Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat Terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

M. Yudistira Kusuma

NIM:109053000036

KONSENTRASI MANAJEMEN ZIS DAN WAKAF JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H./2013 M.


(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom,I)

Oleh

M. Yudistira Kusuma 109053000036

NIP: 19640428 199303 1 002

KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013


(3)

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang, 25 Mei 2013


(5)

iv Nama : M. Yudistira Kusuma

Nim : 109053000036

Judul : Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang Undang No.23 Tahun 2011 Tengan Pengelolaan Zakat

Disahkannya UU No.23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat justru menimbulkan banyak perdebatan yang masif diantara pegiat zakat dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Termasuk Forum Organisasi Zakat sebagai asosiasi lembaga pengelolaan zakat. Kepercayaan terhadap Undang-Undang Pengelolaan Zakat (UUPZ) yang baru akan membawa kabar baik dalam pengelolaan perzakatan di Indonesia justru menimbulkan polemik di sana-sini.

Dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada responden dari 4 anggota pengurus FOZ sebagai sample penelitian ini, dimana penelitian ini respon yang diteliti hanyalah sebatas aspek respon kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan perumusannya adalah Bagaimanakah respon (kognitif, afektif dan psikomotorik) pengurus(tahun 2012-2014) Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat?

Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dimana dalam pengumpulan datanya melalui wawancara dan data-data tertulis, sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah pengurus Forum Organisasi Zakat dan objek penelitian ini adalah Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui, respon pengurus FOZ terhadap Undang-Undang baru No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada masyarakat saat ini.

Berdasarkan hasil penelitian, responden banyak yang menolak isi dari Undang-Undang No.23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Melalui klarifikasi dari tiga katagori respon, pertama, respon kognitif : di mana seluruh responden mengetahui secara umum isi tentang Undang-Undang Pengelolaan Zakat baru tersebut. Kedua, aspek afektif : responden ada yang kecewa dan tidak setuju dengan isi dari Undang-Undang Pengelolaan Zakat terbaru. Dan ketiga, respon psikomotorik : melalui judicial review atau uji materiil responden menolak Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang baru.


(6)

i

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat seiring salam senantiasa terhaturkan kepada panutan umat, Nabi Muhammad S.A.W. yang selalu kita harapakan syafaatnya kelak.

Skripsi ini penulis ajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana komunikasi Islam (S.Kom.I). tentu hal ini tidak akan luput dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan optimal. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis haturkan ucapan terimakasih kepada Kedua Orang Tua yang tidak pernah bosan memberi dorongan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Bukan hanya dorongan yang bersifat non materi, namun dorongan yang berbentuk materipun tidak pernah lupa kedua orang tua berikan. Semua yang telah mereka lakukan tidak bisa penulis balas dengan apapun kecuali Allah yang akan membalasnya. Dan penulis juga haturkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi, Bapak Drs Study Rizal LK, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA dan Bapak Mulanasir, S.Pd, MM selaku ketua dan sektretaris Program Studi Manajemen Dakwah sekaligus menjadi penguji sidang skripsi ini.

3. Bapak Drs Study Rizal LK, MA selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis hingga selesai skripsi ini.

4. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi beserta seluruh civitas akademikia, yang telah memberikan sumbangsih wawasan


(7)

keilmuan dan bimbingan selam penulis berada dalam masa-masa perkuliahan.

5. Para pengurus Forum Organisasi Zakat yang telah banyak membantu dalam meyelesaikan skripsi ini. Khususnya kepada Bpk. Sabeth Abilawa,Bambang Suherman, Bapak Anwar Sani dan Ibu Nana Mintarti. Juga kepada informan diluar Forum Organisasi Zakat sepertiBapak Zen selaku motivatir dan penulis buku tentang zakat dan Bapak Arif sebagai ketua IMZ.

6. Wakmena dan Pakmena terima kasih atas dukungan moral dan moril serta nasihat-nasihatnya selama saya kuliah di UIN Syarif Hidayatullah.

7. Teteh Hilda terima kasih atas sebesar-besarnya atas bantuan sharing ide, bantuan koreksi, dan masih banyak lagi. Semoga allah yang membalas kebaikanmu.

8. Kepada rekan dan sahabat penulis dari Jurusan Manajemen Dakwah dan umumnya teman-teman di Fakultas Dakwah yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Hususnya penulis haturkan terimakasih kepada Syarifudin, Imroatus Solati, Eneng Herawati, Faizah, Hana Kafiah, Fani Fadillah, Siti Kholisah, Sinta Rusmiati, Aditya Yudho Negoro, Nasrullah, Amanda Harry, Musap Umair, Ulil Absar, Jaelani Firdaus, Cep Husni, Komariah, Nur Aifah, Ajeng Retno, Raditya Pradiptassa, Slamet Nurmawanto dan teman-teman yang selalu menemani penulis setiap harinya, baik langsung dan tidak langsung,

9. Juga Abang Sammy,Refita, Adit, Puji, Farabi, Erni, Lisfa, Lina, Agus Wahyudi juga saya ucapkan banyak terima kasih atas support dan bantuannya dan untuk yang lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya. Dan akhir kata dari penulis, semoga setiap usaha dan upaya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, mendapatkan kebaikan yang setimpal dan mudah-mudahan skripsi ini bisa bermanfaat untuk berbagai pihak.


(8)

Ciputat, 24 Mei 2013


(9)

v

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan manfaat Penelitian ... 4

D. Metode Penelitian ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 7

F. Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II Landasan Teoritis A. Ruang Lingkup Respon 1. Pengertian Respon... 10

2. Proses Terjadinya Stimulus-Respon... 11

3. Jenis-Jenis Respon... 13

4. Respon Kognitif, Afektif, Psikomotorik... 14

5. Faktor-FaktorTerbentuknyaRespon ... 16

B. Organisasi Pengelolaan Zakat 1. Pengertian Organisasi... 17


(10)

2. Organisasi Pengelolaan Zakat... 18

a. Persyaratan Lembaga Pengelola Zakat... 18

b. Urgensi Lembaga Pengelolaan Zakat... 20

c. Macam-Macam Organisasi Pengelolaan Zakat... 21

d. Tujuan Organisasi Pengelolaan Zakat ... 22

e. Sistem Pengelolaan... 23

3. Undang-Undang ... 26

BAB III Gambaran Umum Forum Organisasi Zakat A. Sejarah Awal Berdirinya Forum Organisasi Zakat... 29

B. Arah Kebijakan Program Forum Zakat Periode 2012-2015... 31

C. Sususan Pengurus Forum Zakat Periode 2012 – 2015 ... 34

D. Lembaga Pengelolaan Ziswaf yang terdaftar di Forum Organisasi Zakat... 36

BAB IV Hasil Temuan A. Respon Kognitif Terhadap UU No. 23/2011 ... 39

B. Respon Afektif Terhadap UU No. 23/2011 ... 46

C. Respon Psikomotorik Terhadap UU No. 23/2011 ... 50

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 56


(11)

B. Saran-saran ... 57


(12)

1

A. Latar Belakang

Agama Islam memiliki lima pilar yang diketahui atau biasa disebut dengan rukun Islam yang salah satu diantaranya adalah zakat. Berbeda dengan pilar-pilar lainnya, zakat memiliki dua dimensi yang mendasar. Pertama, dimensi ibadah (ritual) sebagai tanda penghambaan kepada Allah swt sekaligus sebagai pembersih harta dan jiwa. Kedua, dimensi sosial dimana sebagai tanda kepedulian terhadap sesama, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kesenjangan sosial. Hal inilah yang membuat zakat menjadi kewajiban sosial yang bersifat ibadah.

Namun fenomena yang terjadi dikalangan masyarakat muslim di Indonesia saat ini, bahwa mereka sangat mementingkan soal ibadah, sehingga kriteria muslim-tidaknya seseorang yang umum adalah patuhnya seseorang dalam melaksanakan ibadah, terutama shalat, puasa dan haji. Namun yang mengherankan adalah zakat tidak termasuk dalam ibadah yang sama pentingnya dengan shalat, puasa dan haji. Di antara penyebabnya menurut Harun Nasution hal ini disebabkan karena di kalangan masyarakat terdapat pengertian bahwa kewajiban hamba terbatas pada pengabdian terhadap Tuhan (ibadah syakhsiah) dan tidak termasuk pengabdian terhadap manusia dan masyarakat (ibadah ijtima'iyyah). Padahal pengulangan perintah zakat dalam Al-Quran menunjukan bahwa kewajiban zakat itu merupakan kewajiban agama yang harus diyakini dan dilaksanakan sehingga tidak ada peluang untuk diingkari.

