34
3.2.3 Organisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji
Perangkapan peran Pemerintah sebagai Regulator dan Operator, berimbas pada kualitas pelayanan yang tidak maksimal karena potensi distorsi yang tinggi. Hubungan
antara Regulator-Operator maupun Pengawas-Operator bersifat vertical. Secara ideal hubungan antar fungsi vertical tidak akan efektif dalam upaya efisiensi apabila dirangkap
oleh satu institusi. Hubungan rangkap antar fungsi vertikal menyulitkan pengawasan dan penerapan mekanisme reward and punishment.
Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia selama ini, Departemen Agama tidak perhah
mendapatkan sangsi ataupun ’hukuman’ atas terus terulangnya berbagai permasalahan di dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Bentuk distorsi akibat dari perangkapan fungsi regulator dan operator dapat digambarkan beberapa fakta yang didapatkan tim di lapangan. Misalnya terkait dengan
mengenai praktek-praktek pengadaan katering di embarkasi-embarkasi haji. Berdasarkan informasi sebagaimana dinyatakan oleh Asosiasi Jasa Boga Sulawesi Selatan, bahwa
penyelenggaraan tender hanyalah bersifat formalitas belaka. Sudah bertahun-tahun, pemenang tender penyediaan katering untuk embarkasi Makassar selalu bergantian
diantara dua perusahaan, yang tidak lain karena salah satunya memiliki hubungan kedekatan dengan salah satu mantan Gubernur Sulsel, sedangkan satu lainnya merupakan
bisnis dari pejabat Departemen Agama setempat.
Di kota yang lain, Surabaya, tender pengadaan katering jamaah haji diprotes akibat pengumuman tender yang dicantumkan di harian Media Indonesia -yang kebetulan bukan
merupakan harian yang sering dibaca di Jawa Timur- sehingga menyebabkan minimnya informasi dan keikutsertaan pelaku usaha katering di Jawa Timur.
Distorsi serupa juga terjadi dalam mekanisme pengadaan jasa pengangkutan jamaah haji atau transportasi dari daerah asal ke embarkasi. Bahkan untuk kegiatan pengadaan
jasa transportasi ini, diakui oleh ORGANDA tidak secara transparan dipublikasikan oleh Pemerintah Daerah sebagai koordinator penyelenggara ibadah haji di tingkat daerah.
Unsur kedekatan merupakan faktor dominan dalam penentuan pihak yang berhak untuk menyelenggarakan jasa transportasi jamaah haji dari daerah asal ke embarkasi.
Fasilitasi mekanisme yang fair dalam penentuan pihak yang berhak untuk menjadi penyedia katering di embarkasi merupakan pemicu bagi tumbuh dan berkembangnya
usaha kecil katering yang berada di daerah bersangkutan. Guna menjamin adanya mekanisme yang transparan dan adil, maka setidaknya perlu
juga dieksplisitkan di dalam ketentuan Undang-Undang, sehingga perbaikan beberapa pasal sebagaimana terdapat di dalam RUU perubahan UU No.171999 tentang
Penyelenggaraan Haji dapat diperbaiki sebagai berikut:
35
RUU Inisiatif DPR Usulan Perbaikan
Pasal 3
Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan dengan
menyediakan fasilitas, kemudahan, kemanana dan kenyamanan yang diperlukan oleh setiap
warga negara yang menunaikan ibdah haji
Pasal 3
Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan dan perlindungan dengan menentukan standar
minimum fasilitas dan kenyamanan yang diperlukan oleh setiap warga negara yang
menunaikan ibadah haji
Pasal 7
Ayat 2 Kebijakan penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan ibadah haji merupakan
tugas nasional dan menjadi tanggungjawab Pemerintah.
Ayat 3 Pelaksana ibadah haji adalah Pemerintah danatau masyarakat
Ayat 5 Dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Pemerintah menunjuk
Menteri untuk melakukan koordinasi danatau bekerjasama dengan
masyarakat, departemeninstansi terkait, dan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi
Pasal 7
Ayat 2 Kebijakan Penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggungjawab Pemerintah
Ayat 3 Pelaksana ibadah haji adalah badan
pelaksana ibadah haji yang dibentuk oleh Pemerintah untuk maksud tersebut
bekerjasama dengan badan hukum indonesia yang memiliki kompetensi
khusus di bidang yang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji setelah
melalui mekanisme penunjukan yang transparan dan memperhatikan prinsip-
prinsip persaingan usaha yang sehat
Ayat 5 Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat 2, Pemerintah menunjuk Menteri untuk melakukan koordinasi
dengan departemeninstansi terkait, dan Pemerintah Kerajaan Arab Saud
i
Pasal 22
Ayat 1 Besarnya BPIH di tetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Pasal 22
Ayat 1 Besarnya BPIH di tetapkan oleh Presiden atas usul Badan Pelaksana Ibada Haji
setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Pasal 45
Penunjukan pelaksana transportasi jamaah haji dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan
aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan dan efisiensi
Pasal 45
Penentuan pelaksana transportasi jamaah haji dilakukan oleh badan pelaksana ibadah haji
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah
yang meliputi aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan dan efisiensi melalui mekanisme
persaingan usaha yang sehat
Pasal 46
Pelaksanaan transportasi jamaah haji dari daerah asal ke embarkasi dikoordinasikan dan menjadi
tanggungjawab Pemerintah Daerah Provinsi dan KabupatenKota bersama DPRD
Pasal 46
Penentuan pelaksana transportasi jamaah haji dari daerah asal ke embarkasi dilakukan oleh
badan pelaksana ibadah haji daerah dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur
lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah yang meliputi aspek keamanan, keselamatan,
kenyamanan dan efisiensi melalui mekanisme persaingan usaha yang sehat.