PERILAKU KOROSI PANAS BAJA AISI 4130 PADA TEMPERATUR 750O C DALAM LINGKUNGAN ATMOSPHIR YANG MENGANDUNG KLOR DAN SULFUR

(1)

PERILAKU KOROSI PANAS BAJA AISI 4130 PADA TEMPERATUR 750O C DALAM LINGKUNGAN ATMOSPHIR YANG MENGANDUNG KLOR DAN

SULFUR

Oleh

Muhammad Ihsan Yusuf

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PERILAKU KOROSI PANAS BAJA AISI 4130 PADA TEMPERATUR

750O C DALAM LINGKUNGAN ATMOSPHIR YANG MENGANDUNG

KLOR DAN SULFUR

Oleh

Muhammad Ihsan Yusuf

Baja merupakan suatu material utama dari sebuah industri. Dalam dunia metalurgi baja memiliki suatu karakter yang berbeda-beda mulai dari struktur mikro sampai dengan sifat mekaniknya. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui dengan baik karakter suatu baja agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Jika tidak tepat dalam memilih suatu material, maka akan terjadi suatu kegagalan.

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian oksidasi baja AISI 4130 pada temperatur 750 0C dalam lingkungan NaCl/Na2SO4. Pengujian dilakukan untuk melihat pertambahan berat terhadap waktu lamanya korosi, dan menganalisa produk oksidasi yang dilakukan dengan metode X-RD, SEM/EDS dan OM. Hasil penelitian ini menunjukan menunjukkan oksida yang terbentuk: Fe2O3, Fe3O4,

FeO, dan Cr2O3, pada permukaan baja adalah hampir sama untuk semua spesimen

yang dioksidasi dalam lingkungan yang berbeda. Keberadaan deposit NaCl dan deposit Na2SO4 pada permukaan baja AISI 4130 dapat mempercepat proses oksidasi pada temperatur tinggi. Keberadaan gas klor maupun gas sulfur di dalam atmosfer menyebabkan lapisan permukaan baja AISI 4130 mengalami oksidasi lebih cepat dari pada yang terjadi dalam lingkungan udara biasa. Kerusakan lapisan permukaan baja AISI 4130 diperparah melalui pertumbuhan oksida kaya besi (Fe2O3) pada lapisan protektif. Pembentukan Fe2O3 dipercepat melalui reaksi pembentukan FeO dan Cr2O3 pada baja AISI 4130 dengan deposit NaCl dan deposit Na2SO4.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI ……… ii

DAFTAR GAMBAR ………...…. iv

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR SIMBOL ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Batasan Masalah ... 3

D. Sistematika Penulisan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja ... 5

B. Baja AISI 4130 ... 12

C. Oksidasi ... 13

D. Korosi …..……….. 17 E. Peranan Konsentrasi Larutan NaCl terhadap Proses


(7)

iii

Korosi di Lingkungan NaCl. ... 23

F. Peranan Konsentrasi Larutan Na2SO4 Terhadap Proses Korosi di Lingkungan NaCl/ Na2SO4 ... 25

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 29

B. Tempat Penelitian ... 29

C. Alat dan Bahan Penelitian ... 29

D. Prosedur Kerja Penelitian ... 30

E. Pengumpulan Data ... 33

F. Diagram Alir Penelitian ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi ... 35

B. Karakterisasi hasil pengujian oksidasi ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53


(8)

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Baja merupakan suatu material utama dari sebuah industri. Dalam dunia metalurgi baja memiliki suatu karakter yang berbeda-beda mulai dari struktur mikro sampai dengan sifat mekaniknya. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui dengan baik karakter suatu baja agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Jika tidak tepat dalam memilih suatu material, maka akan terjadi suatu kegagalan.

Penggunaan baja karbon AISI 4130 umumnya banyak digunakan pada bidang konstruksi seperti : pipa, boiler, pembangkit listrik, ketel uap, dan sebagainya. Karena banyak mengandung klorida sulfur enzim bereaksi yang membentuk deposit. Sehingga menurunnya mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya. Dalam penggunaanya baja paduan ini akan mengalami degredasi atau kerusakan akibat korosi, terutama pada temperature tinggi.

Korosi dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang bersifat asam, basa, oksigen, dan air. Selain itu garam-garam anorganik seperti klorid (Cl-), sulfat (SO42-), dan karbonat dari Na, Mg, dan Ca juga dapat menyebabkan korosi. L.Shi dalam


(10)

penelitiannya menyebutkan bahwa deposit Na2SO4 dapat mempercepat proses oksidasi iron pada temperatur 750 ºC. Percepatan korosi ini disebabkan oleh endapan sulfida yang terbentuk pada fasa cair, yakni lelehan eutektit Na2SO4 dan Na2O, dimana Na2O merupakan hasil reaksi antara iron dengan deposit sulfat. Pada penelitian lain yang pernah dilakukan, yakni penelitian korosi pada temperatur tinggi baja karbon A210-C dalam lingkungan pembakaran batubara (coal combustion) oleh X. Peng et al. Menyebutkan bahwa laju oksidasi meningkat signifikan dengan meningkatnya temperatur.

Berbagai macam korosi dapat terjadi dengan cepat apabila pengendalian lingkungan dan pencegahan tidak dilakukan dengan baik akan memperparah keadaan. Korosi yang terjadi pada ligkungan tersebut adalah korosi galvanis, korosi batas butir, korosi intergranular, peluruhan relektif, korosi sumuran dan korosi celah.

Berdasarkan latar belakang di atas maka pada penelitian ini mengambil judul :

“Perilaku korosi panas baja aisi 4130 pada temperatur 750o C dalam lingkungan atmosphir yang mengandung klor dan sulfur ”.

