PERILAKU KOROSI BAJA AISI 1020 DALAM LINGKUNGAN NaCl + Na2SO4 PADA TEMPERATUR 700 °C
PERILAKU KOROSI BAJA AISI 1020 DALAM
LINGKUNGAN NaCl + Na
2SO
4PADA
TEMPERATUR 700 °C
(Skripsi)
Oleh
ANDI WINARTO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
(2)
ABSTRACT
BEHAVIOUR CORROSION OF STEEL AISI 1020 IN THE ENVIRONMENT NaCl+Na2SO4AT TEMPERATURE OF 700 ° C
By
ANDI WINARTO
AISI 1020 is low carbon steel that mostly used for the systems pipes petroleum, pipe heat axchanger and pipe steam boiler. However, when working at high temperatures and corrosive environments containin gase of like chlorine and sulfur. The corrosion resistance of steel AISI 1020 declines. It’s very important to know the character of stell AISI 1020 to be used according to need. If not exactly in choosing the material will be a failure. In this study testing of oxidation AISI 1020 steel in NaCl+Na2SO4 environment at a temperature of 700°
C over a period of 1-49 hours.
Weight gain over time is used to determine the kinetics of corrosion rate. The mechanism of oxidation / corrosion learned through the results of corrosion on the specimen using OM (Optic Microscope) and XRD (X-Ray Diffraction). These results indicate the process oksikloridasi derived from deposits NaCl+Na2SO4resulting chlorine gas and sulfur corrosion
attack metals and produce kloridasi then facilitate ferric chloride to form iron oxide. Chlorine and sulfur attack may accelerate the corrosion rate of oxidation of the order is higher than with ordinary air oxidation.
(3)
ABSTRAK
PERILAKU KOROSI BAJA AISI 1020 DALAM LINGKUNGAN NaCl + Na2SO4PADA TEMPERATUR 700 °C
Oleh
ANDI WINARTO
Baja AISI 1020 adalah baja karbon rendah yang banyak digunakan untuk sistem perpipaan minyak bumi, pipa heat axchanger dan pipa uap pada boiler. Namun bila bekerja pada temperatur tinggi dan lingkungan yang mengandung gas korosi seperti klor dan sulfur maka ketahanan korosi baja AISI 1020 menurun. Untuk itu sangat penting untuk mengetahui dengan baik karakter baja AISI 1020 agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Jika tidak tepat dalam memilih material akan terjadi suatu kegagalan. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian oksidasi baja AISI 1020 dalam lingkungan NaCl+Na2SO4 pada
temperatur 700Cselama periode 1-49 jam.
Penambahan berat terhadap waktu digunakan untuk menentukan kinetika laju korosi. Mekanisme oksidasi/korosi dipelajari melalui hasil korosi pada spesimen dengan menggunakan metode OM (Optic Microscope) and XRD (X-Ray Diffraction). Hasil penelitian ini menunjukan dalam proses oksikloridasi yang berasal dari deposit NaCl+Na2SO4mengakibatkan gas korosi klor dan sulfur menyerang logam dan menghasilkan
kloridasi kemudian memfasilitasi besi klorida untuk membentuk besi oksida. Serangan klor dan sulfur tersebut dapat mempercepat laju korosi oksidasi satu orde lebih tinggi dibandingkan oksidasi dengan udara biasa.
(4)
PERILAKU KOROSIBAJAAISI 1020 DALAM LINGKUNGAN NaCl+Na2SO4 PADA TEMPERATUR 700oC
Oleh AndiWinarto
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lampung
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di desa jati indah kecamatan tanjung bintang pada tanggal 04 september 1990, sebagai anak ke pertama dari dua bersaudara, dari pasangan suwarno dan marilah.Pendidikan di taman kanak–kanak (TK) Al-adzhar 12 Tanjung Bintang, di selesaikan pada tahun 1996.
Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Tanjung Tintang di selsaikan pada tahun 2002, Sekolah menengah pertama (SMP) Negeri 1 Tanjung Bintang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Mei bandar lampung diselesaikan pada tahun 2008, dan pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung Melalui jalur ujian mandiri (UM) selama menjadi mahasiswa, tahun 2012 penulis melakukan kerja praktek di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari Natar dengan judul Analisa Keausan Pada Screw Press.
Selama kuliah penulis mengikuti organisasi ekstrakulikuler BEM-FT, FOSSI-FT penulis tergabung dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) dengan jabatan Kabid kerohanian.
(6)
Penulis mengambil konsentrasi mata kuliah pada bidang Material. Pada bulan juni 2013 penulis melakukan penelitian dengan judul Perilaku Korosi Baja Aisi 1020 Dalam Lingkungan NaCl + Na2SO4 Pada Temperatur 700 °C. Dibawah
bimbingan Mohamad Badaruddin, Ph.D. dan Harnowo Supriadi, S.T.,M.T. Penelitian tugas akhir diselesaikan bulan oktober 2015. Penulis dinyatakan Lulus Sidang Sarjana pada tanggal 16 desember 2015.
(7)
MOTO
Mau sesulit apapun, Mau seberat apapun Hidupku
tetap di pundakku sendiri Tidak ada gunanya
mengeluh, Hidupku adalah tanggung jawabku
ANGKAT DAN JALAN TERUS
(
Andi Winarto
)
Musuh terbesar dalam hidup adalah diri sendiri
(Andi Winarto)
Ingatlah, Sabar itu iman, uang bukan kawan, dunia
hanya pinjaman dan mati tak berteman.
(8)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan,
kupersembahkan skripsi ini untuk :
Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Suwarno dan Ibu Marilah) yang selalu memberiku cinta dan kasih
sayang yang takterhingga.
Adikku tersayang Lia Septiana Terimakasih atas do'a dan motivasinya untuk selalu semangat dan berusaha
menjadi lebih baik.
Seluruh keluarga besarku Teman Hidupku
terima kasih atas dukungan dan do a kalian semua untuk keberhasilanku.
Teman-teman seperjuanganku angkatan 08 Mesin UniversitasLampung
(9)
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan mengantarkan kita menuju zaman yang lebih baik seperti sekarang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perilaku Korosi Baja AISI 1020 Dalam Lingkungan NaCl + Na2SO4Pada Temperatur 700 °C”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta bapak Suwarno dan ibu Marilah, yang senantiasa
memberi semangat, do’a yang tulus serta mencurahkan segenap tenaga untuk
keberhasilanku dalam menyelesaikan studi di UNIVERSITAS LAMPUNG. 2. Prof. Dr. Suharno, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
(10)
3. Bapak Ahmad Su’udi, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Univeristas Lampung.
4. Bapak Dr. Mohammad Badaruddin, S.T., M.T. selaku Pembimbing Utama Tugas Akhir atas kesediaan dan keikhlasannya untuk memberikan dukungan, bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Harnowo Supriadi, S.T., M.T. selaku Pembimbing Pendamping atas kesediaan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan saran untuk penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Zulhanif, S.T., M.T. selaku dosen Pembahas yang telah memberikan masukan dalam penulisan laporan ini.
7. Bapak Dr. Yanuar Burhanuddin, S.T., M.T. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak masukan dalam kegiatan akademik.
8. Bapak Dr. Irza Sukmana, S.T., M.T. selaku Koordinator Tugas Akhir yang telah membantu kelancaran skripsi ini.
9. Seluruh Dosen Pengajar Jurusan Teknik Mesin yang banyak memberikan ilmu selama penulis melaksanakan studi, baik berupa materi perkuliahan maupun tauladan dan motivasi sehingga dapat kami jadikan bekal untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat.
10. Mas dadang, Mas Marta dan Mas Dadang yang telah membantu baik dalam proses pengambilan data maupun seminar.
11. Teman seperjuanganku pada saat penelitian Yoan Saputra, Arya Finexa, Alfurkhan Kamil dan M. Ihsan Yusuf, atas kebersamaan, bantuan, serta sumbangan fikiran dan motivasi selama melakukan penelitian.
(11)
12. Rekan-rekan Teknik Mesin angkatan 2008 : Bicar Sahat Nauli, Roy Ronal Manik, Dimas Kusuma, Ucup, Ahmad Rapa’i, Andreas Jaya Sitepu, Dwi
Supratmanto, Beler, Jaya Sukmana, Hendra Prawira, Amar Makruf, Apriliansyah, serta angkatan 2008 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya“SOLIDARITY FOREVER”.
