Efektivitas Sanksi Bagi Pengelolaan Zakat Ilegal Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus Kelurahan Jatijajar Depok)

EFEKTIVITAS SANKSI BAGI PENGELOLA ZAKAT ILEGAL
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
(Studi Kasus Kelurahan Jatijajar Depok)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:
RENA SORAYA
NIM. 1 1 1 0 0 4 4 1 0 0 0 4 2

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H / 2015 M


ABSTRAK

Rena Soraya. NIM 1110044100042. Efektivitas Sanksi Bagi Pengelola Zakat Ilegal
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Ilegal
(Studi Kasus Kelurahan Jatijajar Depok). Program Studi Hukum Keluarga Islam,
Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 / 2014. xi + X halaman + Y halaman
lampiran.
Skripsi ini membahas efektivitas sanksi bagi pengelola zakat ilegal sebagaimana telah
diatur dalam undang-undang tentang pengelolaan zakat, setiap orang dilarang dengan
sengaja bertindak selaku amil zakat, melakukan pendistribusian, atau pendayagunaan
zakat tanpa izin pejabat berwenang. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana penerapan undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
di Kelurahan Jatijajar Depok, dan mengetahui efektivitas sanksi bagi pengelola zakat
ilegal di Kelurahan Jatijajar. Selanjutnya setelah data terkumpul, penulis
mengklasifikasikan yang kemudian diolah dan dilengkapi dengan metode deskriptif
analitis. Dan teknik penulisannya berdasarkan pedoman penulisan skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kesimpulan bahwa penerapan
undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Kelurahan Jatijajar
sampai saat ini belum optimal disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai undangundang tersebut sehingga masih marak pengelola zakat ilegal sehingga undangundang ini belum sepenuhya bisa diterapkan di Kelurahan Jatijajar, begitupun

mengenai efektivitas sanksi bagi pengelola zakat ilegal di Kelurahan Jatijajar belum
efektif hal ini disebabkan karena belum diterapkannya undang-undang No. 23 Tahun
2011 tentang pengelolaan zakat sehingga ketentuan sanksi bagi pengelola zakat ilegal
belum bisa dilaksanakan.
Kata Kunci

: Efektivitas, Ilegal, Sanksi

Pembimbing
Daftar Pustaka

: Dr. H. M. Nurul Irfan, MA.
: 1985 s.d 2014

iv

KATA PENGANTAR
‫بسم اه الرحمن الرحيم‬
Syukur Alhamdulillah, saya persembahkan kepada Rabbul Izzah Allah SWT
yang telah menerangi, menuntun dan membukakan hati serta pikiran dalam

menyelesaikan setiap tahapan proses penyusunan skripsi ini. Iringan shalawat dan
salam senantiasa mengalir kepangkuanmu wahai manusia pilihan, Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan segenap sahabat-sahabat setiamu hingga akhir zaman.
Skripsi ini sebagai bentuk nyata dari perjuangan penulis selama menuntut ilmu
di bangku kuliah Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah, Jakarta. Dalam
penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan,
namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan rida-Nya, kesungguhan, serta
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung
segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir skripsi ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini
penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.

Bapak Dr. Phil JM. Muslimin, MA.,Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Bapak Kamarusdiana, S. Ag, MH., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Prodi
dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

vi

3.

Penguji 1Bapak Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA., dan Penguji 2 Ibu Dr.
Isnawati Rais, MA., yang telah merivis dan memebrikan tambahan ilmu dan
memebrikan nilai yang sangat bijaksana kepada penulis, terima kasih untuk
semuanya.

4.

Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

5.

Segenap Civitas Akademik Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku
perkuliahan.

6.

Pimpinan Perpustakaan Umum dan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta staff yang telah memberikan penulis fasilitas untuk menggandakan studi
perpustakaan.

7.

The Light Of My Life, Supporter tiada henti, kekuatan saat lemahku, pelipur
lara saat sedihku, Ayahanda Robento Hidayat dan Ibunda tercinta Haeni yang
tidak pernah mengenal kata lelah mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya
berupa bimbingan dalam menuntunku menjadi pribadi yang lebih baik.
Terimakasih untuk semua waktu dan tiap doa yang selalu kau panjatkan untuk
anakmu

ini.


Terimakasih

untuk

selalu

menjadi

yang

pertama

membangkitkanku, menyemangatiku, serta membuatku tetap melapangkan
hatiku saat aku mulai lelah dan kehabisan semangat. Bagi ananda, tiada
penghargaan paling terindah di dunia ini selain melihat Bapak dan Emak selalu
vii

tersenyum. Doakan selalu semoga anak bungsumu ini selalu menjadi pribadi
yang baik, hamba Allah yang baik, dan menjadi anak yang membanggakan
kalian. Amiin. Ana UhibbukumaFillah.

8.

Kepada kakak-kakak dan Mas Agus yang senantiasa ada dan berupaya
membantuku dalam menempuh kuliah baik berupa semangat, canda tawa, serta
waktu. Terimakasih untuk selalu memberikan semangat dan membantu penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.

9.

Big Thank’s To OPS Management Khosya, Nachay, Icong, Neng’Uz, Rinong,
Yuli, Molly, Aulia, Ceper, Fajrul, Ojan, Zaki, Ance, Zidni, Azmi, Ipank, Zian
serta sahabat-sahabat Peradilan Agama Angkatan 2010 dan sahabat PMII Ka
Helmi, Ka Farhan, Ka Rouf dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang menjadi teman seperjuangan sebelum maupun ketika di bangku
perkuliahan.

10.

Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) STMG dan Bapak Ibu sekeluarga
KKN Kiarapandak Bogor yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada

penulis.

11.