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

a. Perilaku korosi baja AISI 4130 pada temperatur 750o C, pada NaCl dan Na2SO4 b. Mempelajari perilaku korosi baja AISI 4130 selama dioksidiasi pada temperatur


(11)

3

2. Batasan masalah

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas agar proses yang dilakukan bisa berjalan dengan sesuai maka peneliti membatasi masalah penelitiannya sebagai berikut:

a. Subtrate adalah baja AISI 4130

b. Deposit NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan berat : 0/100, 30/70, 50/50, 70/30, 100/0.

c. Uji Korosi dilakukan pada temperatur 750o C dengan variasi waktu oksidasi adalah 1, 4, 9, 25, dan 49 jam dalam udara static.

3. Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini disusun menjadi lima Bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan latar belakang penelitian tugas akhir, tujuan penelitian tugas akhir, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang dijadikan sebagai landasan teori untuk mendukung penelitian ini.


(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan metode tentang langkah-langkah, Alat dan bahan yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam penelitian ini.

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Pada bab ini menguraikan hasil dan membahas yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini menyimpulkan dari hasil dan pembahasan sekaligus memberikan saran yang dapat menyempurnakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan literatur-literatur atau referensi yang diperoleh penulis untuk mendukung penyusunan laporan ini.

LAMPIRAN


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Baja

Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada sisi kristal (crystal lattice) atom besi. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan tungsten. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility) [Davis, 1982]..

Besi merupakan unsur yang ditemukan berlimpah di alam. Juga ditemukan di matahari dan bintang lainnya dalam jumlah yang seadanya. Inti atomnya sangat stabil. Besi adalah unsur dasar dari meteorit jenis siderite dan sangat sedikit terdapat dalam 2 jenis meteorit lainnya. Inti bumi dengan radius 2150 mil, terdiri dari besi dengan 10 persen hidrogen teroklusi. Besi merupakan unsur keempat yang berlimpah ditemukan di kerak bumi. Bijih besi yang umum adalah hematit, yang sering terlihat sebagai pasir hitam sepanjang pantai dan muara aliran.


(14)

1. Sifat-sifat Baja

Logam murni besi sangat reaktif secara kimiawi dan mudah terkorosi, khususnya di udara yang lembab atau ketika terdapat peningkatan suhu. Memiliki 4 bentuk allotroik ferit, yakni alfa, beta, gamma dan omega dengan suhu transisi 700, 928, dan 1530 °C. Bentuk alfa bersifat magnetik, tapi ketika berubah menjadi beta, sifat magnetnya menghilang meski pola geometris molekul tidak berubah. Hubungan antara bentuk-bentuk ini sangat aneh. Besi pig adalah alloy dengan 3% karbon dan sedikit tambahan sulfur, silikon, mangan dan fosfor. Besi bersifat keras, rapuh, dan umumnya mudah dicampur, dan digunakan untuk menghasilkan alloy lainnya, termasuk baja. Besi tempa yang mengandung kurang dari 0.1% karbon, sangat kuat, dapat dibentuk, tidak mudah campur dan biasanya memiliki struktur berserat. Baja karbon adalah alloy besi dengan sedikit Mn, S, P, dan Si. Alloy baja adalah baja karbon dnegan tambahan seperti nikel, khrom, vanadium dan lain-lain. Besi relatif murah, mudah didapat, sangat berguna dan merupakan logam yang sangat penting. Klasifikasi Baja Menurut ASM handbook vol.1:329 (1993), baja dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimianya seperti kadar karbon dan paduan yang digunakan. Adapun klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya adalah sebagai berikut:

a. Baja karbon.

b. Baja paduan rendah. c. Baja tahan karat


(15)

7

2. Baja Karbon

Baja dengan kadar Mangan kurang dari 0,8 % Silicon kurang dari 0.5 % dan unsur lain sangat sedikit, dapat dianggap sebagai baja karbon. Mangan dan Silicon sengaja di tambahkan dalam proses pembuatan baja sebagai deoxidizer untuk mengurangi pengaruh buruk dari beberapa unsur pengotoran. Baja karbon diproduksi dalam bentuk balok, profil, lembaran dan kawat. Baja karbon dapat di golongkan menjadi tiga bagian berdasarkan jumlah kandungan karbon yang terdapat di dalam baja tersebut, penggolangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Baja karbon rendah.

(Wiryosumarto, 2004) Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung 0,022–0,3% C yang dibagi menjadi empat bagian menurut kandungannya yaitu:

1. Tidak responsif terhadapperlakuan panas yang bertujuan membentuk martensit

2. Metode penguatannya dengan cold working 3. Relatif lunak, ulet dan tangguh

4. Mampu lasnya baik 5. Harga murah. b. . Baja karbon menengah

(Sack, 1997) Baja karbon ini memiliki sifat–sifat mekanik yang lebih baik dari pada baja karbon rendah. Baja karbon menengah mengandung 0,3–0,6 % C dan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :


(16)

1. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah. 2. Tidak mudah di bentuk dengan mesin.

3. Lebih sulit di lakukan untuk pengelasan. 4. Dapat dikeraskan (quenching) dengan baik.

c. Baja karbon tinggi

(Amanto,1999) Baja karbon tinggi memeiliki kandungan karbon antara 0,6–1,7 % karbon dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Kuat sekali.

2. Sangat keras dan getas/rapuh. 3. Sulit dibentuk mesin.

4. Mengandung unsur sulfur ( S ) dan posfor ( P ). 5. Mengakibatkan kurangnya sifat liat.

6. Dapat dilakukan proses heat treatment dengan baik.

3. Baja paduan

Menurut Muhammad Amin Nasution (Amanto, 1999), baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molybdenum, kromium, vanadium dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan dan keuletannya. Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang


(17)

9

mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar paduannya baja paduan dibagi menjadi tiga macam yaitu:

a. Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel)

Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari 2,5% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Memiliki kadar karbon sama seperti baja karbon, tetapi ada sedikit unsur paduan. Dengan penambahan unsur paduan, kekuatan dapat dinaikkan tanpa mengurangi keuletannya, kekuatan fatik, daya tahan terhadap korosi, aus dan panas. Aplikasinya banyak digunakan pada kapal, jembatan, roda kereta api, ketel uap, tangki gas, pipa gas dan sebagainya.

b. Baja Paduan Menengah (Medium Alloy Steel)

Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya 2,5%-10% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain.

c. Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel)

Baja paduan tinggi merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih dari 10% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Contohnya baja tahan karat, baja perkakas dan baja mangan. Aplikasinya digunakan pada bearing, bejana tekan, baja pegas, cutting tools, frog rel kereta api dan lain sebagainya. Pada umumnya, baja paduan mempunyai sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa diantaranya Muhd. Amin Nasution (Amstead, 1993):

1. Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik


(18)

3. Tahan terhadap perubahan suhu, ini berarti bahwa sifat fisisnya tidak banyak berubah

4. Memiliki butiran yang halus dan homogen

Menurut Muhd. Amin Nasution (2008), pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut:

1. Unsur karbon (C)

Karbon merupakan unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1%-1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi jika berlebihan akan menurunkan ketangguhan.