13. Teman–teman senasib seperjuangan GUNARYO RACING TEAM (Gundek, Yoan, Yudi, Marbun, Ronal)
14. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Lampung. 15. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu,
yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Semoga bantuan dan amal baik yang telah mereka berikan akan memperoleh keberkahan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin
Bandar Lampung, 16 Desember 2015 Penulis
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR SIMBOL... xii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Sistematika Penulisan ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Korosi ... 5
2.2. Baja ... 8
2.2.. Klasifikasi Baja ... 8
(13)
2.3.1. Proses Oksidasi ...14
2.3.2. Penebalan Lapisan Oksida ... 16
2.3.3. Laju Penebalan Lapisan Oksida ... 18
2.3.4. Korosi Oksida pada temperatur Tingi …... 29
2.4. Kinetika Oksidasi ... 23
2.5. Peranan Konsentrasi Larutan Na2SO4terhadap proses korosi ... 25
2.6. Peranan Konsentrasi Larutan NaCl terhadap proses korosi ... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 29
3.2. Tempat dan Waktu ... 29
3.3. Alat dan Bahan Penelitian ... 29
3.3.1. Alat Penelitian ... 29
3.3.2. Bahan Penelitian ... 34
3.4. Prosedur Kerja ... 35
3.4.1. Persiapan Benda Uji ... 35
3.4.2. Pemotongan Spesimen Uji ... 35
(14)
3.5. Karakterisasi ... 37
3.6. Pengumpulan Data ... 37
3.7. Diagram Alir ... 38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Oksidasi baja AISI 1020 pada temperatur 700 ºC di
lingkungan NaCl + Na2SO4... 39
4.2 Karakterisasi Spesimen Hasil Oksidasi dan Mikrostruktur , XRD ... 42
4.2.1. Karakterisasi Spesimen Hasil Oksidasi ... 42
4.2.2 Mikrostruktur Baja AISI 1020 di Lingkungan NaCl + Na2SO4... 45
4.2.3. X-Ray Difraksi (XRD) ... 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 50
5.2. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA
(15)
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Korosilogam Fe ... 6
2.2.Lapisan oksida berpori... 17
2.3. Lapisanoksidatidakberpori... 17
2.4. Penambahan berat terhadap waktu pada hukum kinetika ... 24
3.1. Mesin Gerinda... 30
3.2. Mesin Bor... 30
3.3. Mesin Polishing... 30
3.2. Mesin Gerinding ... 31
3.5. TimbanganDigital ... 31
3.6. Mesin Hot Plate... 32
3.7. Gun Spray ... 32
3.8. Ultrasonic Cleaner... 32
3.9. Termokopel ... 33
3.10. Furnace... 33
3.11. Alat Uji XRD ... 33
3.12. Baja AISI 1020... 34
3.13. Larutan deposit NaCl+Na2SO4... 34
(16)
x
4.1. (a) Plot kurva penambahan berat vs lama oksidasi………. 41
(b) Plot linierweight gainterhadap akar kuadrat waktu oksidasi... 41 4.2.Foto spesimen baja AISI 1020 dengan perbandingan deposit
NaCl + Na2SO4berbeda setelah dioksidasi pada temperatur 700oC
selama periode 1-49 jam ... 43 4.3.Mikrostruktur baja AISI 1020 setelah dioksidasi dilingkungan
NaCl+Na2SO4pada temperatur 700oC selama (a) 9 jam (30/70),
(b) 9 jam (70/30), (c) 25 jam(30/70), (d) 25 jam(70/30),
(e) 49 jam(30/70), dan (f) 49 jam(70/30) ... 45
4.4.Pola difraksi X–ray analisis dengan baja AISI 1020 setelah dioksidasi
Pada temperatur 700 °C di lingkungan NaCl/Na2SO4dengan variasi
Deposit pencampuran 70/30 dengan waktu oksidasi 49 jam ... 47
4.5.Pola difraksi X–ray analisis denganbaja AISI 1020 setelahdioksidasi
Pada temperatur 700 °C di lingkungan NaCl/Na2SO4dengan variasi
Deposit pencampuran50/50 dengan waktu oksidasi 49 jam ... 48 4.6.Pola difraksi X–ray analisis denganbaja AISI 1020 setelahdioksidasi
Pada temperatur 700 °C di lingkungan NaCl/Na2SO4dengan variasi deposit
(17)
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Energi Bebas Pembentukan Oksida (per atom oksigen) pada 500K Dalam Kilokalori………... 14
3.1. Jumlah spesimen uji yang akan digunakan ... 35
3.2. Jumlah spesimen uji yang akan digunakan untuk masing-masing
pengujian ... 35
4.1. Nilai penambahan berat (weight gain) oksidasi baja AISI 1020 dalam
lingkungan NaCl+Na2SO4 ... 40
4.2. Nilai konstanta parabolik ( Kp) baja AISI 1020 yang dioksidasi pada temperatur 700 °C selama 49 jam dalam lingkungan NaCl+Na2SO4.. 42
(18)
xii
DAFTAR SIMBOL
∆W = Weight gain (mg/cm2)
kp = Konstanta parabolik (mg.cm−2t1/2)
t = Waktu pengujian (jam)
Wo = Berat spesimen sebelum dioksidasi (mg)
W1 = Berat spesimen akhir setelah dioksidasi (mg) A = Luas penampang spesimen (cm2)
P = Panjang spesimen (cm)
l = Lebar spesimen (cm)
(19)
(20)
(21)
(22)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Baja merupakan material utama dalam bidang industri. Dalam dunia metalurgi baja memiliki karakter yang berbeda-beda mulai dari struktur mikro sampai dengan sifat mekaniknya. Baja AISI 1020 merupakan salah satu jenis baja karbon rendah, dimana unsur prosentase karbonnya di bawah 0,25% sedangkan unsur pembentuk lainnya seperti Mn tidak lebih dari 0,8%, Si tidak lebih dari 0,5%, demikian pula unsur Cu tidak lebih dari 0,6%. sifat yang dimiliki baja karbon in ialah kekerasannya relatif rendah, lunak, keuletannya tinggi, serta mudah dalam pembentukannya[Amsted,1993].
Aplikasi baja karbon AISI 1020 dalam bidang manufaktur ialah bentuk pipa untuk fluida tekanan rendah dan sedang, pipa boiler, serta sistem saluran pipa uap panas pada PLTP atau PLTU. Seiring waktu penggunaannya, baja karbon ini akan mengalami degradasi atau kerusakan akibat korosi, terutama pada temperatur tinggi. Korosi dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang bersifat asam, basa, oksigen, dan air. Selain itu garam-garam seperti klorid (Clˉ), sulfat (SO42ˉ), dan
(23)
Dalam peneltiannya menyebutkan bahwa deposit Na2SO4 dapat mempercepat
oksidasi iron pada temperatur 750 °C. Percepatan korosi ini disebabkan oleh pengendapan sulfida yang terbentuk pada fasa cair, yakni lelehan eutektit Na2SO4
dan Na2O, dimana Na2O merupakan reaksi antara ion dengan deposit sulfat. pada
penelitian lain yang pernah dilakukan, yakni penelitian korosi pada temperatur tinggi baja karbon A210-C dalam lingkungan pembakaran batubara (coal combustion). Menyebutkan bahwa laju oksidasi meningkat signifikan dengan meningkatnya temperatur. Unsur klor dan sulfur berasal dari NaCl dan Na2SO4.
Garam cair tersebut umumnya berasal dari sisa pembakaran batubara (Na2SO4),
yang merupakan bahan bakar umum digunakan untuk bermacam jenis boiler. sedangkan NaCl umumnya ditemukan pada sistem boiler di daerah lingkungan pantai[Wang.,Chaur-jeng,2002].
Pengaruh korosi akibat lingkungan pantai (ion Clˉ) diamati dengan pemakaian NaCl. Korosi temperatur tinggi akibat garam cair ini disimulasikan dengan menggunakan pre-coated synthetic deposit, yaitu NaCl + Na2SO4, yang
didepositkan pada permukaan spesimen. Dengan penelitian yang sudah ada, maka untuk melihat perilaku baja AISI 1020 perlu dilakukan penelitian terhadap material tersebut dalam lingkungan yang mengandung NaCl + Na2SO4 pada
temperatur 700 °C.