Teman-teman Pendaki yang selama ini selalu mensuport penulis agar bisa
mencapai puncak yang sesungguhnya “wisuda”, teman-teman tempo doeloe
Rina dan Tuti. Teman-teman Ma’had Ira, Lala, Irma, Itong dan teman-teman
Islamic 78 Anita, Nuy, Rani, Sri, Fitri, Adi yang juga sangat memberikan
semangat dan do’a kepada penulis, terimakasih untuk semuanya.

viii

Terimakasih atas dukungan dan motivasinya, semoga Allah SWT
membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
Amiin.

Ciputat, 7 Januari 2015

Rena Soraya


ix

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI……………………………………

iii

LEMBAR PERNYATAAN..........................................................................

iv


ABSTRAK.....................................................................................................

v

KATA PENGANTAR...................................................................................

vi

DAFTAR ISI..................................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................

xii

BAB I

BAB II


PENDAHULUAN......................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................

7

D. Metode Penelitian.................................................................

8

E.

Review Studi…………........................................................

10

F.

Sistematika Penulisan...........................................................

11

PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA

14

A. Pengertian Pengelolaan Zakat……………………………...

14

B. Zakat Pada Zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin…...

23

x

C. Pengelolaan Zakat Sebelum Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat……………...……

28

D. Pengelolaan Zakat Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB III

BAB IV

2011 Tentang Pengelolaan Zakat…………………………...

32

TEORI EFEKTIVITAS HUKUM……………………………

39

A. Pengertian Efektivitas Hukum………………………….….

39

B. Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat……………….…...

41

C. Teori Efektivitas Hukum…………………………………...

42

ANALISA EFEKTIVITAS SANKSI BAGI PENGELOLA
ZAKAT

ILEGAL

MENURUT

UNDANG-UNDANG

NOMOR 23 TAHUN 2011……………………………………

45

A. Gambaran Umum Kelurahan Jatijajar……………………..

45

B. Penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat di KelurahanJatijajar………...

47

C. Efektivitas Sanksi Bagi Pengelola Zakat Ilegal Menurut
Undang-Undang

Nomor

23

Tahun

2011

Tentang

Pengelolaan Zakat………………………………………….

57

PENUTUP...................................................................................

61

A. Kesimpulan...........................................................................

61

B. Saran.....................................................................................

61

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

63

BAB V

xi

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi.

2.

Surat Keterangan Permohonan Data/Wawancara.

3.

Hasil Wawancara.

4.

Surat Permohonan Izin Penelitian Kantor KESBANGPOL (Kesatuan Bangsa
Dan Politik).

5.

Data Arsip Kelurahan Jatijajar.

6.

Surat Edaran Kelurahan Jatijajar (Zakat Fitrah).

7.

Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Amil Zakat

8.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

9.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.

xii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Zakat bagi umat Islam, khususnya di Indonesia dan juga di dunia Islam
pada umumnya, sudah diyakini sebagai bagian pokok ajaran Islam yang harus
ditunaikan. Zakat dipandang sebagai salah satu rukun Islam yang lima, yaitu
syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Melaksanakannya adalah wajib, dan
dengan

begitu

telah

dipandang sebagai

dosa

bagi

siapa

saja

yang

meninggalkannya dan sebaliknya akan mendapatkan pahala bagi yang
menjalankannya.1 Akan tetapi, zakat tergolong ibadah maliah, yakni ibadah
melalui harta kekayaan dan bukan ibadah badaniah yang pelaksanaannya dengan
fisik.2
Allah SWT mulai mensyari’atkan kewajiban zakat dengan menggunakan
ungkapan Atuz zakat (tunaikanlah zakat) dalam surat At-Taubah ayat 11 dengan
demikian Nabi Muhammad SAW bertugas untuk memberi penjelasan mengenai
ketentuan-ketentuan, jenis-jenis harta yang dikenakan wajib zakat, kadar nisab
serta bagian yang harus dikeluarkan. Dari keterangan tersebut dapat dipastikan

1

Didin Hafidhuddin,, The Power Of Zakat, cet. Pertama, (Malang: UIN Malang Press,
2008), h.3.
2

Badan Amil Zakat Infak Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta, Mengenal Hukum Zakat Dan
Infak/Sedekah, (Jakarta: BAZIS DKI Jakarta, 1999), h.3.

1

2

bahwasanya pensyari’atan zakat di Madinah merupakan pembaharuan terhadap
perintah zakat yang diturunkan bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam.3
Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat fundamental.
Selain berkaitan erat dengan aspek-aspek ketuhanan, juga ekonomi dan sosial. Di
antara aspek-aspek ketuhanan (transendental) adalah banyaknya ayat-ayat AlQuran yang menyebut masalah zakat. Bahkan Rasulullah pun menempatkan
zakat sebagai salah satu pilar utama dalam menegakkan agama Islam. Sedangkan
dari aspek keadilan sosial (al’adalah al-ijtima’iyah), perintah zakat dapat
dipahami sebagai satu kesatuan yang tak terpisah kan dalam pencapaian
kesejahteraan sosial-ekonomi dan kemasyarakatan.4
Hukum mengeluarkan zakat adalah wajib (fardhu), yakni diwajibkan atas
setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
syara’. Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap persoalan zakat
ini. Terbukti dengan adanya perintah Allah tentang zakat itu sendiri terdapat
dalam Al-Qur’an sebanyak 32 ayat dan 28 kali perintah yang bergandengan
dengan perintah shalat, ditambah dengan penyebutan kata zakat yang

3

A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),
h.173-174.
4

Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006), h.1.