2. Unsur Mangan (Mn)

Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan kurang lebih 0,6% tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh besar pada struktur baja dalam jumlah yang rendah. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kuat tarik tanpa mengurangi atau sedikit mengurangi regangan, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan ulet.


(19)

11

3. Unsur Silikon (Si)

Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan

kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk menaikkan tegangan tarik dan menurunkan laju pendinginan kritis. Silikon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus, dan ketahanan terhadap panas dan karat. Unsur silikon menyebabkan sementit tidak stabil, sehingga memisahkan dan membentuk grafit. Unsur silikon juga merupakan pembentuk ferit, tetapi bukan pembentuk karbida, silikon juga cenderung membentuk partikel oksida sehingga memperbanyak pengintian kristal dan mengurangi pertumbuhan akibatnya struktur butir semakin halus.

4. Unsur Nikel (Ni)

Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu memperbaiki kekuatan tarik dan menaikkan sifat ulet, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25% maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja.

5. Unsur Kromium (Cr)

Sifat unsur kromium dapat menurunkan laju pendinginan kritis (kromium sejumlah 1,5% cukup meningkatkan kekerasan dalam minyak).


(20)

Penambahan kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dikeraskan lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbida. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta tahan terhadap suhu tinggi.

B. Baja AISI 4130

Dalam penelitian ini jenis material yang digunakan yaitu baja AISI 4130 yang merupakan baja paduan rendah molybdenum yang mengandung kromium dengan kandungan karbon 0,30%. Baja AISI 4130 mempunyai komposisi kimia (0,28-0,33)% C; (0,40-0,60)% Mn; 0,035% P; 0,04% S; 0,30)% Si; (0,80-1,10)% Cr; (0,15-0,25)% Mo.

1. Fitur desain utama

adalah baja paduan rendah yang mengandung molibdenum dan kromium sebagai agen penguatan. Isi karbon 0,30% dan nominal dengan kadar karbon relatif rendah paduan yang sangat baik dari sudut pandang mampu las fusi. Paduan ini dapat dikeraskan dengan perlakuan panas.

2. Kegunaan

Aplikasi khas untuk 4130 adalah termasuk baja paduan rendah. struktural menggunakan seperti tunggangan mesin pesawat dan aplikasi pipa dilas.


(21)

13

Paduan ini mudah dikerjakan dengan metode konvensional. Pengerjaan yang terbaik dengan paduan dalam kondisi normal dan sudah mengalami perlakuan panas. Meskipun paduan mampu mesin dalam kondisi perlakuan panas sepenuhnya, kemapuan mesin menjadi lebih sulit dengan meningkatnya kekuatan (kekerasan) paduan.

4. Pembentukan

Sifat mampu bentuk yang terbaik dalam kondisi anil yang daktilitas sangat baik. C. Oksidasi

1. Pengertian Oksidasi

Oksidasi adalah peristiwa yang biasa terjadi jika metal bersentuhan dengan oksigen. Dalam reaksi kimia dimana oksigen tertambahkan pada unsur lain disebut oksidasi dan unsur yang menyebabkan terjadinya oksidasi disebut unsur pengoksidasi. Setiap reaksi di mana oksigen dilepaskan dari suatu senyawa merupakan reaksi reduksi dan unsur yang menyebabkan terjadinya reduksi disebut unsur pereduksi.

Jika satu materi teroksidasi dan materi yang lain tereduksi maka reaksi demikian disebut reaksi reduksi-oksidasi, disingkat reaksi redoks (redox reaction). Reaksi redoks terjadi melalui transfer elektron. Tidak semua reaksi redoks melibatkan oksigen. Akan tetapi semua reaksi redoks melibatkan transfer elektron dari materi yang bereaksi. Jika suatu materi kehilangan elektron, materi ini disebut tereduksi, dan apabila suatu materi memperoleh elektron, materi ini disebut teroksidasi.


(22)

Dalam reaksi redoks, satu reagen teroksidasi yang berarti menjadi reagen pereduksi dan reagen lawannya terreduksi yang berarti menjadi reagen pengoksidasi. Kecenderungan metal untuk bereaksi dengan oksigen didorong oleh penurunan energi bebas yang mengikuti pembentukan oksidanya. Lapisan oksida di permukaan metal bisa berpori (dalam kasus natrium, kalium, magnesium) bisa pula rapat tidak berpori (dalam kasus besi, tembaga, nikel) .

1. Penebalan Lapisan Oksida

Pada umumnya lapisan oksida yang terjadi di permukaan metal cenderung menebal. Berikut ini beberapa mekanisme yang mungkin terjadi, antara lain:

a. Jika lapisan oksida yang pertama terbentuk adalah berpori, maka molekul oksigen bisa masuk melalui pori-pori tersebut dan kemudian bereaksi dengan metal di perbatasan metaloksida. Lapisan oksida bertambah tebal. Lapisan oksida ini bersifat non-protektif, tidak memberikan perlindungan pada metal yang dilapisinya terhadap proses oksidasi lebih lanjut.


