizi di Kanada

Kode Etik adalah struktur yang memungkinakan individu untuk mengubah pribadi dan nilai profesionalnya menjadi tindakan dan menyediakan jaminan masyarakat yang praktek professional dalam kepentingan masyarakat. Pada tahun1987 Kode Etik dikembangkan oleh Canadian Dietetic Association (nantinya Dietitian of Canada) dan diadopsi oleh College of Dietitian of Ontario pada tahun 1996, menggambarkan kesesuaian professional tingkah laku bagi dietisien di Kanada.

 Tanggung Jawab kepada Klien

1. Untuk menjaga integritas dan empati dalam praktek professional.

2. Untuk berusaha untuk obyektivitas penilaian dalam hal-hal seperti kerahasiaan dan konflik kepentingan.

3. Untuk bekerja secara kooperatif dengan rekan kerja, profesional lain dan orang awam.

4. Untuk mendapatkan izin diberitahukannya, bagi infasif kami atau prosedur eksperinmental.

 Tanggung Jawab kepada Masyarakat

1. Untuk mempertahankan standar yang tinggi dari kompetensi perseorangan melalui melanjutkan pendidikan dan evaluasi kritis berkelanjutan dari pengalaman profesional.

2. Untuk melindungi anggota masyarakat terhadap perilaku yang tidak etis atau tidak kompetennya rekan kerja atau sesama profesional kesehatan lainnya.

3. Untuk memastikan bahwa masyarakat kita diberitahu tentang sifat dari setiap perawatan gizi atau saran dan pengaruh yang mungkin terjadi. 4. Untuk mendukung kemajuan dan penyebaran nutrisi dan terkait

pengetahuan dan keterampilan.  Tanggung Jawab untuk Profesi


(3)

2.5Perbedaan Kode Etik Gizi di Indonesia, Amerika dan Kanada

Indonesia  Lebih mengatur pada sikap ahli gizi terhadap klien, masyarakat, mitra kerja, profesi bahakan pada diri sendiri agar ahli gizi dapat dipercaya di masyarakat.

 Kode etik ahli gizi di Indonesia dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.

Amerika  Amerika lebih menekankan tanggunng jawab yang perlu dilakukan ahli gizi.

 Kode etik diberlakukan untuk mendukung dan mempromosikan standar praktek professional.

Kanada  Kode etik di Kanada lebih banyak yang mengatur tentang pentingnya peningkatan pengetahuan ahli gizi seperti kode etik yang berbunyi “Untuk mempertahankan standar yang tinggi kompetensi pribadi melalui melanjutkan pendidikan dan evaluasi kritis berkelanjutan pengalaman professional” serta “Untuk mendukung pelatihan dan pendidikan calon anggota profesi”.

 Kode etik diberlakukan untuk menjaga standar kompetensi yang tinggi dan integritas praktek profesional.

 Tidak terdapatnya tanggung jawab terhadap teman seprofesi dan mitra kerja serta tanggung jawab terhadap diri sendiri.


(4)

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

1. Kode etik adalah aturan tertulis yang harus dipatuhi oleh profesi yang terkait. Sedangkan ahli gizi adalah seseorang yang memiliki kehalian khusus dalam bidang makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Oleh karena itu kode etik ahli gizi adalah peraturan yang harus dilakukan ahli gizi dalam berinteraksi dengan orang lain baik itu klien maupun teman seprofesi. Disetiap negara mempunyai kode etik ahli gizi yang berbeda-beda.

2. Dalam menerapkan kode etik, ahli gizi wajib melakukannya sesuai kewajiban yang meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap klien, kewajiban terhadap masyarakat, kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja serta kewajiban terhadap profesi dan diri sendiri. Kode etik ahli gizi ini dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.

3. Ahli gizi atau Registered Dietitien (RD) adalah sarjana gizi yang telah mengikuti pendidikan profesi gizi (dietetic internship) dan dinyatakan lulus setelah mengikuti ujian kompetensi profesi gizi, yang kemudian diberi hak untuk mengurus ijin memberikan pelayanan dan menyelenggarakan praktek gizi. RD bertugas melakukan pengkajian gizi, menentukan diagnosa gizi, menentukan dan mengimplementasikan intervensi gizi, dan kemudian melakukan visite berkala untuk memonitor dan mengevaluasi perkembangan kondisi pasien.

4. Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi. Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan. 5. Kode etik ahli gizi di Indonesia lebih mengatur pada sikap ahli gizi terhadap


(5)

profesinya. Kode etik ahli gizi di Amerika lebih menekankan tanggunng jawab yang perlu dilakukan ahli gizi dan diberlakukan untuk mendukung dan mempromosikan standar praktek professional.sedangkan kode etik ahli gizi di Kanada lebih banyak yang mengatur tentang pentingnya peningkatan pengetahuan ahli gizi seperti kode etik yang berbunyi “Untuk mempertahankan standar yang tinggi kompetensi pribadi melalui melanjutkan pendidikan dan evaluasi kritis berkelanjutan pengalaman professional” serta “Untuk mendukung pelatihan dan pendidikan calon anggota profesi” dan diberlakukan untuk menjaga standar kompetensi yang tinggi dan integritas praktek profesional. 3.2Saran

Sebagai ahli gizi sudah seharusnya menerapkan sesuai dengan kode etik yang ada, yaitu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Gizi. Selain itu, perlu adanya peningkatan standarisasi kompetensi ataupun standarisasi praktek professional seperti yang diterapkan oleh negara Amerika dan Kanada agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2009. American Dietetic Association/Commission on Dietetic Registration Code of Ethics for the Profession of Dietetics and Process for Consideration of Ethics

Issues. http://www.bu.edu/sargent/files/2009/09/ADA-Code-of-Ethics-8-13.pdf.

(Diakses pada tanggal 15 April 2015).

Almatsier, Sunita. 2006. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan. Penuntun Diet Edisi Terbaru. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

College of Dietitians of Ontario. 1999. Code of Ethics for The Dietetic Profession in

Canada.

http://www.collegeofdietitians.org/Resources/Professional-Practice/Standards-of-Practice/CodeOfEthicsInterpretiveGuide.aspx. (Diakses pada tanggal 15 April 2015).

MenKes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/MENKES/SK/III/2007

Tentang Standar Profesi Gizi.

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20374%20ttg %20Standar%20Profesi%20Gizi.pdf. (Diakses pada tanggal 15 April 2015).

Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi sebagai Penyuluh dan Konselor Gizi.

Persagi. 2010. Standar Profesi Gizi. http://persagi.org (Diakses pada tanggal 15 April 2015).