Dalam teori ketatanegaraan Islam, pengelolaan zakat diserahkan kepada

waliyul amr yang dalam konteks ini adalah pemerintah, sebagaimana perintah Allah

dalam firman-Nya "khud min amwalihim" (ambillah sedekah zakat dari harta mereka) (Q.S. At-Taubah :103). Para fukaha menyimpulkan ayat ini, bahwa


(13)

kewenangan untuk melakukan pengambilan zakat dengan kekuatan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah.1

Kelahiran Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat telah merubah secara drastis dunia per-zakat-an di Indonesia. Legalisasi Lembaga Amil Zakat sebagai representasi masyarakat menjadi faktor penentu utama perubahan fundamental tersebut. Dalam kurun kurang dari 10 tahun, dana sosial Islam, terutama zakat, telah berubah dari pengelolaan 'Seputar Ramadhan' dan untuk 'kebutuhan sosial' fakir miskin, kini menjadi sebuah kegiatan yang menghasilkan tidak saja layanan sosial gratis atau hal-hal yang bersifat konsumtif tetapi juga menjadi sebuah kegiatan yang bersifat produktif dan tentu saja pemberdayagunaan dana zakat ini tidak hanya menyentuh sektor ekonomi sosial saja tetapi juga menyentuh sektor pendidikan baik di perkotaan hingga di berbagai pelosok Indonesia.

Sejatinya, zakat merupakan ranah pemerintah. Namun di Indonesia telah terjadi kecelakaan sejarah dan itu masih berlaku hingga saat ini. Di Indonesia zakat dikelola oleh dua unsur: pemerintah dan masyarakat. Lembaga pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah disebut dengan Badan Amil Zakat (BAZ), sedangkan yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dikenal dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Dalam teknis yang berbeda, LAZ dan BAZ mengembangkan program yang sama. Pendidikan, santunan sosial dan ekonomi. Program-program tersebut nantinya akan dikomunikasikan kepada muzakki dan calon muzakki. Tanpa komunikasi yang terjalin terhadap LAZ lainnya atau BAZ, satu dari dua kondisi berikut mudah ditemukan atau diamati. Pertama, satu calon muzakki menerima tawaran dari dua atau lebih LAZ dan yang kedua, satu wilayah mendapatkan perhatian lebih, wilayah yang lain tidak mendapatkan perhatian yang memadai.

1

Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. Zakat dan Peran Negara. (Jakarta : Forum Organisasi Zakat, 2006), h. 20


(14)

Jarang sekali BAZ dan LAZ menampilkan gagasan yang mensinergikan antar lembaga satu sama lain. Indikasi yang dapat dicermati adalah adanya perang iklan atau spanduk. Meski tidak banyak, saling menampilkan kelemahan lembaga lain namun dari pencapaian yang demikian besar, hampir tidak ditemukan koordinasi untuk distribusi, baik dari sebaran program maupun wilayah. Sehingga jika dibiarkan hal ini akan mengakibatkan sulitnya dijumpai dua lembaga pengelola zakat yang mampu membangun komunikasi dan kerjasama pada lingkup yang lebih luas dan mendasar.

Melihat dinamika perubahan yang terjadi pada masyarakat dewasa inilah, membuat pemerintah agaknya berpikir kembali untuk mengorganisir dana zakat agar lebih tersentralisasi melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Dalam hal ini Forum Organisasi Zakat (FOZ) memiliki tanggapan lain dalam menyikapi masalah-masalah yang terjadi mengenai masalah zakat di Indonesia.

FOZ merupakan lembaga yang memayungi keberadaan Lembaga Pengelolaan Zakat (LPZ). Keberadaan FOZ sangat strategis sebab FOZ berperan sebagai lembaga konsultatif koordinatif. Fungsi FOZ menjalin kekuatan antar LPZ, baik yang dibentuk pemerintah maupun non-pemerintah. Untuk bisa bekerja sama dalam memaksimalkan pengelolaan dana Zakat Infaq Shodaqoh (ZIS). Di samping itu, diharapkan dapat mengatasi konflik yang mungkin tumbuh di antara anggota. Bahkan FOZ juga harus mampu menjadi lembaga yang memiliki power untuk memperjuangkan kebutuhan anggota.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti skripsi dengan judul “Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.


(15)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya serta mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Adapun Pengurus Forum Organisasi Zakat yang diteliti hanya terdiri dari 4 pengurus dari 26 pengurus Forum Organisasi Zakat. Respon dalam penelitian ini berkaitan dengan Kognisi, Afeksi, dan Psikomotorik.

Sedangkan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini dapat dirumuskan secara umum adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah respon pengurus(tahun 2012-2014) Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat?”

Rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

1. Bagaimana respon kognitif pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat? 2. Bagaimana respon Afektif pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat? 3. Bagaimana respon Psikomotorik pengurus Forum Organisasi Zakat

terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui, respon pengurus FOZ terhadap Undang-Undang baru No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada masyarakat saat ini, adapun tujuan lainnya adalah untuk mengetahui aspek kognisi, afeksi, dan psikomotorik dari respon FOZ terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.


(16)

Sedangkan manfaat dari penelitian ini dapat dirincikan sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Hasil laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam tambahan informasi dan pengetahuan bagi akademisi dan pihak lainnya, mengenai respon pengurus FOZ terhadap Undang-Undang baru No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia,baik dalam aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik.

2. Manfaat praktisi

Hasil dari laporan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan saran yang bermanfaat, sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan dalam pengimplementasian Undang-undang baru No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di ke depannya nanti.

D. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan peneliti adalah deskriptif-kualitatif serta data-data pendukung seperti buku-buku tertulis dan sebagainya. Maksudnya adalah peneliti berusaha untuk eksplorasi serta menganalisa respon pengurus Forum Organisasi Zakat baik dalam aspek kognisi, afeksi, dan psikomotorik terhadap Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

1. Sumber Data

a. Primer yakni sumber data-data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara. Dalam hal ini peneliti mewawancarai empat pengurus FOZ : M. Anwar Sani (Wakil Sekjend), Sabeth Abilawa (Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan), Bambang Suherman (Sekretaris Jendral), Nana Mintarti (Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan.


(17)

Adapun alasan peneliti memilih empat pengurus ini sebagai sample penelitian karena Bambang Suharman dan M. Anwar Sani merupakan susunan pertama setelah Ketua Umum dan Wakil ketua di Forum Organisasi Zakat. Sedangkan Sabeth Abilawa dan Nana Mintarti sebagai ketua dan sekretaris bidang advokasi dan pengawasan, karena bidang pekerjaan mereka berhubungan dengan ranah hukum tentang undang-undang pengelolaan zakat.

b. Sekunder yakni sumber data-data yang diperoleh dari laporan-laporan yang dikeluarkan Forum Organisasi Zakat serta diperoleh dari literatur kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, koran, serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian ini.

2. Metode Pengumpulan Data a. Pengamatan terlibat

Observasi ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung pada pengurus Forum Organisasi Zakat. Hal ini guna mengetahui keadaan yang sebenarnya yang terjadi di lokasi penelitian yang berkaitan dengan masalah penelitian.

b. Wawancara mendalam (Depth Interview)

Peneliti akan mewawancarai 4 pengurus Forum Organisasi Zakat sebagai sample serta orang orang yang terlibat yang dapat menjabarkan isu permasalahan yang menyangkut penelitian ini. Dimana sebagai tambahan saya mewawancarai 2 orang di luar pengurus Forum Organisasi Zakat seperti Arif Haryono (pimpinan IMZ) dan Muhammad Zen (motivator dan penulis buku tentang zakat).


(18)

c. Dokumentasi

Dokumentasi di sini ialah data yang berupa arsip, data-data tertulis seperti buku, majalah, dan sebagainya yang dimiliki oleh lembaga tersebut dan lain sebagainya.

d. Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, di dalamnya dilakukan pengkatagorian sesuai dengan penelitian respon yang terdiri dari aspek kognisi, afeksi, dan psikomotorik.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini berada kantor FOZ di Jl. Lenteng Agung Raya No. 60, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kantor Dompet Dhuafa di Ciputat, kantor IMZ di Ciputat dan Kantor Darul Quran di Ciledug. Sedangkan untuk waktu penelitiannya menghabiskan waktu selama 3 bulan sejak tanggal 12 Februari sampai dengan tanggal 12 Mei.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pembelajaran dan perbandingan dengan penelitian sebelumnya terutama yang berbasis dengan Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Diantaranya skripsi pertama berjudul, “Telaah Kritis atas wewenang badan Amil Zakat dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat”, yang ditulis oleh Syamsul Rizal Marzuki (104043201378) Jurusan PMH (2004) dalam tulisannya lebih membahas pada kewenangan Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibuat oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat sebatas mengatur pengelolaan zakat, mulai dari pengumpulan zakat dan pendayagunaan zakat, penulis juga mengkritisi tentang tidak memberikannya kewenangan secara penuh dalam pengelolaan zakat, seperti kewenangan untuk


(19)

mengambil secara paksa bagi muzzaki yang tidak mampu membayar zakat atau memberikan sangsinya, pengaturan pemberian sangsi hanya diberikan kepada pengelola zakat yang melakukan pelanggaran, sedangkan mekanisme penjatuhan sangsi tersebut tidak dijelaskan secara rinci.