3

menggunakan istilah Shadaqah atau Infak maka secara keseluruhan, Al-Qur’an
menyebutkan sebanyak 58 ayat yang terdapat dalam 26 surat.5
Dalam membicarakan pengelolaan dan pemanfaatan zakat, ada beberapa
hal yang meski diketahui, yaitu waktu pembayaran zakat oleh muzakki,
pembayarannya kepada golongan-golongan yang berhak menerimanya, cara
pembayaran dan pendisitribusiannya, dan lembaga pengelolanya.6
Dengan lahirnya undang-undang pengelolaan zakat muncullah paradigma
baru mengenai pengelolaan zakat yang antara lain bahwa pengaturan pengelolaan
zakat dilakukan oleh suatu wadah yaitu badan amil zakat yang dibentuk
pemerintah yang terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah.
Dibentuknya

badan

amil

zakat

yang

bertugas

mengumpulkan

mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama
kiranya perlu ditingkatkan agar tujuan zakat dapat terlaksana dengan baik dan
hikmah zakat sendiri dirasakan oleh masyarakat muslim. Demikian halnya
dengan diberlakukannya undang-undang pengelolaan zakat yang dikelola oleh
lembaga amil zakat. Sehingga tercapai kesejahteraan umat seperti yang dicitacitakan bangsa.
Pada akhirnya masyarakat menanti undang-undang baru untuk para amil
zakat yang diharapkan oleh masyarakat yaitu Undang-undang No. 23 Tahun
5

Abdul Wahab dan Abd. Muhaimin, Hukum Pranata Sosial. Ahkam Jurnal Syariah, No.
09 IV/2002, h.5.
6

h. 202.

A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),

4

2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Akan tetapi undang-undang yang diharapkan
membawa perubahan tidak mencapai kepuasan masyarakat, justru menimbulkan
masalah baru bagi para pegiat zakat, khususnya lembaga amil zakat. Undangundang zakat yang telah disahkan ini tidak memberikan dampak positif bagi
dunia zakat nasional, sebaliknya malah menimbulkan masalah baru.
Seperti yang telah kita ketahui, undang-undang pengelolaan zakat terbaru
hasil amandemen dari Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 yang sekarang telah
revisi dan diketahui kabarnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat, undang-undang ini banyak mengundang kontroversi dari
berbagai kalangan, khususnya masyarakat yang dipercaya oleh warga setempat
sebagai amil zakat tradisional, seperti di masjid/mushola, yayasan atau di desa.
Undang-undang yang baru diamandemen ini kurang memuaskan
bagaimana amil zakat harus tertera dan yang sah saja di Negara yang boleh
menjadi amil zakat. Pada nyatanya, warga yang telah mereka percayai dan dipilih
langsung oleh warganya. Secara tidak langsung, undang-undang ini meresahkan
kehidupan beragama. Dalam undang-undang ini sangat jelas, bahwa peran
pengelolaan zakat diambil alih oleh BAZNAS. Sementara lembaga swasta yang
lainnya tidak diakui bahkan dikenakan sanksi jika tetap berperan sebagai
lembaga amil zakat atau badan-badan Islam yang mengelola zakat, seperti zakat
tidak diperbolehkan lagi dikelola oleh sebuah yayasan baik berupa LAZ maupun
pondok pesantren yang notabene sebagai yayasan sosial. Undang-undang ini
tidak mengatur zakat saja, bahkan infak, sadaqah juga wakaf harus melalui

5

BAZNAS. Undang-undang yang telah direvisi ini menjadikan LAZ pada
umumnya lebih mendapat perhatian dari masyarakat dari pada BAZNAS itu
sendiri, dengan Negara yang besar dan luas ini tidak bisa jika zakat hanya
dilakukan oleh BAZNAS. Isi dari undang-undang tersebut hampir tidak ada
perubahan dari konsep awal pemerintahan dulu, bahkan menjadi kabar buruk
bagi Lembaga Amil Zakat.7
Penulis memilih lokasi Kelurahan Jatijajar sebagai tempat penelitian karena
penulis menemukan adanya masalah yang tidak sesuai dengan peraturan tertulis
dalam undang-undang, sebagaimana dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang
No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat mengatur “Pembentukan LAZ
wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri”. Tidak
hanya itu, secara lebih kuat undang-undang ini mengatur dalam Pasal 19 “LAZ
wajib

melaporkan

pelaksanaan

pengumpulan,

pendistribusian,

dan

pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala” dan
Pasal 38 juga mengatakan bahwa “setiap orang dilarang dengan sengaja
bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau
pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang”. Ketiga pasal ini
cukup menguatkan argument, bahwa pengelola zakat di Indonesia harus memiliki
surat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, sedangkan

Ryan Febrianti, “Kontroversi UU Zakat”, artikel diakses pada 04 Maret 2014 dari
http://ryan-febrianti.blogspot.com/2012/02/kontroversi-uu-zakat.html.
7

6

dalam prakteknya penulis menemukan adanya pengelola zakat yang masih
bertentangan dengan peraturan undang-undang.
Berdasarkan permasalahan di atas penulis merasa tergugah untuk mengkaji
dalam bentuk skripsi yang berjudul, “EFEKTIVITAS SANKSI BAGI
PENGELOLA

ZAKAT

ILEGAL

MENURUT

UNDANG-UNDANG

NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT (Studi
Kasus Kelurahan Jatijajar Depok).”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis
membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan
terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Di sini penulis hanya akan
membahas mengenai efektivitas sanksi bagi pengelola zakat ilegal di Kelurahan
Jatijajar.
2. Perumusan Masalah
Menurut Undang-undang setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak
selaku amil, melakukan pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin
pejabat yang berwenang. Sedangkan dalam kenyataannya masih banyak
mustahik yang membayar zakat kepada amil zakat tradisional yang lebih
dipercayai masyarakat.

7

Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat Di Kelurahan Jatijajar?
2. Bagaimana efektivitas sanksi bagi pengelola zakat ilegal di Kelurahan
Jatijajar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Mengacu pada permasalahan yang telah disebutkan diatas, penelitian ini
bertujuan:
a. Mengetahui bagaimana penerapan Undang-undang No. 23 tahun 2011
tentang pengelolaan zakat di Kelurahan Jatijajar.
b. Mengetahui bagaimana efektivitas saknsi bagi pengelola zakat ilegal di
Kelurahan Jatijajar.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan bagaimana
penerapan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat di Kelurahan Jatijajar

8

b.

Untuk mengetahui bagaimana efektivitas sanksi bagi pengelola zakat
ilegal di Kelurahan Jatijajar

c. Sebagai bentuk khazanah keilmuan dan bagi siapa saja yang membaca
hasil penelitian ini.

