Status emosi.
- Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan
yang direncanakan tergantung pada pengalaman masa lalu, strategi koping, signifikan pembedahan dan sistem pendukung.
- Kebanyakan klien dengan pembedahan mengalami ancietas dan ketakutan
yang disebabkan penatalaksanaan tindakan operasi, nyeri, dan immobilitas.
1. Pemeriksaan Fisik
Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,
echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
Distensi kandung kemih
Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik retensi urine
Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien
ingin buang air kecil retensi urine
Perkusi : Redup
residual urine
Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretrafemosis.
Pemeriksaan Rectal Toucher Colok Dubur
posisi knee chest Syarat
: buli-buli kosongdikosongkan
Tujuan :
Menentukan konsistensi prostat Menentukan besar prostat.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk a.
Menentukan volume Benign Prostatic Hyperplasia b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benign
Prostatic Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi IVP : Gambaran trabekulasi buli, residual urine
post miksi, dipertikel buli. Indikasi
: disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
8
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureterstriktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinakganas
3. Pemeriksaan Endoskopi.
4. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli- buli
Q max : 15 mldetik
non obstruksi 10 - 15 mldetik
border line 10 mldetik
obstruktif
5. Pemeriksaan Laborat
Urinalisis test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,K,
ProteinAlbumin, pH dan Urine Kultur Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah
Merah atau PUS.
RFT evaluasi fungsi renal
Serum Acid Phosphatase
Prostat Malignancy.
Trauma bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis dan psikologis pada klien, tergantung pada individu dan pengalaman masa lalu yang
unik, pola koping, kekuatan dan keterbatasan. Kebanyakan klien dan keluarganya memandang setiap tindakan bedah merupakan peristiwa besar dan mereka
bereaksi dengan takut dan ansietas pada tingkat tertentu.
Pengertian Keperawatan Pre operatif
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanggung jawab keperawatan yang berhubungan dengan fase-fase preoperatif,
intraoperatif, pemulihan pascaanestesi dan pascabedah. Sepanjang periode perioperatif, perawat menerapkan proses keperawatan untuk
mengidentifikasi fungsi positip, perubahan fungsi, dan potensial perubahan
9
fungsi pada klien. Adapun tanggung jawab keperawatan untuk masing-masing fase berfokus pada masalah kesehatan spesifik aktual atau resiko.
Fokus Asuhan Keperawatan Pada periode Pre operatif
1. Fase Preoperatif a.
Pengkajian Preoperatif b. Penyuluhan Preoperatif
c. Persiapan untuk pindah ke ruang operasi
d. Dukungan orang terdekat 2. Fase Intraoperatif
a. Keamanan lingkungan
b. Kontrol Asepsis c.
Pemantauan fisiologis d. Dukungan psikologis prainduksi
e. Pemindahan ke ruang pemulihan pascaanestesi
3. Fase Pemulihan Pascaanestesi a.
Pemantauan fisiologis jantung, pernafasan, sirkulasi, ginjal dan neurologis
b. Dukungan psikologis c.
Keamanan lingkungan d. Tindakan kenyamanan
e. Stabilitas untuk pindah ke unit atau bangsal
4. Fase Pascaoperatif a.
Pemantauan fisiologis b. Dukungan psikologis Tindakan kenyamanan
c. Dukungan orang terdekat
d. Keseimbangan fisiologis nutrisi, cairan dan eliminasi e.
Mobilisasi f.
Penyembuhan luka g. Penyuluhan pulang.
Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi retensio urine baik akut maupun kronis berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostatdekompresi otot
detrussor ditandai dengan urine menetes, sering buang air kecil, buang air kecil sedikit-sedikit tidak bisa mengosongkan kandung kencing secara total, distensi
kandung kencing.
10
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi mukosadistensi kandung kencingkolik renalinfeksi saluran kencing ditandai dengan keluhan
nyeri spasme kandung kemih, perubahan tonus otot, merintih kesakitan. 3. Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status
kesehatan serta penurunan kemampuan sexual ditandai dengan peningkatan tensi, ungkapan rasa takut
4. Dysfungsi sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan. 5. Kurang pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan
dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi terbatasnya informasiinformasi yang keliru ditandai dengan pasien sering
bertanya, perintah yang tidak dituruti dan perkembangan infeksi tidak dapat dicegah.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering miksi pada malam hari 7. Resiko injury dan resiko infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan
8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan Dower Cateter yang lama
Diagnosa Keperawatan Post Operasi
1. Terjadinya perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah reseksi. 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan akibat reseksi 3. Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih dapat kambuh lagi.
4. Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kateter oleh bekuan darahklot.
5. Resiko terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh Syndroma TUR berhubungan dengan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan.
PerencanaanPenatalaksanaan
Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan retensi Urine.
Intervensi:
A Non Pembedahan
1. Memperkecil gejala obstruksi hal-hal yang menyebabkan pelepasan
cairan prostat. 1 Prostatic massage
2 Frekuensi coitus meningkat 3 Masturbasi
11
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor
menurun.
3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin, decongestan.