Sehubungan dengan uraian diatas maka perlu diadakan penelitian mengenai :
PERILAKU KOROSI BAJA AISI 1020 DI DALAM LINGKUNGAN NaCl + Na2SO4PADA TEMPERATUR 700 °C.
(24)
✁
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pelaksanaan dan penulisan laporan tugas akhir ini adalah : 1. Mengetahui tingkat laju kinetika oksidasi (kp) baja AISI 1020 setelah
dioksidasi dalam mediaNaCl + Na2SO4.
2. Mengetahui karakteristik baja setelah dioksidasi.
3. Mempelajari perilaku baja AISI 1020 dalam lingkungan NaCl + Na2SO4melalui fasa-fasa yang terbentuk setelah proses oksidasi.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan uraian diatas agar penelitian bisa berjalan dengan sesuai, maka peneliti membatasi masalah penelitiannya sebagai berikut:
1. Spesimen uji adalah baja karbon rendah (AISI 1020) dengan dimensi panjang 20 mm, lebar 10 mm dan tebal 2 mm.
2. Korosi oksidasi dilakukan pada temperatur 700 °C dengan variasi waktu oksidasi adalah 1 jam, 4 jam, 9 jam, 25 jam dan 49 jam.
3. Pengujian foto mikro, makro dan X-RD dilakukan untuk mengetahui karateristik baja AISi 1020 setelah dioksidasi
4. Media korosif yang digunakan adalah NaCl + Na2SO4.
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
Laporan tugas akhir ini disusun menjadi lima bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
(25)
4
PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang pranalar latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan.
TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori dasar yang berkaitan dengan materi yang diangkat pada laporan tugas akhir ini.
METODE PENELITIAN
Menjelaskan mengenai metode-metode yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi, dan menjabarkan tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan selama penelitian berlangsung sampai pada penyusunan laporan serta menjabarkan pengukuran dan pengujian.
DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang data pengujian batu alam imitasi yang dibuat.
PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
(26)
5
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3, H2O, suatu zat padat yang berwarna
coklat-merah.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida)[Fontana,M.G,1986]. Ilustrasi Proses korosi dapat dilihat pada gambar dibawah.
(27)
6
Gambar 2.1.Korosi logam Fe dan berubah menjadi oksidanya.
Korosi dapat terjadi oleh air yang mengandung garam, karena logam akan bereaksi secara elektrokimia dalam larutan garam (elektrolit). Faktor yang mempengaruhi proses korosi meliputi potensial reduksi yang negatif, logam dengan potensial elektrodanya yang negatif lebih mudah mengalami korosi. Demikian pula untuk dengan logam yang potensial elektrodanya positif sukar mengalami korosi.
Untuk mencegah terjadinya korosi, beberapa teknik atau cara diusahakan. Dalam industri logam, biasanya zat pengisi (campuran) atau impurities diusahakan tersebar merata didalam logam. Logam diusahakan agar tidak kontak langsung dengan oksigen atau air, dengan cara mengecat permukaan logam dan dapat pula dengan melapisi permukaan logam tersebut dengan logam lain yang lebih mudah mengalami oksidasi. Cara lain yang juga sering dipergunakan adalah galvanisasi atau perlindungan katoda. Proses ini digunakan pada pelapisan besi dengan seng. Seng sangat mudah teroksidasi membentuk lapisan ZnO. Lapisan inilah yang akan melindungi dari korosi.
(28)
7
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi korosi dibagi menjadi dua yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi keragaman struktur, perlakuan panas, pendinginan dan perlakuan permukaan. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal ialah fenomena korosi yang merupakan interaksi elektrokimia antara logam dengan lingkungannya. Adapun kondisi lingkungan yang mempengaruhi korosi logam yaitu:
a. Keberadaan gas terlarut
Adanya gas terlarut seperti CO2, O2dan H2S merupakan beberapa gas yang
mempengaruhi laju korosi logam. Gas tersebut ikut berperan dalam transfer muatan di dalam larutan.
b. Temperatur
Temperatur berperan mempercepat seluruh proses yang terlibat selama korosi terjadi. Titik optimum dari temperatur yang menyebabkan korosi adalah sekitar rentang 328-353 K.
c. pH larutan
Faktor lain yang mempengaruhi laju korasi di dalam media larutan adalah pH, pH dapat mempengaruhi laju korosi suatu logam bergantung pada jenis logamnya. Pada besi, laju korosi relative rendah antara pH 7 sampai 12. Sedangkan pada pH <7 dan pH>12 laju korosinya meningkat.
(29)
8
Garam klorida, khususnya ion-ion klorida menyerang lapisan mild steel
dan stainless steel. Ion-ion ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosiondan pecahnya paduan logam.
2.2 Baja
Baja karbon sedang merupakan baja yang memiliki Baja adalah logam paduan dengan besi (Fe) sebagai unsur dasar dan karbon (C) sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuaigrade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan nikel. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility).
Baja karbon bukan berarti baja yang sama sekali tidak mengandung unsur lain, selain besi dan karbon. Baja karbon mengandung sejumlah unsur lain tetapi masih dalam batas–batas tertentu yang tidak berpengaruh terhadap sifatnya. Pengaruh utama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada kekuatan, kekerasan, dan sifat mudah dibentuk. Kandungan karbon yang besar dalam baja mengakibatkan meningkatnya kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh dan tidak mudah dibentuk[Davis,1998].
(30)
9
1. Klasifikasi Baja
Menurut ASM handbook (1993), baja dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimianya seperti kadar karbon dan paduan yang digunakan. Adapun klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya adalah sebagai berikut:
a. Baja karbon
Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, bila kadar karbon naik maka kekuatan dan kekerasan juga akan bertambah tinggi. Karena itu baja karbon dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya [Wiryosumarto, 2004].
1) Baja Karbon Rendah
Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,3%. Baja karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel) atau baja perkakas. Jenis baja yang umum dan banyak digunakan adalah jenis
cold roll steel dengan kandungan karbon 0,08% – 0,30% yang biasa digunakan untukbodykendaraan[Hariati,2011].
2) Baja Karbon Sedang
kandungan karbon 0,30% - 0,60%. Baja karbon sedang mempunyai kekuatan yang lebih dari baja karbon rendah dan mempunyai kualitas perlakuan panas yang tinggi, tidak mudah dibentuk oleh mesin, lebih sulit dilakukan untuk pengelasan, dan dapat dikeraskan (diquenching) dengan baik. Baja karbon sedang banyak digunakan untuk poros, rel
(31)
10
kereta api, roda gigi, pegas, baut, komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi, dan lain-lain.
3) Baja Karbon Tinggi
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon paling tinggi jika dibandingkan dengan baja karbon yang lain yakni 0,60% - 1,7% C dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi, namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk materialtools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja.
b. Baja paduan
Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molybdenum, kromium, vanadium dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan dan keuletannya. Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar paduannya baja paduan dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1) Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel)
Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari 2,5% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Memiliki kadar karbon sama seperti baja karbon, tetapi ada sedikit unsur paduan. Dengan penambahan unsur paduan, kekuatan dapat
(32)
11
dinaikkan tanpa mengurangi keuletannya, kekuatan fatik, daya tahan terhadap korosi, aus dan panas. Aplikasinya banyak digunakan pada kapal, jembatan, roda kereta api, ketel uap, tangki gas, pipa gas dan sebagainya.
2) Baja Paduan Menengah (Medium Alloy Steel)
Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya 2,5%-10% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain.
3) Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel)
Baja paduan tinggi merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih dari 10% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Contohnya baja tahan karat, baja perkakas dan baja mangan. Aplikasinya digunakan pada bearing, bejana tekan, baja pegas, cutting tools, frog rel kereta api dan lain sebagainya.
Pada umumnya, baja paduan mempunyai sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa diantaranya [Amsted,1989]:
1) Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik. 2) Tahan terhadap korosi dan keausan yang tergantung pada jenis
paduannya.
3) Tahan terhadap perubahan suhu, ini berarti bahwa sifat fisisnya tidak banyak berubah.
4) Memiliki butiran yang halus dan homogen.
(33)
12
1) Unsur karbon (C)
Karbon merupakan unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1%-1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi jika berlebihan akan menurunkan ketangguhan.