D. Metode Penelitian
Metode adalah suatu rumusan secara sistematis untuk mengantisipasi dan
menggarap sesuatu agar usaha tersebut dapat mencapai apa yang diharapkan
dengan tepat dan terarah dengan menggunakan metode ilmiah.
Metode penelitian yang penyusun gunakan dalam pembahasan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Jenis dan Metode Penulisan
Terkait dengan jenis penelitian ini, maka peneliti menggunakan penelitian
kualitatif. Pengertian kualitatif digunakan apabila data-data yang dibutuhkan
berupa informasi yang tidak perlu dikuantifikasi. Penelitian ini menggunakan
pendekatan sosiologis atau empiris.8 Menurut Kartini Kartono, penelitian
sosiologis adalah suatu penelitian yang cermat dan dilakukan dengan jalan terjun
langsung ke lapangan. Sedangkan menurut Soetandyo Wingjosoebroto,

8

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 43.

9

penelitian berupa studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses
terjadinya dan proses bekerjanya hukum dalam masyarakat.9
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan
paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Perspektif,
strategi, dan model yang dikembangkan sangat beragam. Sebab itu, tidak
mengherankan jika terdapat anggapan bahwa, Qualitative research is many thing
to many people (Denzin dan Lincoln, 1994:4).
Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan lain. Contohnya, dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat,
dan perilaku seseorang, peranan organisasi, gerakan sosial, atau hubungan
timbal-balik. Sebagian datanya dapat dihitung sebagaimana data sensus, namun
analisisnya bersifat kualitatif.10
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Kelurahan Jatijajar
Kecamatan Tapos Kota Depok.
3. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
a. Sumber Data
1) Data Primer
9

Bambang Soenggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997), h. 42.
10

h. 20-21.

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta,2008),

10

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat. Data ini
meliputi interview dengan BAZNAS, LAZ, tokoh agama dan beberapa
pengelola zakat yang terjadi di masyarakat setempat.
2) Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dengan jalan studi kepustakaan atas
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan
yang memberikan penjelasan tentang bahan dan data primer. Dokumendokumen ini adalah Al-Qur’an, Hadist, buku-buku ilmiah, literaturliteratur fikih serta sumber lainnya yang mendukung dalam penulisan ini.
b. Teknik Pengumpulan Data
Bahwa untuk memperoleh data yang menunjang penelitian ini, maka akan
digunakan teknik wawancara, dipergunakan peneliti untuk mendapatkan
data tentang percakapan antara pewawancara dengan narasumber, dengan
maksud untuk mendapatkan informasi mengenai hal yang berkaitan
dengan data yang pewawancara butuhkan. Pewawancara (interview) yang
memberikan jawaban.11

E. Review Studi
Tema mengenai pembahasan zakat telah banyak dikaji dalam bentuk artikel
dan karya ilmiah. Namun demikian sejauh penelusuran penulis pembahasan

11

Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2002), h. 135.

11

mengenai Efektivitas Sanksi Bagi Pengelola Zakat Ilegal Menurut UndangUndang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di Kelurahan Jatijajar,
nyaris belum ada yang membahas. Namun ada beberapa penelitian yang dapat
penulis temukan terkait dengan Pengelolaan Zakat. Adapun beberapa di
antaranya adalah:
1. M. Yusuf, Tahun 2009. Dengan judul Implementasi Undang-Undang No. 38
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Oleh Badan Amil Zakat Di Kota
Depok. Skripsi ini menjelaskan pembahasan mengenai proses pengelolaan
ZIS, BAZDA, hambatan pengelolaan, strategi BAZDA kota Depok dan
psospek pengelolaan ZIS. Perbedaan skripsi ini dengan penulis adalah penulis
membahas efektifitas sanksi bagi pengelola zakat ilegal menurut UndangUndang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di Kelurahan Jatijajar
Depok.
2. Muhammad Tajuddin, Tahun 2012. Dengan judul Perbandingan UndangUndang No. 38 Tahun 1999 Dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat. Skripsi ini menjelaskan perbedaan antara
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999

Tentang Pengelolaan Zakat setelah

diamandemen menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011. Perbedaan
skripsi ini dengan penulis adalah penulis membahas efektifitas sanksi bagi
pengelola zakat ilegal menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat di Kelurahan Jatijajar Depok.

12

3. Yusuf Fadly, Tahun 2014. Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di Kota Sukabumi. Skripsi ini menjelaskan
penerapan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
serta faktor-faktor penyebab tidak diterapkannya Undang-Undang No. 23
tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di Kota Sukabumi Jawa Barat.
Perbedaan skripsi ini dengan penulis adalah penulis membahas efektifitas
sanksi bagi pengelola zakat ilegal menurut Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat di Kelurahan Jatijajar Depok.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam
bentuk bab dan sub-bab yang secara logis saling berhubungan dan merupakan
suatu dari masalah yang akan diteliti. Adapun sistem penulisan skripsi ini sebagai
berikut:
Bab pertama

: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan,
review studi terdahulu dan sistematika penulisan.

Bab kedua

: Pengelolaan zakat di Indonesia: pengertian zakat dan
pengelolaan zakat, zakat pada zaman Rasulullah dan
Khulafaur Rasyidin, pengelolaan zakat sebelum UndangUndang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat,

13

pengelolaan zakat pasca Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat.
Bab ketiga

: Teori efektivitas hukum: pengertian efektivitas hukum,
bekerjanya hukum di masyarakat, teori efektivitas hukum.

Bab keempat : Analisis efektivitas sanksi bagi pengelola zakat ilegal menurut
undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat di kelurahan jatijajar: Gambaran umum kelurahan
jatijajar, Penerapan undang-undang nomor 23 tahun 2011
tentang pengelolaan zakat di kelurahan jatijajar, Efektivitas
sanksi bagi pengelola zakat ilegal menurut undang-undang
nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di kelurahan
jatijajar.
Bab kelima

: Bab penutup, dalam bab ini penulis berupaya menyimpulkan
hasil dari analisa dan pembahasan di bab-bab sebelumnya,
terakhir beberapa saran dan rekomendasi.

