ACARA PERDATA FHUB

(1)

(2)

Menurut

Wirjono Prodjodikoro

, hukum

acara

perdata

ialah

rangkaian

peraturan

yang

memuat

cara

bagaimana orang harus bertindak

terhadap dan dimuka pengadilan dan

cara bagaimana pengadilan itu harus

bertindak satu sama lain untuk

melaksanakan berjalanya peraturan

hukum perdata.


(3)

Hukum acara perdata menurut

Prof.

Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.

ialah

peraturan hukum yang mengatur

bagaimana

caranya

menjamin

ditaatinya hukum perdata materiil

dengan perantara hakim.


(4)

Hukum acara perdata yang mengatur

bagaimana

caranya

mengajukan

tuntutan hak, memeriksa serta

memutuskan dan pelaksanaan dari

pada putusanya.


(5)

KOMPETENSI PENGADILAN

(Lembaga Peradilan memiliki pembagian kewenangan agar tercipta ketertiban dalam pemeriksaan, dalam hal ini dibutuhkan suatu kompetensi atau kewenangan)

1. Kompetensi Absolut

(terkait dengan tingkat pengadilan dan jenis perkara)

a. Kompetensi Absolut Perkara

• Peradilan Umum berwenang mengadili :

– Pidana, baik pidana umum maupun pidana khusus

– Pidana, baik perdata umum maupun perniagaan

• Peradilan Agama berwenang mengadili : – Perkawinan

– Kewarisan, wasiat dan hibah

– Wakaf dan shadaqah

• Peradilan Tata Usaha Negara berwenang mengadili : – Terbatas pada perkara sengketa tata usaha negara

• Peradilan Militer berwenang mengadili :

– Perkara Pidana yang terdakwanya terdiri dari Prajurit berdasarkan pangkat tertentu


(6)

b.Komptensi Absolut Institusi

Secara Institusional, peradilan terdiri dari peradilan tingkat pertama dan peradilan tingkat kedua serta Mahkamah Agung merupakan merupakan pengadilan negara tertinggi. Dengan demikian keberadaan sistem peradilan memiliki jenjang atau tingkatan secara institusional.

Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Mahkamah Agung Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Mahkamah Militer Tinggi Pengadilan Negeri Pengadilan Agama Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan Militer


(7)

2. Kompetensi Relatif

( terkait wilayah hukum suatu pengadilan)

1. Actor Sequitor Forum Rei (Domisili Tergugat)

2. Actor Sequitor Forum Rei (Dengan Hak Opsi)

3. Actor Sequitor Tanpa Hak Opsi

4. Daerah Tempat Tinggal Tergugat

5. Forum Rei Set (Tempat Benda yang

disengketakan)

6. Kompetensi Berdasarkan Domisili

7. Setiap Pengadilan Negeri (PN) Yang tergugatnya

adalah Pemerintah


(8)

SUMBER HUKUM ACARA

PERDATA


(9)

SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

a. Zaman Kolonial

1. Reglement op de Buergerlijke rechtsvordering (Rv)

Adalah hukum acara perdata bagi golongan orang Eropa di masa Belanda yang digunakan dulu di lembaga peradilan Raad van Justitie, Residentiegerecht, dan Hoogerechtshof. 2. Reglement Indonesia (IR)

Adalah hukum acara perdata yang digunakan bagi golongan orang Indonesia, digunakan di lembaga peradilan Landraad dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848. IR tidak digunakan lagi dalam praktik peradilan perdata saat ini.

3. Herziene Indonesish Reglement (HIR)

Adalah reglemen Indonesia yang diperbaharui sejak tahun 1941. Isi dari HIR adalah hukum acara perdata dan hukum acara pidana, juga peradilan-peradilan kabupaten (regenschapsgerecht), pengadilan distrik (districtsgerecht), dan pengadilan negeri yang bersifat tidak formalistis. HIR masih menjadi acuan hukum acara perdata hingga saat ini.


(10)

5. Rechtsreglement Buitengewesten (RBG)

Adalah diberlakukan untuk daerah-daerah di luar jawa dan Madura.

6. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie)

Adalah reglemen tentang organisasi kehakiman. RO merupakan acuan dalam kebijakan organisasi kehakiman, namun saat ini jarang digunakan dalam praktik, kecuali dipakai sebagai acuan internal kehakiman.

7. B.W (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa yang masih berlaku hingga kini. 8. WvK (Wetboek van Koophandel)

Adalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang sudah jarang ditemukan sebagai acuan sumber hukum acara perdata.


(11)

SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

b. Zaman Jepang

Berlaku HIR, RBG, dan beberapa

bagian dari Rv yang masih menjadi

acuan hukum perdata hingga saat

ini.

 

 


(12)

c. Zaman Republik Indonesia

Melalui Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945 jo. Peraturan Presiden No. 2 tanggal 10 Oktober 1945 jo. UU Darurat No. 1/1951, yang berlaku adalah:

1. HIR 2. RBG

3. UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

4. UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman 5. UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


(13)

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

8. Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

10.Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer

11.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

12.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ke IV tentang Pembuktian dan Kedaluawarsa

13.Yurisprudensi

14.Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 15.Hukum Adat

16.Doktrin

17.Perjanjian Internasional


(14)

haper menghendaki perdamaian

Pasal 130 (1) HIR

“ Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka”.

“Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat suatu surat akta tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.


(15)

Pengadilan

tidak

menutup

kemungkinan untuk usaha penyelesaian

perkara perdata secara perdamaian

Pasal 16 ayat (2) UU No 4

Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman


(16)

Perdamaian

:

IMPERATIF

Pasal 131 (1) HIR

-

Jika Hakim tidak dapat mendamaian para

pihak, maka hal itu mesti disebut dalam

berita acara sidang.