4. Observasi Watchfull Waiting Yaitu pengawasan berkalafollow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien Indikasi
: BPH dengan IPPS Ringan Baseline data normal
Flowmetri non obstruksi 5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan,
tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan
Golongan Alfa Bloker. a.
Fito Terapi a Hypoxis rosperi rumput
b Serenoa repens palem c Curcubita pepo waluh
b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgenanti androgen : a Inhibitor 5 alfa reduktase
b Anti androgen c Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Blokerobat penurun tekanan diuretra-
prostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
6. Bila terjadi retensi urine a.
Kateterisasi Intermiten
Indwelling b. Dilakukan pungsi blass
c. Dilakukan cystostomy.
7. Prostetron Trans Uretral Microwave ThermoterapyTUMT
12
B. Pembedahan 1. Trans Uretral Reseksi Prostat
: 90 - 95 2. Open Prostatectomy
: 5 - 10 BPH yang besar 50 - 100 gram
Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu Buli Buli Besar 2,5cm, multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH 0 - 1 KAUSA : Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95
Indikasi Pembedahan BPH
Retensi urine akut
Retensi urine kronis
Residual urine lebih dari 100 ml
BPH dengan penyulit
Hydroneprosis
Terbentuknya Batu Buli
Infeksi Saluran Kencing Berulang
Hematuri beratberulang
Herniahemoroid
Menurunnya Kualitas Hidup
Retensio Urine
Gangguan Fungsi Ginjal
Terapi medikamentosa tak berhasil
Sindroma prostatisme yang progresif
Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
Flow. Max kurang dari 10 ml
Kurve berbentuk datar
Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi
IMA
CVA akut Tujuan :
13
Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
Memperbaiki kualitas hidup.
1 Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95
Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial. Keuntungan :
Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan
Tak perlu insisi pembedahan
Hospitalisasi dan penyebuhan pendek
Kerugian :
Jaringan prostat dapat tumbuh kembali
Kemungkinan trauma urethra strictura urethra.
2 Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih.
3 Perianal Prostatectomy
Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
4 Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
14
PERIODE PRE OPERATIF CARE
Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan informasi yang akurat pada klien
Type pembedahan
Jenis anesthesi
TUR – P, general spina anesthesi
Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation CBI.
Persiapan orerasi lainnya yaitu :
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
Pemeriksaan Uroflowmetri Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
Pemasangan infus dan puasa
Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
Pemberian Anti Biotik
Surat Persetujuan Operasi Informed Concern.
PERIODE INTRA OPERATIF CARE
Pengelolaan Keamanan: a.
Jaminan penghitungan kasa, jarum, instrumen dan alat lain, cocok untuk pemakaian.
b. Mengatur posisi pasien -
Posisi fungsional -
Membuka daerah untuk operasi -
Mempertahankan posisi selama prosedur. c.
Memasang alat grounding d. Menyiapkan bantuan fisik
Pemantauan fisiologis a.
Mengkalkulasi pengaruh terhadap pasien akibat kekurangan cairan b. Membandingkan data normal dan abnormal dari cardiopulmonal.
c. Melaporkan perubahan-perubahan tanda-tanda vital suhu, nadi, tekanan darah
dan RR.
Pemantauan psikologi sebelum induksi dan bila pasien sadar
15
a. Menyiapkan bantuan emosional
b. Melanjutkan observasi status emosional c.
Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada anggota tim.
Manajemen Keperawatan a.
Menyelamatkan keselamatan fisik pasien. b. Mempertahankan aseptis pada lingkungan yang terkendali
c. Mengelola dengan efektif sumber daya manusia.
Anggota Tim Fase intraoperatif a. Tim bedah utama steril
- Ahli bedah utama
- Asisten ahli bedah
- Perawat instrumentator.
b. Tim anestesi: -
Ahli anestesi atau pelaksana anestesi -
Circulating nurse -
Lain-lain tehnisi, ahli aptologi dll..
Tugas perawat instrumentator a.
Persiapan pengadaan bahan-bahan dan alat steril yang diperlukan untuk operasi. b. Membantu ahli bedah dan asisten bedah waktu melakukan prosedur
c. Pendidikan bagi staf baru yang berkualifikasi bedah
d. Membantu jumlah kebutuhan jarum, pisau bedah, kasa atau instrumen yang diperlukan untuk prosedur, menurut jumlah yang biasa digunakan. Untuk
pelaksanaan kegiatan yang efektif perawat instrumen harus memiliki pengetahuan tehnik aseptik yang baik, ketrampilan tangan dan ketangkasan,
stamina fisik, tahan terhadap berbagai desakan, sangat menghayati kecermatan dan memperhitungkan prilaku yang menuntaskan asuhan pasien yang optimal.
Tugas Perawat Circulating Perawat keliling memegang peranan dalam keseluruhan pengelolaan ruang operasi,
perawat ini dipercaya untuk koordinasi semua aktivitas di dalam ruangan dan harus mengelola asuhan keperawatan yang diperluikan pasien.