BAB II
PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA
A. Pengertian Pengelolaan Zakat
1. Pengertian
Zakat menurut bahasa berarti berkah, bersih dan berkembang. Dinamakan
berkah, karena dengan membayar zakat, hartanya akan bertambah atau tidak
berkurang, sehingga akan menjadikan hartanya tumbuh laksana tunas-tunas pada
tumbuhan karena karunia dan keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada
seorang muzakki.1 Bahkan arti tumbuh dan bersih tidak hanya dipakaikan untuk
kekayaan, tetapi juga dapat diperuntukkan untuk jiwa orang-orang yang
menunaikan zakat.2
Sedangkan zakat menurut istilah adalah sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerima zakat yang disebutkan di dalam Al-Quran. Selain itu juga berarti
sejumlah harta tertentu dari harta tertentu yang diberikan kepada orang yang
berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.3
Adapun hubungan antara pengertian zakat secara bahasa dengan pengertian
zakat secara istilah adalah, sekalipun secara tekstual zakat dapat dilihat dari

1

Hikmat Kurnia, Panduan Pintar Zakat, (Jakarta: Qultum Media, 2008), Cet. Pertama, h.2

2

Al-Furqan Hasbi, 125 Masalah Zakat, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2008), h.13
3

Hikmat Kurnia, Panduan Pintar Zakat, Cet. Pertama, h. 3

14

15

aspek jumlah berkurang, namun hakikat zakat itu bisa menyebabkan harta
bertambah, baik secara maknawi maupun kuantitas.4
Terdapat beberapa pendapat Mazhab mengenai pengertian zakat, antara
lain Mazhab Maliki mendefinisikan, “zakat adalah mengeluarkan sebagian yang
khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas
kuantitas) kepada orang yang berhak menerimanya”. Mazhab Hanafi
mendefinisikan, “zakat adalah menjadikan sebagian harta yang khusus dari
harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus yang ditentukan oleh syariat
karena Allah SWT”. Menurut Mazhab Syafi’i, “zakat adalah sebuah uang kapan
untuk keluarnya harta atau tumbuh sesuai dengan cara yang khusus”.
Sedangkan menurut Mazhab Hambali “zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan
dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula”.5
Sementara menurut ketentuan umum dalam Pasal 1 Undang-Undang No.
23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan,

pelaksanaan,

dan

pengoordinasian,

dalam

pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.6
Pengelolaan zakat di Indonesia harus berasaskan dengan syariat Islam,
amanah,

4

kemanfaatan,

keadilan,

kepastian

hukum,

terintegrasi,

Ghazali Mukri, Fiqih Zakat Kontemporer, (Solo: Al-Qowam, 2011), h.11

5

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1997), h. 83-84
6

Pasal 1, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

dan

16

akuntabilitas.7 Pengelolaan zakat juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
dan efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat
zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan di Indonesia.8
2. Dasar Hukum
Dasar hukum kewajiban zakat dijelaskan di dalam Al-Quran surat atTaubah ayat 103 dan al-Baqarah ayat 43.

            

    

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS. At-Taubah [9] 103).
Dalam Al-Quran surat at-Taubah ayat 103 menyatakan bahwa kewajiban
berzakat bagi seseorang yang mempunyai harta kekayaan yang mencapai nishab,
dan tidak ada wajib bagi orang yang tidak memiliki harta seperti orang miskin
dan fakir. Ketentuan nishab itu antara harta yang satu dengan harta yang lain
berbeda, karenanya apabila seseorang belum memiliki harta yang mencapai

7

Pasal 2, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

8

Pasal 3, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

17

nishab, ia tidak berkewajiban berzakat, karena harta yang kurang dari nishab
tidak mungkin bisa memberi pertolongan kepada fakir miskin.9

      

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orangorang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah [2] : 43)

Kata zakat yang selalu dihubungkan kata shalat, disebutkan 28 kali dalam
Al-Qur’an. Bahkan, dalam beberapa kitab disebutkan sebanyak 82 kali. Namun,
jumlah ini terlalu dibesar-besarkan sehingga tidak sesuai dengan perhitungan
nyata dalam al-Quran. Terlepas dari perbedaan dalam perhitungan jumlahnya,
yang pasti hal itu menunjukan bahwa antara zakat dan shalat mempunyai
hubungan yang erat sekali dalam hal keutamaanya. Shalat dipandang seutamautama ibadah badaniah dan zakat dipandang seutama-utama ibadah maliyah.10
Sedangkan sumber hukum dalam hadis Rasulullah SAW diterangkan
antara lain : 11
Dalam hadits riwayat Bukhari:

“Dan beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan zakat
yang diambil dari harta orang kaya di antara mereka dan dibagikan
kepada orang-orang fakir di antara mereka.” (HR. Al-Bukhari)
9

Ghazali Mukri, Fiqih Zakat Kontemporer, h. 18-19

10

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa,1996), h. 39-40

18

Dalam hadits lain yang diriwiyatkan oleh muttafaqun alaih disebutkan:
“Apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan shalat,
membayar zakat, berpuasa dalam bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang
mampu melaksanakannya.”(HR. Muttafaq’Alaih).12
Telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah
menjelaskan kedudukannya dalam Islam, yaitu bahwa zakat adalah salah satu
rukun Islam, dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya orang yang
tidak melaksanakanya dengan berbagai upaya dan cara.13
Adapun dalil ijma’ ialah adanya kesepakatan semua (ulama) umat Islam di
semua Negara bahwa zakat adalah wajib, bahkan para sahabat Nabi Muhammad
SAW sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.
Oleh karena itu, barang siapa yang mengingkari kefardhuannya berarti dia kafir
atau (jika sebelumnya dia merupakan seorang muslim yang dibesarkan di daerah
muslim, menurut kalangan para ulama) murtad kepadanya diterapkan hukumhukum orang murtad.14