-

Hakim mengabaikan pemeriksaan tahap

perdamaian

dan

langsung

memasuki

pemeriksaan jawab menjawab, dianggap

melanggar tat tertib beracara, sehingga

proses pemeriksaan dikualifikasi

Undue

Process

.

Akibatnya pemeriksaan dianggap

tidak sah dan pemeriksaan harus dinyatakan

batal demi hukum (M. Yahya Harahap 2012:

340


(17)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO 1 TAHUN 2008

1. Sifat dan mediasi di Pengadilan bersifat Mandatory, para pihak tidak dapat menolak ataupun meminta langsung dilakukannya pemeriksaan perkara.

2. Pasal 2 (3) No 1 Tahun 2008 “ Apabila perkara dan diputus tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.


(18)

pra mediasi

NO PASAL KETERANGAN

01 Pasal 7 Ayat

(1) Pada sidang pertama yang dihadiri P dan T atau kuasa hukumnya, hakim mewajibkan pada pihak untuk terlebih dahulu menempuh Mediasi

02 Pasal 11 ayat

(1) Hakim mewajibkan pada hari itu juga atau paling lama 2 hari kerja berikutnya untuk merunding guna memilih mediator baik yang ada dalam daftar yang dimiliki oleh pengadilan ataupun diluar daftar pengadilan, termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim 03 Pasal 9 Mediator yang dipilih bisa dari kalangan

Hakim, ataupun mediator dari kalangan non hakim dengan syarat telah memiliki sertifikasi sebagai Mediator yang telah terakreditasi oleh MA


(19)

PELAKSANAAN mediasi

NO PASAL KETERANGAN

01 Pasal 10 Pelaksanaan Mediasi dapat diselenggarakan di salsah satu ruang pengadilan dan untuk penggunaan ruangan tidak dikenakan biaya, sedangkan apabila dilakukan ditempat lain maka biaya yang timbul dari penggunaan tempat tersebut dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesespakatan.

Penggunaan mediator Hakim tidak dikenakan biaya sedangkan mediator selain Hakim biayanya ditanggung oleh para pihak berdasarakan kesepakatan

02 Pasal 16 Para pihak ataupun kuasa hukumnya dan mediator dapat mengundang saksi ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan terkait penyelesaian sengketa


(20)

TAHAP mediasi

NO PASAL KETERANGAN

01 Pasal 13 Ayat (1)

Mediasi dimulai 5 hari kerja setelah pemilihan atau penunjukan Mediator, pada pihak wajib menyerahkan resume perkara keapda satu sama lain dan kepada mediator 02 Pasal 13 (3) Proses Mediasi berlangsung selama 40 hari

kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim dan atas dasar kesepakatan para pihak.

03 Pasal 13 (4) Jangka waktu mediasi dapat diperpanjang 14 hari kerja sejak berakhir masa 40 hari


(21)

KESEPAKATAN mediasi

NO PASAL KETERANGAN

01 Pasal 17 Atas dasar kesepakatan yang telah dicapai berdasarkan permintaan para pihak, hakim dapat mengukuhkan kesepakatan itu dalam akta perdamaian (akta van dading) yang memiliki kekuatan hukum tetap.

Apabila para pihak tidak menghendaki dikukuhkannyaa kesepakatn itu kedalam akta perdamaian, maka dalam kesepakatan tertulis itu harus terdapat klausula yang memuat pernyataan pencabutan perkara

02 Pasal 18 Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam mediasi hingg batas yang telah ditentukan, mediator wajib menyatakan bahwa proses mediasi gagal dan memberitahukannya kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara.

Segera setelah pemberitahuan itu hakim melanjutkan proses pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan Haper


(22)

PENGERTIAN GUGATAN

suatu

cara

untuk

mendapatkan hak yang

dikuasai orang lain atau

yang dilanggar orang

lain melalui pengadilan.


(23)

Surat yg dibuat oleh

Penggugat

pihak yg merasa

hak/kepentingan hukum dilanggar atau dirugikan,

ditujukan ke PN, disertai permintaan memeriksa

dan memutus agar

Tergugat

dipaksa memulihkan

hak

penggugat

yang

dilanggarnya

serta

memenuhi

kewajiban

lainnya

akibat

dari


(24)

GUGATAN

vs

PERMOHONAN

G

U

G

A

T

A

N

1.Terdapat konfik kepentingan antara pihak yang satu dengan yang lain

2.Pihaknya terdiri dari:

Orang yang melakukan gugatan di sebut sebagai penggugat sedangan orang yang digugat disebut dengan tergugat

3. Adanya sengketa

4.Pihak ketiga dapat ditarik sebagai pihak lawan

5.Tersedianya upaya banding dan kasasi untuk memeriksa putusan 6.Produk yang dikeluarkan adputusan pengadilan alah

1.Terdapat konfik kepentingan antara pihak yang satu dengan yang lain

2.Pihaknya terdiri dari:

Orang yang melakukan gugatan di sebut sebagai penggugat sedangan orang yang digugat disebut dengan tergugat

3. Adanya sengketa

4.Pihak ketiga dapat ditarik sebagai pihak lawan

5.Tersedianya upaya banding dan kasasi untuk memeriksa putusan 6.Produk yang dikeluarkan adputusan pengadilan alah

7. Disebut sebagai contentiosa atau gugatan sebenarnya

8. Sebelum upaya

pembuktian terdapat acara jawab menjawab, bantah membatah diantara kedua belah pihak, baru kemudian diadakan pemeriksaan bukti-bukti.