(23)

15

b. Jika lapisan oksida tidak berpori, ion metal bisa berdifusi menembus lapisan oksida menuju bidang batas oksida-udara, dan di perbatasan oksida-udara ini metal bereaksi dengan oksigen dan menambah tebal lapisan oksida yang telah ada. Proses oksidasi berlanjut di permukaan. Dalam hal ini elektron bergerak dengan arah yang sama agar pertukaran elektron dalam reaksi ini bisa terjadi.

Gambar 2. Lapisan oksida tidak berpori.

c. Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah gabungan antara (a) dan (b) dimana ion metal dan elektron bergerak ke arah luar sedang ion oksigen bergerak ke arah dalam. Reaksi oksidasi biasa terjadi di dalam lapisan oksida.

Terjadinya difusi ion, baik ion metal maupun ion oksigen, memerlukan koefisien difusi yang cukup tinggi. Sementara itu gerakan elektron menembus lapisan oksida memerlukan konduktivitas listrik oksida yang cukup tinggi pula. Oleh karena itu jika lapisan oksida memiliki konduktivitas listrik rendah, laju penambahan ketebalan lapisan juga rendah karena terlalu sedikitnya elektron yang bermigrasi dari metal menuju perbatasan oksida-udara yang diperlukan untuk pertukaran elektron dalam reaksi.


(24)

Jika koefisien difusi rendah, pergerakan ion metal ke arah perbatasan oksida-udara akan lebih lambat dari migrasi elektron. Penumpukan ion metal akan terjadi di bagian dalam lapisan oksida dan penumpukan ion ini akan menghalangi difusi ion metal lebih lanjut. Koefisien difusi yang rendah dan konduktivitas listrik yang rendah dapat membuat lapisan oksida bersifat protektif, menghalangi proses oksidasi lebih lanjut [Sudaryatno, 2011].

2. Oksidasi pada temperatur tinggi.

Logam yang bereaksi dengan oksigen atau gas lainnya pada suhu tinggi akan mengalami reaksi kimia. Proses oksidasi pada temperatur tinggi dimulai dengan adsorpsi oksigen yang kemudian membentuk oksida pada permukaan bahan. Selanjutnya, terjadi proses nukleasi oksida dan pertumbuhan lapisan untuk membentuk proteksi. Persyaratan lapisan proteksi adalah homogen, daya lekat tinggi, tidak ada kerusakan mikro ataupun makro, baik yang berupa retak atau terkelupas. Pada tingkat oksidasi , hukum kinetika parabola, linier, dan logaritma menggambarkan tingkat oksidasi untuk logam umum dan paduan. Dalam hal ini oksigen bereaksi untuk membentuk oksida pada permukaan logam, diukur dengan penambahan berat. Penambahan berat pada setiap waktu ( t ) selama oksidasi sebanding dengan ketebalan oksida (x). Logam tertentu, seperti baja, harus dilapisi untuk pencegahan korosi, karena memiliki tingkat oksidasi yang tinggi. Pada tingkat hukum parabola, laju oksidasi temperatur tinggi pada logam sering mengikuti hukum laju parabolik, yang memerlukan ketebalan (x), propotional ke waktu ( t) yaitu,


(25)

17

��= �� ……….………..(1)

Di mana kp dikenal sebagai konstanta laju parabolik.

D.

Gambar 3. Penambahan berat terhadap waktu pada hukum kinetika untuk oksidasi logam.

E. Korosi

Korosi adalah perusakan logam karena adanya reaksi kimia atau elektro kimia antara logam dengan lingkungannya. Adapun lingkungan yang dimaksud adalah dapat berupa larutan asam, air dan uap yang masing-masing mempunyai daya hantar listrik yang berbeda-beda. Perusakan logam yang dimaksud adalah berkurangnya nilai logam baik dari segi ekonomis, maupun teknis.

Menurut jenis reaksinya korosi dibagi menjadi dua yaitu korosi kimia atau biasa disebut korosi kering (Dry Corrosion) dan korosi elektrokimia biasa disebut korosi basah (Aqueous Corrosion). Korosi kimia atau korosi kering atau korosi temperatur tinggi adalah proses korosi yang terjadi melalui reaksi kimia secara murni yang terjadi

Pe n am b a h a n b era t waktu


(26)

tanpa adanya elektrolit atau bisa dikatakan tidak melibatkan air dengan segala bentuknya. Korosi kimia biasanya terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau dalam keadaan kering yang melibatkan logam (M) dengan oksigen, nitrogen, sulfida. Proses oksidasinya adalah sebagai berikut :

M M 2+ 2e-

½O2 + 2e¯ O2

M +½O2 MO

Pertumbuhan Oksida :

1. Awal proses oksida adalah pembentukan oksida dimana terjadi penarikan oksigen ke permukaan logam.

2. Reaksi antara oksigen dengan logam. 3. Oksidasi terbentuk di permukaan logam


(27)

19

Gambar 4. Mekanisme pertumbuhan oksida. Penyebab korosi temperatur tinggi adalah :

a. Oksidasi

Reaksi yang paling penting pada korosi temperatur tinggi, membentuk lapisan oksida yang dapat menahan serangan dari peristiwa korosi yang lain bila jumlah oksigen dilingkungannya cukup (jumlah oksigen dalam lingkungan disebut oksigen potensial). Tetapi harus terkontrol dan oksidasinya terbentuk dari senyawa dengan unsur-unsur yang menguntungkan.

b. Karburasi dan metal dusting

Terjadi dalam lingkungan yang mengandung CO, CH4 dan gas hidrokarbon lainnya. Penguraian C kepermukaan logam mengakibatkan penggetasan dan degradasi sifat mekanik lainnya.

c. Nitridasi

Terjadi pada lingkungan yang mengandung ammonia, terutama pada potensial oksigen yang rendah. Penyerapan nitrogen yang berlebihan akan membentuk presipitat nitrida di batas butir dan menyebabkan penggetasan.

d. Korosi oleh Halogen

Senyawa halida akibat penyerapan halogen oleh logam, dapat bersifat mudah menguap atau mencair pada temperatur rendah. Kenyataan ini mengakibatkan perusakan yang sangat parah.