12

Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajaj Ibn Muslim al-Qusyairiy an-Naisaburiy, Shahih
Muslim, (Beirut: Daar al-Jiil, tt), Juz. I, No. 471, h. 28
13

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h.73

14

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, h. 90

19

Adapun orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, tetapi masih mengakui
bahwa ia berkewajiban untuk mengeluarkannya, ia memikul dosa yang
disebabkan keengganannya itu, tanpa keluar dari Islam. Oleh karena itu, hakim
hendaklah mengambil zakatnya secara paksa, sesuai dengan jumlah yang
seharusnya dan menjatuhkan hukuman kepadanya.15
3. Ketentuan Zakat
Jenis zakat secara garis besar dibagi menjadi dua yakni: zakat mal (zakat
harta) yang terdiri dari zakat untuk emas, binatang ternak, hasil bumi serta
barang dagangan yang telah difardhukan oleh Allah SWT sejak permulaan Islam,
yakni sebelum Nabi hijrah ke Madinah.16
Jenis yang kedua adalah zakat fitrah, wajib bagi setiap orang merdeka
muslim yang mampu, Nabi SAW memerintahkan kita menunaikannya bertepatan
dengan tahun diwajibkannya puasa Ramadhan sebelum zakat itu sendiri
diwajibkan, Nabi SAW berkhutbah sebelum hari raya Idul Fitri dan
memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah.17

15

Al-Furqan Hasbi, 125Masalah Zakat, h. 24

16

Tengku M. Hasby ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,
1999), h.10
17

h. 169

Chatibul Umam dan Abu Hurairah, Fiqh Empat Mazhab, (T.t: Darul Ulum Press, 1996)

20

Zakat diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka, balig, berakal, dan
memilliki harta benda dengan syarat-syarat tertentu. Adapun persyaratannya
sebagai berikut:
a. Al-Milk at-tam adalah harta yang dimiliki seseorang itu dikuasai secara sah,
diperoleh dari usaha yang halal, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah.
b. An-Nama’ adalah harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki
potensi untuk dikembangkan. Imam Abu Hanifah sangat kuat berpegang
pada syarat an-nama’ sehingga tiap tanaman apa saja yang menghasilkan
dan bermanfaat wajib dizakati.
c. Telah mencapai Nishab. Maksudnya, harta itu telah mencapai batas minimal
sebagai harta yang wajib dizakati.
d. Telah mencapai al-hawaij al-ashliyyah (kebutuhan pokok), maksudnya telah
mencapai kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarganya
yang menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidup.
e. Al-Haul, maksudnya harta sekurang-kurangnya telah mencapai satu tahun
Qamariyah (uang dan barang dagangan). Akan tetapi, untuk tanaman,
zakatnya dikeluarkan pada saat panen.18
Sedangkan untuk ketentuan ashnaf yang berhak menerima zakat baru
diperinci oleh Allah SWT dalam al-Quran surat at-Taubah ayat 60 yang
berbunyi:

18

Al-Furqan Hasbi, 125Masalah Zakat, h.23

21

         
             
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60)
Dalam ayat di atas disebutkan pengurus-pengurus zakat (amil) juga
mendapatkan hak untuk menerima bagian, dalam Pasal Pertama Fatwa MUI
Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Amil Zakat disebutkan bahwasanya amil zakat
memiliki tugas pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat,
pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta, pendistribusian zakat yang
meliputi penyaluran harta zakat agar sampai kepada mustahiq zakat secara baik
dan benar, dan termasuk pelaporan dan dalam hal biaya operasional tidak
dibiayai oleh Pemerintah, atau disediakan Pemerintah tetapi tidak mencukupi,
maka biaya operasional pengelolaan zakat yang menjadi tugas Amil diambil dari
dana zakat yang merupakan tugas Amil atau dari bagian Fi Sabilillah dalam batas
kewajaran atau diambil dari dana di luar zakat.19
Sebagai penjelasan delapan ashnaf yang berhak menerima zakat adalah
sebagai berikut :

19

Pasal Pertama, Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Amil Zakat

22

a. Fakir dan Miskin, mereka diberi bagian zakat untuk membantu mereka
memenuhi kebutuhan primer dan sekunder mereka.
b. Pengurus zakat, artinya, orang-orang yang memiliki wewenang untuk
mengurus zakat yang wewenang itu diperoleh dari pihak penguasa.
c. Muallaf, menurut pendapat yang rajih (kuat) adalah boleh saja orang itu
diberi zakat dengan tujuan untuk menjinakkan hatinya kepada Islam agar
dengan pemberian zakat itu imannya semakin kuat.
d. Riqab adalah usaha memerdekakan hamba sahaya dengan cara membelinya
dengan uang zakat kemudian memerdekakanya. Para ulama menafsirkan
memerdekakan budak dengan tiga kelompok: 1) Budak mukattab yang
secara inisiatif pribadi membeli dirinya sendiri dari tuannya dengan sistem
kredit. Lalu ia diberi uang untuk melunasi kekurangannya kepada
majikannya, 2) Budak yang dibeli dari dana zakat dengan tujuan untuk
dibebaskan, 3) Seorang tawanan muslim yang ditawan orang-orang kafir.
e. Gharimin adalah orang yang berhutang sedangkan hartanya tak sanggup
untuk membayar utangnya. Para ulama membagi hutang itu menjadi dua
macam, hutang yang dipergunakan untuk mendamaikan dua orang atau dua
golongan yang sedang bersengketa dan hutang untuk memenuhi kebutuhan.
f. Ibnu sabil adalah orang yang sedang dan akan berangkat perjalanan dengan
tujuan baik, tetapi ia kekurangan biaya untuk mencapai tujuan dari
perjalanannya.