9. Tersedia upaya hukum banding dan juga kasasi

 

7. Disebut sebagai contentiosa atau gugatan sebenarnya

8. Sebelum upaya

pembuktian terdapat acara jawab menjawab, bantah membatah diantara kedua belah pihak, baru kemudian diadakan pemeriksaan bukti-bukti.

9. Tersedia upaya hukum banding dan juga kasasi


(25)

Wanprestasi

Hak Milik

warisan

Kepailitan

PMH Penguasa

Perceraian

Ganti Rugi

PMH


(26)

(27)

1. Permohonan izin Poligami berdasarkan pasal 5 (1) jo 4 (1) UU No 1

Tahun 1974.

2. Permohonan izin melangsungkan perkawinan tanpa izin orang tua pasal

6 ayat (5) UU No 1 Tahun 1974.

3. Permohonan Pencegahan Perkawinan. Pasal 13 jo. P. 17 (1)UU No 1

Tahun 1974.

4. Permohonan Dispensasi Nikah. Bagi calon mempelai Pria yg belum

berumur 16 Tahun P.7 UU No 1 Tahun 1974.

5. Permohonan Pembatalan Perkawinan. P. 25,26,27 UU No 1 Tahun 1974. 6. Permohonan Pengangkatan Wali. P. 23

(2) KHI, Keppres No 1 Tahun 1991 jo. Permenag No 2 1987.

7. Permohonan Penegasan Pengangkatan Anak. SEMA No 6 1983 Tanggal

30 September 1983 Tentang Penyempurnaan SEMA NO 2 Tahun 1979.

BIDANG KELUARGA


(28)

Permohonan Kepada

Pengadilan Niaga

agar Menerbitkan Penetapan segera dan efektif berdasarkan Pasal 125 UU No 14 Tahu 2000.

1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran

Paten tentang masuknya barang/Importasi yang diduga melanggar paten.

2. Menyimpan bukti yang berkaitan

dengan pelanggaran paten dan menghindari penghilangan barang bukti.

3. Meminta kepada pihak yang dirugikan

agar memberitahukan bukti yang menyatakan pihak tersebut berhak atas paten tersebut.

BIDANG PATEN


(29)

Permohonan Kepada

Pengadilan

Niaga

agar Menerbitkan Penetapan segera dan efektif berdasarkan Pasal 85 UU No 15 Tahun 2001.

1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran

Paten tentang masuknya barang/Importasi yang diduga melanggar merek.

2. Menyimpan bukti yang berkaitan

dengan pelanggaran merek dan menghindari penghilangan barang bukti.

BIDANG MEREK


(30)

1. Permohonan Penetapan Eksekusi

Kepada PN atas Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen .P. 57 UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Yurisdiksi diajukan kepada PN

ditempat kediaman Konsumen yang dirugikan.

BIDANG KONSUMEN


(31)

Permohonan atau

Permintaan Eksekusi

Kepada PN atas Putusan

Pengawas Persaingan

Usaha (KPPU) yang telah

berkekuatan hukum tetap.

BIDANG Praktik Monopoli &persaingan


(32)

Permohonan Pemeriksaan Yayasan

berdasarkan P. 53 Kepada PN untuk

mendapatkan data/keterangan atas

dugaan organ yayasan:

a.

Melakukan

PMH

atau

bertentangan dengan Anggaran

Dasar Yayasan

b.

Melakukan

Perbuatan

yang

merugikan Yayasan serta Pihak

Ketiga

c.

Lalai Melaksanakan Tugas

d.

Melakukan

Perbuatan

yang

merugikan negara

BIDANG YAYASAN


(33)

1.

Permohonan Pembuburan PT

berdasarkan P. 7 (4) UU No 1

Tahun 1995 Jo.

2.

Permohonan

izin

melakukan

sendiri Pemanggilan RUPS kepada

Ketua PN berdasarkan Pasal 67

(1)

1.

Apabila Direksi atau Komisaris

tidak menyelenggarakan RUPS

tahunan

pada

waktu

yang

ditentukan

2.

Melakukan pemanggilan sendiri

RUPS lainnya apabila Direksi

atau Komisaris setelah lewat 30

hari terhitung sejak permintaan

tidak melakukan RUPS lainnnya.

BIDANG PERSEROAN TERBARTAS (PT)


(34)

1.IDENTITAS PARA PIHAK

2.FUNDAMENTUM

PETENDI/POSITA GUGATAN

3.PETITIM GUGATAN/ TUNTUTAN

ISI


(35)

1. IDENTITAS PARA PIHAK

Keterangan menyangkut jati dari Penggugat dan

Tergugat yang menerangkan

Nama

:

Pekerjaan

:

Tempat Tinggal

:

* Kesalahan menulis nama maupun alamat (Error In

Persona)


(36)

LANJUTAN

..

Contoh

Error In Persona

:

-

Penggugat tidak memenuhi alas hak untuk

mengajukan gugatan.

-

Tidak Cakap Melakukan Tindakan Hukum

-

Gugatan Kurang Pihak

-

Kesalahan sasaran Pihak Yang Digugat


(37)

LANJUTAN

..

2. FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA GUGATAN

d

alil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan hukum yang

merupakan dasar dari suatu tuntutan hak

”.

Ada dua bagian

1. Fetelijkegronden

Bagian yang menguraikan tentang kejadian

atau peristiwa perihal duduknya perkara.

2. Rechtsgronden

Bagian yang menguraikan tentang adanya hak

atau hubungan hukum yang menjadi dasar hukumnya.

Seberapa jauh dicantumkannya perincian tentang fakta dan peristiwa yang dijadikan dasar tuntutan?


(38)

Subtantierings Theorie

TEORI Menyusun

Individualiseringts theorie

.