(28)

Terjadi dalam lingkungan yang mengandung bahan bakar atau hasil pembakaran yang mengandung sulfur. Dengan oksigen membentuk SO2 dan SO3 yang bersifat pengoksidasi yang kurang agresif dibandingkan H2S yang bersifat pereduksi, tetapi dapat terjadi efek penguatan dengan adanya Na dan K yang akan membentuk uap yang kemudian akan mengendap kepermukaan logam pada temperatur yang lebih rendah dan merusak permukaan.

f. Korosi deposit abu dan garam

Deposit dapat mengakibatkan turunnya aktifitas oksigen dan menaikkan aktifitas sulfur, sehingga merusak lapisan pasif dan mempersulit pembentukannya kembali. Deposit biasanya mengandung S, Cl, Zn, Pb dan K.

g. Korosi karena logam cair

Terjadi pada proses yang mempergunakan logam cair, misalnya heat treatment dan

refining process. Korosi terjadi dalam bentuk pelarutan logam dan oksidanya akan semakin hebat dengan adanya uap air dan oksigen

1. Klasifikasi Korosi

Korosi diklasifikasikan melalui banyak cara. Ada metode yang membagi korosi menjadi korosi pada temperatur rendah dan temperatur tinggi. Metode lainnya memisahkan korosi menjadi kombinasi langsung (atau oksidasi) dan korosi elektrokimia.

Klasifikasi yang lebih disukai adalah korosi basah (wet corrosion) dan korosi kering (dry corrosion). Korosi basah terjadi ketika adanya cairan. Biasanya melibatkan


(29)

21

larutan yang mengandung air atau elektrolit dan sejauh ini terhitung menjadi penyebab korosi yang terbesar. Contoh yang paling umum adalah korosi pada baja yang disebabkan oleh air. Korosi kering terjadi ketika tidak adanya fasa cair atau ketika di atas titik embun lingkungan. Pada umumnya uap dan gas mengakibatkan terjadinya korosi. Korosi kering paling sering dihubungkan dengan temperatur tinggi. Contohnya korosi baja pada tungku perapian gas.

2. Jenis-Jenis Korosi

Jenis--jenis korosi adalah sebagai berikut [12] :

a. Korosi homogen (uniform corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang bersentuhan dengan elektrolit pada intensitas sama.

b. Korosi galvanis (galvanic corrosion), yaitu korosi yang terjadi bila dua logam yang berbeda berada dalam satu elektrolit, dalam keadaan ini logam yang kurang mulia (anodic) akan terkorosi, bahkan lebih hebat bila paduan tersebut tidak bersenyawa dengan logam lain.

c. Korosi celah (crevice corrosion), yaitu korosi lokal yang biasanya terjadi pada sela-sela sambungan logam yang sejenis atau pada retakan di permukaan logam. Hal ini disebabkan perbedaan konsentrasi ion logam atau konsentrasi oksigen antara celah dan lingkungannya.

d. Korosi antar butir (intergranular corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada batas butir, dimana batas butir sering kali merupakan tempat mengumpulnya impurity


(30)

memberikan efek didalam aplikasi atau penggunaan suatu material. Jika suatu logam terkorosi secara merata maka batas butir akan terlihat jelas lebih reaktif dibandingkan pada butir material tersebut. Pada beberapa kondisi, pertemuan butir sangat reaktif dan menyebabkan terjadinya korosi pada batas butir lebih cepat dibandingkan dengan korosi pada butir. Intergranular corrosion akan mengurangi atau menghilangkan kekuatan dari material.

e. Korosi sumur (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl- yang tinggi. Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk “sumur” yang tidak tampak.


(31)

23

f. Korosi selektif (selective corrosion),yaitu larutnya salah satu komponen dari suatu paduan, dan ini mengakibatkan paduan yang tersisa akan menjadi berpori sehingga ketahanan korosinya akan berkurang.

g. Korosi erosi (erotion corrosion), yaitu korosi yang diakibatkan gerakan air atau fluida.

h. Korosi tegangan (stress corrosion), yaitu korosi yang terladi sebagai akibat bekerjanya tegangan pada suatu benda yang berada pada media korosif.

F. Peranan Konsentrasi Larutan NaCl terhadap Proses Korosi di Lingkungan NaCl/Na2SO4.

Natrium klorida dalam bentuk kristal yang dimasukkan kedalam air akan mengalami peristiwa pelarutan. Peristiwa melarutnya NaCl kristal ini selalu disertai dengan penurunan suhu. Penurunan suhu yang terjadi pada saat melarutnya kristal NaCl dan air akan mengakibatkan suatu reaksi antar molekul-molekulnya. Didalam air, natrium klorida dalam bentuk kristal akan pecah menjadi pertikel-partikel kecil dan kemudian akan ditarik oleh molekul-molekul air. Setelah molekul-molekul NaCl dan molekul air bereaksi dan bergabung jadi satu, pada seluruh larutan terdapat molekul air dan molekul NaCl yang sudah berikatan dalam jumlah yang seragam dan tak dapat dibedakan.

NaCl didalam air ditarik oleh molekul-molekul air sehingga menjadi ion Na+ dan Cl-. Air memiliki daya meng- ion terhadap molekul NaCl. Oleh karena itu, maka natrium klorida dalam air membentuk larutan yang dapat menghantar listrik.


(32)

NaCl Na+ + Cl- ………...………(1) Ion-ion yang terbentuk dari peristiwa terurainya Na+ dan Cl- ini disebut disosiasi elektrolis. Ion-ion yang terbentuk mampu bergerak bebas dalam larutan dan dimungkinkan ion-ion inilah yang menghantarkan listrik.

Kecepatan reaksi kimia dalam suatu larutan yang umum terjadi, sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dari zat-zat yang bereaksi (reaktan). Secara umum reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat jika konsentrasi pereaksi diperbesar. Larutan yang mengandung klorida akan memberikan efek korosif yang sangat agresif pada logam. Sifat dari ion klorida adalah sangat kuat dalam mencegah terjadinya proses pasifasi pada logam berada di dalam lingkungan yang mengandung klorida akan terurai dengan cepat dalam larutan yang mengandung klorida. Ion klorida akan terabsorbsi ke permukaan logam yang akan menyebabkan ikatan antara oksida-oksida logam yang berikatan akan tersaingi akibat masuknya ion ini ke dalam sela-sela ikatannya, sehingga akan memperlemah struktur ikatan logam yang bersangkutan.