2) Unsur Mangan (Mn)
Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan kurang lebih 0,6% tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh besar pada struktur baja dalam jumlah yang rendah. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kuat tarik tanpa mengurangi atau sedikit mengurangi regangan, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan ulet.
3) Unsur Silikon (Si)
Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk menaikkan tegangan tarik dan menurunkan laju pendinginan kritis. Silikon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus, dan ketahanan terhadap panas dan karat. Unsur silikon menyebabkan sementit tidak stabil, sehingga memisahkan
(34)
13
dan membentuk grafit. Unsur silikon juga merupakan pembentuk ferit, tetapi bukan pembentuk karbida, silikon juga cenderung membentuk partikel oksida sehingga memperbanyak pengintian kristal dan mengurangi pertumbuhan akibatnya struktur butir semakin halus.
4) Unsur Nikel (Ni)
Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu memperbaiki kekuatan tarik dan menaikkan sifat ulet, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25% maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja.
5) Unsur Kromium (Cr)
Sifat unsur kromium dapat menurunkan laju pendinginan kritis (kromium sejumlah 1,5% cukup meningkatkan kekerasan dalam minyak). Penambahan kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dikeraskan lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbida. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta tahan terhadap suhu tinggi.
2.3 Oksidasi
Oksidasi adalah peristiwa yang biasa terjadi jika metal bersentuhan dengan oksigen. Dalam reaksi kimia dimana oksigen tertambahkan pada unsur lain
(35)
14
disebut oksidasi dan unsur yang menyebabkan terjadinya oksidasi disebut unsur pengoksidasi. Setiap reaksi dimana oksigen dilepaskan dari suatu senyawa merupakan reaksireduksidan unsur yang menyebabkan terjadinya reduksi disebut unsur pereduksi[Lee W.H,1999].
Jika suatu materi teroksidasi dan materi lain tereduksi maka reaksi demikian disebut reaksi reduksi-oksidasi, disingkat reaksiredoks(redoks reaction). Reaksi redoks terjadi melalui transfer elektron. Tidak semua reaksi redoks melibatkan oksigen. Akan tetapi semua reaksi redoks melibatkan transfer elektron dari materi yang bereaksi. Jika suatu materi kehilangan elektron, materi ini disebut teroksidasi. Jika suatu materi memperoleh elektron, materi ini disebut tereduksi. Dalam reaksi redoks, satu reagen teroksidasi yang berarti menjadi reagen tereduksi yang berarti menjadi reagen pengoksidasi.
2.3.1 Proses Oksidasi
Kecendrugan metal untuk bereaksi dengan oksigen didorong leh penurunan energi bebas yang mengikuti pembentukan oksidanya. Perubahan energi bebas dalam pembentukan oksida untuk beberapa unsur terlihat pada tabel 2.1.
Tabel. 2.1. Energi Bebas Pembentukan Oksida (per atom oksigen) pada 500K dalam Kilokalori.
No Unsur Energi Bebas
1 Kalsium -138,2
2 Magnesium -130,8 3 Alumunium -120,7 4 Titanium -101,2
(36)
15
6 Chrom -81,6
7 Zink -71,3
8 Hidrogen -58,3
9 Besi -55,5
10 Kobalt -47,9
11 Nikel -46,1
12 Tembaga -31,5
13 Perak +0,6
14 Emas +10,5
Kebanyakan unsur yang terkandung dalam tabel 2.1 memiliki energi bebas pembentukan oksida bernilai negatif, yang berarti bahwa unsur ini dengan oksigen mudah bereaksi membentuk oksida. Perak dan emas dalam tabel 2.1 memiliki energi bebas pembentukan oksida positif. Unsur ini tidak membentuk oksida, tetapi material ini jika bersentuhan dengan udara akan terlapisi oleh oksigen; atom-atom oksigen terikat ke permukaan material ini dengan ikatan lemah; mekanisme pelapisan ini disebut adsorbsi.
Sesungguhnya tidaklah mudah memperoleh permukaan padatan yang benar-benar bersih. Upaya pembersihan permukaan bisa dilakukan dalam ruang vakum sangat tinngi (10-10 mm.Hg), namun vakum tinggi tidaklah cukup; proses pembersihan harus disertai pemanasan atau bombardemen ion agar oksida terbebas dari permukaan. Namun permukaan yang sudah bersih ini akan segera terlapisi molekul gas jika tekanan dalam vakum menurun. Jika gas yang berada dalam ruang vakum adalah gas mulia, pelapisan permukaan terjadi secara adsorbsi. Sementara itu atom-atom di permukaan materil pada umumnya membentuk
(37)
16
lapisan senyawa apabila bersentuhan dengan oksigen. senyawa dengan oksigen ini benar-benar merupakan hasil proses reaksi kimia dengan ketebalan satu atau dua molekul; pelapisan ini mungkin juaga berupa lapisan oksigen satu atom yang disebutkemisorbsi(chemisorbtion).
Lapisan oksida di permukaan bisa berpori (dalam kasus natrium, kalium, magnesium) bisa pula rapat tidak berpori (dalam kasus besi, tembaga, nikel). Muncul atau tidak munculnyapori pada lapisan oksida berkolerasi dengan perbandingan volume oksida yang terbentuk dengan volume metal yang teroksidasi. aperbandingan ini dikenal sebagaiPilling-Bedworth Ratio.
=
/
=
(2.1)M adalah berat molekul oksida (dengan rumus MαOƅ), D adalah kerapatan oksida, ɑ adalah jumlah atom metal per molekul oksida, m adalah berat atom metal, dan d adalah kecepatan metal. jika rasio volume oksida-metal kurang dari satu, lapisan oksida yang terbentuk akan berpori. Jika rosio volume oksida-metal mendekati satu atau sedikit lebih dari satu maka lapisan oksida yang terbentuk adalah rapat, tidak berpori. jika rasio ini jauh lebih besar dari satu, lapisan oksida akan retak-retak.
2.3.2. Penebalan Lapisan Oksida
Pada umumnya lapisan oksida yang terjadi di permukaan metal cenderung menebal. Berikut ini beberapa mekanisme yang mungkin terjadi, antara lain: a. Jika lapisan oksida yang pertama terbentuk adalah berpori, maka molekul
(38)
17
metal di perbatasan metaloksida. Lapisan oksida bertambah tebal. Lapisan oksida ini bersifat non-protektif, tidak memberikan perlindungan pada metal yang dilapisinya terhadap proses oksidasi lebih lanjut.
Gambar 2.2. Lapisan oksida berpori
b. Jika lapisan oksida tidak berpori, ion metal bisa berdifusi menembus lapisan oksida menuju bidang batas oksida-udara, dan di perbatasan oksida-udara ini metal bereaksi dengan oksigen dan menambah tebal lapisan oksida yang telah ada. Proses oksidasi berlanjut di permukaan. Dalam hal ini elektron bergerak dengan arah yang sama agar pertukaran elektron dalam reaksi ini bisa terjadi.
(39)
18
c. Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah gabungan antara (a) dan (b) dimana ion metal dan elektron bergerak ke arah luar sedang ion oksigen bergerak ke arah dalam. Reaksi oksidasi biasa terjadi di dalam lapisan oksida.
Terjadinya difusi ion, baik ion metal maupun ion oksigen, memerlukan koefisien difusi yang cukup tinggi. Sementara itu gerakan elektron menembus lapisan oksida memerlukan konduktivitas listrik oksida yang cukup tinggi pula. Oleh karena itu jika lapisan oksida memiliki konduktivitas listrik rendah, laju penambahan ketebalan lapisan juga rendah karena terlalu sedikitnya elektron yang bermigrasi dari metal menuju perbatasan oksida-udara yang diperlukan untuk pertukaran elektron dalam reaksi.
Jika koefisien difusi rendah, pergerakan ion metal ke arah perbatasan oksida-udara akan lebih lambat dari migrasi elektron. Penumpukan ion metal akan terjadi di bagian dalam lapisan oksida dan penumpukan ion ini akan menghalangi difusi ion metal lebih lanjut. Koefisien difusi yang rendah dan konduktivitas listrik yang rendah dapat membuat lapisan oksida bersifat protektif, menghalangi proses oksidasi lebih lanjut[Indarto, 2009].