(39)

3. PETITUM GUGATAN / TUNTUTAN

Petitum “apa yang diminta atau diharapkan penggugat agar

diputuskan oleh hakim” (Pasal 8 Rv Petitum harus dirumuskan jelas dan tegas)

Akibat dari tuntutan yang tidak jelas dan tegas berakibat

tidak diterimanya tuntutan tersebut.Gugatan yang berisi pertanyaan yang bertentangan satu sama lain (Obscuur Libel)

Sebuah tuntutan dapat dibagi menjadi tiga (3), yaitu:

- Tuntutan Primer atau tuntutan Pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara;

- Tuntutan Tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara;

- Tuntutan subsidair atau pengganti


(40)

lanjutan.. (TUNTUTAN TAMBAHAN)

NO ISTILAH KETERANGAN

01 Biaya Perkara Tuntutan agar tergugat dihukum u membayar biaya perkara

02 Uitvoerbaar bij

voorraad Tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. (Instruksi MA Tanggal 13 Februari 1958)

03 Memoratoir

(membayar bunga)

Tuntutan yang dimintakan oleh Penggugat berupa sejumlah uang tertentu.

04 Dwangsom Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar

uang paksa.

05 Tuntutan Nafkah Tuntutan nafkah bagi isteri (pasal 59 ayat (2),

62,65 HOCI, 213, 229 BW. Atau pembagian harta (pasal 66 HOCI,Pasal 323 BW)

06 Subsidair Diajukan sebagai pengganti apabila hakim

berpendapat lain. “agar Hakim Mengadili menurut keadilan yang benar” atau “Mohon Hakim Putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono)


(41)

1. POSITA & PETITUM harus singkron

2. Antara POSITA & PETITUM tidak boleh saling

bertentangan

3. Orang yang ditetapkan dalam PETITUM harus

sebagai pihak dalam berperkara

4. PETITUM tidak membingungkan Hakim

5. PETITUM tidak boleh berisi perintah untuk

tidak berbuat

6. PETITUM harus runtut dan disusun sesuai

dengan poin-poin posita.

HAL-HAL YANG HARUS

DIPERHATIKAN


(42)

TIDAK DITERIMANYA GUGATAN “NO” (Niet Onvankelijk verklaard)

1. Gugatan Prematur :

Dalam hal gugatan berkaitan dengan tanggal jatuh tempo suatu tagihan.

2. Gugatan Kadaluarsa

Dalam hal gugatan berkaitan dengan dengan tenggang waktu tuntutan yang disediakan oleh Undang-Undang

3. Gugatan Menjadi Tidak Sah

Tanggal yang tertera dalam surat gugatan lebih awal dari surat kuasa, apabila gugatan yang diajukan dengan menggunakan kuasa.


(43)

(44)

MACAM-MACAM KOMULASI GUGATAN

1. Komulasi Subyektif: penggabungan dari subyek (pasal 127 HIR,151 Rbg, 1283-1284BW dan 18 Wvk

2. Komulasi Obyektif : Penggabungan tuntutan dalam satu perkara sekaligus. Tetapi Putusan MA No 880 K/Sip/1970 untuk menghindari putusan yang saling bertentangan Procesual doelmatig.

Pengecualian:

3. Gugatan tertentu yang diperlukan suatu acara khusus (gugat cerai) sedangkan lain memerlukan acara biasa (gugatan memenuhi perjanjian)

4. Hakim tidak berwenang secara relative u memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan tuntutan lain.

5. Tuntutan tentang Bezit tidak boleh bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan pasal 103 Rv


(45)

KETENTUAN PENGGABUNGAN

1. Harus ada hubungan batin satu sama lainnya, sehingga memudahkan proses, dapat menghindarkan kemungkinan putusan saling bertentangan serta bermanfaat ditinjau dari segi acara atau Procesueel doelmatig (Yurisprudensi MARI, tanggal 6 Mei 1975, Nomor 880 K/Sip/1973

2. Haruslah dengan mengingat asas “ Cepat dan Murah” (Yurisprudensi MARI, tanggal 3 Desember 1974, Nomor 1043 K/ Sip/ 1971 jo. Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas “sederhana, cepat dan biaya ringan” 3. Mengenai ketentuan hukum acara yang mengaturnya tidak ada

perbedaan, misalnya tentang perkara HAKI (MEREK, PATEN, HAK CIPTA, dll.) dengan perkara PMH berdasarkan 1365 BW (Yurisprudensi MARI, Tanggal 13 Desember 1972, Nomor 677 K/ Sip/1972


(46)

PERUBAHAN GUGATAN

1. Perubahan thd gugatan yang belum dikirim kepada Tergugat

2. Perubahan thd gugatan yang telah dikirim kepada Tergugat

Apabila bersifat prinsip maka gugatan harus dicabut

terlebih dahulu

Apabila tidak prinsip, maka perubahan dapat dilakukan

pada sidang pertama, yaitu tingkat perdamaian (mediasi) atau sebelum pihak tergugat menyampaikan gugatan untuk itu perlu ada persetujuan dari TERGUGAT.

(pasal 271 Rv: Penggugat mempunyai hak penuh untuk


(47)

PENTING!