Ion klorida selain akan mencegah proses pasifasi juga akan mencegah proses pengendapan lapisan oksida pelindung dengan membentuk zat cair kompleks yang mengandung ion ferrit. Dengan demikian, jika suatu logam berada pada lingkungan yang mengandung klorida, akan menyebabkan terjadinya proses depasifasi (tidak berlangsungnya proses pasifasi pada logam yang terkorosi), sehingga akan menimbulkan proses korosi pada logam terus berlanjut [http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-7202-2702100027bab2. pdf/Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS/].


(33)

25

Larutan natrium klorida adalah larutan yang terbentuk dengan suatu proses awal melarutnya garam natrium klorida dalam bentuk padat ke dalam pelarut air. Jika garam ini dilarutkan ke dalam air, maka akan terurai menjadi ion-ion natrium dan klorida yang dapat bergerak dalam larutan dan menghantarkan listrik. Jika logam dalam lingkungan seperti ini, maka ion klorida akan yang telah terurai tadi akan terabsorbsi ke permukaan logam dan menghentikan proses pasifasi serta mencegah terjadinya pengendapan lapisan oksida pelindung. Sementara itu, natrium yang juga telah terurai sebagian juga akan mengendap di dalam larutan, sebagian terus bergerak menghantar listrik dan ada sebagian yang menguap dan tidak terlalu berpengaruh terhadap berlangsungnya proses korosi.

Dengan berhentinya proses pasifasi ini, korosi yang terjadi pada logam tersebut dimungkinkan akan tetap terus berlangsung. Semakin tinggi konsentrasi larutan natrium klorida, semakin besar pula ion klorida yang berada di sekitar logam. Semakin besar jumlah ion klorida yang berada di sekitar logam, semakin besar pula terjadinya proses pencegahan timbulnya lapisan pelindung yang akan menimbulkan depasifasi pada permukaan logam. Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan natrium klorida, akan semakin besar pula dalam mempercepat laju korosi yang berlangsung pada suatu logam [Hariyati, 2011].

G. Peranan Konsentrasi Larutan Na2SO4 Terhadap Proses Korosi di Lingkungan

NaCl/ Na2SO4.

Sifat-sifat dari natrium sulfat (Na2SO4) ialah sebagai berikut [18] : 1. Berat Molekul : 142,04 g/mol


(34)

2. Titik Leleh : 884 °C

3. Wujud : Padat

4. Warna : Putih

5. Kelarutan dalam air : 4,76 g/100 ml (0°C) 42,7 g/100 ml (100°C) 6. Density : 2.664 g/cm3

7. Bereaksi dengan asam sulfat membentuk natrium hidrogen sulfat

Na2SO4 + H2SO4 → 2 NaHSO4 (2)

8. Bereaksi dengan barium klorida membentuk natrium klorida dan barium sulfat

Na2SO4 + BaCl2 → 2 NaCl + BaSO4 (3)

9. Dapat dibuat dengan berbagai macam proses ;

Secara laboratorium, dengan mereaksikan natrium hidroksida dan asam sulfat.

2 NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H2O (4)

Secara komersial, dapat dibuat dengan dua metode yaitu :

a. Proses Mannheim, dengan mereaksikan natrium klorida dan asam sulfat.


(35)

27

2 NaCl + H2SO4 → Na2SO4 + 2 HCl (5) b. Proses Hargreaves, dengan mereaksikan natrium klorida, sulfur

dioksida, oksigen, dan air.

4 NaCl + 2 SO2 + O2 + 2 H2O → 2 Na2SO4 + 4 HCl (6)

Gambar 6. Bubuk Natrium Sulfat (Na2SO4) [18].

Kecepatan reaksi kimia dalam suatu larutan yang umum terjadi, sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dari zat-zat yang bereaksi (reaktan). Secara umum reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat jika konsentrasi pereaksi diperbesar. Larutan yang mengandung sulfida akan memberikan efek korosif yang sangat agresif pada logam. Sifat dari ion sulfida adalah sangat kuat dalam mencegah terjadinya proses pasifasi pada logam yang berada di lingkungan yang mengandung sulfida, ia akan terurai dengan cepat pada larutan tersebut.


(36)

Larutan natrium sulfat adalah larutan yang terbentuk dengan suatu proses awal melarutnya garam natrium sulfat dalam bentuk padat ke dalam bentuk pelarut air. Jika garam ini dilarutkan ke dalam air, maka akan terurai menjadi ion-ion natrum dan sulfat yang dapat bergerak dalam larutan dan menghantarkan listrik. Jika logam dalam lingkungan ini, maka ion sulfat yang telah terurai tadi akan terabsorbsi ke permukaan logam dan menghentikan proses pasifasi serta mencegah terjadinya pengendapan lapisan oksida pelindung. Sementara itu, natrium yang juga telah terurai sebagian juga akan mengendap di dalam larutan, sebagian terus bergerak menghantarkan listrik dan ada sebagian yang menguap dan tidak terlalu berpengaruh terhadap berlangsungnya proses korosi. Dengan berhentinya proses pasifasi ini, korosi yang terjadi pada logam tersebut dimungkinkan akan tetap terus berlangsung.

Semakin tinggi konsentrasi larutan natrium sulfat maka semakin besar pula ion sulfat yang berada di sekitar logam. Semakin besar jumlah ion sulfat yang berada di sekitar logam maka semakin besar pula terjadinya proses pencegahan timbulnya lapisan pelindung yang akan menimbulkan depasifasi pada permukaan logam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan natrium sulfat, akan semakin besar pula dalam mempercepat laju korosi yang berlangsung pada suatu logam.