2.3.3. Laju Penebalan lapisan Oksida
Dalam beberapa kasus sederhana penebalan lapisan oksida yang kita bahas di sub bab sebelumnya, dapat kita cari relasi laju pertambahan ketebalannya. Jika lapisan oksida berpori dan ion oksigen mudah berdifusi melalui lapisan oksida ini, maka oksida di permukaan metal (permukaan batas metal-oksida) akan terjadi dengan
(40)
19
laju yang hampir konstan. Lapisan oksida ininonprotektif. Jika x adalah ketebalan lapisan oksida maka dapat kita tuliskan.
= k1danx = k1t + k2 (2.2)
Jika lapisa oksida bersifat protektif, transfer ion dan elektron masih mungkin terjadi walaupun dengan lambat. Dalam keadaan demikian ini komposisi di kedua sisi permukaan oksida (yaitu permukaan batas oksida-metal dan oksida-udara) bisa dianggap konstan. Kita dapat mengaplikasikan Hukum Fick Pertama, sehingga;
=
dan 2= k
3t + k
4 (2.3)[Wang,Chaur-jeng,2011] kondisi ini terjadi pada penebalan lapisan oksida melalui tiga mekanisme terakhir. Agar lapisan oksida menjadi positif, beberapa hal perlu dipenuhi oleh lapisan ini, yaitu;
1. Tak mudah ditembus ion, sebagaimana telah dibahas di atas;
2. Harus melekat dengan baik ke permukaan metal; adhesivitas antara oksida dan metal ini sangat dipengaruhi oleh bentuk permukaan metal, koefisien muai panjang relatif antara oksida dan metal; temperatur sangat berpengaruh pada sifat protektif oksida.
3. Harus nonvolative, tidak mudah menguap pada temperatur kerja dan juga harus tidak reaktif dengan lingkungannya.
2.3.4 Korosi Oksidasi Pada Temperatur Tinggi
Korosi kimia atau korosi kering korosi temperatur tinggi adalah proses korosi yang terjadi melelui reaksi kimia secara murni yang terjadi tanpa adanya elektrolit
(41)
20
atau bisa dikatakan tidak melibatkan air dengan segala bentuknya. Korosi kimia biasanya terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau dalam keadaan kering yang melibatkan logam (M) dengan oksigen, nitrogen dan sulfida. Proses oksidasinya adalah sebagai berikut:
M M2+ 2e -1
/2 O2+ 2e- O2 (2.4)
M +1/2O2 MO
Proses oksidasi pada temperatur tinggi dimulai dengan adsorpsi oksigen yang kemudian mmembentuk oksida pada permukaan bahan. Selanjutnya terjadi proses nukleasi oksida dan pertumbuhan lapisan untuk membentuk proteksi. Persyaratan lapisan proteksi adalah homogen, daya lekat tinggi, tidak ada kerusakan mikro ataupun makro baik yang retak atau terkelupas. Laju oksidasi dalam logam pada temperatur tinggi dipengaruhi oleh sifat dan karakter oksida dan ditentukan oleh pertumbuhan lapisan oksida yang tebentuk. Pada umumnya laju oksidasi bergantung pada tiga faktor penting yaitu, laju difusi reaktan melalui lapisan oksida, laju pemasokan oksigen melalui permukaan luar oksida dan nisbah volume molar oksida terhadap logam. Temperatur tinggi memberikan pengaruh ganda terhadap degradasi logam yang ditimbulkannya. Pertama, kenaikan temperatur akan mempengaruhi aspek termodinamika dan kinetika reaksi, artinya degradasi akan semakin cepat pada temperatur yang lebih tinggi.
Kenaikan temperatur akan mempengaruhi dan merubah struktur dan perilaku logam, jika struktur berubah maka secara umum kekuatan dan perilaku logam juga berubah. Jadi delain terjadi degradasi yang berupa kerusakan fisik pada permukaan atau kerusakan eksternal, juga terjadi kerusakan degradasi, penurunan sifat mekanik dan logam menjadi rapuh. Pada temperatur tinggi atmosfer bersifat
(42)
21
oksidatif, atmosfer yang berpotensi untuk mengoksidasi logam. Atmosfer ini merupakan lingkungan penyebab utama terjadinya korosi pada temperatur tinggi. Korosi pada temperatur tinggi mencakup reaksi langsung antara logam dan gas, untuk lingkungan tertentu kerusakan dapat terjadi akibat reaksi dengan lelehan garam atau fused salt yang terbentuk pada temperatur tinggi, korosi ini biasa disebut dengan korosi panas (hot corrosion).
Penyebab korosi temperatur tinggi yaitu: 1. Oksidasi
Reaksi yang paling penting pada korosi temperatur tinggi, membentuk lapisan oksida yang dapat menahan serangan dari peristiwa korosi yang lain bila jumlah oksigen dilingkungannya cukup (jumlah oksigen dalam lingkungan disebut oksigen potensial). Tetapi harus terkontrol dan oksidasinya terbentuk dari senyawa dengan unsur yang menguntungkan.
2. Karburasi dan metal dusting
Terjadi dalam lingkungan yang mengandung CO, CH4 dan gas
hidrokarbon lainnya. Penguraian C kepermukaan logam mengakibatkan penggetasan dan degradasi sifat mekanik lainnya.
3. Nitridasi
Terjadi pada lingkungan yang mengandung ammonia, terutama pada potensial oksigen yang rendah. Penyerapan nitrogen yang berlebihan akan membentuk presipitat nitrida di batas butir dan menyebabkan penggetasan.
(43)
22
4. Korosi oleh halogen
Senyawa halida akibat penyerapan halogen oleh logam, dapat bersifat mudah menguap atau mencair pada temperatur rendah. Kenyataan ini mengakibatkan perusakan yang sangat parah.
5. Sulfidasi
Terjadi dalam lingkungan yang mengandung bahan bakar atau hasil pembakaran yang mengandung sulfur. Dengan oksigen yang membentuk SO2 dan SO3yang bersifat pengoksidasi yang kurang agresif dibandingkan
H2S yang bersifat pereduksi, tetapi dapat terjadi efek penguatan dengan
adanya Na dan K yang akan membentuk uap yang kemudian akan mengendap kepermukaan logam pada temperatur yang lebih rendah.
6. Korosi deposit abu dan garam
Deposit dapat mengakibatkan turunnya aktifitas oksigen dan menaikan aktifitas sulfur, sehingga merusak lapisan pasif dan mempersulit untuk pembentukanya kembali. Deposit yang dilakukan biasanya mengandung S, Cl, Zn, Pb dan K.
7. Korosi karena logam cair
Terjadi pada proses yang mempergunakan logam cair, misalnya heat treatment dan refining process. Korosi terjadi dalam bentuk pelarutan logam dan oksidanya akan semakin hebat dengan adaanya uap air dan oksigen.
(44)
23
2.4. Kinetika Oksidasi
Apabila lapisan oksida yang mula-mula terbentuk berpori, oksigen dapat tembus dan terjadi pada antar muka oksida-logam. Namun umumnya lapisan tipis tidak berpori dan oksida selanjutnya mencakup difusi melalui lapisan oksida. Apabila terjadi oksida di permukaan oksida oksigen maka ion logam dan elektron harus berdifusi dalam logam yang berada dibawahnya. Apabila reaksi oksida terjadi di antarmuka logam-oksida, ion oksigen harus berdifusi melalui oksida dan elektron berpindah dengan arah berlawanan untuk menuntaskan reaksi, logam yang bereaksi dengan oksigen atau gas lainnya pada suhu tinggi akan mengalami reaksi kimia. Pada tingkat oksidasi, hukum kinetika parabola, linier, dan logaritma menggambarkan tingkat oksidasi untuk logam umum dan paduan. Dalam hal ini oksigen bereaksi untuk membentuk oksida pada permukaan logam, diukur dengan penambahan berat. Penambahan berat pada setiap waktu (t) selama oksidasi sebanding dengan ketebalan oksida (x). Logam tertentu, seperti baja, harus dilapisi untuk pencegahan korosi, karena memiliki tingkat oksidasi yang tinggi.
Pada tingkat hukum parabola, laju oksidasi temperatur tinggi pada logam sering mengikuti hukum laju parabolik, yang memerlukan ketebalan (x), propotional ke waktu ( t) yaitu,
x2= kpt (2.5)
DimanaKpdikenal sebagai konstanta laju parabolik, danxadalah (∆W/A).
Dan penebalan lapisan bertambah secara parabolik sesuai hubungan.