1. Perubahan/ pencabutan gugatan sebelum jawaban, maka penggugat dapat melakukan dengan cara menyampaikan kepada Hakim, tanpa perlu persetujuan dari Tergugat (pasal 271 ayat (1) Rv). Akan tetapi poin-poin yang diubah atau pencabutan itu harus diberitahukan kepada pihak lawan (Tergugat)

2. Perubahan/Pecabutan Gugatan setelah ada jawaban dari Tergugat, maka harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak lawan (pasal 271 ayat (2) Rv

3. Yurisprudensi MARI, tanggal 14 Oktober 1970, Nomor 546 K/Sip/ 1970 (Perubahan dan pencabutan gugatan masih bisa dilakukan, meskipun pada tingkat pemeriksaan, kesimpulan atau tinggal menunggu putusan, asal mendapat persetujuan dari PIHAK LAWAN


(48)

BENTUK

1.KUASA LISAN

2.KUASA TERTULIS

SURAT


(49)

1.KUASA

LISAN

“ Kuasa lisan jarang dilakukan

dalam praktik karena tidak ada

bukti otentik, tidak ada jaminan

kepastian hukum baik bagi

kuasa maupun bagi penerima

kuasa, dan tidak ada batasan

kewenangan mengenai hal yang

dikuasakan”


(50)

1. Kuasa Umum

2. Kuasa Khusus


(51)

Surat kuasa tersebut hanya akan

dipergunakan penggugat dan

tergugat, mengenai soal warisan

atau utang piutang tertentu, yang

pada pokoknya secara singkat

harus disebutkan dan menjadi

persengketaan

antara

kedua

belah pihak yang berperkara,

dengan lingkup kuasa dalam

perkara

tertentu

dapat

mengajukan banding dan kasasi

Kuasa Khusus


(52)

Kuasa Khusus

1. Nama pihak

2. Pokok Sengketa

3. Nama Pengadilan

4. Batasan dalam Bertindak

Pasal 123 HIR Syarat


(53)

1.Nama pihak

a. Apakah Pemberi kuasa merupakan

perorangan ?

b. Apakah Pemberi kuasa berbadan hukum

atau tidak berbadan hukum ?


(54)

2. Obyek Sengketa

Secara umum persengketaan yang dianggap

merugikan hak perdata dikarenakan dua hal:

1. Wanprestasi/cidera janji


(55)

3. Wilayah Pengadilan

1. Kompetensi Absolut

2. Kompetensi Relatif (pasal 118 HIR)

a. jika tidak diketahui tempat kediaman?

b. Jika Tergugat lebih dari seorang ?

c. Jika tergugat atau sama lain sebagai perutang

utama dan penanggung?

d. Jika tempat kediaman tergugat tidak diketahui?

e. Jika Gugatan terhadap barang gelap ?


(56)

4. Hak Banding dan Kasasi

Klausul ini bukanlah suatu

standar yang baku, ada law firm

yang mencantumkan adanya hak

untuk menyatakan banding


(57)

Ketidak hadiran pada pihak

TERGUGAT

pada hari sidang yang telah ditentukan

menjadi salah satu syarat untuk

dijatuhkan putusan verstek

.

Putusan Verstek


(58)

1. Tergugat atau para tergugat tidak datang pada hari

sidang yang telah ditentukan

2. Tergugat atau para penggugat tidak mengirimkan

wakil atau kuasanya yang sah untuk menghadap

3. Tergugat atau para penggugat kesemuanya telah

dipanggil secara patut

4. Petitum gugatan tidak melawan hukum

5. Petitum gugatan cukup beralasan

.

Putusan Verstek


(59)

Verstek

1.

3 kali pemaggilan ternyata Tergugat tidak hadir maka

jatuhlah Putusan Verstek

.

2.

Terhadap kondisi ini, Tuntutan Penggugat tidak serta

merta akan dikabulkan seluruhnya. Perkara tetap

diperiksa.

3.

Pasal 18 PP No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU

No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan “ Perceraian itu

terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di

depan sidang Pengadilan.

4.

Pasal 128 ayat (1) HIR yang menyatakan bahwa”

Keputusan Hakim yang menyatakan verstek, tidak boleh

dijalankan sebelum 14 hari sesudah pemberitahuan.


(60)

Putusan

Verzet


(61)

1. Verzet adalah perlawanan tergugat atas putusan secara verstek

2. Sesuai dengan pasal 129 HIR/153Rbg. Tergugat/para Tergugat yang dihukum dengan verstek berhak mengajukan verzet atau perlawanan, dalam waktu 14 hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan verstek.

3. Apabila dalam pemeriksaan Verzet Pihak Penggugat asal (Terlawan) Tidak hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan contradictoire. Tetapi apabila pelawan yang tidak hadir maka hakim menjatuhkan putusan verstek

untuk keduakalinya. Terhadap Putusan Verstek yang dijatuhkan untuk keduakalinya, tidak dapat diajukan perlawanan, tetapi diajukan upaya hukum banding (pasal 129 ayat (5) HIR dan pasal 153 ayat (5) Rbg.

Syarat


(62)

(63)

1. Jika penggugat tidak datang menghadap PN pada

hari yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil

dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain

menghadap

mewakilinya

maka

gugatannya

dianggap

gugur

dan penggugat dihukum biaya

perkara;

2. Penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali

lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara

tadi.

Putusan Gugur

Syarat


(64)

A. Syarat Pengguguran

1. Penggugat telah dipanggil secara patut

2. Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah (unreasonable Default)

B. Pengguguran dilakukan secara ex officio C. Rasio Pengguguran gugatan

3. Sebagai hukuman kepada penggugat

4. Membebaskan Tergugat dari kesewenangan

D Terhadap Putusan Gugur Tidak dapat diajukan perlawanan Verzet krn (Final & Binding, Banding dan Kasasi. Penggugat dapat mengajukan Gugatan Baru


(65)

(66)

SISTEM KONTRADIKTOIR

-

Memberikan kesempatan kepada pihak tergugat

untuk membantah dalil-dalil gugatan penggugat

begitu juga sebaliknya.