Kedua, “Perbandingan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat” yang ditulis oleh Muhammad Tajuddin (105043201338) Jurusan PMH Fakultas Syariah UIN Jakarta. Dalam tulisannya lebih membahas perbandingan-perbandingan dan persamaan-persamaan tentang pengaturan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 di mana untuk mengetahui apa saja yang diamandemenkan di undang-undang terbaru yakni Undang-Undnag Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Adapun setelah mempelajari kedua skripsi tersebut penulis tertarik serta memberanikan diri untuk membahas skripsi dengan judul “Respon pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap UU No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat" karena subjek yang diteliti belum ada satupun yang membahas judul yang penulis teliti.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah, dan sekaligus agar pembahasan dapat dilakukan secara terarah dan sistematis, maka penulis membagi atas lima bab. Kelima bab tersebut secara rinci sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Penulis mengurai beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini, pada bagian awal diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data, dan diakhiri dengan uraian tentang sistematika penulisan.


(20)

Bab II: Landasan Teoritis

Membahas tentang definisi-definisi judul penelitian baik ditinjau dari etimologi maupun terminologi yang bersandar dari kepustakaan yang rajih. Yakni mengenai pengertian respon dan jenis-jenis dari respon tersebut, juga menjelaskan tentang organisasi pengelolaan zakat dan sebagainya.

Bab III : Profil Forum Organisasi Zakat

Pada bab ini penulis akan memaparkan gambaran umum mengenai Forum Organisasi Zakat, mulai dari sejarah berdirinya, visi-misi, tugas-tugas, kegiatan, dan lain sebagainya.

Bab IV : Hasil Temuan

Bab ini merupakan bab inti dari penelitian dimana penulis akan membahas respon kognisi, afeksi dan psikomotorik anggota Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, serta analisis-analisis mengenai respon dari FOZ tersebut.

Bab V: Penutup

Merupakan bab akhir, dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari seluruh pembahasan sebelumnya dan sekaligus menjawab permasalahan pokok yang dikemukakan sebelumnya, dan kemudian penulis mengemukakan saran-saran.


(21)

10

A. Ruang Lingkup Respon 1. Pengertian Respon

Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan disebutkan bahwa respon adalah reaksi psikologis-metabolik terhadap tibanya suatu rangsangan; ada yang bersifat otonomis seperti refleks dan reaksi emosional langsung, ada pula yang bersifat terkendali.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa respons adalah tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi.2

Dalam Kamus Ilmiah Serapan, respons dapat diartikan sebagai reaksi terhadap suatu rangsangan; tanggapan; jawaban.3 Merespon adalah meladeni, melayani membalas (surat), membidas, menanggapi, menangkis (kecaman), mengindahkan, menimpali, menjawab, menyambut; memenuhi (panggilan), menemui.4

Menurut Poerwadarminta, respon diartikan sebagai tanggapan reaksi dan jawaban.Respon akan muncul dari penerima pesan setelah sebelumnya terjadi serangkaian komunikasi.5

1

Save D. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Kebudayaan Nusantara, 1997), h. 964.

2

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), edisi ke-2, h. 838.

3

AKA Kamarulzaman dan M. Ahlan Y. Al-Barry, Kamus Ilmiah Serapan Disertai Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Yogyakarta: Absolut, 2005), h. 606.

4

Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 526.

5


(22)

Menurut Ahmad Subandi, respon adalah sebagai istilah umpan balik

(feed back) yang memiliki peran atau pengaruh besar baik atau tidaknya suatu

komunikasi.6

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa respon terbentuk dari proses rangsangan atau pemberian aksi atau sebab terhadap suatu peristiwa yang berujung pada hasil kreasi dan akibat dari proses rangsangan tersebut.

2. Proses Terjadinya Stimulus-Respon

Teori SOR sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Teori S-O-R berasal dari psikologi kemudian menjadi teori komunikasi. Kalau kemudian menjadi teori komunikasi juga tidak mengherankan,karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen, sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.7

Dalam proses komunikasi berkenaan dengan sikap adalah aspek “How” bukan “What” atau “Why”,How To Change The Attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan dalam proses perubahan sikap. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan.

Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikasi. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah:

a. Pesan (Stimulus, S)

b. Komunikan (Organism, O)

6

Ahmad Subandi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), cet. ke- 19, h. 50.

7

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), cet. 3 h. 254.


(23)

c. Efek (Respone, R)8

Prof. Dr. Ma’rifat dalam bukunya; “Sikap Manusia, Perubahan serta

Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang

mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variable penting, yaitu:

a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan

Gambar teori S-O-R9

Gambar di atas menunjukan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan

8

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) cet. 3, h. 254.

9

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) cet. 3 h. 254

Organisme :  Perhatian  Pengertian  Penerimaan Stimulus

Response (Perubahan Sikap)


(24)

kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan.10

Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolah dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.11

Prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulti tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audien. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah pesan stimulus, seseorang atau receiver (organism) dan efek (respon).12

3. Jenis-Jenis Respon

Respon akan terjadi karena beberapa hal. Terjadinya respon akan sangat tergantung dengan penyebab yang menimbulkannya.

Menurut Jalaludin Rahmat, Respon terbagi atas tiga bagian yaitu: a. Respon kognitif yaitu respon yang timbul setelah adanya pemahaman

terhadap sesuatu yang terkait dengan informasi atau pengetahuan. Terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui atau dipersepsi oleh khalayak

b. Respon afektif yaitu respon yang timbul karena adanya perbuahan perasaan terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi, sikap dan nilai. Timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak

10

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003)cet. 3 h. 255

11

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) cet. 3 h. 256.

12


(25)

c. Respon konatif yaitu respon yang berupa tindakan, kegiatan atau kebiasaan yang terkait dengan perilaku nyata. Merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.13

Dalam hal ini Abu Ahmadi menerangkan, berdasarkan indera yang dipakainya tanggapan terbagi menjadi lima macam :

“Menurut indera yang digunakan, tanggapan dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu: (1) tanggapan pengadilan, (2) tanggapan baru, (3) tanggapan pengecap, (4) tanggapan pendengaran dan (5) tanggapan peraba. Menurut ikatannya, tanggapan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : tanggapan keberadaan dan tanggapan pengamatan”14

Sedangkan menurut Alisuf Sabri, dari segi bentuknya tanggapan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Tanggapan kenangan, yaitu sekadar reproduksi dari pada pengamatan-pengamatan di masa lampau.

2. Tanggapan khayal, yaitu seolah-olah hasil baru. Tetapi meskipun demikian sebenarnya tanggapan khayal itu tidak sepenuhnya baru sifatnya. Tanggapan khayal itu dibentuk dengan menggunakan kesan atau pengalaman lama; hanya saja telah disusun oleh daya khayalnya sebagai sesuatu yang baru keadaan atau bentuknya.15

4. Respon Kognitif, Afektif, Psikomotorik

a. Aspek Kognitif

13

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 218.

14

Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Bulan Bintang 1982), h. 36.

15

Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 60.


(26)

Kawasan kognitif merupakan kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau berpikir/nalar. Di dalamnya mencakup pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analyze), pemaduan (synthesis), dan penilaian (evaluation).16

Komponen respon evaluatif kognitif adalah gambaran tentang cara seseorang dalam mempersepsi objek, peristiwa, atau situasi sebagai sasaran sikap. Komponen ini adalah pikiran, keyakinan atau ide sesesorang tentang suatu objek. Dalam bentuk yang paling sederhana, komponen kognitif adalah kategori-kategori yang digunakan dalam berpikir.17

b. Aspek Afektif

Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Di dalamnya mencakup penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), tata nilai (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization).18

Komponen respons evaluatif afektif dari sikap adalah perasaaan atau emosi yang dihubungkan dengan suatu objek sikap. Perasaan atau emosi meliputi kecemasan, kasian, benci, marah, cemburu atau suka. 19

c. Aspek Psikomotorik

16

Solichin, Mohammad Muchlis. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: Suka Press, 2012), h. 86

17

Hanurawan, Fattah, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya) 2010 h. 65

18

Solichin, Mohammad Muchlis. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: Suka Press, 2012), h. 87

19

Hanurawan, Fattah, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya) 2010 h. 65


(27)

Kawasan psikomotorik yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkann fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan berfungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation), dan menciptakan (origination).20

Dapat diambil kesimpulan terdapat tiga komponen sikap atau respon seseorang terhadap suatu objek. Tiga komponen tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotorik dimana melalui ketiga komponen itu secara bertahap, merupakan penentu sikap seseorang terhadap objek tertentu.