∆W2= kpt (2.6)
(45)
24
Di mana :
kp= dikenal sebagai konstanta laju parabolik.
W0= sebagai berat awal spesimen
W1= sebagai berat akhir spesimen
Gambar 2.4. Penambahan berat terhadap waktu pada hukum kinetika untuk oksidasi logam.
Pada rentang temperatur tertentu berbagai oksida bertambah berat sesuai hukum parabolik. Pada temperatur rendah dan untuk lapisan oksida yang tipis , berlaku hukum logaritmik. Apabila tebal kerak mengikuti hukum parabolik, resultan tegangan yang terjadi pada antar muka bertambah dan akhirnya lapisan oksida mengalami kegagalan-perpatahan sejajar dengan antar muka atau mengalami perpatahan geser atau pematahan tarik melalui lapisan lapisan. Di daerah ini laju oksidasi meningkat sehingga terjadi peningkatan yang kemudian berkurang lagi
waktu
P
ena
m
ba
ha
n B
er
(46)
25
akibat perpatahan lokal di kerak oksida. Laju oksida yang bersifat parabolik berubah menjadi rata dan laju oksidasi mengikuti hukum linear. Perubahan seperti ini disebut paralinear dan biasanya dijumpai pada oksidasi titanium setelah oksida mencapai ketebalan kritis[Eko W.H,2008].
2.5. Peranan konsentrasi larutanNa2SO4terhadap proses korosi
Sifat-sifat dari natrium sulfat (Na2SO4) ialah sebagai berikut:
1. Berat molekul : 142,04 g/mol
2. Titik leleh : 884 °C
3. Wujud : Padat
4. Warna : Putih
5. Kelarutan dalam air : 4,76 g/100 ml (0 °C) : 42,7 g/100 ml (100 °C)
6. Density : 2,664 g/cm3
7. Bereaksi dengan asam sulfat membentuk natrium hidrogen sulfat
Na2SO4+ H2SO4 2 NaHSO4 (2.8)
8. Bereaksi dengan barium klorida membentuk natrium klorida dan barium sulfat.
Na2SO4+ BaCl2 2 NaCl + BaSO4 (2.9)
9. Dapat dibuat dengan berbagai macam proses :
Secara laboratorium, dengan mereaksikan natrium hidroksida dan asam sulfat
2NaOH + H2SO4 Na2SO4+ 2 H2O (2.10)
(47)
26
a. Proses Mannheim, dengan mereaksikan natrium klorida dan asam sulfat.
2NaCl + H2SO4 Na2SO4+ 2 HCl (2.11)
b. Proses Hargreaves, dengan mereaksikan natrium klorida, sulfur oksida, oksigen dan air.
4NaCl + 2 SO2+ O2+ 2 H2O 2 Na2SO4+ 4 HCl (2.12)
Kecepatan reaksi kimia dalam suatu larutan yang umum terjadi, sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dari zat-zat yang bereaksi (reaktan). Secara umum reaksi kimia akan berlangsung lebih cepatjika konsentrasi pereaksi di perbesar. Larutan yang mengandung sulfida akan memberikan efek korosif yang agresif pada logam. Sifat dari ion sulfida adalah snagt kuat dalam mencegah terjadinya proses pasifasi pada logam yang berbeda dilingkungan yang mengandung sulfida, ia akan terurai dengan cepatpada larutan tersebut. Larutan natrium sulfat adalah larutan yang terbentuk dengan suatu proses awal melarutnya garam natrium sulfat dalam bentuk padat kedalam bentuk pelarut air. Jika larutan ini dilarutkan kedalam air, maka akan terurai menjadi ion-ion natrium dan sulfat yang dapat bergerak dalam larutan dan menghantarkan listik. Jika logam dalam lingkungan ini, maka ion sulfat yang telah terurai tadi akan terabsorbsi kepermukaan logam dan menghentikan proses pasifasi serta mencegah proses terjadinya pengendapan lapisan oksida pelindung. Sementara itu, natrium yang juga telah terurai sebagian juga akan mengendap didalam larutan, sebagian terus bergerak menghantarkan listrik dan sebagian yang menguap dan tidak terlalu berpengaruh terhadap berlangsungnya proses korosi. Dengan berhentinyaproses pasifasi ini, korosi yang
(48)
27
terjadi pada logam tersebut dimungkinkan akan tetap terus berlangsung. Semakin tinggi konsentrasi larutan natrium sulfat maka semakin besar pula ion sulfat yang berada disekitar logam. Semakin besar jumlah ion sulfat yang berada disekitar logam maka semakin besar pula terjadinya proses pencegahan timbulnya lapisan yang akan meninbulkan depasifasi pada permukaan logam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan natrium sulfat, akan semakin besar pula dalam mempercepat laju korosi yang berlangsung pada suatu logam[Tsaur,Charng-Cheng,2004].
2.6. Peranan konsentrasi larutan NaCl terhadap proses korosi di lingkungan Nacl
Natrium klorida dalam bentuk kristal yang dimasukan kedalam air akan mengalami peristiwa pelarutan. Peristiwa melarutnya NaCl kristal ini selalu disertai dengan penurunan suhu. Penurunan suhu yang terjadi pada saat melarutnya kristal NaCl dan air akan mengakibatkan suatu reaksi antar molekul-molekulnya. Didalam air natrium klorida dalam bentuk kristal akan pecah menjadi partikel-partikel kecil dan kemudian akan ditarik oleh molekul-molekul air. Setelah molekul-molekul NaCl dan molekul air bereaksi dan bergabung jadi satu, pada seluruh larutan terdapat molekul air dan molekul NaCl yang sudah berikatan dalam jumlah yang seragam dan tidak dapat dibedakan.
Nacl didalam air ditarik oleh molekul-molekul air sehingga menjadi ion Na+ dan Clˉ. Air memiliki daya meng- ion terhadap molekul NaCl. Oleh karena itu, maka natrium klorida dalam air membentuk larutan yang dapat menghantar listrik.
(49)
28
Ion-ion yang terbentuk dari peristiwa terurainya Na+ dan Clˉ ini disebut disosiasi elektrolis. Ion yang terbentuk mampu bergerak bebas dalam larutan dan dimungkinkan ion-ion inilah yang menghantarkan listrik. Kecepatan reaksi kimia dalam suatu larutan yang umum terjadi, sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dari zat-zat yang bereaksi (reaktan). Secara umum reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat jika konsentrasi pereaksi diperbesar. Larutan yang mengandung klorida akan memberikan efek korosif yang sangat agresif pada logam. Sifat dari ion klorida adalah sangat kuat dalam mencegah terjadinya proses pasifasi pada logam yang berada di lingkungan yang mengandung klorida akan terurai dengan cepat.
Ion klorida akan terabsorbsi ke permukaan logam yang akan menyebabkan ikatan antara oksida-oksida logam yang berkaitan akan tersaingi akibat masuknya ion ini kedalam sela-sela ikatannya, sehingga akan memperlemahstruktur ikatan logam yang bersangkutan. Ion klorida selain akan mencegah proses pasifasi juga akan mencegah proses pengendapan lapisan oksida pelindung dengan membentuk zat-zat kompleks yang mengandung ion ferrit. Dengan demikian, jika suatu logam berada pada lingkungan yang mengandung klorida, akan menyebabkan terjadinya proses depasifasi (tidak berlangsungnya proses pasifasi pada logam yang terkorosi). Sehingga akan menimbukan proses pada logam terus berlanjut.
(50)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini telah dilakukan pengujian oksidasi baja AISI 1020 pada temperatur 700 °C dalam lingkungan NaCl/Na2SO4. Pengujian dilakukan untuk
melihat pertambahan berat terhadap waktu lamanya korosi dan menganalisa produk oksidasi yang dilakukan dengan metode OM dan XRD.
3.2 Tempat dan Waktu
Pembuatan dan pengujian spesimen dalam penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung, Laboratorium Metalurgi Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1 Alat Penelitian
a. Mesin Gerinda/bubut
Mesin Gerinda digunakan untuk memotong dan membentuk baja AISI 1020.
(51)
30
Gambar 3.1 Mesin Gerinda b. Mesin Bor
Mesin bor digunakan untuk melubangi spesimen uji denganØ 1 mm.
Gambar 3.2. Mesin Bubut c. MesinPolishing
Digunakan untuk menghaluskan permukaan spesimen uji.