GUGATAN JAWABAN

REPLIK DUPLIK

VERSTEK VERZET

PEBUKTIAN KONKLUSI


(67)

SIDANG PERTAMA

Setelah

Hakim

membuka

sidang

dengan

menyatakan “ sidang terbuka untuk umum” dengan

mengetuk

palu,

hakim

memulai

dengan

mengajukan pertanyaan kepada penggugat dan

tergugat:

a. Identitas Penggugat/ Tergugat

b. Apakah sudah mengerti maksud didatangkannya

para pihak di muka persidangan

c. Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian.

d. Sebagai bukti identitas para pihak menunjukkan


(68)

SIDANG KEDUA

(JAWABAN TERGUGAT)

1. Apabila para pihak dapat berdamai maka ada 2 kemungkinan, yaitu gugatan dicabut atau mereka mengadakan perdamaian diluar atau dimuka sidang

2. Apabila perdamaian diluar sidang maka hakim tidak ikut campur

3. Apabila perdamaian dilakukan dimuka hakim, maka ciri-cirinya adalah:

1. Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan

2. Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tidak dapat diajukan kembali

3. Apabila tidak tercapai suatu perdamaian maka sidang dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat. Jawaban ini dibuat rangkap tiga. Lembar pertama untuk penggugat, lembar kedua, untuk hakim, lembar ketiga untuk arsip tergugat sendiri.


(69)

SIDANG KETIGA

(REPLIK)

Pada sidang ini penggugat dan kuasa

hukumnya menyerahkan replik, satu

untuk hakim, satu untuk tergugat, satu

untuk penggugat itu sendiri.

Replik adalah tanggapan penggugat

terhadap jawaban tergugat


(70)

SIDANG KEEMPAT

(DUPLIK)

Dalam

sidang

ini,

tergugat

menyerahkan duplik, yaitu tanggapan

tergugat terhadap replik penggugat,

kurang lebih berisi meneguhkan sikap

konsistensi

pendirian

yang

disampaikan dalam jawaban atas

gugatan


(71)

SIDANG KELIMA

(PEMBUKTIAN PENGGUGAT)

Penggugat mengajukan bukti-bukti

yang memperkuat dalil-dalil penggugat

sendiri dengan melemahkan dalil-dalil

tergugat.


(72)

SIDANG KEENAM

(PEMBUKTIAN TERGUGAT)

Jalan nya sidang sama dengan sidang

pembuktian dari pihak penggugat,

dengan

catatan

bahwa

yang

mengajukan bukti-bukti dan

saksi-saksi adalah tergugat, sedang tanya

jawabnya kebalikan dari sidang kelima


(73)

SIDANG KETUJUH

Penyerahan kesimpulan, hasil-hasil

yang diperoleh atau ditemukan selama

proses

persidangan.

Isi

pokok

kesimpulan sudah barang tentu dibuat

menguntungkan masing-masing pihak

yang berperkara


(74)

SIDANG KEDELAPAN

Dinamakan sidang putusan hakim. Hakim

membaca putusan yang seharusnya dihadiri

oleh para pihak. Setelah selesai membaca

putusan maka kakim mengetuk palu tiga

kali dan para pihak diberi kesempatan

untuk mengajukan banding apabila tidak

puas dengan putusan hakim.

Pernyataan banding ini harus dilakukan

dalam jangka waktu 14 hari terhitung ketika

putusan dijatuhkan.


(75)

(76)

MACAM-MACAM KOMULASI GUGATAN

1. Komulasi Subyektif: penggabungan dari subyek (pasal 127 HIR,151 Rbg, 1283-1284BW dan 18 Wvk

2. Komulasi Obyektif : Penggabungan tuntutan dalam satu perkara sekaligus. Tetapi Putusan MA No 880 K/Sip/1970 untuk menghindari putusan yang saling bertentangan Procesual doelmatig.

Pengecualian:

3. Gugatan tertentu yang diperlukan suatu acara khusus (gugat cerai) sedangkan lain memerlukan acara biasa (gugatan memenuhi perjanjian)

4. Hakim tidak berwenang secara relative u memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan tuntutan lain.

5. Tuntutan tentang Bezit tidak boleh bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan pasal 103 Rv


(77)

KETENTUAN PENGGABUNGAN

1. Harus ada hubungan batin satu sama lainnya, sehingga memudahkan proses, dapat menghindarkan kemungkinan putusan saling bertentangan serta bermanfaat ditinjau dari segi acara atau Procesueel doelmatig (Yurisprudensi MARI, tanggal 6 Mei 1975, Nomor 880 K/Sip/1973

2. Haruslah dengan mengingat asas “ Cepat dan Murah” (Yurisprudensi MARI, tanggal 3 Desember 1974, Nomor 1043 K/ Sip/ 1971 jo. Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas “sederhana, cepat dan biaya ringan”

3. Mengenai ketentuan hukum acara yang mengaturnya tidak ada perbedaan, misalnya tentang perkara HAKI (MEREK, PATEN, HAK CIPTA, dll.) dengan perkara PMH berdasarkan 1365 BW (Yurisprudensi MARI, Tanggal 13 Desember 1972, Nomor 677 K/ Sip/1972


(78)

PERUBAHAN DAN PENCABUTAN

GUGATAN


(79)

PERUBAHAN GUGATAN

1. Perubahan thd gugatan yang belum dikirim kepada Tergugat

2. Perubahan thd gugatan yang telah dikirim kepada Tergugat

Apabila bersifat prinsip maka gugatan harus dicabut

terlebih dahulu

Apabila tidak prinsip, maka perubahan dapat dilakukan

pada sidang pertama, yaitu tingkat perdamaian (mediasi) atau sebelum pihak tergugat menyampaikan gugatan untuk itu perlu ada persetujuan dari TERGUGAT.