5. Faktor-Faktor Terbentuknya Respon

Sejak lahir manusia sudah dapat menerima stimulus dan sekaligus dituntun untuk menjawab dan mengatasi semua pengaruh yang ada dalam dirinya, semua itu dilakukan untuk mengembangkan semua fungsi alat inderanya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Seperti yang dikatakan Bimo Walgito, “Alat indera itu penghubung antara individu dengan dunia luarnya”.21

Tanggapan atau respon yang dilakukan seseorang dapat terjadi jika terpenuhi faktor penyebabnya. Menurut Bimo Walgito, terdapat dua faktor yang menyebabkan individu melakukan respon, yaitu:

a. Faktor Internal, yaitu faktor yang ada pada diri individu. Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu : jasmani dan rohani, maka seseorang yang mengadakan tanggapan terhadap sesuatu stimulus tetap dipengaruhi oleh eksistensi kedua unsur tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur tersebut, maka akan melahirkan respon

20

Solichin, Mohammad Muchlis. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: Suka Press, 2012), hlm. 87

21


(28)

yang berbeda intensitasnya pada diri individu yang melakukan respon, atau akan berbeda responnya tersebut diantara satu orang dengan yang lainnya.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang ada pada lingkungan. Faktor ini biasa dikenal juga dengna faktor stimulus. Faktor ini berhubungan dengan objek yang diamati, sehingga menimbulkan stimulus, kemudian stimulus tersebut sampai pada indera yang menggunakannya.22

Dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap individu dapat mengamati sesuatu hal atau menanggapi suatu kegiatan yang timbul akibat adanya stimulus dari alat indera yang dimilikinya, sehingga timbul suatu bayangan yang tertinggal dalam ingatan pada tiap individu tersebut setelah adanya pengamatan dan dapat ditimbulkan kembali sebagai jawaban dan tanggapan.

B. Organisasi Pengelolaan Zakat 1. Pengertian Organisasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia organisasi adalah kesatuan (susunan) yang terdiri atas bagian-bagian (orang) dalam perkumpulan dsb untuk tujuan tertentu, atau kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut :

Defenisi lain dari Stephen P. Robbins adalah bahwa organisasi merupakan kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang

22


(29)

relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.23

Sedangkan menurut Stoner; Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.24

Untuk menyederhanakan defenisi dari organisasi itu sendiri, terdapat beberapa karakteristik organisasi. Organisasi : (1) mempunyai tujuan tertentu dan merupakan kumpulan berbagai manusia; (2) mempunyai hubungan sekunder (impersonal); (3) mempunyai tujuan yang khusus dan terbatas; (4) mempunyai kegiatan kerjasama pendukung; (5) terintegrasi dalam sistem sosial yang lebih luas; (6) menghasilkan barang dan jasa untuk lingkungannya; dan (7) sangat terpengaruh atas setiap perubahan lingkungan.25

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu wadah atau tempat berkumpulnya orang-orang untuk bekerja bersama-sama dan merealisasikan tujuannya.

2. Organisasi Pengelolaan Zakat

a. Persyaratan Lembaga Pengelola Zakat

Menurut Yusuf Qurdhawi dalam bukunya, fiqhu zakat, menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil atau pengelola zakat harus memiliki beberapa syarat sebagai berikut:

1) Beragama Islam. Karena zakat adalah salah satu rukun Islam, maka sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim.

23

Stephen P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur Desain, dan Aplikasi, alih bahasa, Jusuf Udaya (Jakarta: Arcan,1994), h. 4.

24

http://akmal-aria.blogspot.com/2012/11/definisi-organisasi.html

25


(30)

2) Mukallaf. Yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab.

3) Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparan (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggung jawaban secara berkala dan juga ketepatan penyaluran sejalan dengan ketentuan syari’at Islamiyyah.

4) Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.

5) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang penting, akan tetapi harus ditunjang kemampuan dalam melaksanakan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan kinerja yang optimal.

6) Kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya.26

Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat lembaga zakat harus memiliki persyaratan teknis antara lain sebagai berikut:

a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan

b. Islam yang mengelola bidang pendidikan,dakwah, dan sosial; c. Berbentuk lembaga berbadan hukum;

d. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS; e. Memiliki pengawas syariat;

f. Organisasi;

26


(31)

g. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia organisasi melaksanakan kegiatannya;

h. Bersifat nirlaba;

i. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.27

Persyaratan tersebut tentu mengarah pada profesionalitas dan transparansi dari tiap lembaga pengelola zakat. Dengan demikian, diharapkan akan semakin bergairahnya muzzaki menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat.

b. Urgensi Lembaga Pengelolaan Zakat

Pelaksanaan zakat di dasarkan pada firman allah swt yang terdapat dalam surah at-Taubah: 60,

يم غلا ق لا يف م ب لق فل لا يلع يلم علا يك س لا ءا قفلل قدصلا ميكح ميلع هللا هللا م ضي ف ليبسلا با هللا ليبس يف

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang

fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Juga dalam firman Allah swt dalam surah at-taubah : 103 عي س هللا م ل كس كتاص م يلع لص ب م يكزت مه طت قدص م لا مأ م خ

ميلع

27

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakatbagian keempat pasal 18.


(32)

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi

mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelolaan zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal akan memiliki beberapa keuntungan, antara lain:

Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar

zakat. Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.

Ketiga, untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat

dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika zakat diserahkan langsung dari muzakki kepada mustahik, meskipun secara hukum syariah adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikan hal-hal tersebut di atas, juga hikmah dan fungsi zakat, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan umat akan sulit diwujudkan.28

c. Macam-macam Organisasi Pengelolaan Zakat

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Organisasi Pengelolaan Zakat di Indonesia terdiri dari 2 macam yaitu :

1) Badan Amil Zakat

Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat,

28


(33)

dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota Negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

2) Lembaga Amil Zakat

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariah dan keuangan.

Secara subtansial, pengertian tersebut dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.Namun demikian kedua pengelola zakat itu memilki tugas dan fungsinya yang sama, yaitu mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan harta zakat yang dikumpulkan oleh umat Islam.

d. Tujuan Organisasi Pengelolaan Zakat

Sedangkan dalam pengelolahan zakat, ada empat tujuan yang hendak dicapai, yaitu:

1) Memudahkan muzakki menunaikan zakat;

2) Menyalurkan zakat yang terhimpun kepada mustahik yang berhak menerima;


(34)

3) Mengelola zakat dengan memprofesionalkan organisasi zakat; 4) Terwujudnya kesejahteraan sosial.29

e. Sistem pengelolaan

OPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik. Unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah :

1) Memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas

Sebagai sebuah lembaga, sudah seharusnya jika semua kebijakan dan ketentuan dibuat aturan mainnya secara jelas dan tertulis. Sehingga keberlangsungan lembaga tidak bergantung kepada figur seseorang, tetapi kepada sistem. Jika terjadi pergantian SDM sekalipun, aktivitas lembaga tidak terganggu karenanya.

2) Manajemen terbuka

Karena OPZ tergolong lembaga publik, maka sudah selayaknya menerapkan manajemen yang terbuka. Maksudnya, ada hubungan timbal balik antara amil zakat selaku pengelola dengan masyarakat. Dengan ini maka akan terjadi sistem kontrol yang melibatkan unsur luar, yaitu masyarakat itu sendiri.

3) Mempunyai rencana kerja

Rencana kerja disusun berdasarkan kondisi lapangan dan kemampuan sumber daya lembaga. Dengan dimilikinya rencana kerja, maka akivitas OPZ akan terarah. Bahkan dapat

29


(35)

dikatakan, dengan dimilikinya rencana kerja yang baik berarti 50% target tercapai.

4) Memiliki Komite Penyaluran (Lending Committee)

Agar dana dapat tersalurkan kepada yang benar-benar berhak, maka harus ada suatu mekanisme sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Salah satunya adalah dibentuknya Komite Penyaluran.

Tugas komite ini adalah melakukan penyeleksian terhadap setiap penyaluran dana yang akan dilakukan. Apakah dana benar-benar disalurkan kepada yang berhak, sesuai dengan ketentuan syariah, prioritas dan kebijakan lembaga.

Prioritas penyaluran perlu dilakukan. Hal ini tentunya berdasarkan survei lapangan, baik dari sisi asnaf mustahik maupun bidang garapan (ekonomi, pendidikan, dakwah, kesehatan, sosial dan lain sebagainya). Prioritas ini harus dilakukan karena adanya keterbatasan sumber daya dan dana dari lembaga.

5) Memiliki sistem akuntasi dan manajemen keuangan

Sebagai sebuah lemabga publik yang mengelola dana masyarakat, OPZ harus memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Manfaatnya antara lain:

a) Akuntabilitas dan transparasi lebih mudah dilakukan, karena bagai laporan keuangan dapat lebih mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu

b) Keamanan dana relatif lebih terjamin, karena terdapat sistem kontrol yang jelas. Semua transaksi relatif akan lebih mudah ditelusuri.


(36)

6) Diaudit

Sebagai bagian dari penerapan prinsip transparasi, diauditnya OPZ sudah menjadi keniscayaan, baik oleh auditor internal maupun eksternal. Auditor internal diwakili oleh komisi pengawasan atau internal auditor. Sedangkan auditor eksternal dapat diwakili oleh Kantor Publik atau lembaga audit independen lainnya.