(52)
31
d. Mesin Gerinding
Digunakan untuk menghaluskan permukaan spesimen menggunakan amplas dengan kekasaran 500-1200.
Gambar 3.4. Mesin Gerinding e. Timbangan Digital
Digunakan untuk meninbang spesimen Baja AISI 1020 setelah dioksidasi .
Gambar 3.5. Mesin Polishing f. Hot Plate
Digunakanan untuk menjaga suhu spesimen pada saat penyemprotan klor dan sulfur.
(53)
32
Gambar 3.6. Hot Plate g. Gun Spray
Digunakan untuk menyenprotkan deposit klor dan sulfur.
Gambar 3.7. Gun Spray h. Ultrasonic Cleaner
Digunakan untuk membersihan sisa kotoran dan lemak pada spesimen.
(54)
33
i. Termokopel
Digunakan untuk memeriksa suhu oksidasi dalam furnace.
Gambar 3.9. Termokopel j. Furnace
Digunakan untuk proses oksidasi
Gambar 3.10. Termokopel
k. X-RD digunakan untuk melihat kandungan elemen spesimen.
(55)
34
3.3.2 Bahan Penelitian
a. Baja AISI 1020
Digunakan untuk spesimen utama dalam penelitian ini.
Gambar 3.12. Baja AISI 1020
b. Larutan Deposit NaCl/Na2SO4
Bahan larutan deposit NaCl/Na2SO4untuk proses oksidasi. Dengan
perbandingan berat (gr): 100/0 (sampel 1), 30/70 sampel 2, 50/50(sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam aquades dengan total volume 250 mL
(56)
35
3.4. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:
3.4.1. Persiapan Spesimen Uji
Jumlah spesimen uji yang akan digunakan pada penelitian ini sebanyak 75, material yang diuji pada penelitian ini adalah baja karbon rendah AISI 1020. pada penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, dengan uraian sebagai berikut: bagian waktu oksidasi 1 jam, 4 jam, 9 jam, 25 jam dan 49 jam
Tabe 3.1. Jumlah spesimen uji yang akan digunakan
Sampel Jam
Pre-Coated
Total NaCl/Na2SO4
100/0
NaCl/Na2SO4 30/70
NaCl/Na2SO4 50/50
NaCl/Na2SO4 70/30
NaCl/Na2SO4 0/100
1 3 3 3 3 3 15
4 3 3 3 3 3 15
9 3 3 3 3 3 15
25 3 3 3 3 3 15
49 3 3 3 3 3 15
Jumlah 75
Tabel 3.2. Jumlah spesimen uji yang akan digunakan untuk masing – masing pengujian
Pengujian
Jam X-RD OM Total
1 0 2 2
4 0 2 2
9 0 2 2
25 0 2 2
49 3 2 5
Jumlah 13
3.4.2. Pemotongan Spesimen Uji
Pemotongan spesimen uji ini dilakukan dengan menggunakan gergaji besi. Dengan ukuran spesimen 2 mm x 10 mm x 20 mm.
(57)
36
1. Cleaning
Yang dimaksud dengan cleaning yaitu pembersihan permukaan logam yang dimaksudkan untuk menghilangkan kontaminasi, kotoran dan membentuk struktur permukaan spesimen yang baik. Dalam hal ini ada beberapa proses yang dilakukan antara lain :
- Proses Grinding
Pada logam menyangkut proses penggosokan pada logam yang menggunakan amplas 200-1200.
- Proses Pembilasan
Proses pembilasan dengan menggunakan air yang berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa etanol yang masih ada pada permukaan benda kerja. Digunakannya air karena mempunyai daya hantar listrik yang kecil daripada air biasa dan mengandung anion dan kation rendah. - Drying
Proses ini adalah proses pengeringan benda uji/spesimen dengan menggunakan hair dryer, bertujuan supaya spesimen benar-benar dalam keadaan kering
3.4.3. Proses Pengujian Oksidasi / Korosi.
Pada proses ini baja yang telah melewati tahapan perlakuan diatas akan diuji pada lingkungan NaCl + Na2SO4dengan konsentrasi 100% NaCl + 0% Na2SO4 ,30%
NaCl + 70% Na2SO4, 50% NaCl + 50% Na2SO4 ,70% NaCl + 30% Na2SO4, 0%
NaCl + 100% Na2SO4 dalam berat (gr) yang disemprotkan pada permukaan baja
(58)
37
pengujian korosi dilakukan dengan temperatur 700 °C dengan interval waktu yang digunakan antara 1, 4, 9, 25, 49 jam.
3.5. Karakterisasi
Setelah melalui proses pengujian oksidasi maka spesimen akan melalui tahapan pengujian karakterisasi. Proses yang akan dilakukan adalah XRD (X-Ray Diffraction), OM (Optic Microscope)
untuk mengetahui fasa dan struktur mikro baja.
3.6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data–data yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan adalah:
Melakukan penghitungan weight gain (Δ w) dari baja yang diuji, untuk mendapatkan perbandingan antaraweight gain(Δ w) per satuan luas (A) dan waktu pengujian (t). Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
W0=W0+ (W0+ NaCL + Na2SO4) (3.1) W1= Berat spesimen setelah uji korosi. (3.2)
dimana ;
W0’= Berat spesimen sebelum uji korosi
Sehingga ;
(3.3)
dan,
A = 2 (p.l) + 2 (p.t) + 2 (l.t) (3.4) dimana ;
(59)
38
p = Panjang spesimen.
l = Lebar spesimen.
t = Tebal spesimen 3.7 Diagram Alir
Gambar 3.14. Diagram Alir Penelitian Studi literatur dan survey
OM
Persiapan bahan baja karbon rendah
Pre-coated deposit 100+0%, 30+70%, 50+50%, 70+30%, 0+100% NaCl/Na2SO4
Penimbangan berat
Kesimpulan dan saran Analisa data dan pembahasan
Selesai
X-RD
Analisa Sampel Mulai
(60)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian pengujian oksidasi baja AISI 1020 pada temperatur 700 °C selama periode 1 - 49 jam, menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Keberadaan deposit NaCl+Na2SO4 pada baja AISI 1020 sangat besar
mempengaruhi oksidasi baja. Hal ini dapat dilihat dari nilai konstanta parabolik dengan perbandingan deposit NaCl+Na2SO4(gr): 100/0 adalah 6,04 x 10-8mg2
cm–4s–1, 30/70 adalah 2,57 x 10-8 mg2cm–4s–1, 50/50 adalah 4,35x10-8mg2cm–
4
s–1, 70/30 adalah 5,79 x 10-8 mg2cm–4s–1, 0/100 adalah 5,11 x 10-8mg2cm–4s–1 dan diudara biasa adalah sebesar 1,073× 10-12g2cm–4s–1.
2. Hasil mokroskop optik pada penampang permukaan baja AISI 1020 dengan komposisi deposit NaCl+Na2SO4yang dioksidasi pada 700 °C dengan periode
waktu oksidasi 49 jam mengalami pengerusakan lapisan permukaan baja AISI 1020 disebabkan oleh keberadaan klor dan sulfur dari deposit NaCl+Na2SO4
(61)
✂ ✄
3. Hasil analisis X-ray (XRD) pada permukaan sampel yang dioksidasi selama 49 jam menunjukan pertumbuhan fasa-fasa yang terbentuk pada permukaan baja AISI 1020 setelah dioksidasi pada temperatur 700 °C dalam lingkungan NaCl+Na2SO4 adalah lapisan hematite (Fe2O3) yang terbentuk lebih tipis
dibandingkan dengan lapisan magnetite (Fe3O4) dan lapisan wustite (FeO),
dimana lapisan wustite (FeO) terbentuk dekat dengan subrat baja.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut dan observasi pada baja karbon sedang dan baja karbon tinggi untuk menjadi pembanding dengan variabel temperatur dan waktu yang berbeda, serta dioksidasi dalam lingkungan yang berbeda. Sehingga didapatkan hasil penelitian yang dapat memberikan bahan pertimbangan dalam memilih material tahan korosi dalam temperatur tinggi maupun temperatur ruang.