(pasal 271 Rv: Penggugat mempunyai hak penuh untuk


(80)

PENTING!

1. Perubahan/ pencabutan gugatan sebelum jawaban, maka penggugat dapat melakukan dengan cara menyampaikan kepada Hakim, tanpa perlu persetujuan dari Tergugat (pasal 271 ayat (1) Rv). Akan tetapi poin-poin yang diubah atau pencabutan itu harus diberitahukan kepada pihak lawan (Tergugat)

2. Perubahan/Pecabutan Gugatan setelah ada jawaban dari Tergugat, maka harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak lawan (pasal 271 ayat (2) Rv

3. Yurisprudensi MARI, tanggal 14 Oktober 1970, Nomor 546 K/Sip/ 1970 (Perubahan dan pencabutan gugatan masih bisa dilakukan, meskipun pada tingkat pemeriksaan, kesimpulan atau tinggal menunggu putusan, asal mendapat persetujuan dari PIHAK LAWAN


(81)

(82)

82

EKSEPSI

Eksepsi merupakan suatu tangkisan atau

bantahan dari pihak tergugat terhadap gugatan

penggugat yang tidak langsung menyentuh

pokok perkara.

Eksepsi

ditujukan

kepada

hal-hal

yang

menyangkut

syarat-syarat

atau

formalitas

gugatan; yaitu jika gugatan yang diajukan

mengandung cacat atau pelanggaran formil yang

mengakibatkan

gugatan

tidak

sah

yang

karenanya

gugatan

tidak

dapat

diterima

(

inadmissible

).

Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar

pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa

lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara.

Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi

bertujuan agar pengadilan menyatakan gugatan

tidak dapat diterima (

niet ontvankelijk

).


(83)

83

JENIS EKSEPSI (1)

Pasal 125 ayat (2), 132 dan 133 HIR hanya

memperkenalkan

eksepsi

kompetensi

absolut dan relatif. Namun, Pasal 136 HIR

mengindikasikan adanya beberapa jenis

eksepsi.

Dilihat dari Ilmu Hukum, jenis eksepsi

terbagi atas:

1. Eksepsi Prosesuil (Processuele Exceptie)

2. Eksepsi Prosesuil di Luar Eksepsi

Kompetensi

3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele

Exceptie)


(84)

84

JENIS EKSEPSI (2)

Add. 1. Eksepsi Prosesual (Processuele

Exceptie)

Yaitu jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat

formil gugatan.

Eksepsi Prosesual dibagi dua bagian, yaitu:

1.

Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi

Absolut

 Eksepsi yang menyatakan bahwa Pengadilan

Negeri yang sedang melakukan pemeriksaan

perkara tersebut dinilai tidak berwenang untuk

mengadili

perkara tersebut, karena persoalan

yang menjadi dasar gugatan tidak termasuk

wewenang pengadilan negeri tersebut melainkan

wewenang badan peradilan lain,

misalnya PTUN

atau Pengadilan Agama.

Eksepsi ini dapat diajukan setiap waktu selama

pemeriksaan perkara berlangsung, bahkan hakim

pun wajib pula mengakuinya karena jabatannya

(Ps. 134 HIR).


(85)

2. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Relatif

 Eksepsi yang menyatakan bahwa suatu pengadilan negeri tertentu tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena tempat kedudukan atau obyek sengketa tidak berada dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri yang sedang memeriksa atau mengadili perkara tersebut.

Eksepsi ini tidak diperkenankan diajukan setiap waktu, melainkan harus diajukan pada permulaan sidang, yaitu sebelum diajukan jawab menyangkut pokok perkara.

Putusan dituangkan dalam bentuk:

- Putusan sela (interlocutoir), apabila eksepsi ditolak; atau - Putusan akhir, apabila eksepsi dikabulkan.


(86)

86

JENIS EKSEPSI (3)

Add. 2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi

Eksepsi prosesual di luar eksepsi kompetensi terdiri dari

berbagai bentuk atau jenis. Yang terpenting dan yang paling sering diajukan dalam praktik, antara lain:

1. Eksepsi Surat Kuasa Khusus Tidak sah 2. Eksepsi Error in Persona

Tergugat dapat mengajukan eksepsi ini, apabila gugatan mengandung cacat error in persona.

3. Eksepsi Res Judicata atau Ne Bis In Idem

Eksepsi terhadap perkara yang sama yang telah pernah diputus hakim dan putusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap.

4. Eksepsi Obscuur Libel

Yang dimaksud dengan obscuur libel, surat gugatan penggugat kabur atau tidak terang (onduidelijk).


(87)

87

Jenis Eksepsi (4)

Add. 3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)

Jenis eksepsi materiil (Materiele Exceptie)

1. Eksepsi dilatoir (dilatoria exceptie)

Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan, dengan kata lain gugatan penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan karena masih prematur (terlampau dini).

2. Eksepsi peremptoir (exceptio peremptoria)

Adalah eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya oleh karena gugatan telah diajukan lampau waktu

(Kadaluwarsa) atau bahwa utang yang menjadi dasar gugatan telah dihapuskan.

• Cara Pengajuannya  diajukan bersama-sama dengan jawaban mengenai pokok perkara.

• Cara Penyelesaiannya  diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara. Oleh karena itu, putusannya tidak berbentuk putusan sela, tetapi langsung sebagai satu kesatuan dengan putusan pokok perkara dalam putusan akhir.


(88)

(89)

89

REKONVENSI

Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan

tergugat sebagai gugat balasan (gugat balik)

terhadap gugatan yang diajukan penggugat

kepadanya [Pasal 132a ayat (1) HIR].