Ruang lingkup audit meliputi : a) Aspek keuangan

b) Aspek kinerja lainnya (efesiensi dan efektivitas) c) Pelaksanaan prinsip-prinsip syariah Islam d) Penerapan peraturan perundang-undangan

7) Publikasi

Semua yang telah dilakukan harus disampaikan kepada publik sebagai bagian dari pertanggungjawaban dan transparannya pengelola. Caranya dapat melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buletin, radio, TV, dikirim langsung kepada para donatur, atau ditempel dipapan pengumuman yang ada di kantor OPZ yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dipublikasikan antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan, nama-nama penerima bantuan dan lain sebagainya.30

30


(37)

C. Undang-Undang

1. Pengertian

Undang-Undang/Perundang-undangan (atau disingkat UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Undang-undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya.31 2. Sejarah

Undang-undang (bahasa Inggris: Legislation - dari bahasa Latin lex, legis yang berarti hukum) berarti sumber hukum, semua dokumen yang dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi, yang dibuat dengan mengikuti prosedur tertulis.

Konsep hukum yang didefinisikan oleh sebuah laporan dari kontrak dan Perjanjian (yang hasil dari negosiasi antara sama (dalam hal hukum)), kedua dalam hubungan dengan sumber-sumber hukum lainnya: tradisi (dan kebiasaan), kasus hukum, undang-undang dasar (Konstitusi, "Piagam Besar", dsb.), dan peraturan-peraturan dan tindakan tertulis lainnya dari eksekutif, sementara undang-undang adalah karya legislatif, sering diwujudkan dalam parlemen yang mewakili rakyat.

Kekuasaan legislatif biasanya dilaksanakan:

dengan Kepala Negara hanya dalam rezim otoriter tertentu, kediktatoran atau kekuasaan mutlak;oleh Parlemen;dengan rakyat sendiri melalui referendum.

31


(38)

3. Tahap-tahap Pembentukan Undang-Undang a. Persiapan

Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat diajukan oleh DPR atau Presiden.

RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan LPND sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. RUU ini kemudian diajukan dengan surat Presiden kepada DPR, dengan ditegaskan menteri yang ditugaskan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR. DPR kemudian mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.

RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden kemudian menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR diterima.

DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR mengenai hal yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. b. Pembahasan

Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi, melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.

DPD diikutsertakan dalam Pembahasan RUU yang sesuai dengan kewenangannya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. DPD juga memberikan


(39)

pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

c. Pengesahan

Apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tersebut tidak boleh diajukanlagi dalam persidangan masa itu.

RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama.

RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui oleh DPR dan Presiden. Jika dalam waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.32

32


(40)

29

A. Sejarah Awal Berdirinya Forum Organisasi Zakat

Umat Islam semakin percaya bahwa zakat memiliki peran strategis bagi pengembangan masyarakat, sehingga para muzaki sadar akan pentingnya menyalurkan zakat melalui lembaga. Berbeda dengan pengelolaan zakat yang masih tersentral kepada golongan-golongan tertentu (misalnya kepada kyai) yang dipraktekkan pada masa-masa sebelumnya. Pertumbuhan seperti itu disertai dengan keinginan para pegiat zakat untuk membentuk sebuah wadah silaturrahmi antar pengelola zakat, bernama Forum Zakat (FOZ), yaitu Asosiasi Lembaga Pengelola Zakat Seluruh Indonesia. Para pegiat zakat yang tergabung di dalam FOZ, memandang perlu untuk memasukkan zakat ke dalam domain Negara.1

Forum Organisasi Zakat Sebagai asosiasi lembaga dan badan amil zakat pertama di Indonesia yang didirikan oleh lembaga-lembaga amil zakat pada tahun 1997. Salah satu peran besar yang dimainkan oleh Dompet Dhuafa Republika adalah membidani kelahiran Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat “Forum Zakat” (disingkat FOZ). Melalui Seminar Zakat Perusahaan yang diadakan pada tanggal 7 Juli 1997, maka dideklarasikanlah Forum Zakat, yang pada awalnya dikonsorsiumi oleh 11 lembaga, yaitu: Dompet Dhuafa Republika, Bank Bumi Daya, Pertamina, Telkom Jakarta, Baitul Mal Pupuk Kujang, Bazis DKI, Hotel Indonesia dan Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia (STEI) Jakarta.2

1

Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. Zakat dan Peran Negara. (Jakarta : Forum Organisasi Zakat, 2006), h. 2.

2

Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. Zakat dan Peran Negara. (Jakarta : Forum Organisasi Zakat, 2006), h. 36.


(41)

Pada awal berdirinya, Forum Zakat berbentuk yayasan, namun sejak Musyawarah Kerja Nasional I (Mukernas I) tanggal 7-9 Januari 1999 status yayasan tersebut dirubah menjadi asosiasi dengan Ketua Umumnya Drs. Eri Sudewo. Perubahan badan hukum dari Yayasan menjadi asosiasi, kemudian dicatatkan di notaris sebagai perkumpulan. Badan hukum perkumpulan inilah yang sampai sekarang dimiliki oleh Forum Zakat, dan sudah dicatatkan di lembaran Negara.

Dalam perkembangannya FOZ telah mengalami tiga kali pergantian kepengurusan:

1. Periode 1997-2000 dengan ketua Eri Sudewo,MDM.

2. Peride 2000-2003 dengan ketua Iskandar Zulkarnaen,SE,Msi. 3. Periode 2003-2006 dengan ketua dr.Naharus Surur,M.Kes. 4. Periode 2006- dengan ketua Ahmad Juwaini

5. Periode 2012-2015 dengan ketua Sri Adi Bramasetya3

Hasil pemikiran berjamaah pada Mukernas I, FOZ tanggal 07-09 Januari 1999/19-21 Ramadhan 1419 H di Hotel Indonesia-Jakarta adalah telah

dirumuskannyafungsi-fungsiForum Organisasi Zakat sbb:

Koordinatif,Konsultatif,Informatif,Edukatif dan Aspiratif, sehingga tujuan utama dari Forum Zakat adalah untuk optimalisasi zakat di Indonesia dapat tercapai.4

Dan hingga saat ini jumlah Forum Zakat Wilayah sebanyak 8 lembaga. Terdiri : DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur,Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jogjakarta, Bali dan Nusa Tenggara Barat.

3

Forumzakat.net.

4

Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. Zakat dan Peran Negara. (Jakarta : ForumOrganisasi Zakat, 2006), h. 92.


(42)

B. Arah Kebijakan Program Forum Zakat Periode 2012-2015 1. Visi dan misi forum organisasi zakat

a) VISI

Tiap organisasi memiliki visi agar mengetahui kemana arah tujuannya sedangkan visi dari forum organisasi zakat adalah :

Menjadi asosiasi OPZ yang amanah dan profesional guna meningkatkan kesejahteraan umat.

b) MISI

Untuk merealisasikan visi dibutuhkan misi agar semakin jelas dan semakin terarah tindakan dan pekerjaannya, maka forum organisasi zakat memiliki misi sebagai berikut:

1) Mengarahkan organisasi pengelola zakat sehingga mencapai optimalisasi,mobilisasi dan sinergi untukmencapaipositioning zakat di Indonesia yang menyejahterakan.

2) Melakukan capacity building terhadap OPZ agar memenuhi standard manajemen mutu pengelola zakat baik tingkat nasional, maupun internasional

3) Menjadi fasilitator OPZ di dalam menjalankan fungsinya. 4) Melakukan advokasi dalam rangka memperkuat OPZ dan

mewujudkan cita ideal zakat di Indonesia.

5) Melakukan standardisasi dan akreditasi terhadap OPZ sehingga sesuai dengan standard manajemen mutu pengelola zakat.5

5


(43)

2. Tujuan, Strategi Dan Taktis Operasional a) Tujuan

Agar tercipta kejelasan dalam pekerjaan FOZ memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Mengkritisi Revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakatadalah sebuah keniscayaan

2) Berperan aktif agar terwujud revisi Undang-Undang Pengelola zakat yang lebih baik.

3) Mengimplementasikan cetak biru dan arsitektur zakat Indonesia

4) Mengimplementasikan standar manajemen mutu Organisasi Pengelola Zakat

5) Mengimplementasikan Sistem Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat

6) Meningkatkan kinerja manajemen organisasi pengelola zakat Indonesia sehingga dapat dipercaya oleh masyarakat.

7) Menyinergikan Organisasi Pengelola Zakat nasional dan internasional

8) Mewujudkan konsolidasi organisasi.

b) Strategi

Sedangkan, agar pekerjaan berjalan efektif dan efisien maka dibutuhkan strategi dalam organisasi, strategi FOZ diantaranya:

1) Memperkuat eksistensi FOZNAS di dalam lingkup nasional dan internasional

2) Melakukan aliansi strategis nasional dan internasional.

3) Memfasilitasi kerjasama antar OPZ dalam rangka mewujudkan sinergi program zakat di Indonesia


(44)

4) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Kementrian Agama, Direktorat Jendral Pajak dan DPR serta pihak lainnya dalam rangka mewujudkan tujuan zakat di Indonesia

5) Membangun akses dana dari dalam dan luar negeri yang halal dan tidak mengikat untuk membiayai program-program FOZ. 6) Membentuk dan menguatkan FOZWIL (Forum Zakat Wilayah)

di seluruh Indonesia.

7) Menyusun struktur organisasi yang kuat dalam rangka meningkatkan peran FOZNAS guna mencapai visi, misi dan tujuan organisasi.