(62)
DAFTAR PUSTAKA
Amstead, B.H., 1993.Teknologi Mekanik. Jakarta, Erlangga. Sutianto, Ramadhan. 2011.Baja Karbon Rendah. Melalui :
http://ramadhansutianto007.blogspot.com/,diakses 28 Desember 2012 Wang, Chaur-jeng., Chang, Yeong-Chung. 2002. NaCl-induced hot corrosion of
Fe-Mn-Al-C alloys. National Taiwan University of Science and Technology. Taiwan
Fontana , M.G., (1986),Corrosion Engineering, Edition, Mc Graw-Hill Book Company, New York.
Davis, Troxell, dan Hauck. 1998.The Testing of Engineering Materials.
Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York. ASM International, 1993.ASM handbook vol. 1:329
Wiryosumarto, H dan Okumura, T.2004.Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan 9. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta
Hariati , P., Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA., Ramadhan Mavindra. 2011Studi Eksperimen Laju Korosi Plat Body Automobiles Pada Larutan
NaCl 5% (Air Laut) Dengan Cyclic Methode SAE J2234. ITS, Surabaya Melalui :http://www.material.chula.ac.th/Journal/v20-3/31-36%20 RUJISOMNAPA,%20J.pdf, Diakses 28 Desember 2012
Amstead, B.H. 1989.Teknologi mekanik Jilid 1. Erlangga. Jakarta Lee W.H., R.Y. Lin, 1999,Oxidation, Sulfdation and hot corrosion of
Intermetallic compound Fe3Al at 605 ºC and 800 ºC, Materials
Chemistry and Physisc, vol. 58 pp. 231-242
Indiarto, Dwi. 2009.Pengaruh Waktu Tahan Proses Waktu Baja Karbon Rendah Terhadap Ketebalan Lapisan, Kekuatan Tarik Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(63)
Wang, Chaur-Jeng., Liu, Hsiao-Hung and Cheng, Wei-Jhen. 2011. The mechanism of oxide whisker growth and hot corrosion 430 stainless steels in air–NaCl(g) atmosphere. Applied Surface Science. 257 (2011) 10645–
1065
Tsaur, Charng-Cheng. 2004. High temperature oxidation and NaCl-9Cr1Mo and 310 stainless steel.Texas : A&M University
W.H., Eko. 2008.Analisis Korosi Temperatur Tinggi Akibat Garam Cair Pada Pipa Superheater Boiler. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
(1)
37
pengujian korosi dilakukan dengan temperatur 700 °C dengan interval waktu yang digunakan antara 1, 4, 9, 25, 49 jam.
3.5. Karakterisasi
Setelah melalui proses pengujian oksidasi maka spesimen akan melalui tahapan pengujian karakterisasi. Proses yang akan dilakukan adalah XRD (X-Ray Diffraction), OM (Optic Microscope)
untuk mengetahui fasa dan struktur mikro baja.
3.6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data–data yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan adalah:
Melakukan penghitungan weight gain (Δ w) dari baja yang diuji, untuk mendapatkan perbandingan antaraweight gain(Δ w) per satuan luas (A) dan waktu pengujian (t). Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
W0=W0+ (W0+ NaCL + Na2SO4) (3.1)
W1= Berat spesimen setelah uji korosi. (3.2) dimana ;
W0’= Berat spesimen sebelum uji korosi Sehingga ;
(3.3)
dan,
A = 2 (p.l) + 2 (p.t) + 2 (l.t) (3.4)
(2)
38
p = Panjang spesimen.
l = Lebar spesimen.
t = Tebal spesimen 3.7 Diagram Alir
Gambar 3.14. Diagram Alir Penelitian Studi literatur dan survey
OM
Persiapan bahan baja karbon rendah
Pre-coated deposit 100+0%, 30+70%, 50+50%, 70+30%, 0+100% NaCl/Na2SO4
Penimbangan berat
Kesimpulan dan saran Analisa data dan pembahasan
Selesai
X-RD
Analisa Sampel Mulai
(3)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian pengujian oksidasi baja AISI 1020 pada temperatur 700 °C selama periode 1 - 49 jam, menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Keberadaan deposit NaCl+Na2SO4 pada baja AISI 1020 sangat besar
mempengaruhi oksidasi baja. Hal ini dapat dilihat dari nilai konstanta parabolik dengan perbandingan deposit NaCl+Na2SO4(gr): 100/0 adalah 6,04 x 10-8mg2
cm–4s–1, 30/70 adalah 2,57 x 10-8 mg2cm–4s–1, 50/50 adalah 4,35x10-8mg2cm–
4
s–1, 70/30 adalah 5,79 x 10-8 mg2cm–4s–1, 0/100 adalah 5,11 x 10-8mg2cm–4s–1 dan diudara biasa adalah sebesar 1,073× 10-12g2cm–4s–1.
2. Hasil mokroskop optik pada penampang permukaan baja AISI 1020 dengan komposisi deposit NaCl+Na2SO4yang dioksidasi pada 700 °C dengan periode
waktu oksidasi 49 jam mengalami pengerusakan lapisan permukaan baja AISI 1020 disebabkan oleh keberadaan klor dan sulfur dari deposit NaCl+Na2SO4
(4)
✂ ✄
3. Hasil analisis X-ray (XRD) pada permukaan sampel yang dioksidasi selama 49 jam menunjukan pertumbuhan fasa-fasa yang terbentuk pada permukaan baja AISI 1020 setelah dioksidasi pada temperatur 700 °C dalam lingkungan NaCl+Na2SO4 adalah lapisan hematite (Fe2O3) yang terbentuk lebih tipis
dibandingkan dengan lapisan magnetite (Fe3O4) dan lapisan wustite (FeO),
dimana lapisan wustite (FeO) terbentuk dekat dengan subrat baja.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut dan observasi pada baja karbon sedang dan baja karbon tinggi untuk menjadi pembanding dengan variabel temperatur dan waktu yang berbeda, serta dioksidasi dalam lingkungan yang berbeda. Sehingga didapatkan hasil penelitian yang dapat memberikan bahan pertimbangan dalam memilih material tahan korosi dalam temperatur tinggi maupun temperatur ruang.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Amstead, B.H., 1993.Teknologi Mekanik. Jakarta, Erlangga. Sutianto, Ramadhan. 2011.Baja Karbon Rendah. Melalui :
http://ramadhansutianto007.blogspot.com/,diakses 28 Desember 2012 Wang, Chaur-jeng., Chang, Yeong-Chung. 2002. NaCl-induced hot corrosion of
Fe-Mn-Al-C alloys. National Taiwan University of Science and Technology. Taiwan
Fontana , M.G., (1986),Corrosion Engineering, Edition, Mc Graw-Hill Book Company, New York.
Davis, Troxell, dan Hauck. 1998.The Testing of Engineering Materials.
Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York. ASM International, 1993.ASM handbook vol. 1:329
Wiryosumarto, H dan Okumura, T.2004.Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan 9. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta
Hariati , P., Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA., Ramadhan Mavindra. 2011Studi Eksperimen Laju Korosi Plat Body Automobiles Pada Larutan
NaCl 5% (Air Laut) Dengan Cyclic Methode SAE J2234. ITS, Surabaya Melalui :http://www.material.chula.ac.th/Journal/v20-3/31-36%20 RUJISOMNAPA,%20J.pdf, Diakses 28 Desember 2012
Amstead, B.H. 1989.Teknologi mekanik Jilid 1. Erlangga. Jakarta Lee W.H., R.Y. Lin, 1999,Oxidation, Sulfdation and hot corrosion of
Intermetallic compound Fe3Al at 605 ºC and 800 ºC, Materials
Chemistry and Physisc, vol. 58 pp. 231-242
Indiarto, Dwi. 2009.Pengaruh Waktu Tahan Proses Waktu Baja Karbon Rendah Terhadap Ketebalan Lapisan, Kekuatan Tarik Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(6)
Wang, Chaur-Jeng., Liu, Hsiao-Hung and Cheng, Wei-Jhen. 2011. The mechanism of oxide whisker growth and hot corrosion 430 stainless steels in air–NaCl(g) atmosphere. Applied Surface Science. 257 (2011) 10645– 1065
Tsaur, Charng-Cheng. 2004. High temperature oxidation and NaCl-9Cr1Mo and 310 stainless steel.Texas : A&M University
W.H., Eko. 2008.Analisis Korosi Temperatur Tinggi Akibat Garam Cair Pada Pipa Superheater Boiler. Bandung : Institut Teknologi Bandung.