23

g. Fisabilillah ialah jihad di jalan Allah tidak ada yang lain, sehingga tidak
benar yang dimaksud di jalan Allah itu adalah semua jalan menuju
kebaikan.20
Kemudian konteks Fi Sabilillah sendiri diperluas oleh ahli fiqih seperti
Yusuf Qardhawi yang mengartikan setiap usaha yang dapat mengantarkan
seseorang kepada keridhaan Allah SWT yakni semua usaha baik yang
mendatangkan kemaslahatan.21
B. Zakat Pada Zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin
1. Zakat Pada Zaman Rasulullah
Pada masa Islam pertama, yakni pada masa Rasulullah SAW, dan para
sahabat, prinsip-prinsip Islam telah dilaksanakan secara demonstratif, terutama
dalam hal zakat yang merupakan rukun ketiga setelah syahadat dan shalat. Secara
nyata, zakat telah menghasilkan perubahan ekonomi menyeluruh dalam
masyarakat muslim.22
Pensyariatan zakat tampak seiring dengan upaya pembinaan tatanan sosial
yang baru dibangun oleh Nabi Muhammad SAW, Setelah nabi berada di
Madinah. Sedangkan selama Nabi Muhammad SAW tinggal di Mekah, bangunan

20

Ghazali Mukri, Fiqih Zakat Kontemporer, h. 297 – 305

21

A.Rahman Ritonga dan Zainudin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),

h. 186
22

Wawan S. Husin dan Danny Syarif Hidayat, Cara Mudah Menunaikan Zakat:
Membersihkan kekayaan menyempurnakan puasa Ramadhan, (Bandung: Pustaka Madani, 1998),
h.125

24

ke Islaman hanya terfokus pada bidang akidah, qashash dan akhlaq. Baru pada
periode Madinah, Nabi Muhammad melakukan pembangunan dalam semua
bidang.23
Ada sejumlah sumber ekonomi umat yang dibangun nabi Muhammad
berdasarkan wahyu Al-Qur’an dan Sunnah-Nya. Yang terpenting diantaranya
adalah lembaga wakaf, kaffarat, jizyah, ghanimah, dan terutama zakat. Khusus
tentang zakat, Al-Quran telah mengaturnya sedemikian rupa berdasarkan
sejumlah ayat yang ada di dalamnya.24
Agar dana zakat itu benar-benar sampai kepada yang berhak (mustahik),
Al-Quran dan hadis mengaturnya sedemikian rupa melalui pembentukan para
petugas khusus yang oleh Al-quran disebut dengan istilah “al-amilina’alayha”.25
Berkenaan dengan sejarah keamilan di awal-awal Islam pada zaman nabi
Muhammad dan Khulafa’ur Rasyidin, dari sejumlah ayat dan hadis dapat diambil
beberapa pemahaman berharga berkenaan dengan pengurusan zakat beberapa
pemahaman yang dimaksud adalah:
Pertama, bahwa untuk menangani persoalan zakat, disamping Nabi sendiri
menempatkan dirinya sebagai amil, beliau juga pernah mengangkat orang lain
sebagai amil. Salah seorang yang pernah diangkat oleh Nabi adalah Mu’adz bin
Jabal. Kedua, Pengangkatan amilin tidak hanya untuk kepentingan pemerintah
23

Hidayat Nur Wahid, Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat (FOZ) 2006), h.3

24

Hidayat Nur Wahid, Zakat dan Peran Negara, h.4

25

Hidayat Nur Wahid, Zakat dan Peran Negara, h.5

25

pusat akan tetapi juga diangkat amilin untuk untuk tingkat daerah. Ketiga, dalam
hal pengangkatan amilin, tampak Nabi Muhammad dan abu bakar memilih
orang-orang yang bukan saja memiliki sifat-sifat kejujuran dan keadilan (amanah
dan adil), melainkan juga memperhatikan pejabat amilin benar-benar faham
tentang persoalan zakat pada khususnya dan perkara-perkara hukum Islam pada
umumnya. Keempat, penarikan zakat pada dasarnya harus bersifat proaktif.
Kelima, alokasi pembagian hasil dana zakat lebih mengutamakan pula mustahik
yang ada di daerah para muzakki (sumber zakat) itu sendiri. Keenam, baik Nabi
Muhammad SAW maupun Abu Bakar ra keduanya memberikan informasi yang
sangat jelas dan tegas tentang hukum, obyek, besar penarikan zakat dan hal-hal
lain bertalian dengan seluk beluk perzakatan. Ketujuh, baik Nabi Muhammad
maupun Abu Bakar keduanya berupaya sekuat tenaga untuk mendorong amilin
bekerja keras agar seberapa dapat setiap muzakki mau mengeluarkan zakatnya.26
2. Zakat Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Kebijakan Nabi Muhammad SAW dan khalifah Abu Bakar tentang
pengelolaan dana zakat kemudian dikembangkan oleh para khalifah yang
menggantikannya yakni Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib. Bahkan di zaman Umar bin Khathab khususnya Utsman bin Affan,

26

Hidayat Nur Wahid, Zakat dan Peran Negara, h. 7-12

26

administrasi pengelolaan zakat mencapai puncak kemajuan dan kejayaanya
seiring dengan kemajuan tata administrasi Islam di berbagai bidang.27
Ketika Rasulullah SAW wafat, khalifah pertama Abu Bakar diberkahi
dengan wawasan mendalam tentang dasar-dasar dan hukum-hukum Islam.
Penerapan hukuman Mati bagi orang-orang yang menolak membayar zakat di
negara Islam merupakan hasil dari pemikirannya.28

“Rasulullah SAW bersabda: “saya diinstruksikan untuk memerangi
mereka, kecuali bila mereka sudah mengikrarkan syahadat bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan
shalat, dan membayar zakat. Bila mereka sudah melaksanakan hal itu,
maka darah mereka sudah memperoleh perlindungan dari saya, kecuali
oleh karena hak-hak Islam lain, yang dalam hal ini perhitungannya
diserahkan kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari).29
Pada masa khulafah pertama banyak suku Arab yang membangkang tidak
mau membayar zakat dan hanya mau mengerjakan shalat. Mereka memaksakan
kehendak mereka para pembangkang-pembangkang murtad lain yang mengikuti