8) Memperkuat aktivitas riset dan pengembangan guna membangun pusat informasi zakat nasional

9) Memfasilitasi kaderisasi SDM Organisasi Pengelola Zakat

c) Taktis Operasional:

Dalam taktis operasionalnya foz telah merangkum yakni:

1) Mendorong terwujudnya internal audit dan eksternal audit pada setiap Organisasi Pengelola Zakat.

2) Melakukan kerjasama dengan institusi yang concern di bidang pengembangan kapasitas organisasi pengelola zakat baik di Indonesia maupun di dunia.

3) Membina OPZ yang belum mendapatkan akreditasi. 4) Menguatkan branding setiap OPZ.

5) Mendorong kepada Organisasi Pengelola Zakat untuk mengemas program pendayagunaan dengan inovatif.

6) Membentuk minimal 5 FOZWIL dalam masa kerja 3 tahun. 7) Melakukan kampanye budaya sadar zakat secara nasional


(45)

8)

Mengakselerasi peluang zakat di perusahaan.6

C. Susunan Pengurus Forum Zakat Periode 2012 – 20157 Komite – Komite :

1. Pertimbangan Zakat Nasional o Didin Hafidhuddin o Suparman Usman o Iskandar Zulkarnaen o Eri Sudewo

2. Pengawas Zakat Nasional o Hamy Wahjunianto o Ismail A Said o Naharus Surur o Ahmad Juwaini

3. Standardisasi Manajemen Zakat o Adiwarman A Karim o Fuad Nasar

o Emmy Hamidiyah o Hertanto Widodo

Pengurus Harian :

Ketua Umum Sri Adi Bramasetia (PKPU) Wakil Ketua Umum Teten Kustiawan (BAZNAS)

Sekretaris Jenderal Bambang Suherman (DD)

Wakil Sekjend (Informasi & Komunikasi) M. Anwar Sani (PPPA DQ)

6

Data diperoleh di kesekretariatan FOZ pada hari Jumat, 5 april 2013.

7


(46)

Bendahara Umum Kiagus M Tohir (BSM Ummat)

Wakil Bendahara I (Akuntansi&Keuangan) Hermin Rachmawantie Rachim(BAZNAS) Wakil Bendahara II (Dana & Usaha) Tarmizi (PPPA DQ)

Armen Rasyid (BAMUIS BNI)

Bidang I (Keanggotaan & Jaringan)

Ketua Nur Efendi (RZ) Sekretaris Nana Sudiana (PKPU) Anggota Suryaningsih (APU)

Wahyu Rahman (BMH) Poerwanto Barna (DT)

Bidang II (Pengembangan Kapasitas & Standarisasi)

Ketua M.Suryani Ichsan (BAZ JABAR) Sekretaris Tri Estriani (DD)

Anggota Amir Ma’ruf (LAZISNU)

Isnaini Mufti Azis (BMM)

Bidang III (Advokasi & Pengawasan)

Ketua Muh. Sabeth Abilawa (DD) Sekretaris Nana Mintarti (IMZ) Anggota Jauhari Sani (YDSF) M. Mudzakir (YM) Iwan A Fuad (BMM)

Bidang IV (Kerjasama & Sinergi)

Ketua Tomy Hendrajati (PKPU)

Sekretaris Heny Widiastuti (RZ) Anggota Ade Salamun (DDII)

Asep Hikmat (DPU DT)


(47)

D. Lembaga Pengelolaan Ziswaf yang telah terdaftar di Forum Organisasi Zakat

1. Yayasan Baitul Maal Bank BRI (YBM BRI)

Gedung olah raga bri lt. 2 jl. Jend sudirman kav. 44-46 jakarta 2. Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF)

Jl. Kerta jaya viii-c/17 surabaya jatim 3. Rumah Zakat Indonesia (RZI)

Jl. Turangga no.25 c. Bandung jabar 4. Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU)

Jl. Condet raya no. 27 g jakarta selatan 5. Portal Infaq

Jl. Radio iv no. 8 a kebayoran baru jakarta selatan 6. Lembaga Manajemen Infaq (LMI)

Komplek ruko taman intan nginden jl. Nginden intan raya n0 12Surabaya Jawa Timur

7. Laznas Bmt

Jl. Warung buncit raya no. 45 8. Lazis Nahdhotul Ulama (LAZ NU)

Jl. Kramat raya no. 164 jakarta pusat 9. Lazis Muhamadiyah (LAZMUH)

Jl. Menteng raya no. 62 jakarta pusat 10.Lazis Garuda (Lazis Ga)

Sbu garuda sentra medika, jl. Angkasa blok b 15 no. 1 Kemayoran Jakarta

11.Laz yaumil pt. Badak ngl

Masjid al kautsar komp. Pt. Badak lng bontang kaltim 12.Pusat Zakat Ummat (LAZ PZU)


(48)

13. Laz- Al-hijrah

Jl. Pasundan 18 kec. Medan petisah sumut

14. Lembaga Amil Zakat Dan Infaq Malang (lagzis) Jl. Bogowonto no. 45 surabya jawa timur

15. Laz Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZ IPHI) Jl. Tegalan no. 1 matram, jakarta timur

16. Laz Dewan Dakwah Indonesia (LAZ DDI) Jl. Kramat raya 45 jakarta pusat

17. Dompet Peduli Ummat- Daarut Tauhid (Dpu- Dt- Pusat) Jl. Geger kalong girang no. 32 bandung jabar

18. Dompet Dhuafa (DD)

Komplek perkantoran ciputat indah permai jl. Ir h. Juanda no. 50 19.Bina Sejahtera Mitra Ummat (BSM UMAT)

Gedung bank syariah mandiri lt. Dasar jl. M. H. Tamrin no. 5 jakpus 20. Bazis Bank Mandiri

Plasa mandiri gatot subroto kav. 36-38 jakpus 12190 21. Baitul Maal Pupuk Kaltim (BMPKT)

Lantai dasar masjid baiturrahman jl. Tulip 01 pc vi pt pupuk Kaltim 22. Baitul Maal Pupuk Kujang (BMPK)

Jl. Jend. Ahmad yani no. 39 cikampek jabar 23. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

Gedung baznas jl. Kebon sirih raya no. 57 jakpus 24. Bazis Dki Jakarta

Gedung prasada sasana karya jl. Suryo pranoto no.08 jakarta pusat 25. Bamuis Bank Bni

Jl. Pejompongan raya 23 jkp

26. Baituzzakah Pertamina (BAZMA) Jl. Medan merdeka timur no. 11 jakpus 27. Baitul Maal Muamalat (BMM)


(49)

28. Baitul Maal Hidayatullah (BMH)

Jl. H. Samali no 79b, pejaten barat. Rt. 017/01 ps. Minggu, Jaksel 29. Laznas Amanah Takaful

Jl. Mampang prapatan raya no. 100 30. Al-azhar Peduli Ummat


(50)

39

A. Respon Kognitif terhadap UU No.23/2011

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat bahwa respon kognitif merupakan respon yang timbul setelah adanya pemahaman terhadap sesuatu yang terkait dengan informasi atau pengetahuan. Hal ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui atau dipersepsi oleh khalayak.

Keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini mengubah kedudukan BAZ dan LAZ yang awalnya mempunyai relasi yang sejajar, kini berubah menjadi hubungan yang hirarki.

Menurut Sabeth Abilawa mengenai hal ini :

“Sebenarnya Undang-undang itu banyak berbicara tentang BAZNAS, kalau boleh saya katakan Undang-undang zakat itu bukan undang-undang zakat, tapi Undang-undang tentang BAZNAS. Tapi karena nggak enak judulnya, jadi undang-undang zakat. Karena BAZNAS dan LAZ relasinya di dalam konteks Undang-undang baru ini LAZ adalah bagian dari BAZNAS.”1

Sedangkan menurut Bambang Suherman :

Undang-undang memberikan gambaran besarnya, pengelolaan zakat ke sebuah badan yang dikenal dengan nama Badan Zakat Nasional. Tapi sebenarnya tidak dijelaskan juga apakah badan tersebut adalah Baznas yang sudah ada hari ini atau perlu dibuat definisi baru dengan kriteria baru tentang badan amil zakat nasional tersebut. Nah, tafsir bodohnya, masyarakat menerjemahkan badan tersebut adalah BAZNAS. Mengapa saya katakan tafsir bodoh? Karena seharusnya hal ini yang dikritisi sejak awal. Penolakan kita terhadap mekanisme dan pelimpahan kewenangan dalam perspektif Undang-undang ini bukan karena BAZNAS-nya tapi karena

1

Wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Selaku sekretaris Jendral FOZ, , Selasa, 21/05/2013 10.00.


