18
lain- lain‖. Dengan kata lain, istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek
psikologis dibalik konfrontasi fisik yang terjadi, istilah ―conflict‖ menjadi begitu meluas sehingga beresiko kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal.
2.2.2 Teori Konflik
Wirawan 2010, mengatakan bahwa konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang
beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama dan kepercayaan, aliran politik serta budaya
dan tujuan hidupnya. Dan dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Dan konflik merupakan proses pertentangan yang
diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai obyek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang
menghasilkan keluaran konflik. Sedangkan Fisher dkk 2001 mengatakan bahwa konflik adalah suatu
kenyataan hidup yang tidak terhindarkan dan konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau kelompok yang memiliki atau merasa
memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Menurut Fisher dkk, ada 6 enam teori yang dapat digunakan untuk memahami penyebab konflik, yang diantaranya:
1. Teori hubungan masyarakat, teori ini menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
2. Teori negoisasi prinsip. Teori ini menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
3. Teori kebutuhan manusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik yang
berakar dapat disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia —fisik, mental
dan sosial —yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas,
pengakuan, partisipasi dan otonomi sering menjadi inti pembicaraan.
19
4. Teori Identitas. Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan karena
identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di massa lalu yang tidak terselesaikan.
5. Teori kesalah-pahaman antar budaya. Teori ini berasumsi bahwa
konflik disebabkan oleh ketidak-cocokan dalam cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda.
6. Teori transormasi konflik. Teori ini berasumsi bahwa konflik
disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Dalam hal tersebut, Fisher juga berpendapat bahwa ada beberapa hal yang melatar belakangi sebuah konflik, diantaranya:
1. Kekuasaan. Kekuasaan adalah unsur penting dalam setiap masalah
manusia: suatu konflik sering berpusat pada usaha untuk memperoleh kekuasaan yang lebih besar atau kekawatiran akan kehilangan
kekuasaan. 2.
Budaya. Budaya sangat menentukan cara seseorang dalam berfikir dan bertindak. Masyarakat menghormati budayanya sendiri, dan sering
mempertahankan dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar. Konflik bisa terjadi karena ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi
diantara berbagai budaya yang berbeda. 3.
Identitas. Identitas diperoleh dari rasa memiliki suatu budaya. Dalam konflik, apa yang dirasakan orang mengenai siapa diri mereka dapat
berubah dan menjadi sumber kekuatan untuk melakukan peningkatan. Pada waktu yang sama, cara pandang orang lain terhadap satu individu
lain atau kelompok dapat berubah menjadi sebuah cara pandang serangan.
20
4. Hak-hak. Merupakan dimensi konflik sosial dan politik yang vital.
Pelanggaran hak dan perjuangan untuk menghapuskan pelanggaran ini, merupakan dasar dari berbagai konflik kekerasan.
William Hendricks 1996 berpendapat bahwa konflik biasanya dilatar- belakangi oleh perbedaan-perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa
sertanya ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satupun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kolompok masyarakat yang lainnya. Dan konflik hanya akan hilang bersama dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Menurut Liliweri 2005, konflik yang terjadi antar etnis ada beberapa definisi yang diantaranya:
1. Suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan individu atau
kelompok yang berbeda etnis suku, agama, ras, dan golongan karena memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai kebutuhan.
2. Hubungan antar dua etnis atau lebih individukelompok yang
memiliki merasa memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan.
3. Bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individukelompok
etnis baik intra etnis maupun antar etnis yang memiliki perbedaan sikap, norma, dan kepercayaan.
4. Pertikaian antar etnis yang disebabkan karena perbedaan kebutuhan
nilai, motivasi pelaku atau yang terlibat di dalamnya. 5.
Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua etnis lebih secara antagonis.
Liliweri juga menambahkan bahwa ada empat unsur-unsur konflik yang diantaranya adalah sebagai berikut:
21
1. Ada dua etnis atau lebih yang terlibat. Ada interaksi antar personal
maupun antar kelompok diantara mereka yang terlibat. 2.
Ada tujuan yang dijadikan sasaran konflik antar etnis, tujuan itu yang menjadi sumber konflik.
3. Ada perbedaan pikiran, perasaan, tindakan antar etnis dalam kerangka
konflik untuk mendapatkan atau mencapai tujuan atau sasaran. 4.
Ada situasi konflik antara dua etnis atau lebih yang bertentangan, meliputi situasi antar pribadi, kelompok dan antar organisasi.
Webster dalam Pruit dan Rubin, 2009 mengatakan bahwa istilah ―conflict‖ di dalam bahasa aslinya berarti perkelahian, peperangan, perjuangan, yang berupa
konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Sehingga, dari beberapa penjelasan mengenai konflik oleh beberapa penulis
seperti yang telah dikatakan diatas, peneliti dalam hal ini dapat menyimpulkan bahwa konflik merupakan sebuah persoalan yang timbulnya disebabkan oleh
karena pemahaman yang tidak sejalan, ego diri yang terlalu tinggi, watak adat isitadat yang keras dan latar belakang individu atau kelompok yang dalam kondisi
tertentu melakukan persinggungan dan melukai, rasa dan perasaan sehingga menyebabkan masing-masing pihak tidak dapat menerima kondisi yang dialami
dan memutuskan untuk menyelesaikan persoalan dengan watak, karakter, budaya dan cara yang mereka miliki masing-masing.
2.2.3 Manajemen Konflik