27

28

29

Hidayat Nur Wahid, Zakat dan Peran Negara, h. 13
Wawan S. Husin dan Danny Syarif Hidayat, Cara Mudah Menunaikan Zakat, h. 133

Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajaj Ibn Muslim al-Qusyairiy an-Naisaburiy, Shahih
Muslim, (Beirut: Daar al-Jiil, tt), Juz. I, No. 24, h. 17

27

pemimpin-peminpin mereka yang mendakwakan diri mereka nabi, seperti
Musailamah al-Kazab “si Pendusta” dan orang-orangnya.30
Setelah kekhalifahan Abu Bakar, dilanjutkan dengan kekhalifahan Umar
bin Khatab, khalifah kedua ini mengikuti langkah Rasulullah SAW dan khalifah
pertama Abu Bakar mengenai keuangan (zakat dan sedekah) dan kebijakankebijakan administrasi. Ia hidup seperti sangat sederhana baik dalam hal
makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal.31
Kemudian dilanjutkan dengan kekhalifahan Usman bin Affan, pada masa
kekhalifahan Utsman ini, zakat dapat dibayar dengan barang-barang yang tidak
nyata, seperti uang kontan, emas dan perak. Utsman adalah seorang kaya raya
sebelum masuk Islam. Kemudian ia senantiasa menebarkan kebaikan dijalan
Allah SWT. Mengenai sistem pembagian, Utsman menunjuk Zaid bin Tsabit
untuk

bertanggung

jawab

atas

Baitu

Mal

dan

memerintahkan

agar

membagikannya kepada kaum muslim. Jadi Utsman tidak hanya mengikuti
langkah

dua

khalifah

sebelumnya,

tetapi

juga

mampu

meningkatkan

pendanaan.32
Setelah khalifah Utsman wafat, dan digantikan oleh Khalifah Ali bin Abi
Thalib, sebgai khalifah terkahir, Khalifah Ali mempunyai sudut pandang lain

30

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 82

31

Wawan S. Husin dan Danny Syarif Hidayat, Cara Mudah Menunaikan Zakat, h. 139

32

Wawan S. Husin dan Danny Syarif Hidayat, Cara Mudah Menunaikan Zakat, h. 145

28

dalam menetapkan persamaan jumlah dalam pembagian harta kekayaan. Dia
menolak untuk membedakan status masyarakat di dalam pembagian harta dari
Baitul Mal.33
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zakat di
zaman Rasulullah dan khulafa’ur Rasyidin benar-benar fungsional dan
prosedural, serta dikelola oleh lembaga amilin yang benar-benar professional,
transparan, dan amanah. Sehingga, zakat sebagai salah satu sumber ekonomi
umat benar-benar mampu mensejahterakan masyarakat dan umat Islam.
C. Pengelolaan Zakat Sebelum Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat
Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat, telah ada undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan
zakat ini, yaitu Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999. Undang-undang ini telah
melahirkan paradigma baru antara lain memberikan pengertian kepada
masyarakat bahwa lahir suatu wadah untuk menangani pengelolaan dan
pemberdayaan zakat, yakni Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah
yang terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah serta Lembaga Amil Zakat
yang sepenuhnya dibentuk oleh dan dari masyarakat.34

33

34

Wawan S. Husin dan Danny Syarif Hidayat, Cara Mudah Menunaikan Zakat, h. 150

Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji, Management
Pengelolaan Zakat, proyek peningkatan pemberdayaan zakat (Jakarta: DEPAG RI, 2004), h. 9

29

Berdasarkan Undang-undang nomor 38 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 8
tugas pokok badan amil zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan, dan
mendayagunakan sesuai dengan ketentuan agama.35 Sementara itu, tidak
disebutkan pengawas terhadap kinerja dari lembaga pengelola zakat baik dalam
pengumpulan, pendistribusian, maupun pendayagunaannya.36
Keberadaan organisasi pengelolaan zakat di Indonesia diatur oleh beberapa
peraturan perundang-undangan, yaitu : Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat dan Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Zakat.37
Dalam peraturan undang-undang di atas, diakui adanya dua jenis organisasi
pengelolaan zakat, yakni :
1. Badan amil zakat, adalah organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh
pemerintah.38 Badan amil zakat (BAZ) memiliki tingkatan dan dibentuk
sebagai berikut :
a. Nasional, dibentuk oleh Presiden atas usul Menteri Agama,

35

Pasal 8, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat

36

Oneng Nurul Bariyah, Total Quality Management Zakat: Prinsip dan Praktik
Pemberdayaan Ekonomi, (Ciputat: Wahana Kardofa, 2012), h. 39
37

Gustian Djuanda dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006), h. 3
38

Zakat

Pasal 6 ayat 1, Bab III, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan

30

b. Daerah Propinsi, dibentuk oleh Gubernur atas usul kepala kantor wilayah
Departemen Agama Provinsi,
c. Daerah Kabupaten Atau Kota, dibentuk oleh Bupati atau Walikota atas
usul kantor Departemen Agama atau Kota,
d. Kecamatan, dibentuk oleh camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan.39
2. Lembaga amil zakat, adalah organisasi pengelolaan zakat yang sepenuhnya
dibentuk oleh masyarakat, dan dikukuhkan oleh pemerintah. Namun untuk
dapat dikukuhkan oleh pemerintah menurut pasal 22 Keputusan Menteri
Agama (KMA) Nomor 581/1999, sebuah Lembaga Amil Zakat (LAZ) harus
memenuhi dan melampiaskan persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum,
b. Memiliki data muzakki dan mustahik,
c. Memiliki program kerja,
d. Memiliki pembukuan,
e. Melampirkan surat persyaratan bersedia diaudit.40
Untuk memaksimalkan pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun
1999 ini, peran amil zakat men