Pada dasarnya gugatan rekonvensi harus diajukan

bersama-sama dengan jawaban tergugat (Pasal

132b HIR jo 158 RBg).

Tujuan rekonvensi antara lain:

1. Menegakkan Asas Peradilan Sedehana

2. Menghemat biaya perkara

3. Mempercepat penyelesaian sengketa

4. mempermudah pemeriksaan

5.

menghindari

putusan

yang

saling

bertentangan


(90)

LANJUTAN

Komposisi para pihak dihubungkan dengan Gugatan

Rekonvensi

a. Komposisi Gugatan

Gugatan Penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan asal), sedangkan Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi (gugatan balik)

b. Komposisi para Pihak

Penggugat asal sebagai Penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan Berkedudukan menjadi Tergugat Rekonvensi. Sedangkan Tergugat Asal sebagai Penggugat Rekonvensi pada saat yang bersamaan

berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.

Baik gugatan konvensi (gugat asal) maupun gugatan

rekonvensi (gugat balasan) pada umumnya diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan hakim. Pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yaitu pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam rekonvensi.


(91)

Lanjutan

Pada asasnya tuntutan rekonvensi dapat meliputi segala

hal ada pengecualiannya(ps132a(1) no 1,2,3 HIR,157,158 Rbg.

1. Bila penggugat dalam konvensi bertindak karena suatu kualitas tertentu, sedang tuntutan rekonvensi akan mengenai diri penggugat pribadi atau sebaliknya.

Misalnya bertindak sebagai pihak formil(wali), maka tuntutan rekonvensi tidak boleh ditujukan kepada penggugat secara pribadi. Bila penggugat bertindak sebagai pemberes (vereffenaar) suatu perseroan, maka tuntutan rekonvensi tidak boleh mengenai penggugat secara pribadi

2. Bila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugat konvensi tidak wenang memeriksa gugat rekonvensi

3. Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan


(92)

(93)

INTERVENSI DASAR HUKUM Pasal 279-282 BRv

“Masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata

yang sedang berlangsung bila dia juga mempunyai

kepentingan

(interest

)”

Bentuknya :

1. Voeging (menyertai) dengan cara menggabungkan diri kepada salah satu pihak.

2. Tussenkomst (menengahi) berdiri sendiri (tidak memihak salah satu pihak.

3. Vrijwaring (penanggungan) :

Mirip tapi tidak sama dengan intervensi karena insiatifnya tidak

dari pihak ketiga yang bersangkutan.

Ikutsertanya karena diminta sebagai penjamin/pembebas oleh

salah satu pihak yang berperkara.

4. Exceptio Plurium Litis Consortium:

Masuknya pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak yang

berperkara.

Dilakukan karena pihak tersebut tidak lengkap. Contoh dalam perkara warisan.


(1)

(2)

89

REKONVENSI

Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan

tergugat sebagai gugat balasan (gugat balik)

terhadap gugatan yang diajukan penggugat

kepadanya [Pasal 132a ayat (1) HIR].

Pada dasarnya gugatan rekonvensi harus diajukan

bersama-sama dengan jawaban tergugat (Pasal

132b HIR jo 158 RBg).

Tujuan rekonvensi antara lain:

1. Menegakkan Asas Peradilan Sedehana

2. Menghemat biaya perkara

3. Mempercepat penyelesaian sengketa

4. mempermudah pemeriksaan

5.

menghindari

putusan

yang

saling

bertentangan


(3)

LANJUTAN

Komposisi para pihak dihubungkan dengan Gugatan

Rekonvensi

a. Komposisi Gugatan

Gugatan Penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan asal), sedangkan Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi (gugatan balik)

b. Komposisi para Pihak

Penggugat asal sebagai Penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan Berkedudukan menjadi Tergugat Rekonvensi. Sedangkan Tergugat Asal sebagai Penggugat Rekonvensi pada saat yang bersamaan

berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.

Baik gugatan konvensi (gugat asal) maupun gugatan

rekonvensi (gugat balasan) pada umumnya diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan hakim. Pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yaitu pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam rekonvensi.


(4)

Lanjutan

Pada asasnya tuntutan rekonvensi dapat meliputi segala

hal ada pengecualiannya(ps132a(1) no 1,2,3 HIR,157,158 Rbg.

1. Bila penggugat dalam konvensi bertindak karena suatu kualitas tertentu, sedang tuntutan rekonvensi akan mengenai diri penggugat pribadi atau sebaliknya.

Misalnya bertindak sebagai pihak formil(wali), maka tuntutan rekonvensi tidak boleh ditujukan kepada penggugat secara pribadi. Bila penggugat bertindak sebagai pemberes (vereffenaar) suatu perseroan, maka tuntutan rekonvensi tidak boleh mengenai penggugat secara pribadi

2. Bila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugat konvensi tidak wenang memeriksa gugat rekonvensi

3. Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan


(5)

(6)

INTERVENSI

DASAR HUKUM Pasal 279-282 BRv

“Masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata

yang sedang berlangsung bila dia juga mempunyai

kepentingan

(interest

)”

Bentuknya :

1. Voeging (menyertai) dengan cara menggabungkan diri kepada salah satu pihak.

2. Tussenkomst (menengahi) berdiri sendiri (tidak memihak salah satu pihak.

3. Vrijwaring (penanggungan) :

Mirip tapi tidak sama dengan intervensi karena insiatifnya tidak

dari pihak ketiga yang bersangkutan.

Ikutsertanya karena diminta sebagai penjamin/pembebas oleh

salah satu pihak yang berperkara.

4. Exceptio Plurium Litis Consortium:

Masuknya pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak yang

berperkara.

Dilakukan karena pihak tersebut tidak lengkap. Contoh dalam perkara warisan.