(37)

30

III. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian oksidasi baja AISI 4130 pada temperatur 750 0C dalam lingkungan NaCl/Na2SO4. Pengujian dilakukan untuk melihat pertambahan berat terhadap waktu lamanya korosi, dan menganalisa produk oksidasi yang dilakukan dengan metode X-RD, SEM/EDS dan OM.

A. Waktu dan Tempat

Pembuatan dan pengujian spesimen dalam penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung, Laboratorium Metalurgi Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung, Laboratorium Teknik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Metalurgi LIPI Serpong.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Baja AISI 4130

2. X-RD 3. SEM/EDS


(38)

5. Tungku (Furnace)

Digunakan untuk proses oksidasi. 6. Mesin Gerinda

Digunakan untuk memotong dan menghaluskan spesimen uji.. 7. Mistar dan Jangka Sorong

Digunakan untuk membantu dalam pengukuran spesimen uji. 8. Larutan Pembersih

Digunakan untuk membersihkan spesimen uji.

C. Prosedur Kerja Penelitian

Adapun prosedur kerja pada penelitian ini yaitu: 1. Persiapan Spesimen Uji

Jumlah spesimen uji yang akan digunakan pada penelitian ini sebanyak 75, Material yang diuji pada penelitian ini adalah baja paduan Cr-Mo AISI 4130 pada penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, dengan uraian sebagai berikut: Bagian waktu oksidasi 1 jam, 4 jam, 9 jam, 25 jam dan 49 jam Tabel 1. Jumlah spesimen uji yang akan digunakan

sampel waktu NaCl/Na2SO4 100/0 NaCl/Na2SO4 30/70 NaCl/Na2SO4 50/50 NaCl/Na2SO4 70/30 NaCl/Na2SO4

0/100 Total

1 jam 3 3 3 3 3 15

4 jam 3 3 3 3 3 15

9 jam 3 3 3 3 3 15

25 jam 3 3 3 3 3 15

49 jam 3 3 3 3 3 15


(39)

31

Tabel 2. Jumlah spesimen yang digunakan untuk masing-masing pengujian. Pengujian

(jam)

X-RD SEM/EDS OM Total

1 0 0 0 0

4 0 0 5 5

9 0 5 0 5

25 5 0 0 5

49 0 3 5 8

Jumlah 23

2. Pemotongan Spesimen Uji

Pemotongan spesimen uji ini dilakukan dengan melakukan proses permesinan, yang dilakukan di Laboratorium Mesin SMKN 2 Bandar Lampung. Dengan ukuran spesimen 10 mm x 20 mm x 2 mm. Sedangkan banyaknya benda uji adalah 75 buah, yaitu masing – masing berjumlah 15 untuk tiap konsentrasi NaCl/Na2SO4.

3. Cleaning

Yang dimaksud dengan cleaning yaitu pembersihan permukaan logam yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan membentuk struktur permukaan spesimen yang baik. Dalam hal ini ada beberapa proses yang dilakukan antara lain:


(40)

Proses penggosokan pada logam yang menggunakan amplas 200-1200. b. Proses Pencucian

Proses Pencucian dengan menggunakan etanol dimaksudkan agar benda kerja bebas dari kotoran yang dapat mengganggu daya rekat Na2SO4. c. Proses Pembilasan

Proses pembilasan dengan menggunakan air yang berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa etanol yang masih ada pada permukaan benda kerja.

d. Drying

Proses ini adalah proses pengeringan benda uji/ spesimen dengan menggunakan hair dryer, agar spesimen benar-benar dalam keadaan kering.

4. Proses Pengujian Oksidasi / Korosi.

Pada proses ini baja yang telah melewati tahapan perlakuan diatas akan diuji pada lingkungan NaCl atau Na2SO4 dengan konsentrasi 100/0, 30/70, 50/50, 70/30, 0/100 yang disemprotkan pada permukaan baja dimana spesimen diletakkan diatas hot plate bertemperatur 200 °C. Setelah itu pengujian korosi dilakukan pada temperatur 750 °C dengan variasi waktu oksidasi adalah 1, 4, 9, 25, dan 49 jam dalam udara static.

5. Karakterisasi

Setelah melalui proses pengujian oksidasi maka spesimen akan melalui tahapan pengujian karakterisasi. Proses yang akan dilakukan adalah XRD


(41)

33

(X-Ray Diffraction), SEM (Scanning Electron Microscopy) / EDS ( Energy Dispersive X-Ray Spectrometer), OM (Optical Microscopy) untuk mengetahui fasa dan struktur mikro baja AISI 4130.

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data – data yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan adalah:

Melakukan penghitungan weight gainw) dari baja yang diuji, untuk mendapatkan perbandingan antara weight gainw) per satuan luas (A) dan waktu pengujian (t). Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

W0 = W0’ + (W0’ + NaCL / Na2SO4.) ... (6)

W01 = Berat spesimen setelah deposit NaCL/Na2SO4 ... (7)

dimana ;

W0’= Berat spesimen sebelum uji korosi

Sehingga ;

�� = � − � ... (8)

dan,

A = 2(p.l) + 2(p.t) + 2(l.t) ... (9)

dimana ;

t = Tebal spesimen. l = Lebar spesimen.


(42)

E. Diagram Alir

Gambar 7. Diagram alir penelitian Baja AISI 4130

Persiapan spesimen baja Mulai

Pengujian Oksidasi

Simpulan dan Saran Analisa data dan pembahasan

Penimbangan Berat

Selesai Data Hasil Pengujian

SEM/EDS OM X-RD

Spesimen setelah disemprotkan 0/100%, 30/70%, 50/50%, 70/30%, 100/0% NaCl


(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil pembahasan dari serangkaian pengujian dan observasi yang telah dilakukan dalam penelitian ini, Beberapa hal yang dapat disimpulkan, sebagai berikut :

1. Keberadaan deposit NaCl/Na2SO4 pada baja AISI 4130 sangat besar mempengaruhi kinetika oksidasi baja, hal ini dapat dilihat dari nilai konstanta parabolik baja AISI 4130 dengan perbandingan deposit NaCl/Na2SO4 (gr): 30/70 adalah 5,07 x 10-8 g2cm–4s–1. Sedangkan nilai konstanta parabolik dengan perbandingan deposit (gr): 100/0 adalah 1,0 x 10-8 g2cm–4s–1, 50/50 adalah 1,15 x 10-8 g2cm–4s–1, 70/30 adalah 1,18 x 10-8 g2cm–4s–1 dan 0/100 adalah sebesar 1,03 x 10-8 g2cm–4s–1.