(51)

kualifikasi yang hari ini dimunculkan oleh BAZNAS dibandingkan pengelolaan zakat ini oleh LAZ lainnya. Sehingga agak sulit bagi kita untuk memberikan harapan bahwa akan ada pengelolaan zakat yang rapi dengan performa yang ada.“2

Sedangkan menurut Nana Mintarti :

“Ya menurut undang-undang ini, sih, BAZNAS memang menjadi central, regulator, koordinator juga sebagai operator, sedangkan LAZ mejadi lembaga yang membantu BAZ dalam mengelola zakat di Indonesia. Ya sangat disayangkan saja hal ini dapat mematahkan semangat yang pernah ada!“3

Namun lain halnya dengan pendapat Didin Hafidhuddin selaku komite pertimbangan zakat nasional di Forum Organisasi Zakat dan sebagai ketua BAZNAS saat ini, yang dilansir di Harian Republika.co.id (19/04/12). Menurutnya dalam Undang-undang tersebut tidak menafikan keberadaan lembaga-lembaga zakat (LAZ). Kekhawatiran yang muncul, menurutnya disebabkan belum dibacanya Undang-undang tersebut secara teliti dan terperinci. Sehingga seolah-olah menafikan LAZ, dan mengangkat peran BAZNAS, kemudian memarginalkan lembaga LAZ lainnya. Padahal itu tidak ada menurutnya. Didin juga mengatakan, tugas BAZNAS hanya dua, yakni sebagai operator terbatas dan koordinator. Sedangkan yang lain diberikan pada LAZ.4

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa adanya perubahan hubungan BAZ dengan LAZ menjadi hubungan hirarki ini memberikan respon kognitif yang negatif, dimana kebanyakan responden memberikan banyak kritik mengenai hal tersebut.

2

Wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Selaku Sekretaris Jendral FOZSelasa, 21/05/2013 11.00.

3

Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat, selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Selasa, 21/05/2013.

4

www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/18/m2on9p/penguatan-baznas-pengerdilan-laz


(52)

Jika dilihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada bab ke-2 pasal 7, sebenarnya hal ini bisa menjadi kabar baik bagi BAZNAS, sekaligus beban berat yang harus dipikul. Bagaimana tidak, BAZNAS kini berubah menjadi lembaga pengelolaan zakat milik pemerintah yang menjadi pusat kegiatan bagi lembaga zakat lainnya. Tentunya perubahan ini tidak mudah bagi BAZNAS.

Untuk kemampuan BAZNAS sendiri dalam mengemban amanah tersebut menurut Nana Mintarti:

“Sebenarnya hal inikan tidak bisa hanya diprediksi saja, harus ada pembuktian, dong! Tapi Tampaknya BAZNAS sedang melakukan pembenahan. Ya kita lihat saja buktinya nanti, kita lihat 3 tahun ke depan. Kita lihat perolehan penghimpunan ada peningkatan atau tidak. Tunggu saja tahun 2014 nanti.”5

Pandangan lain disampaikan oleh Sabeth Abilawa, menurutnya: “BAZNAS apakah sudah siap? Dalam kerangka itu saja saya menyangsikan bahwa BAZNAS sudah siap. BAZNAS itu lembaga yang masih muda didirikan tahun 2000-an atas inisiasi dari lembaga-lembaga yang sudah ada, Dompet Dhuafa salah satunya. Undang-undang itu digagas oleh masyarakat sipil karena butuh payung hukum sebenarnya itu kesalahan kita, kalau Bazis-bazis itu sudah lama, seperti Bazis DKI sudah sejak tahun 1960-an, dia sudah mempunyai sejarah panjang. Jika BAZNAS ada problem, kalau dia berbicara wilayah, dia mau menghimpun dana dari mana? Nanti akan rebutan dengan Bazis DKI, sama-sama Jakarta. PNnya nanti rebutan. Secara penerimaan BAZNAS masih 30-40 milyar, okelah itu bukan sesuatu yang urgent buat mereka, tapi kan amanah yang besar itu belum pernah mereka kelola. Bagaimana mereka mengelola lembaga-lembaga yang sudah lama Bazis DKI aja nggak mau sampai sekarang diharuskan di bawah BAZNAS dari sisi pngumpulan, dari sisi pendistribusian, saya tidak melihat program-programnya tidak

5

Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat, selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Selasa, 21/05/2013.


(53)

kreatif dan sebagainya, karena kultur birokrasi terlalu panjang, kultur harus izin dan sebagainya.“6

Sedangkan menurut M. Anwar Sani mengenai hal tersebut;

“Mengenai pasal ini saya tidak menganggap hal ini benar mutlak dan juga tidak menganggap itu salah. Kalau berbicara visi tentu negara benar. Tapi menurut saya pokoknya orang bayar zakat mau zakat di mesjid kek, mau bayar langsung ke lembaga zakat, baznas, kek, yang penting orang yang tidak sadar zakat bisa terdorong untuk berzakat.”7

Namun pandangan postitif dilayangkan oleh salah seorang pakar zakat Arif M. Haryono (Pimpinan IMZ). Menurutnya:

“Saya yakin saat ini BAZNAS sangat mampu untuk mengemban amanah tersebut, Menurut penilaian saya dengan susunan kepengurusan seperti saat ini setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, BAZNAS perlu disupport sangat kuat oleh pemerintah untuk mengidealkan UU baru tersebut karena nantinya BAZNAS tidak hanya mengkoordinasi BAZ-BAZ di tingkat Kabupaten dan Kecamatan saja tapi juga LAZ-LAZ yang sudah ada. Saya yakin sekali BAZNAS mampu karena orang-orang terpilih di dalamnya saat ini sangat bagus-bagus, kok, orang-orang di dalamnya qualified. Tapi dengan syaratnya harus banyak disupport oleh pemerintah mulai dari dukungan positif, infrasuktur, dll.”8

Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa respon kognitif dari pengurus FOZ dia atas adalah, dua dari tiga responden memberikan respon yang baik terhadap BAZNAS yang saat ini diperkirakan dapat berubah menjadi lembaga yang mampu mengemban amanah sebagai sentral pengelolaan zakat nasional.

Sementara itu, banyak pihak yang pro dan kontra dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Masalah yang muncul kemudian, terdapat pasal-pasal

6

Wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa,selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Jumat, 21/05/2013.

7

Wawancara diperoleh di Kantor Darul Quran, selaku wakil Sekjed FOZ, Rabu, 01/05/2013.

8

Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat,selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa, 27/04/2013.


(54)

“mengkhawatirkan” di mana menurut beberapa pihak ada pihak-pihak yang merasa “dikebiri” dengan pasal-pasal tersebut. Misalnya pasal 18, 19, 38, dan 41, dimana pada pasal 18 terdapat syarat-syarat yang ‘memberatkan’ dalam mendirikan LAZ atau LAZ yang ingin diakui oleh negara yakni, LAZ harus terdaftar sebagai ormas Islam. Atau pasal 19 kewajiban LAZ yang harus memberikan laporan terhadap BAZNAS secara berkala atau pasal 38 dan 41 mengenai sanksi bagi yang bertindak sebagai amil.

Dalam hal ini menurut Bambang Suherman :

“Spirit yang ada di sini adalah spirit monopoli. Dalam proses pengelolaan dana publik ini harus ada kontrol negara yang kuat hingga dapat dibahas sampai ke konsepsional badan hukum. Padahal, sebenarnya yayasan itu kan badan hukum. Dalam konsepsi peraturan legalitas pemerintah terhadap perlembagaan atau perkumpulan. Dan ini harusnya mengacu pada UU ormas yang ada. Maksudnya, semua ini juga masih menyisahkan permasalahan. Dalam perspektif pribadi saya, hal ini akan lebih banyak dampak negatifnya, kalau kita melihat dari seberapa besar kemampuan melibatkan masyarakat dalam membangun kampanye tentang sadar zakat. Karena dengan adanya aturan yang membatasi ini, mereka akan takut untuk melakukan kontribusi atau terlibat. Mereka akan dikenakan sanksi kan jika digunakan konsep seperti itu. Jika belum dilegalkan sebagai ormas, berarti masyarakat tidak bisa memberikan kontribusi yang sama, karena ini kan syariah. Syariah itu artinya, setiap orang yang muslim dan memiliki kesadaran tentang agama ini boleh terlibat dalam mengajak. Mengajak tidak sebagaimana dai mengajak, tapi bisa memberikan contoh. Dari konsep seperti ini dikhawatirkan akan ada ketakutan karena perlahan-lahan terlihat menjadi ekslusif milik pemerintah dengan persepsi bagaimana pemerintah mengelola negara sebagaimana yang kita ketahui. Maka, ini akan menciptakan perlambatan dalam akses terhadap informasi kepada publik.” 9

Sedangkan menurut Anwar Sani:

“Mengenai pasal 38 apakah salah kalau orang menyerahkan zakatnya ke mushola kecil? ‘saya nitipin zakat ya’ dan diterima oleh panitia zakat yang panitia itu panitianya pembentukannya seminggu sebelum lebaran dan dibubarkannya seminggu sesudah lebaran, dia

9

wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Selaku sekretaris Jendral FOZ, Selasa, 21/05/2013