16
PERIODE PEMULIHAN PASCA ANESTESI
Trauma bedah dan anestesi mengganggu semua fungsi utama sistem tubuh, tetapi kebanyakan klien mempunyai kemampuan kompensasi untuk memulihkan
homeostasis. Namun klien tertentu berisiko lebih tinggi untuk mengalami kompensasi tak efektif terhadap efek merugikan dari pembedahan dan anestesi pada jantung,
sirkulasi, pernafasan dan fungsi lain.
Secara Umum Diagnosa Keperawatan yang muncul pada fase periode pemulihan pasca anrestesi adalah :
a. Resiko terhadap aspirasi yang berhubungan dengan samnolen dan peningkatan
sekresi sekunder terhadap intubasi. b. Ansietas yang berhubungan dengan nyeri sekunder terhadap trauma pada
jaringan dan syaraf. c.
Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan samnolen sekunder terhadap anestesia
d. Resiko terhadap hipotermia yang berhubungan dengan pemaparan pada suhu ruang operasi yang dingin.
Kriteria umum syarat pasien dipindahkan dari ruang pemulihan pasca anestesi ke unit perawatan adalah sbb. :
a. Kemampuan memutar kepala
b. Ekstubasi dengan jalan nafas bersih. c.
Sadar, mudah terbangun. d. Tanda-tanda vital stabil
e. Balutan kering dan utuh
f. Haluaran urine sedikitnya 30 mljam.
g. Drain, selang , jalur intravena paten dan berfungsi. h. Persetujuan ahli anestesi untuk pindah ke ruangan.
PERIODE POST OPERATIF CARE
Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
1. Airway : Bebaskan jalan fafas
Posisi kepala ekstensi Breathing: Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Observasi pernafasan Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan
17
produksi urine pada fase awal 6jam paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila pada fase awal stabil, monitorinterval bisa 3 jam sekali Bila tensi turun, nadi meningkat kecil, produksi urine merah pekat
harus waspada terjadinya perdarahan segera cek Hb dan lapor
dokter. Tensi meningkat dan nadi menurun bradikardi, kadar natrium
menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR
segera lapor dokter. Bila produksi urine tidak keluar menurun dicari penyebabnya
apakah kateter buntu oleh bekuan darah terjadi retensi urine
dalam buli-buli lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan
tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya maintennensdilepas dan bila
produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine jernih. Bila perlu Analisa Gas Darah
Apakah terjadi kepucatan, kebiruan. Cek lab : Hb, RFT, NaK dan kultur urine.
2. Pemberian Anti Biotika
Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum
operasi.
Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan
parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.
3. Perawatan Kateter Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3
lubang treeway catheter ukuran 24 Fr. Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan 2. untuk melakukan irigasispoling
3. untuk keluarnya cairan urine dan cairan spoling.
18
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg.
Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan
ke paha bagian proximalke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan
dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli- buli karena mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spolingirigasi : 1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter 3. Cairan yang digunakan spoling H
2
O PZ Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling
dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus
diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri. Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah 2. Pengerokan prostat kurang bersih pada TUR sehingga masih terdapat
obstruksi.
A. TUR – P Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 –
40 ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder
kontraksi nyeri spasme
CBI Continuous Bladder Irigation dengan normal salin mencegah obstruksi
atau komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya Ketika kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran
normal
19
Post TUR – P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris meningkat
intake cairan minimal 3000 mlhari membantu menurunkan disuria dan
menjaga urine tetap jernih. B. OPEN PROSTATECTOMY
Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau pergerakan
Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam Arterial bleeding
urine kemerahan saos + clotting Venous bleeding
urine seperti anggur traction kateter Vetropubic prostatectomy
Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound
infection, pelvic abcess Suprapubic prostatectomy
Perlu Continuous Bladder Irigation via suprapubic
klien diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan
Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op
Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh
miksi dan dicek residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat
EVALUASI
Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi urinari adalah :
1. Mengatasi obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen 2. Tidak mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan
3. Mengungkapkan penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio urine. 4. Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali sebagaimana sebelumnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. 1995. Rencana Asuhan Dokumentasi Keperawatan
terjemahan. PT EGC. Jakarta.
Djanalaeoni H. 1977. Aseptik dan Antiseptik. Volume 6. Ropanasuri.
Doenges, et al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan terjemahan. PT EGC.
Jakarta.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume
I terjemahan. PT EGC. Jakarta.
Hardjowijoto S. Pemeriksaan Sistoskopi. SeksiProgram Studi Urologi Unair.
Hardjowijoto S. 1999 .Benigna Prostatic Hyperplasia. Airlangga University Press.
Surabaya
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Volume I.
terjemahan.Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Puruhito. 1989. Tata Kerja Kamar Operasi. Surabaya.
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Soesanto Wibowo, Puruhito, Setiono Basuki. Pedoman Teknik Operasi.
Sumartono, M., Gardjito, W., Hardjowijoto, S. 1983. Reseksi Transuretral Pada Hyperplasia Benigna dari Kelenjar Prostat. Bagian ilmu bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
21
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
Waktu : 5 Agustus 2002
Tempat : Ruang OK GBPT Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Soetomo Surabaya .
1. IDENTITAS PASIEN