2. Hasil mokroskop optik pada penampang permukaan baja 4130 dengan komposisi deposit NaCl/Na2SO4 (gr): 30/70 yang dioksidasi pada 750 °C dengan periode waktu oksidasi 4 jam dan 49 jam mengalami pengerusakan lapisan permukaan baja AISI 4130 disebabkan oleh keberadaan klor dan sulfur dari deposit NaCl/Na2SO4 yang memicu pertumbuhan oksida kaya besi


(44)

3. Hasil analisis X-ray (XRD) pada permukaan baja AISI 4130 yang dioksidasi selama 25 jam dengan deposit NaCl/Na2SO4 0/100, 30/70, 50/50, 70/30 dan 100/0, dominasi Fe2O3 ,Fe3O4 dan FeS, FeO, Cr2O3 sebagai pelengkap di setiap deposit baja AISI 4130 yang melindungi lapisan di bagian luar dan dalam dari oksidasi baja 4130

B. Saran

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi diperlukan penelitian lanjutan untuk menjadi pembanding dengan variabel temperatur dan waktu yang berbeda sehingga bisa didapatkan hasil penelitian yang dapat memberikan pertimbangan material yang tahan korosi pada temperatur tinggi maupun temperatur ruang.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Amanto, H. dan Daryanto, 1999. Ilmu Bahan. Jakarta, Bumi Aksara

ASM International, 1993. ASM handbook vol.1:329

Badaruddin, M dan Sugiyanto, 2005,” Efek Shot Peening Terhadap Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon Rendah Dalam Lingkungan Air Laut ”, Jurnal Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Surabaya.

Davis, Troxell, dan Hauck. 1998. The Testing of Engineering Materials. Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York.

http://en.wikipedia.org/wiki/Sodium_sulfate. Tanggal unduh 10 Desember 2012.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/reaksi-kimia-kimia kesehatan-materi_kimia/korosi-2/. Tanggal unduh : 3 Januari 2013

Sack, Raymond J. 1997. I”Welding: Principles and Prantices”. Mc Graw Hill. USA

Singh R, Swaminathan, Das S. K, Ravi Kumar B and Chattoraj I, 2005, Effects of cold deformation prior to sensitization on intergranular stress corrosion cracking of stainless steel, NACE International Corrosion Vol.61,No.9, pp.907-916.

Sivaprasad, S, Tarafder, S, Ranganath, V.R, Das, S.K dan Ray, K.K, “ Effect of Prestrain on Stretch-Zone Formation during Ductile Fracture of Cu-Strengthened High-Strength Low-Alloy Steel ”, Jurnal Metallurgical dan Material Transactions, hal. 3731-3739, Vol.33A.

Wiryosumarto, H dan Okumura, T. 2004. Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan 9.Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta


(46)

(47)

Alat dan Bahan Penelitian :

Baja AISI 4130 Mesin gerinda/bubut

Mesin Polishing Mesin Bor

Amplas Listrik Timbangan Digital


(48)

Jangka Sorong Digital Hot Plate

Gun Spray ultrasonic cleaner

Termokopel Furnace celup panas Alumunium


(49)

Proses Pembuatan Spesimen

Persiapan proses mesin bubut Proses pembubutan baja AISI4130

Proses persiapan Mesin bor prose pembetukan ukuran spesimen 10 mm x 20 mm x 2 mm.

Proses polishing akhir/merartakan spesimen proses polishing awal spesimen


(50)

Proses Pengujian Oksidasi baja AISI 4130 lapis dalam lingkungan

klor dan sufur.

Bahan untuk proses penyemprotan larutan (gambar kiri) dan proses penyemprotan NaCl/Na2SO4 pada permukaan spesimen yang diletakan di atas hot-plate pada 200 C

sampai terbentuk deposit pada kedua permukaan spesimen seberat 2 mg/cm2.

Proses spesimen siap oksidasi dalam furnace Spesimen dimasukan kecawan

Spesimen Hasil Oksidasi Prosesp penimbangan berat spesimen setelah dioksidasi


(51)

Foto spesimen baja AISI 4130 dengan perbandingan deposit

NaCl/Na

2

SO

4

berbeda setelah dioksidasi pada temperatur 750

o

C


(1)

(2)

Alat dan Bahan Penelitian :

Baja AISI 4130 Mesin gerinda/bubut

Mesin Polishing Mesin Bor

Amplas Listrik Timbangan Digital


(3)

Jangka Sorong Digital Hot Plate

Gun Spray ultrasonic cleaner

Termokopel Furnace celup panas Alumunium


(4)

Proses Pembuatan Spesimen

Persiapan proses mesin bubut Proses pembubutan baja AISI4130

Proses persiapan Mesin bor prose pembetukan ukuran spesimen 10 mm x 20 mm x 2 mm.

Proses polishing akhir/merartakan spesimen proses polishing awal spesimen


(5)

Proses Pengujian Oksidasi baja AISI 4130 lapis dalam lingkungan

klor dan sufur.

Bahan untuk proses penyemprotan larutan (gambar kiri) dan proses penyemprotan NaCl/Na2SO4 pada permukaan spesimen yang diletakan di atas hot-plate pada 200 C

sampai terbentuk deposit pada kedua permukaan spesimen seberat 2 mg/cm2.

Proses spesimen siap oksidasi dalam furnace Spesimen dimasukan kecawan

Spesimen Hasil Oksidasi Prosesp penimbangan berat spesimen setelah dioksidasi


(6)

Foto spesimen baja AISI 4130 dengan perbandingan deposit

NaCl/Na

2

SO

4

berbeda setelah dioksidasi pada temperatur 750

o

C