(55)

megang zakat loh, dititipin zakat loh, yang dititipin pengelolaan zakat besar juga. Syarat ketentuan dari pasal inikan harus meminta izin pada pejabat yang berwenang? Kan gak dijelasin berwenang disana itu siapa? Bisa jadi dia dapat izin dari RT/RW dapat izin dari lurah bahkan biasanya di kepanitiannya itu yang jadi pembinanya itu ketuanya sendiri. Bahkan dia bisa jadi pengurus RT/RW nya, Lurah bisa jadi pengurus masjid juga, jadi saya menganggap ini bagus nih Undang-undang ini bagus, makanya kalau buat saya terima saja nih apa yang ada di dalam ini kita akomodir diaplikasi teknisnya, kita akomodir ke semua ormas harus hormat bikin aja semua ormas jadi hormat selesai, apalagi? Gak ada izin? Oke, izin gampangin dong!”10

Lain halnya dengan Sabeth Abilawa. Menurutnya:

“Mengenai pasal 38 dan 41 menurut saya pasal yang paling aneh, dampaknya adalah negara akan melarang pengurus-pengurus masjid menghimpun dana zakat, pengurus panti asuhan menghimpun dana zakat, melarang yayasan-yayasan sosial yang sudah ada memungut dana zakat, termasuk zakat fitrah dan zakat mal, artinya masjid dan mushola yang sudah ratusan tahun, panitianya setiap ramadhan menghimpun dana harus mengajukan diri sebagai UPZ BAZNAS jika disetujui dan bisa pula tidak disetujui, maka mereka illegal dan bisa dipidana dengan sangsi ini dan ada jutaan orang.”11

Dalam pandanganNana Mintarti mengatakan dalam hal ini:

“Aspek positifnya adalah niat baik ingin mengatur, mensentralisasi agar lebih terkoordinir yang mungkin kacamata Kemenag dan Baznas, mungkin karena dilihatnya LAZ kok bergerak sendiri-sendiri? Nah, agar bisa terjadi sinergi terkoordinir dan terprogram. Maka dibuatlah pasal-pasal tersebut. Aspek negatifnya, LAZ lahir dan tumbuh dari masyarakat, jauh sebelum UU No.38/1999 LAZ sudah eksis. LAZ yang sudah banyak peran dan sudah dirasakan masyarakat tiba-tiba harus tergabung dengan BAZNAS, sehingga peran itu dirasa menjadi dikecilkan. Padahal keinginan masyarakat berzakat itu berasal dari trust (kepercayaan), karena zakat ini tidak bisa dipaksa, lain halnya dengan pajak, sedangkan zakat dalam Undang-Undang tidak ada paksaan.”

10

wawancara diperoleh di Kantor Darul Quran, Ciledug, Selaku sekretaris Jendral FOZRabu, 01/05/2013

11

wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa 21/05/2013


(56)

“Sedangkan mengenai pasal 38 dan 41 menurut saya masih abu-abu ya, secara sanksi masih abu-abu belum jelas ini hukum perdata atau pidana? Yang melakukan tindakan nanti, polisikah atau siapa?”12

Menurut Ahmad BuwaethyselakuKasubdit Sistem Informasi Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI dalam tulisannya di Harian Pelita Online (Kamis, 23/05/13), pada Pasal 38 telah ditulis bahwa ketentuan tersebut sesungguhnya bertujuan untuk menginventarisir, menertibkan, dan mewujudkan akuntabilitas dan transparansi lembaga yang mengelola zakat dari masyarakat. Dengan izin dari pejabat yang berwenang diharapkan para pihak (Amil Zakat) yang mengelola zakat dari masyarakat memang benar-benar menyalurkan zakat yang dikelola secara benar. Dengan perkataan lain, lembaga amil zakat tidak menyimpang dari tujuan semula, misalnya LAZ menjadi sebuah korporat yang mencari keuntungan.

Dengan demikian menjadi tidak tepat jika izin dari pejabat berwenang tersebut bertujuan untuk mempersulit, mempersempit, dan mematikan ruang gerak lembaga amil zakat. Bahkan dengan adanya izin dari pejabat yang berwenang akan memperkuat lembaga amil zakat (LAZ) dan amil zakat tradisional di masjid-masjid akan menjadi bagian Unit Pengumpul Zakat.13

Sedangkan mengenai pasal tentang hukum pidana dan pasal tentang LAZ, Didin Hafidhuddin mengatakan (Rabu, 17/10) :

"Penguatan kelembagaan BAZNAS dengan kewenangan yang disebutkan dalam UU sama sekali tidak untuk mematikan aktivitas pengumpulan zakat di masjid-masjid dan tempat lain. Tetapi justru diwadahi melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sehingga lebih terkoordinir."

12

wawancara diperoleh di Kantor IMZ,selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, selasa, 21/05/2013

13

Harian-pelita-online.com/cetak/2013/5/23/memahami-“memahami-“pasal-pidana” -di-dalam-uu-pengelolaan-zakat-pasal-pidana”-di-dalam-uu-pengelolaan-zakat#”Ua1IM-TT-So


(57)

Didin menuturkan, keberadaan BAZNAS juga bukan untuk mempersempit akses LAZ terhadap sumber dana umat.

"BAZNAS hanya berkepentingan agar umat Islam yang masuk kategori muzakki, semuanya bisa menyalurkan zakat melalui institusi amil resmi, baik melalui LAZ maupun melalui BAZNAS di daerah."

Selanjutnya, Didin menegaskan, BAZNAS hanya bertujuan agar umat menjalankan kewajiban berzakat.

"Yang terpenting adalah masyarakat menunaikan kewajiban zakatnya melalui amil resmi." 14

Kesimpulan dari respon kognitif yang diberikan ke-empat pengurus FOZ di atas cukup beragam. Ada aspek negatif dan ada pula aspek positif. Namun dapat ditarik kesimpulan bahwa masih ada beberapa responden yang belum mengerti secara menyeluruh mengenai pasal-pasal ‘mengkhawatirkan’ ini yang dianggap ambigu.

B. Respon Afektif Terhadap UU No.23/2011

Berdasarkan teorirespon yang telah dijelaskan oleh Jalaludin Rakhmat bahwa respon afektif adalah respon yang timbul karena adanya perasaan terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi, sikap dan nilai. Timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak.

Disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini juga mengundang banyak respon afektif pada sejumlah pegiat zakat termasuk pengurus dari Forum Organisasi Zakat

14


(1)

TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT Umum

I.

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.

Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.

Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentan Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hokum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.

Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota Negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariah dan keuangan.

Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka peanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuia dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi


(2)

Untuk melakukan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas Pasal 2

Huruf a

Cukup jelas Huruf b

Yang dimaksud dengan asas ”amanah” adalah pengelola zakat harus dapat dipercaya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan asas ”kemamfaatan” adalah pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik.

Huruf d

Yang dimaksud dengan asas ”keadilan” adalah pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan secara adil.

Huruf e

Yang dimaksud dengan asas ”kepastian hukum” adalah dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki.

Huruf f

Yang dimaksud dengan asas ”terintegrasi” adalah pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

Huruf g

Yang dimaksud dengan asas ”akuntabilitas” adalah pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat.


(3)

Huruf b

Cukup jelas Huruf c

Cukup jelas Huruf d

Cukup jelas Huruf e

Cukup jelas Huruf f

Cukup jelas Huruf g

Cukup jelas Huruf h

Cukup jelas Huruf i

Yang dimaksud dengan ”rikaz” adalah harta temuan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan ”badan usaha” adalah badan usaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badan usaha yang tidak berbadan hukum seperti firma dan yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas.

Ayat (4)

Cukup jelas Ayat (5)

Cukup jelas Pasal 5

Cukup jelas Pasal 6

Cukup jelas Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau lembaga luar negeri.

Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 8

Cukup jelas Pasal 9

Cukup jelas Pasal 10


(4)

Pasal 11

Cukup jelas Pasal 12

Cukup jelas Pasal 13

Cukup jelas Pasal 14

Cukup jelas Pasal 15

Ayat (1)

Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah baitu mal.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas Ayat (4)

Cukup jelas Ayat (5)

Cukup jelas Pasal 16

Ayat (1)

Yang dimaksud ”tempat lainnya” antara lain masjid dan majelis taklim.

Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 17

Cukup jelas Pasal 18

Cukup jelas Pasal 19

Cukup jelas Pasal 20


(5)

Pasal 24

Cukup jelas Pasal 25

Cukup jelas Pasal 26

Cukup jelas Pasal 27

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”usaha produktif adalah usaha yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan.

Yang dimaksud dengan ”peningkatan kualitas umat” adalah peningkatan sumber daya manusia.

Ayat (2)

Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan.

Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 28

Cukup jelas Pasal 29

Cukup jelas Pasal 30

Cukup jelas Pasal 31

Cukup jelas Pasal 32

Cukup jelas Pasal 33

Cukup jelas Pasal 34

Cukup jelas Pasal 35

Cukup jelas Pasal 36

Cukup jelas Pasal 37


(6)

Pasal 38

Cukup jelas Pasal 39

Cukup jelas Pasal 40

Cukup jelas Pasal 41

Cukup jelas Pasal 42

Cukup jelas Pasal 43

Cukup jelas Pasal 44

Cukup jelas Pasal 45

Cukup jelas Pasal 46

Cukup jelas Pasal 47

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5255